Anda di halaman 1dari 14

PRINSIP PRINSIP AJARAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU : Drs.Shohib, M.ag

KELOMPOK 7

Amalia Ghaisani Permatasari (21090000057)


Wahyu Mega Pratiwi (21090000076)
Riky Septa Irawan (21090000084)
Nadya Eksanti Putri (21090000101)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimaksih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi. Kami sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimaksih kepada dosen


pendidikan Agama Islam Universitas Merdeka Malang yang telah memberikan
tugas kelompok guna mempererat tali silaturahmi dan pengetahuan akan ajaran
Agama Islam .

Besar harapan kami bahwa makalah dapat bernilai baik dalam kehidupan
kami nanti, kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan dan di jadikan amal ibadah, Aamiin Ya
Robbal’Alamin. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

Malang, 08 November 2021

KELOMPOK 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………1
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………1
1.3 TUJUAN PENELITIAN…………………………………………….2
1.4 MANFAAT PENELITIAN………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 PRINSIP PRINSIP AJARAN ISLAM………………………………3
A. TIDAK MEMBERATKAN……………………………………….3
B. MEMPERSEDIKIT BEBAN……………………………………...4
C. BERANGSUR-ANGSUR DALAM MENETAPKAN HUKUM…7
D. SEJALAN DENGAN KEMASLAHATAN/KEBUTUHAN
UMATMANUSIA……………………………………………………...7
E. MEWUJUDKAN KEADILAN……………………………………8

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN………………………………………………………10
3.2 SARAN………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi maka semakin kontemporer


fikiran manusia hingga mengkritisi hal-hal yang bersifat pasti seperti agama.
Fikiran itu timbul dikarenakan pemahaman mereka yang dangkal mengenai
agama itu sendiri, banyak yang beranggapan bahwa agama saat ini khususnya
Islam kurang relevan jika diterapkan dengan kemodernan zaman, mereka menilai
banyak permasalahan baru yang timbul dimana permasalahan itu tidak tertera
dalam Al Qur’an. Secara tidak langsung ideologi ini meremehkan mukjizat dari
Al Qur’an. Dimana Al Qur’an merupakan petunjuk bagi ummat terdahulu dan
ummat masa depan.
Oleh sebab itu, sebagai manusia yang berpendidikan kita harus mempunyai
landasan pengetahuan agama yang baik dengan mengetahui dasar pengetahuan
Islam seperti karakteristik maupun prinsip-prinsip ajaran islam agar setelah kita
mempunyai ilmu pengetahuan kita tidak sombong dan tidak lupa bersyukur dan
senantiasa mengingat sang pemberi ilmu, alasan lainnya adalah agama merupakan
tiang dan dasar semua ilmu jika mempunyai ilmu tanpa ada landasan agama yang
baik maka ilmu itu akan sia-sia. Selain mengetahui dasar-dasar agama islam kita
juga harus mengetahui perbedaan maupun persamaan agama islam dengan agama-
agama lainnya sebagai komparasi dari kebenaran agama Islam dengan agama
lainnya.

1.2. Rumusan Masalah

Dari berbagai persoalan yang timbul akibat kurang pedulinya muslim mengenai
pengetahuan agama Islam. Maka, dalam penulisan makalah ini mengangkat
beberapa rumusan masalah diantaranya sebagai berikut

1. Apa saja prinsip ajaran agama islam yang tidak memberatkan?

2. Apa prinsip-prinsip mempersedikit beban ?


3. Bagaimana cara berangsur-angsur dalam menetapkan hukum
ajaran islam?

4. Bagaimana cara agar sejalan dengan kemaslahatan/kebutuhan umat


manusia?

5. Bagaimana cara mewujudkan keadilan?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami
beberapa karakteristik dan prinsip-prinsip agama Islam serta mewujudkan
keadilan dalam ajaran islam.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mendiskripsikan mengenai penelitian yang penulis
lakukan terhadap pedagang di pasar Klewer dan wawasan
penulis dalam hukum Islam mengenai konsep berkah.
b. Untuk menambah bahan referensi bagi peneliti lain yang
akan melakukan penelitian serupa.

2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi
masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang
terkait dengan konsep berkah.


BAB II
PRINSIP-PRINSIP AJARAN ISLAM

A. TIDAK MEMBERTAKAN

Allah SWT tidak memberikan beban kepada hambaNya melebihi dari


kemampuannya. Sehingga dalam kewajiban umat Islam yang diajarkan Nabi
Muhammad SAW, semua sesuai dengan kemampuan umatNya. Hal ini sesuai
juga dengan tabiat manusia yang tidak menyukai beban dengan kewajiban
yang membatasi ajaran Islam dengan kemampuan umatNya. Dengan demikian
umat Islam senantiasa menjalankan kewajibannya dengan sangat hati hati.

Kodrat manusia juga tidak menyukai kewajiban-kewajiban yang


dianggapnya sebagai beban, sehingga Allah SWT melalui Nabi Muhammad
SAW memerintahkan umatNya untuk melakukan hal-hal yang menjadi
kewajibannya saja, yaitu menunaikan sholat lima waktu, menunaikan zakat fitrah
dan melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu. Agama Islam mengutamakan
pemikiran menggunakan akal, itulah sebabnya akal perlu dipelihara. Sehingga
umat Nabi Muhammad SAW dapat berpikir apa yang baik dan buruk baginya,
serta apa yang harus dilaksanakan dan apa yang harus dijauhinya. Oleh karena
itu syariat Islam menyesuaikan peraturannya dengan fitrah akal manusia ,
yaitu rasional dan memudahkan serta tidak menyulitkan untuk dilaksanakan
Hai ini terlihat dari sabda rosul SAW :

‫الضرار لضرر‬
“Tidak boleh memudratkan orang dan tidak boleh dimudratkan
orang”. [HR. AL- Thabarani ]

‫الدين يسر‬
“Agama itu mudah “. [ HR. Bukhari ].


‫يسروا ولتعسروا‬

“Mudahkan dan jangan kamu menyukarkan”. [Al-Nasa’i]

Di dalam Al-Qur’an juga ditemukan ayat yang secara ajaran Agama


Islam menyatakan bahwa beban kewajiban bagi manusia tidak pernah
bersifat memberatkan, diantaranya adalah sebagai berikut :

‫سا ا لَل وو سْعه هَا‬


‫لو َه سْ س‬ ‫ه ل يو هَ َِّ و‬
‫ُ ل‬

“Allah tidak memberati manusia kecuali sekedar kemampuannya “. [QS.


AL Baqarah : 286]

‫لو َِ وَ وُ سالُو سس هر هو هل يو َر سيدو َِ وَ وُ سالعو سس هر‬


‫ۖ يو َر سيدو ل‬

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki


kesulitan” [OS. Al- Baqarah : 185]

B. MEMPERSEDIKIT BEBAN

Menyedikitkan Pembebanan (Taqlif al-Takalif), Taklif secara bahasa


berarti beban. Arti etimologinya adalah menyedikitkan. Adapun secara istilah,


yang dimaksud taklif adalah tuntutan Allah untuk berbuat sehingga dipandang taat
dan (tuntutan) untuk menjauhi cegahan Allah.(Wahbah al-Zuhaili,I, 1986:134)
Dengan demikian, yang dimaksud taqlil al-takalif secara terminology adalah
menyedikitkan tuntutan Allah untuk berbuat; mengerjakan perintah-Nya dan
menjauhi cegahan-Nya.
Nabi melarang para sahabat memperbanyak pertanyaan tentang hukum
yang belum ada yang nanti nya akan memberatkan merika sendiri , Nabi SAW.
Justru menganjurkan agar mereka memetik dari kaidah-kaidah umum. Kita ingat
bahwa ayat-ayat al-Qur’an tentang hukum yang sedikit . Yang sedikit tersebut
justru memberikan lapangan yang luas bagi manusia untuk berijtihad , Dengan
demikian hukum Islam tidak lah kaku,keras,dan berat bagi ummat manusia.
Dugaan-dugaan atau sangka-sangkaan tidak boleh dijadikan dasar penetapan
hukum

Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan)


terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama.
Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau
menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata
sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia
pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa ddasari parasaan
terbebani yang berujung pada kesulitan. Umat manusia tidak diperintahkan untuk
mencari-cari sesuatu yang justru akan memperberat diri sendiri.

Dalam suatu riwayat juga ada yang menjelaskan bahwa ketika Rasulullah
mengajarkan kewajiban haji kepada para sahabat, lalu salah seorang yang hadir
mengajukan pertanyaan. ”Ya Rasulallah, apakah kewajiban haji itu tiap tahun?”
Rasul menjawab: ”kalau pertanyaan itu saya jawab ”ya”, maka haji itu menjadi
wajib untuk tiap-tiap tahun. Dan bila wajib, kamu tidak akan sanggup
menunaikannya.” Agaknya, kewajiban haji yang hanya sekali seumur hidup,
bertujuan untuk tidak memberi beban kepada mukallaf di luar kemampuannya.
Seperti diketahui, dalam melaksanakan ibadah haji membutuhkan pengorbanan


yang banyak; seperti fisik, harta, dan waktu. Tak diragukan lagi, hal ini jelas akan
memberatkan banyak orang.

Yang dijelaskan oleh Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 101,

‫َ۟ وَ من َ و مَْوٓ ا وَ ِإن َ ك مْ وَ َو كُ مْ َ و ك‬


‫ُْم كُ مْ وَِإن‬ ‫َ۟ وَ َوُمُٔك ا‬ ‫َي وَٓ ََلِإَنو وَ۟ وَُك ا‬
‫ـ‬
ٌ َُْ‫َ إ‬ ٌ ‫َّك وَُك‬
‫ٌَ و‬ ‫َّك وَ مُ وَٓ وَ ل‬ ‫َوُمُٔك ا‬
‫َ۟ وَ مُ وَٓ إََنو َكُ لوّ كُ مََُك مٌ وَ ك‬
‫۟ن َ ك مْ وَ َو كُ مْ وَُوٓ ل‬ ‫ـ‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabimu)


hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya akan menyusahkan kalian”
Ayat ini melarang para sahabat menghujani pertanyaan kepada Nabi dikala wahyu
sedang turun alam merespons masalah-masalah yang belum diterangkan
hukumnya.

Manusia adalah obyek dan subyek legislasi hukum al-Quran.


Seluruh hukum yang terdapat dalam al-Quran diperuntukkan demi kepentingan
dan perbaikan kehidupan umat, baik mengenai jiwa, akal, keturunan, gama,
maupun pengelolaan harta benda, sehingga penerapan hukumnya al-Quran
senantiasa memperhitungkan lima kemaslahatan, di situlah terdapat syariat
Islam. Dan Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan,
tetapi juga ajaran yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia.

Karenanya, segala sesuatu yang ada di mana-pun ini merupakan fasilitas


yang berguna bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut Abd al-
Wahab Khalaf dalam kitabnya Ilmul Ushulil Fiqhi, bahwa : Dalam membentuk
hokum Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) selalu membuat illat (ratio logis) yang
berkaitan dengan kemaslahatan manusia, juga menunjukkan bebrapa buktu
bahwa tujuan legislasi hukum tersebut untuk mewujudkan kemaslahatan
manusia. Di samping itu, Syar’i menetapkan hukum-hukum itu sejalan dengan
tiadanya illat yang mengiringinya. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan
sebagian hukum kemudian merevisinya karena ada kemaslahatan yang


sebanding dengan hukum tersebut. Adapun sewaktu Rasulullah SAW masih
hidup, beliau selalu berupaya meminimalisasi turunnya taklif (pembebanan)
dari Tuhan. Sebagai contoh, Rasulullah sengaja tidak datang ke mesjid
melakukan shalat tarawih berjama’ah bersama-sama sahabatnya. Padahal tiga
malam sebelumnya beliau secara berturut turut melakukannya. Mengomentari
sikap pasifnya tersebut beliau bersabda: “saya hawatir jangan-jangan shalat
malam (tarawiih) diwajibkan atas kalian, lalu kalian tidak mampu
melakukannya”.

C. BERANGSUR-ANGSUR DALAM MENETAPKAN HUKUM

Syariat Islam ditetapkan untuk memberi kemudahan kepada pemeluknya


tidak mempersulit dalam pelaksanaanya, selama tidak mendatangkan mudarat dan
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Syariah terbagi kepada dua macam, yaitu syariah dalam makna yang luas
dan syariah dalam makna yang sempit. Syariah dalam makna yang luas,
mencakup aspek akidah, akhlak dan amaliah, yaitu mencakup keseluruhan norma
agama Islam, yang meliputi seluruh aspek doktrinal dan aspek praktis. Adapun
syariah dalam makna yang sempit merujuk kepada aspek praktis (amaliah) dari
ajaran Islam, yang terdiri dari norma-norma yang mengatur tingkah laku konkrit
manusia seperti ibadah, nikah, jual beli, berperkara di pengadilan,
menyelenggarakan negara dan lain-lain.

Salah satu moderasi Islam adalah dalam pembinaan hukum Islam tidak
menyulitkan (‫)عدم الحرج‬, menyedikitkan/mengurangi beban (ُُ‫ )تقُِل التَال‬dan
berangsur-angsur dalam membina hukum Islam (‫)التدرج في التشريع‬.

D. SEJALAN DENGAN KEMASLAHAN/KEBUTUHAN UMAT MANUSIA

Prinsip – prinsip ajara islam sesuai dengan fitrah manusia. Manusia


terlahir dengan fitrah nya masing-masing, yang dimaksud dengan fitrah disini


adalah suatu potensi yang dibawa oleh seseorang sejak lahir. Di antara fitrah
manusia adalah fitrah beragama atau potensi beragama, seseorang yang baru
dilahirkan akan mengambil bentuk kepercayaan yang mempengaruhi dirinya.
Misal, anak yang dilahirkan dengan latar belakang keluarga islam maka ia akan
menjadi penganut islam. Fitrah dalam arti sebagai potensi dasar tidak hanya
bergelut dalam masalah agama saja namun keingintahuan terhadap sesuatu dan
menyukai atau mencintai lawan jenis juga bisa disebut fitrah, dalam islam fitrah
manusia dijaga dan dilindungi agar berkembang secara terarah, sebagaimana
konsep dalam maqashid syari’ah (tujuan agama) yaitu melindungi jiwa,
melindungi agama, melindungi akal, melindungi harta benda, dan melindungi
keturunan. Dengan prinsip sesuai dengan fitrah, agama islam selain harus
melindungi fitrah manusia juga memiliki aturan yang menyesuaikan dengan
kebutuhan fitrah manusia diantaranya perintah untuk menikah, mencari nafkah
dan sebagainya.

E. MEWUJUDKAN KEADILAN

Keadilan memiliki beberapa arti. Secara bahasa, keadilan adalah


meletakkan sesuatu pada tempatnya. Salah satu keistimewaan syariat Islam adalah
memiliki corak yang generalistik, datang untuk semua manusia untuk menyatukan
urusan dalam ruang lingkup kebenaran dan memadukan dalam kebaikan.

Menurut syariat Islam kedudukan semua orang adalah sama dihadapan


Allah, yang membedakan adalah tingkatan taqwa mereka. Oleh karena itu orang
yang kaya dengan orang yang miskin sama dihadapan Allah dalam hal
pengadilannya.

Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam QS. Al Maidah: 8


ۖ‫ُ هَده اا هَ َِ سال َق سس َط‬
‫ايَاهيي هَا الل َِيسنه اا هُِو سّا وُ سَّو سّا قه لّ َاُِسنه َ لَّ و‬
ّ‫ع اَِى ا ه لل ت ه سع َدلو سّا اَ سع َدلو سّ اا وُ ه‬
‫ُُ اها وُ قه سّ مم ه‬
‫هو هل يه سج َر هُِل وَ سُ ه‬
‫له هَ َُِ ر ٌسر َِ هَا ت ه سع هَِو سُّه‬ ‫ا ه سق هر و‬
‫ُ َلِت ل سق اّ طۖ هواتلقوّا ل‬
‫له اَ لُ ل‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak
keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Islam adalah agama yang indah Karena islam memang turun sebagai agama
rahmatan lil’alamin, agama yang telah diatur perintah-perintah dan petunjuknya
semua bertujuan agar pemeluknya bisa sejahtera dunia akhirat, tinggal kita
sebagai orang muslim bagaimana cara kita mengetahui dan memahami betul
ajaran agama-agama kita. Ketika kita memahami maka kita akan tahu apa
kebenaran dan keistimewaan dari agama islam, tetapi apabila pemahaman kita
hanya setengah-setengah atau tidak menyeluruh maka bisa terjadi salah faham
atau kita salah mengartikan perintah Allah yang sebenarnya itu untuk kebaikan
dan mengandung hikmah. sebagai wujud rasa syukur kita sudah selayaknya kita
terus menggali ilmu tentang islam sendiri dimulai dari pengetahuan dasar tentang
apa itu karakteristik islam dan apa saja macam-macamnya atau prinsip-prinsip
agama islam, dimana apabila kita telah mengetahui dan memahaminya maka akan
muncul rasa bangga dan syukur sekaligus menambah keimanan kita kepada
Allah.

3.2 Saran
Dalam materi yang sudah kami sampaikan di harapkan agar kita lebih
semangat untuk menerapakan prinsip prinsip tersebut dalam kehidupan sehari hari
dan semakin semangat untuk berubaj menjadi lebih baik lagi. Allah SWT sudah
menjelaskan dalam riwayat dan hadisnya bahwa Prinsip prinsip ajaran islam tidak
memberatkan, mempersedikit beban, berangur angsur dalam menetapkan hukum,
sejalan dengan kebutuhan umat manusia dan mewujudkan keadilan. Adapun
kesalahan pembuatan makalah yang telah kmai buat entah sengaja atau tidak di
sengaja kami mohon maaf sebesar besarnya. Semoga ilmu ini bermanfaat bagi
pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://ejurnal.iiq.ac.id/index.php/almizan/article/view/41
https://menuaiinfo.blogspot.com/2020/06/makalah-prinsip-prinsip-ajaran-
islam.html
https://suduthukum.com/2018/07/islam-tidak-memberatkan.html
Khatimah, Dra. Husnul, Penerapan Syari’ah Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2007.
Mudjib, Abdul, Hikmatut Tasyri’, Malang : UIN Malang, 1984
Mahfudz, Muhsin. “Konstruksi Tafsir Abad 14 h./20 M, (Kasus Tafsir al-Munir
Karya Wahbah al-Zuhailiy)”

11

Anda mungkin juga menyukai