Pengertian Tauhid
Secara etimologis, tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhidan
yang memiliki arti menyatukan, mengesakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu
satu. Secara bahasa tauhid adaalah menyakini atau mengakui akan keesaan Allah
swt.
Secara terminologis, tauhid adalah mengakui dan menyakini keesaan Allah
swt dengan membersihkan keyakinan dan pengakuan tersebut dari segala
kemusyrikan. Bertauhid kepada Allah swt artinya hanya mengakui hukum Allah
yang memiliki kebenaran mutlak, dan hanya peraturan Allah yang mengikat manusi
secara mutlak. Tauhid adalah keyakinan tentang keesaan Tuhan yang mutlak.
Semua Rasul membawakan ajaran tauhid yang diterima dari Allah (Basyir: 86).
Ajaran agar segenap umat manusia menegakkan aqidah tauhid adalah ajaran
yang paling kuat mendapatkan tekanan dalam Islam. Ajaran bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah (la ilaha illa Allah) atau tidak ada yang patut dita'ati dan disembah
kecuali Allah adalah paling esensial dan sentral dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Di
dalam al-Qur'an jelas sekali Rasulullah saw diperintah Allah untuk menyeru
seluruh manusia kepada tauhid (al-Ikhlas, : 1)
Klasifikasi Tauhid
Tauhid dapat diklasifikasi menjadi tiga tingkatan yaitu: Tauhid Rububiyah,
Tauhid Mulkiyah, dan Tauhid Mulkiyah.
1. Tauhid Rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatanNya. Di
antara perbuatan Allah adalah mencipta, memberi rezeki, menghidupkan,
mematikan, mendatangkan bahaya, memberi manfaat. Seorang muslim harus
meyakini bahwa Allah tidak memiliki sekutu dalam Rububiyah-Nya. Dalam
pengertian lain, meyakini bahwa Allah adalah Zat yang menciptakan,
menghidupkan, mematikan, memberi rezeki, mendatangkan segala manfaat dan
menolak segala mudharat. Allah adalah zat yang mengawasi, mengatur,
menguasai, memiliki hukum dan selainnya yang menunjukkan kekuasaan
2
tunggal bagi Allah. Dari sini seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada
yang dapat menandingi Allah dalam hal ini.
2. Tauhid Mulkiyah adalah mengimani bahwa Allah adalah satu-satunya raja
yang menguasai alam semesta. Seorang muslim harus mengakui bahwa Allah
adalah pemimpin dan penguasa. Artinya Allah bisa dan bebas melakukan apa
saja yang dikehendakiNya terhadap alam semesta.
3. Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan berdasarkan niat
taqarrub yang disyari'atkan seperti doa, kurban, tawakkal, raja', khauf, dan lain
sebagainya. Tauhid Uluhiyah ini adalah esensi dakwah para rasul. Dengan
demikian Tauhid Uluhiyah dapat dimaknai bahwa Allah adalah satu-satunya
Zat yang berhak untuk disembah. Penyembahan terhadap yang lain selain
Allah dianggap batil.
Di antara ketiga klasifikasi tauhid di atas berlaku dua dalil yaitu: Pertama,
dalil at-talazum (kemestian) maksudnya setiap orang yang meyakini tauhid
rububiyah dan tauhid mulkiyah seharusnya meyakini tauhid uluhiyah. Kedua, at-
tadhammun (cakupan) maksudnya setiap orang yang sudah sampai ke tingkat
tauhid uluhiyah tentunya sudah melalui tauhid rububiyah dan tauhid mulkiyah.
(Yunahar, : 28-29)
Di samping itu, ada yang mengklasifikasi tauhid menjadi:
1. Tauhid Zat, adalah mengi'tikadkan bahwa Zat Allah itu Esa. Zat Allah itu hanya
dimiliki oleh Allah saja, yang selaiNya tidak ada yang memilikinya.
2. Tauhid Sifat, adalah mengi'tikadkan bahwa tidak ada sesuatupun yang
menyamai sifat Allah, dan hanya Allah saja yang memiliki sifat kesempurnaan.
3. Tauhid Wujud, adalah mengi'tikadkan bahwa Allah wajib ada. Adanya Allah
tidak membutuhkan kepada yang mengadakan.
4. Tauhid Af'al, adalah mengi'tikadkan bahwa hanya Allah sendiri yang mencipta
dan memelihara alam semesta.
5. Tauhid Ibadah, adalah mengi'tikadkan bahwa hanya Allah saja yang berhak
dipuja dan disembah baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-
terangan.
6. Tauhid Qasdi, adalah mengi'tikadkan bahwa hanya kepada Allah segala amal
ditujukan. Setiap amal dilakukan secara langsung tanpa perantara serta
ditujukan hanya untuk memperoleh ridhaNya.
3
landasan bagi setiap muslim untuk bersyukur sebab Allah lah yang menciptakan,
memelihara, menjamin rezeki dan memiliki manusia.
Kedua, tauhid mulkiyah adalah mengesakan Allah sebagai satu-satunya
pemimpin, pembuat hokum dan pemerintah. Tauhid mulkiyah ini menjadi landasan
operasional bagi setiap muslim untuk bertingkah laku, karena ketika Allah
menciptakan manusia, dia telah menciptakan cetak biru (blueprint) bagi mereka di
dalam al-Qur'an as-Sunnah sebagai peedoman hidup agar menjadi muslim yang
kaffah.
Ketiga, tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam peribadatan dan
penyembahan. Tauhid uluhiyah merupakan muara dari tauhid rububiyah dan
mulkiyah. Tauhid uluhiyah menjadi landasan bagi seluruh amal seorang muslim,
karena kepada Allah sajalah harusnya muslim itu menyembah.
Fungsi dan Peran Tauhid
Tauhid berfungsi:
1. Memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan kecuali
kepada Allah. Memerdekakan fikiran dari berbagai khurafat dan ilusi keliru.
Memerdekakan hati dari tunduk, menyerah, dan menghinakan diri kepada
selain Allah. Memerdekakan hidup dari kekuasaan thaghut yang menuhankan
diri atas hamba-hamba Allah.
2. Menghasilkan pribadi yang kokoh. Pribadi yang memiliki visi hidup yang jelas
yang tidak menggantungkan diri kepada selain Allah.
3. Mengisi hati dengan keamanan dan ketenangan
4. Meningkatkan nilai ruhani manusia
5. Membangun persaudaraan dan keadilan.
Untuk dapat memainkan fungsi tersebut, menurut Syahrin Harahap tauhid
harus memiliki empat karakteristik, yaitu:
a. Tauhid yang mengembangkan sifat positif dan menekan sifat negative
manusia.
b. Tauhid yang mempunyai daya tahan terhadap guncangan perubahan.
c. Tauhid yang menggerakkan pandangan positif terhadap dunia, etos kerja, etos
ekonomi, dan etos ilmu pengetahuan.
d. Tauhid yang mengendalikan keseimbangan. (Syahrin, : 75)
6
Urgensi Tauhid
Manusia pada hakikatnya memiliki kecenderungan kuat untuk bertauhid,
karena kemampuan akal yang dimiliki itu mengarahkannya pada sikap rasionalistik
bahwa Tuhan yang pantas disembah dan ditakuti adalah Tuhan yang satu, yang
memiliki kekuasaan absolute. Sikap tauhid sesungguhnya merupakan fitrah
manusia, tetapi persentuhan dengan dunia luar, yakni budaya, terutama dimensi
symbol, bisa memperkuat atau sebaliknya meluluhlantakkan nilai-nilai tauhid
tersebut.
Ada beberapa faktor penyebab luluhnya nilai-nilai ketauhidan tersebut,
yaitu;
1. Manusia terlalu mengagungkan akal sehingga baik secara langsung maupun
tidak mencoba mengganti Tuhan dengan akalnya.
2. Manusia kurang menggunakan akal sehingga mudah tertipu oleh kekuatan-
kekuatan semu (pseudo-forces) yang menjerumuskan ke dalam takhayul, bid'ah,
dan khurafat.
3. Manusia terlalu membesar-besarkan kehidupan duniawi sehingga lalai akan
kehidupan kekal di akhirat. Manusia yang melalaikan akhirat, secara langsung
ataupun tidak, telah meremehkan Tuhan.
4. Manusia terlalu mengejar kehidupan material sehingga melalaikan kehidupan
spiritual. Padahal kehidupan spiritual mengandung kedalaman dimensi dan
kedekatan pada Tuhan.
5. Manusia memiliki kemampuan menciptakan simbol-simbol baru dan
menganggapnya sebagai kemajuan sehingga lalai dari symbol-simbol
ketauhidan yang murni. Misalnya perubahan yang disebabkan kemajuan Iptek
dipandang lebih hebat daripada kekuatan berzikir, sehingga peran Allah secara
perlahan digantikan oleh Iptek (Zaki, :33)
Sebaliknya faktor-faktor yang memperkuat nilai-nilai ketauhidan, di
antaranya sebagai berikut;
1. Sikap selalu memperbaharui syahadat sehingga orang yang bersangkutan
terjaga dari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada kesyirikan.
2. Sikap tidak mudah terpengaruh oleh situasi yang cepat berubah dan
menjanjikan hasil yang cepat.
7