Anda di halaman 1dari 9

TAUHID SEBAGAI LANDASAN PARADIGMA KEILMUAN:

HAKIKAT RELASI TUHAN, MANUSIA, DAN ALAM

Disusun Oleh:
Riki Febriansyah (2220901092)

Dosen Pengampu:
Dr. Abu Mansur, M.Pd. I

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2023
A. Pengertian Tauhid
Secara harfiah berasal dari kata wahhada (menyatukan) yuwahhidu (akan tetap
menyatukan), tauhidan (sungguh disatukan), yang berarti meng- esakan,
menunggalkan, atau menganggap bahwa yang ada itu hanya satu. Tauhid selanjutnya
digunakan untuk suatu ilmu yang membahas tentang keesaan Tuhan dengan berbagai
aspeknya berdasarkan dalil- dalil, baik yang diambil dari Al-Qur'an, Hadis Rasulullah
SAW, maupun dalil-dalil yang bersifat rasional lainnya. Pengakuan terhadap keesaan
Tuhan ini diterima dan dibenarkan dalam hati (tashdiq bi al-qalbi), di- nyatakan
dalam ucapan (qaulun bil lisani), dan dipraktikkan dalam per- buatan sehari-hari (wa
amalun bi al-arkani). Sedangkan, pengertian tauhid menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
a. Menurut T.M. Abd. Mu'in, Tauhid artinya mengetahui atau mengenal Allah
Ta'ala tunggal dan tidak ada sekutu-Nya (Mu'in, 1981: 19).
b. Menurut A. Hanafi, arti Tauhid adalah percaya tentang wujud Tuhan yang Esa
yang tidak ada sekutu-Nya, baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya, yang
mengutus utusan untuk memberikan petunjuk kepada alam dan umat manusia
kepada jalan kebaikan (Hanafi, 1983 : 12).
Jadi, dapat disimpulkan pengertian tauhid yaitu suatu usaha yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh untuk menanamkan Aqidah atau keyakinan dalam hati
tentang Esanya Allah SWT.
banyak peran dan fungsi yang dapat dilakukan oleh tauhid, maka tauhid ini
terkadang dinamai Ilmu Ushul al-Din, Ilmu al-Kalam, Ilmu al-Aqa'id. Dinamai Ilmu
Ushul al-Din, karena ilmu ini membahas aspek pokok atau fundamental dari agama,
yakni keperca- yaan dan keyakinan yang kukuh dan terhujam dalam hati disertai dalil-
dalil naqli (Al-Qur'an dan al-Hadis) dan dalil aqli (pemikiran akal yang
kukuh).Selanjutnya dinamai Ilmu al-Kalam, karena di dalamnya dibahas tentang
firman Allah SWT (Wahyu Al-Qur'an) serta pembicaraan atau perdebatan ten- tang
berbagai masalah dengan menggunakan kata-kata atau perkata- an yang ditopang oleh
dalil-dalil Al-Qur'an.Dinamai Ilmu al-'Aqa'id karena ilmu ini membahas tentang
hubungan yang kukuh antara manusia dan Tuhan, atau ikatan batin manusia yang
kuat, atau keyakinan yang teguh dari manusia atas adanya Tuhan. Dinamai akidah,
karena jika ikatan ini lepas atau memudar, akan memberi dampak yang buruk bagi
manusia.
B. Pembagian Tauhid
1. Tauhidul Ilmi
Tauhidul 'ilmi ialah yang membahas atau membicarakan segala sifat-sifat yang
wajib ditetapkan bagi Allah SWT. dan menolak segala sifat yang mustahil
bagi-Nya, untuk menyucikan Allah SWT.
2. Tauhid Qashdi
Yang dimaksud dengan tauhid qashdi adalah mengakui dan meyakini keesaan
Allah SWT. baik dalam bermohon pertolongan maupun pengabdian diri tanpa
mengaitkan atau menghubung- hubungkan dengan yang lain (berkaitan dengan
amaliyah atau pengabdian). Tauhid qashdi, sesuai dengan peninjauan maupun
dengan tujuan tauhid itu sendiri, dapat dibagi kepada dua kategori, yakni
tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah.
a. Tauhid Uluhiya
Kata uluhiyah berasal dari kata "ilah", artinya Tuhan. Sedangkan yang
dimaksud dengan tauhid uluhiyah ialah pengakuan terhadap Allah
SWT.
b. Tauhid Rububiyah
Perkataan rububiyah berasal dari kata rabb yang artinya pengatur dan
pencipta. Sedangkan yang dimaksud dengan tauhid rububiyah ialah
pengakuan dan iktiqad atau keyakinan yang penuh dan kuat diiringi
dengan perbuatan bahwa Allah SWT. yang menciptakan dan mengatur
segala yang ada, baik yang nyata maupun yang gaib, serta Dia pula
yang memelihara segalanya.

C. Penemu Ajaran Tauhid


Dalam ilmu perbandingan agama, Nabi Ibrahim disebut sebagai Bapak
Teologi Islam yang beraliran monoteisme atau percaya pada satu Tuhan, atau tauhid.
Penemuan Nabi Ibrahim tentang monoteisme itu dilakukan melalui kajian yang
memadukan antara unsur pengamalan visual dengan menggunakan pancaindra,
empirik, dengan kajian yang bersifat kualitatif rasional dan kajian yang berbasis pada
intuisi. Kon- sep Tuhan yang dia temukan bukan hanya didasarkan pada hasil panca-
indra dan akal yang terbatas, melainkan juga berdasarkan pada intuisi yang dibangun
berdasarkan kesucian jiwa (tazkiyah al-nafs). Tentang penggunaan pancaindra, akal
dan hati nurani dalam memahami alam jagat raya, fenomena alam tersebut dinyatakan
dalam Al-Qur'an surah al-Nahl ayat 78, sebagai berikut:
‫ّلله‬ َِّ ‫س ْمعَ لكه هَم وجعلَ شيْـًٔا ت ْعل همونَ لَ أ ه َم َٰهتِّكه َْم بهطه‬
ََ ‫ون مِّنَ أ ْخرجكهم وَٱ‬ َٰ ‫شكه هرونَ لعلَكه َْم َۙوَٱ ْْل ْفـِّدةَ وَٱ ْْلب‬
َ ‫ْصرَ ٱل‬ ْ ‫ت‬
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.
Nilai keimanan atau tauhid yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tersebut
merupakan suatu temuan besar yang melampaui temuan para ahli di bidang sains dan
teknologi, karena sains dan teknologi bisa disalahgunakan untuk tujuan-tujuan
kejahatan, sedangkan temuan di bidang keimanan atau tauhid membawa manusia
terbebas dari perbudakan oleh manusia atau lainnya; iman membawa manusia
menjadi bebas secara bertanggung jawab; iman menyebabkan manusia memiliki
akhlak yang mulia, iman menyebabkan manusia menjadi amanah, terpercaya, dan
menyebarkan kebaikan dan kedamaian bagi kehidupan. Iman atau tauhid pada tahap
selanjutnya mendorong manusia menegakkan kebenaran, memerintah kebaikan dan
mencegah kemungkaran, bahkan iman atau tauhid ini pula yang menjadi salah satu
landasan epistemologi dalam Islam. Yaitu suatu pandangan bahwa sumber sains
berupa alam jagat raya, ilmu pengetahuan berupa fenomena sosial, atau ilmu agama
Islam berupa wahyu, pada hakikatnya adalah berasal dari Allah, karena alam jagat
raya (ayat kauniyah), fenomena sosial (ayat al-insaniyah), wahyu (ayat al-qauliyah)
serta alat yang digunakan untuk memahami ayat-ayat tersebut, yakni pancaindra, akal,
dan hati nurani adalah berasal dari ciptaan Allah. Iman ini pula yang menyebabkan
manusia memiliki kesadaran spiritual, yaitu perasaan selalu merasa diawasi dan harus
bertanggung jawab kepada Tuhan, sebagai hasil dari upaya pendekatan diri
(muraqabah) dengan Tuhan. Dengan demikian, temuan Nabi Ibrahim tentang
keimanan atau tauhid adalah suatu temuan yang sangat dahsyat. Dengan demikian,
keimanan yang dimiliki Nabi Ibrahim adalah keimanan yang berkualitas tinggi, baik
dari segi sumbernya (ontology), cara mendapatkannya (epistemilogy), dan dalam
mempraktikkannya (axiology).

D. Peran Tauhid dalam Integrasi Ilmu


Tauhid secara transformatif memiliki hubungan yang integrated dengan
berbagai aspek kehidupan, terutama dengan pengembangan ilmu pengetahuan.
1. Tauhid Mengintegrasikan Aspek Ontologi (Sumber Ilmu)
Tauhid dapat dipahami sebagai upaya mengintegrasikan atau
menyatukan atau memandang bahwa pada hakikatnya seluruh sumber bagi
pengembangan ilmu itu satu, dan berasal dari Allah SWT. Sumber- sumber
yang berasal dari Allah SWT itu berupa ayat Al-Qur'an (wahyu) merupakan
ayat Allah, ayat kauniyah (hukum-hukum yang ada di ja- gat raya), ayat
insaniah (hukum-hukum) yang ada di masyarakat, akal pikiran, dan hati
nurani.

2. Tauhid Mengintegrasikan Aspek Epistemologi


Tauhid juga menyatukan aspek metode atau langkah-langkah da- lam
penelitian ilmu pengetahuan. Berdasarkan sifat dan cara kerjanya, penelitian
itu dapat dibagi kepada lima macam. Pertama, penelitian bayani atau ijtihadi.
Yaitu penelitian yang di- tujukan untuk menggali ajaran atau hukum-hukum
yang terdapat di da- lam Al-Qur'an tentang berbagai kehidupan: akidah,
ibadah dan syariah; dunia dan akhirat, material dan spiritual, individu dan
sosial, jasmani dan rohani, dengan perinciannya yang sangat luas. Kedua,
penelitian ijbari atau tashkhiri yang dilakukan dengan mengobservasi dan
menggali rahasia yang terkandung dalam alam jagat raya, agar diketahui
hukum-hukum, khasiat, dan hikmahnya guna disusun menjadi ilmu
pengetahuan.
Ketiga, penelitian burhani adalah penelitian terhadap perilaku manusia
dalam berbagai aspeknya.Keempat, penelitian jadali adalah penelitian terhadap
segala sesua- tu dari segi hakikat, konsep atau jiwanya yang dilakukan dengan
meng- gunakan akal pikiran (logika) yang dilakukan secara mendalam,
radikal, universal, sistematis, dan spekulatif, yakni menerawang hingga pada
batas yang tidak dapat dijangkau lagi. Keempat, penelitian jadali adalah
penelitian terhadap segala sesua- tu dari segi hakikat, konsep atau jiwanya
yang dilakukan dengan menggunakan akal pikiran (logika) yang dilakukan
secara mendalam, radikal, universal, sistematis, dan spekulatif, yakni
menerawang hingga pada batas yang tidak dapat dijangkau lagi. Kelima,
penelitian irfani, yaitu penelitian yang menggunakan hati nurani (al-qalb) dan
mata batin (al-fu'ad atau al-afidah) dengan cara dibersihkan melalui taubat,
zuduh, sabar, ikhlas, tawakal, muraqabah, mahabbah, dan liqa Illah.
3. Tauhid Mengintegrasikan Aspek Aksiologi
Iman erat hubungannya dengan aman, damai, sejahtera, dan tepercaya.
Hal ini mengandung arti tentang perlunya tanggung jawab moral dari ilmu
pengetahuan. Yakni bahwa ilmu yang dibangun dari dasar iman adalah ilmu
yang diabdikan untuk mewujudkan perdamaian dunia, rasa aman, sejahtera,
dan bahagia lahir dan batin. Ilmu yang dihasilkan melalui berbagai riset serta
dengan menggunakan segala poten- si yang diberikan oleh Allah, yaitu potensi
pancaindra dan akal untuk meneliti fenomena alam, fenomena sosial dan
hakikat, serta ditambah dengan menggunakan hati nurani, pada hakikatnya
menggunakan fasilitas Tuhan. Oleh karena itu, hasil penelitian dalam berbagai
ilmu itu harus diabdikan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dan
mendekatkan diri kepada manusia. Tentang adanya pertanggungjawab- an ini,
dapat dipahami dari firman Allah SWT:

‫ِّن أشرعكه َْم وهللا‬ َِّ ‫الشمع لكهمهَ وجعلَ ش ْيئًا ت ْعل همونَ ل أ ه َمهاتِّكه َْم بهطه‬
َْ ‫ون م‬

‫تشكرون لعلكم واْللبدة اْلنصار‬

Artinya:َ “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan,
dan hati nurani, agar kamu bersyukur”. (QS. an-Nahl [16]: 78)

E. Tauhid Sebagai Landasan Paradigma Keilmuan


1. Kedudukan tauhid dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan
Dalam segala sikap dan perilaku kita tidak mensekutuhan Tuhan kecuali Allah
swt. Artinya, manusia yang bertauhid adalah manusia yang selalu menyadari diri
bahwa semua yang dilakukan adalah ibadah atau pengabdian kepada Allah swt.
Secara material maupun psikologis. sikap perilaku ini akan selalu membuat rasa
tenang danjh percaya diri dalam setiap perbuatan yang dilakukan, karena apa yang
dilakukan dalam rangka beramal ma'ruf nahi munkar. tauhid dalam Islam
merupakan sumber energi yang dahsyat yang akan memberi pengaruh kemajuan
manusia secara seimbang. Karena manusia berilmu yang memiliki tauhid
(keimanan) yang kuat maka akan memiliki mindsite dan sudut pandang kehidupan
yang prefesional dengan menjunjung tinggi nilai moral.
Iman harus dijadikan landasan ilmu pengetahuan, karena iman mengandung
pernyataan syahadah yang mencakup kebenaran tauhid dan adapun kaitannya
dengan ilmu sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an bagaimana tingginya derajat
orang-orang berilmu sehingga disejajarkan kedudukan mereka dengan malaikat,
karena dengan ilmunya, mereka mampu memahami "tidak ada Tuhan selain
Allah"
Pemikiran bahwa tauhid sebagai konsep yang berisikan nilai-nilai fundamental
yang harus dijadikan paradigma sains Islam merupakan kebutuhan teologis
filosofis. Sebab tauhid sebagai pandangan dunia Islam menjadi dasar atau
fundamen bangunan Islam. Oleh karena itu, sains (ilmu pengetahuan) dan
teknologi harus dibangun di atas landasan yang benar dari pandangan dunia
tauhid. Sains dan teknologi dalam pandangan tauhid adalah yang berlandaskan
nilai-nilai ilahiah (teologis) sebagai landasan etis normative dan nilai-nilai
insaniyah [antropo-sosiologis] dan alamiah [kosmologis] sebagai basis praksis-
operasional, inilah yang dimaksud dengan tauhid transformatif. Peran tauhid
dalam perkembangan sains dan teknologi pada dasarnya adalah menjadikan
aqidah tauhid sebagai paradigma ilmu pengetahuan.
Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma
sekuler seperti yang ada sekarang, yakni agama tidak mengatur kehidupan umum
/public. Paradigma ini memandang tauhid dan iptek tidak bisa mencampuri dan
mengintervensi yang lainnya. Paradigma Islam ini (tauhid menjadi basis dari
segala ilmu pengetahuan) menyatakan Aqidah tauhid wajib dijadikan landasan
pemikiran [qaidah fikriyah] bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan
berarti menjadi tauhid sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan,
melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan tauhid dapat diterima dan diamalkan, sedangkan yang bertentangan,
wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Pemanfaatan iptek boleh dilakukan jika
kaidah pemanfaatan tidak bertentangan kaidah tauhid. Jika suatu aspek iptek yang
diharamkan oleh kaidah tauhid, maka umat Islam tidak boleh memanfaatkannya
walaupun pemanfaatan tersebut memberikan keuntungan sesaat untuk memenuhi
kebutuhan manusia.
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah Saw telah meletakkan Aqidah Islam
sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam
adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan
nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam al-
Qur'an (QS. Ali Imran [3]: 190).

‫اْللب اْلول العالي والنهار التل وتخلف واْلرض العناب على في رد‬
Terjemahnya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-
orang yang berakal”.
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Tauhid sebagai dasar segala
pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-
muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek.

2. Peran Tauhid dalam Integrasi Ilmu Pengetahuan


Sebagaimana penjelasan sebelumnya, ilmu pengetahuan merupakan produk
dari pandangan alam Islam (Islamic worldview) yang berlandaskan pada nilai-
nilai ketawhidan. Tawhid di sini bukan sebatas keyakinan dasar seorang Muslim,
melainkan juga metodologi berfikir yang berperan dalam membentuk
paradigmakeilmuan. Sehingga ilmu dalam Islam selaras dengan ilai-nilai
keimanan dan bermuara pada satu tujuan, yaitu untuk mengenal Allah. Hal ini
sesuai dengan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang berkaitan dengan perintah mambaca (iqra') dan menulis yang disimbolkan
dengan "pena" (qalam).
Dengan demikian, tradisi ilmu dalam Islam sejak awal sudah bersifat
"tawhidy", tidak sekuler, tidak mendikotomikan antara unsur dunia dan unsur
akhirat: antara ilmu-ilmu dunia dan ilmu akhirat. Pandangan seperti inilah yang
kemudian menjadi kekhasan yang tidak dimiliki epistemologi Barat ataupun
peradaban lainnya. Konsep integrasi keilmuan dari doktrin keesaan Allah (tauhid),
telah dikemukakan oleh Seyyed Hossein Nasr.[1, hlm. 261]
"the arts and sciences in Islam are based on the idea of unity, whichh is the heart
of the Muslim revelation"
Yang artinya kurang lebih : kesenian dan ilmu pengetahuan dalam Islam
didasarkan pada gagasan ke-esaan, yang merupakan inti dari wahyu umat Muslim.
Pendapat ini mempertegas bahwa dengan memiliki kekuatan dasar tauhid (ke-
esaan Tuhan) yang kuat maka akan melahirkan kajian-kajian ilmu pengetahuan
yang akan membantu manusia lain menambah wawasan misalnya dalam hal ini
adalah penciptaan alam raya. Karena dengan tauhid ini manusia akan berusaha
mengenal Tuhannya melalui merenung, menggali, memahami, meneliti ayat-
ayatNya, hukum-hukumNya melalui ayat Al-Qur'an Al-Karim, fenomena sosial.
fenomena alam. Yang nantinya akan melahirkan ilmu alam (sains), ilmu sosial,
filsafat, dan agama.Tauhid juga harus diamalkan dan dibuktikan dalam kehidupan
sehari-hari sesuai apa yang penulis sampaikan di muka, yakni mengamalkan
tauhid yang transformatif. Untuk mewujudkan amal shaleh dalam ilmu
pengetahuan yang didasari tauhid teologis-filosofis. Dengan demikian tauhid akan
menjadi landasan ontologi (sumber ilmu), epistemologi (metode ilmu), dan
aksiologi (manfaat ilmu).
Tauhid menjadi landasan ontologi ilmu memberikan makna bahwa seluruh
sumber pengembangan ilmu pengetahuan itu satu yakni dari Allah SWT. Baik
berupa ayat Al-Qur'an, ayat kauniyyah (hukum jagat raya), ayat insaniyyah
(hukum dalam bermasyarakat), akal pikiran, ataupun hati nurani. Sesuai yang
telah Allah SWT firmankan dalam surat Al-Baqarah ayat 106
ََ ‫قدير شيءَ كهل على هللا أ‬
‫ بثها أو إنها بشر بأت ليها لو مالو من تنتج ما‬، ‫ن ت ْعل هَم لم‬
Artinya: Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding
dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu
Jadi, dapat disimpulkan, tauhid merupakan sumber kekuatan terbesar umat
islam dalam segala aspek. Oleh karena itu, tauhid sangat berperan besar dalam
pengembangan sains (ilmu pengetahuan) dan teknologi. Iptek harus dibangun di
atas landasan yang benar dari pandangan dunia tauhid.

Anda mungkin juga menyukai