Disusun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penulisan
makalah pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Tidak lupa shalawat serta
salam kami panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita dapat
memperoleh syafaat dan manfaat di akhirat nanti. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Auliya Ghazna Nizami Lc., M. H. atas penugasan ini guna
memenuhi nilai mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Makalah dengan judul “Akhlak dan Pendidikan Karakter” ini semoga dapat
memberikan manfaat tidak hanya bagi kami selaku penyusunnya, tetapi juga bagi
para pembaca. Sehingga dapat memperluas wawasan kita mengenai hubungan
antara akhlak dengan pendidikan karakter yang memadukan Kewajiban Asasi
Manusia (KAM) dan Hak Asasi Manusia (HAM) secara harmonis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami menerima segala bentuk kritik dan saran dari pembaca demi
penyempurnaan makalah ini. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
kami memohon maaf.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1
C. TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yakni “Al-Khulk” yang berarti budi
pekerti, kelakuan, kebiasaan, tingkah laku, perangai atau tabiat. Menurut istilahnya,
akhlak merupakan sifat yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa
mengeluarkan sesuatu dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan
paksaan. Sehingga akhlak adalah tingkah laku seseorang yang didorong oleh
sesuatu keinginan secara mendasar untuk melakukan suatu perbuatan.
Kata akhlak sendiri merupakan kata serapan dari bahasa arab, yang
memiliki arti dasar perangai atau tabiat. Secara etimologis, akhlak didefinisikan
sebagai sikap yang dibawa oleh individu sejak dia masih kecil hingga dia
berkembang menjadi orang dewasa, dimana pengaruh intern maupun ekstern saat
perkembangan, mempunyai andil yang paling besar dalam membentuk sikap
individu tersebut.
1. Akhlak Pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka
hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena
hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan
akhlak yang utama dan budi yang tinggi.
2. Akhlak Berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat.
Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam Islam mengarahkan para orang tua
dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran-
ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap orang yang
mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak
dan ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan
kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani
3
berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri,
kehormatan dan kemuliaan. Seorang anak haruslah mencintai kedua orang
tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia lainnya untuk kamu
cintai, taati dan hormati.
3. Akhlak Bermasyarakat
Tetanggamu ikut bersyukur jika keluargamu bergembira dan ikut susah jika
keluargamu susah, mereka menolong, dan bersama-sama mencari kemanfaatan
dan menolak kemudhorotan. Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas
dari pendidikan sosial kemasyarakatan. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat.
Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri dan terpisah satu sama lain,
tetapi berkelompok, saling membantu, saling membutuhkan dan saling
mempengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan
perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika setiap individu sebagai
anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan
norma-norma kesusilaan yang berlaku.
4. Akhlak Bernegara
5. Akhlak Beragama
4
Allah SWT berfirman: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang
buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-
Nya kepada mereka, mensucikan mereka.” (Al-Jumuah: 2). Allah memberi
anugerah kepada orang beriman dengan mengutus nabi untuk mengajari
mereka tentang Al-Qur`an dan mensucikan mereka. Yang dimaksud dengan
mensucikan adalah membersihkan hati mereka dari syirik dan akhlak tercela
seperti dendam dan iri hati dan membersihkan perkataan dan perbuatan
mereka dari kebiasaan yang buruk. Nabi Muhammad bersabda dengan
jelas, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.” (Al-Baihaqi, no. 21301). Jadi salah satu sebab diangkatnya Nabi
Muhammad SAW menjadi nabi adalah untuk memperbaiki akhlak individu
dan masyarakat.
2. Akhlak merupakan bagian tak terpisahkan dari iman dan akidah.
Ketika Rasulullah SAW ditanya: “Siapakah orang beriman yang
paling utama imannya?” Maka beliau menjawab, “Yang paling baik
akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 1162 dan Abu Dawud, no. 4682).
Allah telah menamakan iman dengan kebaikan dalam firman-Nya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.” (Al-
Baqarah: 177). Kata “al-birr” merupakan nama bagi semua jenis kebaikan,
mulai dari akhlak, perkataan dan perbuatan. Karenanya, Nabi Muhammad
SAW bersabda, “Yang disebut dengan al-birr (kebaikan) adalah akhlak
yang baik.” (HR. Muslim, no. 2553).
Masalah akhlak ini semakin lebih jelas dalam sebuah sabda Nabi
Muhammad SAW : “Iman itu mempunyai enam puluh cabang lebih. Cabang
yang paling utama adalah kalimat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
yang paling bawah adalah membersihkan gangguan dari jalan dan malu
merupakan bagian dari iman.” (HR. Muslim, no. 35).
3. Akhlak berkaitan dengan semua bentuk ibadah.
Maka Anda dapat saksikan, bahwa setiap kali Allah memerintahkan
suatu ibadah, Dia juga mengingatkan pada tujuan akhlaknya dan
5
pengaruhnya bagi jiwa dan masyarakat. Contohnya sangat banyak, antara
lain:
• Shalat: “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (Al-‘Ankabut: 45).
• Zakat: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah: 103).
Walaupun hakikat zakat adalah berbuat kebaikan bagi manusia
tetapi tujuan lainnya adalah mendidik jiwa dan membersihkannya
dari akhlak yang buruk.
• Puasa: “Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah:
183). Jadi tujuan dari puasa adalah agar bertakwa kepada Allah
dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Karena itu Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang
tidak meninggalkan perkataan jahat dan melakukannya maka tidak
ada bagi Allah keperluan darinya untuk meninggalkan makan dan
minumnya (yakni Allah tidak menerima puasanya).” (HR. Al-
Bukhari, no. 1804). Barangsiapa yang puasanya tidak mengubah
akhlaknya terhadap manusia maka berarti puasanya belum mencapai
target yang sesungguhnya.
4. Banyak keutamaan dan pahala besar yang diberikan Allah kepada orang
yang berakhlak mulia.
Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu sangat banyak baik dari al-
Qur’an dan hadits, di antaranya:
• Akhlak mulia menjadi pemberat timbangan amal shalih pada hari kiamat
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih berat
daripada akhlak mulia yang disimpan di timbangan nanti. Sesungguhnya
orang yang berakhlak mulia akan sederajat dengan orang yang berpuasa dan
menunaikan shalat.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2003).
• Akhlak mulia merupakan sebab utama bagi seseorang untuk masuk surga
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kebanyakan orang masuk surga karena
6
takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2004,
dan Ibnu Majah, no. 4246).
• Orang yang berakhlak mulia adalah orang yang paling dekat tempatnya dari
Rasulullah SAW pada Hari Kiamat. Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya yang paling aku cintai dari kalian dan yang paling dekat
posisinya dariku pada hari kiamat nanti adalah yang paling mulia
akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2018).
Di surga nanti, orang yang berakhlak mulia akan berada di tempat
paling tinggi dan dijamin oleh Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW
bersabda, “Aku akan memberikan jaminan sebuah rumah di pinggir surga
bagi orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun dia benar, dan rumah
di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta sekalipun dia
bercanda, serta rumah di bagian atas surga bagi orang yang akhlaknya
bagus.” (HR. Abu Dawud dalam As-Sunan, no. 4800) Makna “za’im”
dalam hadits ini adalah penjamin.
7
mempraktikannya dalam kehidupan sehari hari sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap lingkungannya.
8
kecerdasan SQ-nya kurang). Selain dibangun oleh ketiga kecerdasan otak di
atas, karakter juga memiliki pondasi lain bernama akhlak.
Dalam ajaran Islam, ada 5 akhlak dasar yang harus dimiliki individu guna
terciptanya karakter yang sempurna, atau yang sering diistilahkan sebagai mabadi
khoiru ummah/mabadiul khomsah (5 Pondasi dasar guna membentuk masyarakat
yang terbaik) yaitu:
9
komponen ini, ketimpangan akan terjadi, sehingga kerukunan ataupun
ketenteraman akan terganggu.
Kelima butir akhlak tersebut menjadi sangat vital bagi individu itu sendiri,
maupun bagi bangsa. Perpaduan komponen kecerdasan otak dengan kelima butir
akhlak yang telah disebutkan, menjadi sebuah kunci tersendiri bagi suatu bangsa,
guna membangun bangsa yang memiliki integritas. Kesempurnaan karakter, harus
terus dipupuk sejak dini. Oleh karena itu, keteladanan terhadap generasi penerus
harus selalu ditunjukkan oleh seluruh komponen bangsa, bukan hanya pejabat, tapi
juga seluruh masyarakat.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, dan Negara. Karakter disamakan dengan khuluq (bentuk tunggal dari
akhlaq) akhlak yaitu kondisi batiniyah dalam dan lahiriah (luar) manusia. Dengan
demikian khuluk mencakup kondisi lahir dan batin manusia, baik teraktualisasi atau
tidak semuanya masuk dalam kategori karakter. Berdasarkan uraian diatas maka
khuluq memiliki makna ekuivalen dengan karaktrer.
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah, Nur. 2013. Pendidikan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam. 13(1):
25-38.
https://www.journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/au/article/view/179/159
https://imuslimguide.com/id/moral/1
https://guruppkn.com/peran-akhlak-dalam-pembentukan-karakter-bangsa
https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-akhlak/
https://www.abdimadrasah.com/2015/02/pendidikan-karakter-dalam-pandangan-
islam.html
12
HASIL DISKUSI
2. Berikan contoh ketika salah satu komponen kecerdasan dalam peran akhlak
melemah! (Azka)
Dimisalkan seorang pengusaha yang sukses karena ia cerdas (IQ tinggi) dan
memiliki hubungan sosial yang tinggi sehingga mampu mempengaruhi orang
banyak dalam lingkup profesinya (EQ tinggi), tetapi ia kurang beribadah serta
pemahaman agama dan akidahnya lemah (SQ rendah), maka ia bisa terbawa nafsu
untuk melakukan hal-hal yang melenceng dari perintah agama hanya untuk
kesenangannya sendiri seperti menggelapkan uang perusahaan, mabuk, berjudi, dan
kehidupan dunia malam. Maka kita sebagai individu yang tidaklah sempurna harus
mau dan mampu menyeimbangangkan ketiga komponen kecerdasan itu untuk
menjadi pribadi yang baik.
3. Bagaimana cara melatih diri agar konsisten berbuat baik? (Wahid Anshori)
Salah satu cara termudahnya adalah dengan membiasakan diri berperilaku
baik kepada siapa saja. Termasuk kepada diri sendiri yang terkadang justru lebih
sering terabaikan. Lakukan kebiasaan baik dari diri sendiri, pekerjaan hingga
dalam berperilaku dan memperlakukan orang lain. Kebiasaan kecil yang kita
lakukan akan menarik diri kita untuk melakukan kebiasaan yang lebih besar lagi.
13
Selanjutnya, berani mengakui kesalahan diri sendiri. Kita harus menjadi manusia
dengan keberanian tinggi untuk mengakui kesalahan, termasuk meminta maaf dan
memperbaikinya.
Yang ketiga, bantu orang lain memperbaiki kesalahan. Dengan membantu orang
lain memperbaiki kesalahannya, kita pun semakin tahu mana hal yang baik dan
buruk. Kita pun tidak akan ragu menerapkan kepada diri kita sendiri sendiri.
Terakhir, jangan mendendam apalagi membalas. Jika kita marah dan ingin
membenci, jangan biarkan perasaan yang dipenuhi keinginan membalas
menguasai hati dan pikiran kita. Jadilah manusia yang mudah memaafkan karena
sesungguhnya Allah pun Maha Pemaaf.
14