Anda di halaman 1dari 12

A.

Pendidikan Keluarga Sebagai Peletak Dasar Pembentukan Kepribadian


Anak
Dalam kehidupan keluarga yang normal atau sebagaimana yang terjadi
pada umumnya sejak baru dilahirkan ke dunia, anak hidup dalam lingkungan
keluarga dan mendapatkan asuhan dari kedua orangtuanya. Hal yang pertama-
tama mengisi kepribadian si anak tidak lain dan tidak bukan adalah semua yang
ada dalam keluarga tempat si anak tinggal atau diasuh dan dibesarkan di
dalamnya. Orangtuanya barangkali sadar arau tidak telah menanamkan kepada
anak tersebut suatu kebiasaan-kebiasaan yang diwarisi dari nenek moyang dan
pengaruh-pengaruh lain yang diterimanya dari masyarakat. Sementara itu, si
anak akan menerima hal-hal atau ajaran yang diberikan oleh orangtua dengan
daya peniruannya dan dengan senang hati, sekalipun perilaku yang kurang baik
karena adanya pengaruh dari suatu keluarganya ketika masih kecil dahulu.
Tetapi pada saat-saat tertentu jadi, secara tidak disadari pengaruh masa kecil
tersebut muncul bentuk perbuatan atau ucapan.
Hal itu tidak berarti pengaruh daerah atau masa kecil lebih baik atau
lebih buruk dibandingkan keadaan tempat tinggalnya yang sekarang.
Kekhususan yang dimiliki atau melekat pada orang tersebut terkadang tetap
menjadi perhitungan dan pertimbangan orang-orang di sekitarnya di tempat
hidupnya sekarang. Contohnya jika sewaktu-waktu diperlukan seseorang yang
bisa dengan menceritakan wayang kulit, yang dicari adalah orang yang berasal
dari daerah Jawa, khususnya Jawa bagian Tengah seperti Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Surakarta. Ketika orang memerlukan orang yang dapat
menceritakan kebudayaan suku Asmat maka yang dicari adalah orang yang
berasal dari Papua, khususnya yang berasal dari suku Asmat di Papua Barat.
Pun demikian halnya ketika orang ingin mendengarkan cerita tentang Piramida
dan Spink, akan lebih tepat jika yang dicari adalah para sejarawan yang berasal
dari Mesir dan lain-lain.
Dalam pendidikan keluarga hal penting yang menentukan pembentukan
kepribadian adalah ayah dan ibu. Mereka berdua.lah yang paling bertanggung
jawab terhadap pernbatukan kepribadian anak- anaknya. Hitam putihnya sifat
dan kepribadian anak-anaknya adalah sepenuhnya menjadi tanggung jawab
ayah dan ibu, bukan orang lain seperti guru atau pendidik. Meskipun kedua
orangtua telah membiayai anak-anaknya kepada orang lain (pendidik atau
guru) dalam mendidik putra-putrinya agar merniliki kepribadian yng Ikik atau
sesuai dengan yang diharapkan dalam keluarga. Pendidikan untuk
berkepribadian baik ungat diperlukan oleh anak-anak selagi mereka belum
dibebani tanggung jawab. Masa anak-
Menjadi pengguna narkoba? Bagaimana mungkin seorang ibu yang
berprofesi tudak baik, misalnya sebagai pelacur akan dapat berhasil mendidik
anak-anaknya agar tidak menjadi pelacur? Hal-hal seperti itu betul-betul bisa
terjadi dalam kehidupan masyarakat dan menurut hemat penulis keinginan
orang tua tersebut agar memiliki anak-anak dengan kepribadian baik yang
berbeda dari orangtuanya, akan sulit terwujud karena keteladanan yang baik
berasal dari orangtuanya.
Si ibu yang mengandung anak-anaknya, melahirkan, menyusui dengan
ASI, mengasuh, membimbing, sereta mengajarinya duduk dan berjalan. Si ibu
pula yang pertama kali mengajari bercakap-cakap pada anak. Si ibu j uga
dengan kesabaran dan ketelatenannya mau mengajari anak-anak cara makan
dan minum dengan baik dan sopan. Hal-hal tersebut merupakan upaya untuk
mencapai tingkat kepribadian anak yang baik. Mengingat tugas yang begitu
banyak dan tidak ringan, dalam ajaran agama Islam muncul ungkapan surga
anak terletak di bawah telapak kaki ibunya. Artinya, sebagian dari perilaku si
anak ditentukan oleh contoh dan perilaku si ibu. Demikian itu sangat
pentingnya peranan pendidikan dan keteladanan si ibu pada pembentukan
kepribadian anak-anaknya. Secara umum, dapat dikatakan bahwa keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian
anak. Secara umurn juga dapat dinyatakan bahwa keluarga merupakan peletak
dasar pola pembentukan kepribadian anak.
Menyadari hal itu, timbul pertanyaan di benak kita, apa peranan
lembaga-lembaga pendidikan yang ada selama ini dalam pembentukan
kepribadian anak? Sejauh ini peran lembaga-lembaga dalam pembenrukan
kepribadian anak yang terutama memberikan isi yang selanjutnya oleh si anak
akan dikembangkan sendiri sesuai dengan kemampuan, kekuatan, dan
kreativitas si anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya lebih lanjut.
Dernikian itu peran lembaaga-lembaga pendidikan yang tiddak boleh
dikesampingkan agar bisa terwujud insan-insan berkepribadian yang baik
sesuai dengan yang diharapkan bersama.
B. Pendidikan Islam untuk Membentuk Insan Berkepribadian Mulia
sejalan dengan yang diungkapkan di atas, bahwa Islam mernandang pendidikan
keluarga menentukan pembentukan kepribadian anak-anak dalam keluarga
yang dibangunnya. Islam mempunyai pandangan dan cara-cara tersendiri
dalam mendidik atau membentuk kepribadian anak-anak, yaitu kepribadian
anak yang sifatnya islami. Apakah kepribadian yang islami itu? Apakah hal itu
sejalan atau menyimpang dari pendidikan keluarga umurnnya dalam hal
membentuk kepribadian anak-anak dalarn sebuah keluarga? Untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang pandangan Islam dan cara-cara
mernbentuk kepribadian anak yang islami di uraian berikur ini.
1. Anak sebagai Amanah Allah Swt.
Anak dalam pandangan Islam merupakan amanah dan nikmat yang
diberikan Allah Swt. sebuah keluarga. Oleh karena itu, permasalahan anak
tidak hanya dipertanggungjawabkan di hadapan manusia saia. Tetapi akan
dipertanggung jawabkan kepada Pemberi amanah, yaitu Tuhan Yang
Maha Esa. Kita sernua tahu bahwa Allah swt, berkedudukan sebagai
Pemegang otoritas tunggal atas makhluk yang hidup di bumi. Menurut
penjelasan dalam Al-Quran, anak dikelompokkan menjadi empat tipologi,
sebagai berikut.
a. Anak sebagai Perhiasan Hidup Dunia
Anak sebagai hiasan hidup manusia di dunia (zinatu a-hayah ad-
dunya) dinyatakan dalam Surah Al-Kahfi (18) : 46 sebagai berikut
ٰ ُ ُ‫ۡٱل َمالُ ُ َُو ۡٱل َبنونَُ ُ ِزينَة ُ ۡٱل َح َي ٰو ُِة ُٱلد ُّۡن َياُ ُ َُو ۡٱل ٰ َب ِق ٰ َيت‬
َُ‫ٱلص ِل ٰ َحتُ ُخ َۡي ٌر ُ ِعند‬
ُ٤٦ُ‫اُوخ َۡي ٌرُأ َ َم ٗٗل‬ َ ٗ‫َر ِب َكُث َ َواب‬
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di
sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS Al-Kahfi
[18]: 46)

Mencemati ayat Allah Swt. tersebut, dapat dikatakan sebuah mahligai


rumah tangga akan terasa belum lengkap kehadiran anak, walaupun
harta benda dan perhiasan Iain berlimpahMemang benar anak
layaknya perhiasan yang begitu mahal harganya. Anak adalah sosok
yang memperindah rumah tanggai kita. Ibarat emas intan berlian,
perhiasan tersebut tidak akan tampak keindahannya kalau tidak diasah
dengan baik. Demikian pula halnya seorang anak apabila tidak di-
"asah" dengan baik dan benar, anak tersebut juga tidak akan tampak
keindahannya. Namun tentunya, cara mengasah intan berlian dengan
seorang anak berbeda. Cara mengasah anak dilakukan dengan
mendidik dan membina dengan sebaik-baiknya. Tentunya didikan dan
binaan yang paling tepat berasal dari pihak orangtua anak yang
bersangkutan. Orangtua yang alpa pada tugasnya tersebut bisa
berakibat tidak baik kepada anak-anaknya. Konkretnya, anak
bukannya menyenangkan orangtuanya, justru hal sebaliknya
mengecawakan dari segi imam, ilmu, maupun amalannya.
b. Anak sebagai Ujian
Anak selain dipandang sebagai perhiasan, juga dapat dipandang
sebagai ujian (fitnah) bagi kedua orangtuanya. Allah Swt. Telah
berfirman dalam Al-Quran sehubungan dengan hal itu, sebagai
meni berikut.
ٰ ‫ٱعلَمواُُأَنمآُأَمۡ ٰولك ۡم‬
ُ٢٨ُ‫يم‬ٞ ‫ٱّللَُ ِعندَ ٓهُۥُأ َ ۡج ٌرُ َع ِظ‬ َ ‫َة‬ٞ ‫ُوأ َ ۡولَدك ۡمُفِ ۡتن‬
ُ ُ‫ُوأَن‬ َ َ َ ٓ ۡ ‫َو‬
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah
sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar
(QS Al-Anfal [8]:28)

Ayat Allah Swt. tersebut berkaitan erat dengan tanggung jawab


orangtua dalam mendidik dan membina anaknya menjadi anak yang
saleh. Apabila orangtua tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi
tanggung jawabnya, mereka akan menuai hasil yang bisa
menyengsarakan dan mencemarkan nama baik. Biasanya orang lain
akan mengaitkan secara langsung kepada orangtuanya mengenai
kebaikan atau keburukan yang dilakukan oleh anak. Anak dengan
sifat- sifat berperilaku baik, cerdas, dan tangguh akan dapat
mengharumkan nama kedua orangtua dan keluarga besarnya. Secara
umum, orang akan mahfum tatkala menjumpai anak berpembawaan
baik berasal dari keluarga yang berperilaku baik pula. Orang akan
merasa heran tatkala menjumpai anak berperilaku buruk, padahal
berasal dari orangtua atau keluarga yang berperilaku baik. Mengenai
kasus yang disebutkan terakhir ini orang sering mengaitkannya
dengan kegagalan orangtua dan keluarga dalam mendidik atau
membina anaknya. Kasus yang seperti itu dapat dikatakan bahwa anak
merupakan ujian atau cobaan bagi kedua orangtuanya.
c. Anak sebagai Musuh
Kehadiran anak bisa tidak selalu menyenangkan bagi kedua
orangtuanya. Fakta yang ada di dunia membuktikan ada anak justru
menjadi musuh bagi kedua orangtuanya. Hal ini ditegaskan oleh Allah
Swt. dalam Al-Quran sebagai berikut.

ۡ َُ‫ُوأ َ ۡو ٰلَدِك ۡمُ َعد ٗواُلك ۡمُف‬


ُ‫ٱحذَروه ُۡم‬ َ ‫ٰ َٓيأَيُّ َهاُٱلذِينَُُ َءا َمن ٓواُ ِإنُ ِم ۡنُأ َ ۡز ٰ َو ِجك ۡم‬
ُ ُ١٤ُ‫ورُر ِحي ٌم‬ ُ ُ‫ُوت َ ۡغ ِفرواُفَإِن‬
ٞ ‫ٱّللَُغَف‬ َ ‫ُوت َصۡ فَحوا‬
َ ‫َو ِإنُت َعۡ فوا‬
Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah
kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi
serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Taghabun [64]: 14)

Kata musuh dalam ayat tersebut dapat dimaknai secara fisik dan bisa
juga dari segi ide, pikiran, cita-cita, dan aktivitas. Contohnya orangtua
yang selalu berusaha untuk berlaku amar ma'ruf nahi munkat Tetapi,
anaknya justru melakukan hal yang menjadi kebalikannya yaitu amar
munkar nahi ma'ruf. Apabila orangtuanya membangun atau berarnal
yang baik-baik, anaknya justru beramal yang jelek atau menyimpang
dari ajaran-ajaran atau tuntutan agama Islam. Karakter, watak, atau
perilaku anak yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam
mengindikasikan bahwa anak justru menjadi musuh bagi orangtuanya.
Jika demikian itu, orangtua anak pasti kecewa rasanya
d. Anak sebagai Cahaya Mata (qurrata a’yun)
Tipe anak ideal yang sangat didambakan oleh setiap orang adalah
seperti disebut dalam Al-Quran, yaitu anak yang qurrata a'yun
(cahaya mata). Allah Swt. berfirman sebagai berikut.

ُ‫ُوذ ِر ٰيتِنَا ُقرة َُأ َ ۡعي ٖن‬


َ ‫ُم ۡن ُأ َ ۡز ٰ َو ِجنَا‬
ِ ‫ُربنَا ُه َۡب ُلَنَا‬
َ َ‫َوٱلذِينَُ ُيَقولون‬
ُ ُ٧٤ُ‫ٱج َع ۡلنَاُ ِل ۡلمت ِقينَ ُ ِإ َما ًما‬
ۡ ‫َُو‬
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa (QS Al-Furqan [25]: 74)
Betapa orangtua sangat bahagia hatinya manakala dikaruniai anak-
anak yang mempunyai sifat qurrata a’yun yang artinya cahaya mata.
permata hati, sangat menyenangkan. hal tersebut merupakan tipe anak
ideal dalam Islam. Anak yang qurrata a'yun setidaknya mempunyai
kriteria selalu tunduk dan patuh kepada Allah Swt„ senantiasa
berbakti kepada orangtuanya atau dengan kata lain anak yang berilmu
dan beramal. Semuanya terangkum dalam hablum minallah dan
hablum minanas. Tipe anak yang qurrata a'yun biasa kita sebut
sebagai anak saleh atau salehah.
Mendidik anak seyogianya dilakukan semenjak anak masih berusia
dini (PAUD). Bahkan ketika anak masih dalam kandungan ibunya,
pendidikan yang islami seyogianya telah diberikan oleh kedua
orangtuanya. Pada saat-saat awal pertumbuhan dan perkembangan
anak mulai ditanamkan perihal kecintaannya kepada din-nya
(agamnya yaitu agama Islam), cinta terhadap ajaran Allah Swt. dan
Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Dengan begitu, ketika anak
berhadapan dengan lingkungannya, akan memiliki daya resistensi dan
dapat menangkal pengaruh-pengaruh negatif yang dapat merusak
dirinya Membentuk kepribadian anak agar memiliki watak atau sifat
yang baik dan islami ialah dengan memberikan keteladanan yang
islam sifatnya. Anak akan lebih mudah meniru dan mempraktikkan
sifat sifat yang telah dicontohkan kedua orangtuanya. Sebagai orang
Islam, hal pertama dan yang utama wajib ditanamkan kepada anak-
anak adalah dengan mengenalkan kepada anak perihal keberadaan
Tuhan (Allah Swt.) dan mengajarkan tentang nilai-nilai ketuhanan.
Misalnya, dengan mengajarkan bacaan basmalah dan hamdalah serta
doa-doa ringan sebelum dan sesudah melakukan sesuatu kegiatan.
Selain hal itu, kepada anak juga dibukakan kesadarannya akan
kewajibannya kepada Allah Swt. terutama shalat wajib lima kali
sehari semalam.
Abu Fahmi (2006) mengemukakan bahwa hadis Rasulullah tersebut
juga mengandung pengertian hubungan antara orangtua dengan
anaknya. Secara rinci hubungan antara anak dan orangtua tersebut
dibagi menjadi tiga segi sebagai berikut.
a) Hubungan Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Anaknya
Anak adalah arnanah yang dititipkan oleh Allah Swt. kepada orangtua
untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dan dididik dengan sebaik-
baiknya. Dengan pernyataan lain, dalam sebuah keluarga fungsi
orangtua adalah pemimpin anak-anaknya dalam mengarungi
kehidupan di dunia. Kepemimpinan tersebut harus dipertanggung
jawabkan kepada Allah Swt.
b) Hubungan Kasih Sayang
Setiap orang yang telah hidup berkeluarga pasti mengharapkan
kehadiran anak-anak dalam rumah tangganya. Sebab, anak adalah
tempat orangtua mencurahkan kasih sayangnya. Hal itu disebabkan
anak merupakan perhiasan hidup di dunia. Allah Swt. telah berfirman
dalam Al-Quran sebagai berikut.
c) Hubungan Masa Depan
Dari sudut pandang teologi, anak merupakan investasi masa depan di
akhirat bagi orangtuanya. Anak yang saleh akan selalu mengalirkan
pahala kepada kedua orangtuanya sebagaimana yang dinyatakan Nabi
Muhammad Saw. yang artinya:
"Jika seseorang meninggal dunia putuslah (pahala) amalannya kecuali
satu dari tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat yang dapat
diambil manfaar darinya, dan anak saleh yang mendoakannya"
(HR Muslim)
Cara mendidik agar berdampak positif terhadap anak dengan Sifat-
sifat atau karakter anal yang cerdas, tangguh, dan qurrata a’yun
minimal harus rnencakup tiga karakter, yaitu karakter keagamaan
karakter pembelajaran. dan karakrer terampil dan mandiri. Fahma
edisi Mei 2006 ketiga karakter pembentuk anak cerdas, tangguh dan
qurrata a’yun tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1) Karakrer Keagamaan
Karakrer keagarnaan dicapai dengan menumbuhkan pemahaman
nilai-nilai kebenaran (tauhid), pembiasaan beribadah (shalat doa,
dzikir, membaca, dan hafalan Al-Quran serta Hadis), dan
menumbuhkan akhlakul karimah. Mendidik anak dengan target.
targer scperti itu diharapkan dapat menumbuhkan diri anak
morivasi dan kesadaran menialankan shalat, beribadah, berdoa,
dan berdzikir, sena senang dan terampil membaca Al-Quran dan
hadis minimal Juz Amma. Selain hal itu, anak diharapkan senang
dan bermanfaat untuk orang lain dan lingkungannya serta tidak
suka merusak dan menganggu orang lain.
2) Karakter Pembelajar
Karakter pembelajar dicapai dengan mengembangkan dua aspek
penting, yaitu aspek kanampuan berpikir (saintis) dan aspek
keterunpilan dasar pembelajar. Aspek kernampuan berpik
meliputi dorongan rasa ingin tahu yangtinggi, senang melakukan
observasi, dan eksplorasi serta dapat mengorientasikan potensi
dirinya untuk mencapai apa yang diinginkan. Sementara itu,
aspek keterampilan dasar pembelajar meliputi senang membaca,
menulis, berkomunikasi, matematika (berfikir logis, analisis, dan
sistematis), menyenangi seni, dan bersifat kreatif.
3) Karakter Terampil dan Mandiri
Karakrer ini dicapai dengan menumbuhkan kemampuan
ketarampilan fisik berupa kegiatan fisik scperti olahraga.
Keterampilan pribadi berupa keperluan yang menyangkur dirinya
mulai dari kerapian, kerertiban, dan kebersihan diri dan
lingkungannya. Keterampilan teknologi (kompurer),
mengernbangkan tanggung jawab, kemandirian. kerja sama dan
tolong-menolong. Merniliki jiwa kepemimpinan serta
berkernbangnya minat dan bakat anak.
Hal ini tidak berarti mengesampingkan arti penting
pendidikan yang menekankan aspek kognitif pada anak maka ada
pakar pertumbuhan dan perkembangan anak mengatakan bahwa
membangun jiwa anak (aspek afektif) dirasakan jauh lebih
penting peranannya dari sekadar mencerdaskan otak (aspek
kognitif). Menurut nasihat seorang ustadz, mengatakan "Jiwa
yang hidup dapat memanfaatkan dan mengarahkan otak yang
cerdas. Tetapi otak yang cerdas tidak banyak bermanfaat atau
bahkan mudharat apabila berada dalam iiwa yang mati." Untuk
itu, langkah membangun jiwa individu dirasa gngat penting yang
pada akhirnya mengarah ke individu agar memiliki sifat-sifat
cerdas, tangguh, dan qurrata ‘ayun.
Slamet W (2006) memberikan tip-tip membangun jiwa
anak melalui kebersamaan dengan anak, sebagai berikut.
a) Saat Melaksanakan Makan Bersama Sekeluarga
Kesempatan makan bersama dalam suatu keluarga merupakan
suasana jiwa bergembira karena merasakan nikmat dari Allah
Swt. Untuk itu, dapat dilakukan adab makan baik dan benar, anak
diberi pengarahan tentang berbagai aktivitas dengan dasar-dasar
agama dan mendiskusikan nikmat Allah Swt. serta kewajiban
mensyukurinya.
b) Saat Mengadakan Rekreasi Sekeluarga
Kesempatan berekreasi bersama sekeluarga memberikan terletak
suasana jiwa anak-anak diliputi kegembiraan. Ketika sedang
berekreasi sebenarnya merupakan saat-saat yang kondusif bagi
anak-anak untuk menerima pesan-pesan yang membangkitkan
jiwa sehingga dapat membahas tentang penciptaan dan kebesaran
Allah, mendiskusikan tentang tanggung jawab manusia kepada
Sang Pencipta, yaitu Allah Swt., atau dapat membahas masalah
tantangan hidup yang akan dihadapi pada masa-masa ke depan,
dan lain-lain.
c) Saat Kondisi Jiwa Sedang Dekat dengan Allah Swt.
Saat anggota keluarga ada yang sakit, biasanya kondisi jiwa
sedang dekat dengan Sang Khalik, yaitu Allah Swt. Saat ini
dirasa tepat (kondusif) untuk menerima pesan-pesan yang dapat
melemburkan jiwa anak. Misalnya, dibahas tentang kebaikan
Allah Swt. dan kebaikan orang lain, anak-anak diajak berbicara
tentang kebesaran jiwa, pada anak diceritakan tentang hikmah
ketabahan dan kesabaran.
2. Peran Orangtua dalam Mendidik Anak
Keberhasilan dalam mendidik anak tidak bisa dilepaskan dari peran
penting seorang ibu dalam keluarB. Hal ini dapat dilihat dari kedudukan
seorang ibu dalam sebuah keluarga. Ibu yang berstatus sebagai istri
pendamping dari suami yang merupakan ayah dari anak-anaknya,
mempunyai tugas utama mengurus rumah tangga dan mengasuh anak-
anak. Tugas ibu tidak bisa dikatakan ringan, tetapi sangat mulia, yaitu
mendidik dan mengantarkan anak-anaknya semenjak masih berada dalam
kandungan, lahir, kemudian meneliti kehidupan di dunia hingga menjadi
dewasa membutuhkan campur tangan seorang ibu.
Erny T. (2006) mengemukakan lima hal yang dapat diiadikan
parameter pentingnya peran ibu dalam pendidikan sehari-hari bagi anak-
anaknya, sebagai berikut.
a. Ibu sebagai perawat dan pelindung
Berkaitan dengan hal ini nilai pendidikan yang diberikan adalah
pembimbingan cara makan dan minum yang baik dan sopan, mandi,
mengenakan pakaian, melatih merawat keberrsihan diri dan
melindungi diri dari marabahaya di sekitarnya.
b. Ibu sebagai pengarah
Pada posisi ini, seorang ibu akan banyak memberi bimbingan
tentang kemampuan-kemampuan atau keterampilan yang harus
dimiliki oleh anak.
c. Tak jellas fotonya
x
x
x
x
x
x
d. Ibu sebagai pendorong dan penghibur
Seorang ibu dapat memberikan dorongan atau menghibur anak di kala
susah atau menemui kegagalan. Nilai pendidikan yang diajarkan
seorang ibu dalam hal ini terutama mengenai kesadaran untuk selalu
memiliki motivasi dalam bekerja.
e. Ibu sebagai sumber peniruan
Sebagai sumber peniruan, seorang ibu yang memiliki banyak nilai
pendidikan yang dapat diajarkan kepada anaknya terutama dalam hal
pendidikan budi pekerti, sopan santun, dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang maha Esa. Sebagai sumber peniruan bagi anak-anaknya,
seorang ibu dituntut memiliki perilaku baik yang bisa dijadikan
teladan bagi anak-anaknya.

Anda mungkin juga menyukai