Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

TEORI KONEKSIONISME

Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan


Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Nur Wangid M.Si

Kelompok 2 :

1. Sakira Mutiara Aryanti 20104244010


2. Haya Nuwayyar Rahma 20104244014
3. Firda Fawnia Indrasari 20104244016
3. Galih Agung Ivandriyo 20104244040
4. Arinda Rahma Fatih 20104241051

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
DAFTAR ISI

Y
DAFTAR ISI............................................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Masalah.............................................................................................5
BAB II........................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................
A. .........................................................................................................................
B. .........................................................................................................................
C. .........................................................................................................................
D. .........................................................................................................................
E. .........................................................................................................................
BAB III......................................................................................................................
PENUTUP..................................................................................................................
A. Kesimpulan.....................................................................................................
B. Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyusun Makalah Teori
koneksionisme ini dengan baik serta tepat waktu. Seperti yang sudah kita ketahui saat
ini bahwa dalam belajar, motivasi sudah tidak begitu penting karena perilaku siswa
lebih ditentukan oleh ekstenal rewards dan bukan oleh intimrinsic motivation. Pada
makalah ini kami akan membahas mengenai bagaimana teori koneksionisme dan
bagaimana penerapannya. Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan
mengenai bagaimana anak bisa meningkatkan kemampuan belajarnya dan respon
yang benar terhadap stimulus. Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa
menolong menaikkan pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh sebab itu, kritik serta
anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan
makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Mata Kuliah
Psikologi Pendidikan serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan terima
kasih.

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia tidak akan lepas dari yang
namanya proses belajar.Proses ini dilalui oleh setiap insan yang ditiupkan nyawa oleh
Allah SWT. kepada setiap makhluknya.Bahkan manusia yang masih berada dalam
kandungan pun merasakan proses belajar mengenai lingkungan di sekitarnya.Belajar
menurut pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon.Seseorang dapat dikatakan mempelajari sesuatu jika terdapat
perubahan terhadap dirinya.Dalam teori ini,yang terpenting dalam belajar adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon tersebut.
Jika ditinjau dari konsep maupun teori,teori behaviorisme ini tentu berbeda
dengan teori teori lain.Hal ini dapat kita lihat dari pengaplikasian teori ini dalam
kehidupan sehari hari.Teori behavioristik memandang bahwa belajar merupakan
sebuah proses,dimana terjadi perubahan pada diri siswa,dari tidak bisa menjadi
bisa,dari tidak tahu menjadi tahu,serta adanya peran dari guru sebagai pengontrol
stimulus dan lingkungan belajar agar mencapai tujuan yang diinginkan.
Salah satu teori dalam behaviorisme yang dikemukakan oleh Erdward Lee
Thorndike adalah teori connectionism.Teori ini mengemukakan bahwa belajar dapat
terjadi dengan dibentuknya hubungan atau ikatan neural yang kuat antara stimulus
dan respon.Dalam teori connectionism ini Thorndike merumuskan eksperimennya ke
dalam tiga hukum dasar (primer) dan lima hukum tambahan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat tokoh teori connectionism?
2. Bagaimana proses penelitian Puzzle Box oleh Thorndike?
3. Bagaimana identifikasi rumusan hukum hasil eksperimen Thorndike?
4. Apa saja revisi hukum belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ?
5. Bagaimana penerapan teori connectionism dalam kehidupan belajar mengajar?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui biografi tokoh behaviorisme toeri connectionsm.
2. Mahasiswa dapat memahami penelitian Puzzle Box oleh Thorndike.
3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi rumusan hukum hasil eksperimen Thorndike.
4. Mahasiswa dapat mengetahui revisi hukum belajar yang dikemukakan oleh
Thorndike.
5. Mahasiswa dapat memahami penerapan teori connectionism dalam proses belajar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Koneksionisme Thorndike

1. Tokoh Teori Koneksionisme


Edward Lee Thorndike (31 Agustus 1874 – 9 Agustus 1949) adalah seorang
Psikolog Amerika yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di Teachers College,
Columbia University. Karyanya di bidang Psikologi Perbandingan dan proses
pembelajaran membuahkan teori koneksionisme dan membantu meletakkan dasar
ilmiah untuk psikologi pendidikan modern. Dia juga bekerja di pengembangan
sumber daya manusia di tempat industri, seperti ujian dan pengujian karyawan. Dia
adalah anggota dewan dari Psychological Corporation dan menjabat sebagai presiden
dari American Psychological Association pada tahun 1912. Thorndike, lahir di
Williamsburg, Massachusetts, adalah anak dari seorang pendeta Metodis di Lowell,
Massachusetts. Thorndike lulus dari The Roxbury (1891), di West Roxbury,
Massachusetts dan Wesleyan University (1895). Ia mendapat gelar MA di Harvard
University pada tahun 1897. Selama di Harvard, ia tertarik pada bagaimana hewan
belajar (etologi), dan bekerja sama dalam penelitian dengan William James. Tesis
Edward hingga saat ini masih dianggap sebagai dokumen penting dalam ranah ilmu
psikologi komparatif modern. Setelah lulus, Thorndike kembali ke minat awal,
psikologi pendidikan. Pada tahun 1898 ia menyelesaikan PhD-nya di Universitas
Columbia di bawah pengawasan James McKeen Cattell, salah satu pendiri psikometri.

2. Pengertian Teori Koneksionisme


Teori koneksionisme adalah teori belajar yang menekankan stimulus dan respon.
Pada teori ini proses perkembangan perilaku dapat diukur, di amati oleh respon
pelajaran terhadap rangsangan. Kemudian terdapat kritik terhadap teori
koneksionisme yakni teori koneksionisme cenderung mengarahkan siswa untuk
berpikir linear, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Teori yang dikemukakan
Thorndike dikenal dengan teori stimulus-respon (S-R). Dalam teori S-R dikatakan
bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme (hewan, orang) belajar dengan
cara coba salah (trial end error). Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan
dan dikembangkan oleh Edwar L. Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan
pada tahun 1890-an. Eksperimen ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing
untuk mengetahui fenomena belajar.
Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak berjeruji
yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang
menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian
rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di
depan sangkar tadi. Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (teka-
teki) itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kecil untuk bereaksi
melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula
kucing tersebut mengeong, mencakardan berlari-larian, namun gagal membuka pintu
untuk memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhirnya, entah bagaimana,
secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu
sangkar tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama
instrumental conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai
instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah
hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme juga
disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga
terkenal dengan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada panjangnya
waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan. Apabila kita
perhatikan secara seksama dalam eksperimen Thorndike tadi akan kita dapati 2 hal
pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah tentu
tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja dalam
puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan
menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini, hampir dapat
dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital dalam
belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif
atau memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar timbulnya
hukum belajar yang disebutlaw of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan
efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon,
semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut.
Percobaan yang dilakukan berulang-ulang maka akan terlihat beberapa perubahan
yaitu :
1) Waktu yang diperlukan untuk menyentuh engsel bertambah singkat.
2) Kesalahan-kesalahan (reaksi yang tidak relevan) semakin berkurang dan malah
akhirnya kucing sama sekali tidak berbuat kesalahan lagi, begitu dimasukkan ke
dalam kotak, kucing langsung menyentuh engsel.

3. Hukum Teori Koneksionisme


Thorndike menyatakan bahwa belajar pada hewan maupun manusia berlangsung
berdasarkan tiga macam hukum pokok belajar, yaitu :
a. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian seseorang yang
belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi seseorang yang hendak belajar
agar dalam belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang dituntut untuk memiliki
kesiapan, baik fisik maupun psikis. Siap fisik seperti seseorang tidak dalam keadaan
sakit, yang mana bisa mengganggu kualitas konsentrasi. Adapun contoh dari siap
psikis adalah seperti seseorang yang jiwanya tidak lagi terganggu, seperti sakit jiwa
dan lain-lain. Disamping seseorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus
siap dalam kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta kecalapan-kecakapan
yang mendasarinya.
b. Hukum Latihan (Law of Exercise)
Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk merespon suatu
stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang berulang-
ulang, adapun latihan atau pengulangan perilaku yang cocok yang telah ditemukan
dalam belajar, maka ini merupakan bentuk peningkatan existensi dari perilaku yang
cocok tersebut semakin kuat (Law of Use). Dalam suatu teknik agar seseorang dapat
mentransfer pesan yang telah ia dapat dari sort time memory ke long time memory ini
dibutuhkan pengulangan sebanyak-banyaknya dengan harapan pesan yang telah
didapat tidak mudah hilang dari benaknya.
c. Hukum Akibat (Law of Effect)
Hukum akibat Thorndike mengemukakan (Dahar, 2011: 18) jika suatu tindakan
diikuti oleh suatu perubahan yang memuaskan dalam lingkungan, kemungkinan
tindakan itu diulangi dalam situasi yang mirip akan meningkat. Akan tetapi, bila suatu
perilaku diikuti oleh suatu perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan,
kemungkinan perilaku itu diulangi akan menurun. Jadi konsekuensi perilaku
seseorang pada suatu waktu memegang peranan penting dalam menentukan perilaku
orang itu selanjutnya.
Thorndike mengungkapkan bahwa organisme itu sebagai mekanismus yang hanya
bertindak jika ada perangsang dan situasi yang mempengaruhinya. Dalam dunia
pendidikan Law of Effect ini terjadi pada tindakan seseorang dalam memberikan
punishment atau reward. Akan tetapi dalam dunia pendidikan menurut Thorndike
yang lebih memegang peranan adalah pemberian reward dan inilah yang lebih
dianjurkan. Teori Thorndike ini biasanya juga disebut teori koneksionisme karena
dalam hukum belajarnya ada “Law of Effect” yang mana di sini terjadi hubungan
antara tingkah laku atau respon yang dipengaruhi oleh stimulus dan situasi dan
tingkah laku tersebut mendatangkan hasilnya (effect).
Selain hukum pokok belajar tersebut di atas, masih terdapat hukum subside atau
hukum-hukum minor lainnya, yaitu :
a. Law of Multiple Response
Supaya sesuatu respons itu memperoleh hadiah atau berhasil, maka respons itu
harus terjadi. Apabila individu dihadapkan pada sesuatu soal, maka dia akan
mencoba-coba berbagai cara, apabila tingkah laku yang tepat (yakni yang membawa
penyelesaian atau berhasil) dilakukan maka sukses terjadi, dan proses belajar pun
terjadi. Hal tersebut akan berlaku sebaliknya.
b. Law of Attitude (Law of Set, Law of Disposition)
Respons-respons apa yang dilakukan oleh individu itu ditentukan oleh cara
penyelesaian individu yang khas dalam menghadapi lingkungan kebudayaan tertentu.
Sikap (attitude) tidak hanya menentukan apa yang akan dikerjakan oleh seseorang
tetapi juga cara yang kiranya akan memuaskan atau tidak memuaskan baginya. Proses
belajar ini dapat berlangsung bila ada kesiapan mental yang positif pada siswa
c. Law of Partial Activity (Law of Prepotency Element)
Pelajar dapat bereaksi secara selektif terhadap kemungkinan-kemungkinan yang
ada dalam situasi tertentu. Manusia dapat memilih hal-hal yang pokok dan
mendasarkan tingkah lakunya kepada hal-hal yang pokok itu serta meninggalkan hal-
hal yang kecil.
d. Law of Response by Analogy (Law of Assimilation)
Orang bereaksi terhadap situasi yang baru sebagaimana dia bereaksi terhadap
situasi yang mirip dengan itu yang dihadapinya diwaktu yang lalu, atau dia bereaksi
terhadap hal atau unsur tertentu dalam situasi yang telah berulang kali dihadapinya.
Jadi, respons-respons selalu dapat diterangkan dengan apa yang telah pernah
dikenalnya, dengan kecenderungan asli yang berespons.
e. Law of Assosiative Shifting
Bila suatu respons dapat dipertahankan berlaku dalam serangkaian perubahan
-perubahan bahan dalam situasi yang merangsang, maka respons itu akhirnya dapat
diberikan kepada situasi yang sama sekali baru.
4. Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon.
2. Hukum akibat direvisi, bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku
adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus dan respon bukan kedekatan, tetapi
adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu
lain.
5. Aplikasi Teori Koneksionisme dalam Pembelajaran
Aplikasi teori Koneksionisme dalam pembelajaran sangat tergantung pada
pendidik. Pendidik (guru dan dosen) harus merancang pembelajaran sedemikian rupa
agar proses transfer stimulus dan respon bisa optimal. Thorndike berpendapat bahwa
cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan siswa tahu apa yang telah diajarkan.
Guru harus mengerti materi apa yang hendak diajarkan, respon apa yang diharapkan
dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon yang salah. Maka tujuan
pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas.
Tujuan pembelajaran harus masih dalam batas kemampuan belajar siswa dan
harus terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan
menurut bermacam-macam situasi. Siswa akan lebih optimal mencapai tujuan
pembelajaran jika beban belajarnya disesuaikan dengan usianya. Dalam hal ini
kurikulum sangat penting peranannya untuk membagi materi, metode dan alokasi
waktu pembelajarannya.
Proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Misalnya pada mata pelajaran matematika, siswa harus dikenalkan pada bentuk angka
dan lambang operasi hitung ( + , - , : , x ) terlebih dahulu sebelum diajarkan materi
operasi hitung. Sama halnya dalam mata pelajaran bahasa, siswa harus mengenal
huruf-huruf alfabet terlebih dahulu sebelum belajar membaca.
Motivasi tidak begitu penting dalam belajar karena perilaku siswa terutama
ditentukan oleh eksternal awards dan bukan instrinsik motivation. Yang lebih penting
dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus. Bila siswa melakukan
respon yang salah, harus segera diperbaiki, sebelum sempat diulang-ulang. Dengan
demikian ulangan yang teratur diperlukan sebagai kontrol bagi guru, untuk
mengetahui apakah siswa sudah melakukan respon yang benar atau belum terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru.
Supaya guru mempunyai gambaran yang jelas dan tidak keliru terhadap kemajuan
anak, ulangan harus dilakukan dengan mengingat hukum kesiapan. Peserta didik yang
sudah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan bila belum baik harus
segera diperbaiki.
Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam
masyarakat sebanyak mungkin. Sehingga dapat terjadi transfer ilmu dari dalam kelas
ke lingkungan di luar kelas. Materi yang diberikan kepada siswa harus ada
manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
Pelajaran yang sulit melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan
kemampuan penalarannya.Apabila materi yang diberikan terlalu sulit jauh dari
kemampuan siswa, maka hasil belajarnya tidak akan optimal. Bahkan bisa gagal total
siswa tidak medapatkan apa-apa, jika siswa meninggalkan atau enggan mempelajari
materi yang terlalu sulit baginya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Uraian pembahasan di atas setidaknya dapat kita tarik beberapa kesimpulan sebagai
penutup dari makalah ini bahwa dari percobaan Puzzle Box oleh Thorndike, dapat
diketahui bahwa belajar bisa terjadi dengan dibentuknya hubungan, koneksi, bond,
ikatan atau asosiasi neural yang kuat antara stimulus dan respons. Dari percobaan
tersebut melahirkan rumusan yang terdiri dari tiga hukum dasar(primer) serta lima
hukum tambahan. Serta melahirkan revisi hukum belajar oleh Thorndike. Dalam
penerapannya terhadap kehidupan sehari hari,toeri ini sangat bermanfaat bagi peserta
didik untuk kedepannya.

B. Saran
Tentunya dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
besar harapan kami selaku pemakalah menerima sumbangsih pemikiran serta
masukan dari para pembaca. Oleh karena itu kritik dan saran para pembaca sangat
kami harapkan , terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, Sumadi. 1987. Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rajawali. Hal. 124


Rumini, Sri. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Unit Percetakan dan
Penerbitan (UPP)
https://ihsandikdas.blogspot.com/2015/06/hukum-teori-koneksionisme-dan-
aplikasi.html
https://iwanlukman.blogspot.com/2014/05/teori-belajar-thorndike.html?m=1
https://www.kompasiana.com/wafakebumen/550925148133115a71b1e12b/dari-
teori-koneksionisme-sampai-ke-teori-humanisme#:~:text=Teori%20koneksionisme
%20adalah%20teori%20belajar,oleh%20respon%20pelajaran%20terhadap
%20rangsangan.

Anda mungkin juga menyukai