1. Pengertian ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan
‘logos’ berarti ilmu. Kata idea sendiri berasal dari bahasa yunani ‘eidos’ yang artinya bentuk.
Selanjutnya ada kata ‘idein’ yang artinya melihat. Dengan demikian secara harfiah ideologi
berarti ilmu pengertian-pengertian dasar, cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai,
sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
Berbagai pengertian ideologi telah dipaparkan oleh beberapa pakar seperti, Anthony Downs,
Poespowardojo, Thompson, Horton dan Hunt, Newman, Mubyarto, Tjokroamidjojo. Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah suatu pandangan atau
sisitem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang cara yang terbaik, yaitu secara moral
dianggap benar dan adil serta mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.
2. Karakteristik ideologi
Hidayat (2001); Kaelan (2005), menyatakan ideologi sebagai pandangan masyarakat memiliki
karakteristik:
a. Ideologi sering muncul dan berkembang dalam situasi kritis
b. Ideologi memiliki jangkauan yang luas, beragam, dan terprogram
c. Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan
d. Ideologi memiliki pola pemikiran yang sistematis
e. Ideologi cenderung eksklusif, absolute dan universal
f. Ideologi memiliki sifat empiris dan normative
g. Ideologi dapat dioperasionalkan dan didokumentasikan konseptualisasinya
h. Ideologi biasanya terjadi dalam gerakan-gerakan politik
3. Fungsi ideologi
Fungsi ideologi bagi manusia menurut Hidayat (2001) adalah:
(a) sebagai pedoman bagi individu, masyarakat, atau bangsa untuk berpikir, melangkah dan
bertindak;
(b) sebagai kekuatan yang mampu memberi semangat dan motivasi individu, masyarakat dan
bangsa untuk mencapai tujuan, dan
(c) sebagai upaya menghadapi berbagai persoalan masyarakat dan bangsa di segala aspek
kehidupan.
Sedangkan fungsi ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menurut Cahyono dan Al
Hakim (1982), adalah
(a) sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual;
(b) membantu manusia dalam upaya untuk melibatkan diri di berbagai sector kehidupan
masyarakat;
(c) memberikan wawasan umum mengenai eksistensi manusia, masyarakat, dan berbagai
institusi yang ada di dalam masyarakat;
(d) melengkapi struktur kognitif manusia;
(e) menyajikan suatu formulasi yang berisi panduan untuk mengarahkan berbagai pertimbangan
dan tindakan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat;
(f) sebagai sarana untuk mengendalikan konflik (fungsi integratif);
(g) sebagai lensa dan cermin bagi individu untuk melihat dunia dan dirinya, serta sebgai jendela
agar orang lain bisa melihat dirinya;
(h) sebagai kekuatan dinamis dalam kehidupan individu ataupun kolektif, memberikan bekal
wawasan mengenai misi dan tujuan, dan sekaligus mampu menghasilkan komitmen untuk
bertindak.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa merupakan “label psikologis” suatu bangsa yang tercermin
dalam bentuk aktivitas dan pola tingkah lakunya yang dapat dikenali oleh seluruh bangsa sendiri
dan bangsa-bangsa lain. Sebagai warga Negara yang baik sepatutnya untuk mengamalkan
pancasila dengan baik dan benara sesuai dengan hati nurani tanpa ada motif lain dari luar.
Sebagai moral, jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila adalah sumber motivasi
inspirasi, pedoman berperilaku sekaligus untuk pembenarannya.Itulah sebabnya, dalam konstek
sosial budaya bangsa Indonesia, Pancasila adalah “Inti Kebudayaan Nasional Indonesia”
(Dipoyudo, 1979). Bentuk-bentuk kebudayaan sebagai pengejawantahan pribadi manusia
Indonesia, harus mencerminkan nilai-nilai pancasila.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai ideologi terbuka adalah (a) nilai dasar, yaitu
hakekat kelima sila pancasila. Oleh karena itu pembukaan UUD 1945 merupakan suatu norma
dasar yang merupakan tertib hokum tertinggi, sebagai sumber hokum positif dan memiliki
kedudukan sebagai pokok kaidah Negara yang fundamental. (b) nilai instrumental, yang
merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya. Nilai instrumental
ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai0nilai dasar ideologi pancasila. (c) nilai praktis,
yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengalaman yang bersifat
nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara
Sebagai ideologi terbuka secara structural pancasila memiliki dimensi idealistis, nomatif dan
realistis. (a) Dimensi idealistis, dalam ideologi pancasila adalah nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam pancasila. (b) Dimensi normatif adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yaitu
system norma-norma kenegaraan yang lebih operasional. (c) Dimensi realistis, yaitu suatu
ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
2. Globalisasi
1. Pengertian Globalisasi.
a. Globalisasi merupakan istilah populer yang ditemukan oleh ahli ilmu komunikasi bernama
Marshall McLuhhan dalam bukunya “ Understanding Media”, menurutnya dengan
ditemukannya revolusi teknologi informasi maka dunia akan menjadi sepeti “desa buana”(globa
village).
b. Globalisasi berarti sebagai prosses terjadinya perluasan skala kehidupan manusia yang
multidimensial, dari format yang lokal dan kemudian nasional, untuk menuju formmat baru yang
meliputi seluruh dataran bumi.
c. Globalisasi merupakan tranformasi sosial budaya dalam lingkup global, yang mampu
mendorong perubahan lembaga, pranata, dan nilai-nilai sosial buddaya.
d. Globalisasi memiliki dua pengertian
1. Sebagai definisi , yaitu proses menyatukannya pasar dunia menjadi satu pasar tunggal
(Bordeles Market).
2. Sebagai obat kuat (presciption) menjadikan ekonomi leebih efisien dan lebih sehat menuju
kemajuan masyarakat duni (Mubyarto).
e. Globalisasi secara gramatikal diartikan sebagai proses dimana keterkaitan dan ketergantungan
antar etentitas telah sampai pada titik mutlka dimana segala sesuatu masuk keruang lingkup
global.
2. Globalisasi sebagai internasionalisasi
1. globalisasi dipandang sekedar sebuah kata sifat untk menggambarkan hubungan antar batas
dari berbagai Negara.
2. globalisasi sebagai liberalisasi
3. globalisasi sebagai universalisasi
4. globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi
5. globalisasi sebagai penghapusan batas batas territorial
3. Mengapa materi globalisasi perlu dipelajari ?
Terasa atau tidak, globalisasi selalu melekat dalam kehidupan. Globalisasi bukan hal baru bagi
Indonesia. Sekarang, Indonesia tidak perlu was-was asal berani dan percaya diri dengan
ketegaran dalam menetapkan aturan main “kita” untuk dipakai sebagai pegangan hubungan-
hubungan ekonomi “kita” dengan Negara atau bangsa lain globalisasi menghadirkan beberapa
manfaat sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang produktif.
b. Meningkatkan kerja sama antar bangsa
c. Memacu penyelesaian isu yang ada secara terbuka
d. Memperkenalkan budaya Indonesia dan pariwisata nasional kepada bangsa lain
e. Meningkatkan kerjasama dalam pertahanan dan keamanan
4. Faktor pendukung globalisasi
Beberapa faktor yang mendukung globalisasi :
a. Pendukung utama arus globalisasi adalah Negara-negara mau
b. Faktor ketidaksamaan kepemilikan dalam sumber daya manusia alam
c. Faktor teknologi transportasi dan komunikasi yang semakin canggih
d. Tidak kalah pentingnya dalam percaturan hubungan internasional
3. Dampak globalisasi bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara
Pidato mantan menteri malaysia mahatir mohammad dalam pembukaan KTT G-15 di Jakarta
(Kompas 31 Mei 2011),menyatakan bahwa globalisasi meminggirkan negara-negara
berkembang. Globalisasi memiliki dampak positif dan negatif. Terhadap dampak positif harus
dioptimalkan semaksimal mungkin. Disamping itu perlu diantisipasi dampak negatif globalisasi
agar tidak merugikan.
a. Dampak positif globalisasi bagi Indonesia
1. Semangat kompetitif
Dampak globalisasi adalah memacu persaingan. Untuk mengikuti arus globalisasi, suatu bangsa
dituntut mampu bersaing di dunia internasional agar tetap eksis. globalisasi mendorong untuk
mewujudkan kehidupan yang semakin baik sebagaimana telah dinikmati manusia di negara
industri.
2. Kemudahan dan kenyamanan hidup
Globalisasi yang seiring dengan kemajuan bidang informasi, komunukasi dan transportasi telah
memberi kemudahan dan kenyamanan hidup masyarakat.
3. Sikap toleransi dan solidaritas kemanusiaan
Sikap toleransi dan solidaritas kemanusiaan akan meningkat tidak saja intern bangsa, namun
sudah bersifat universal.
4. Kesadaran dalam kebersamaan
Sikap perilaku toleransi serta solidaritas antar bangsa selanjutnya berkembang menjadi kesadaran
dalam kebersamaan untuk mengatasi berbagai masalah.
5. Menumbuhkan sikap terbuka
Globalisasi berdampak tumbuhnya sikap terbuka manusia maupun bangsa. Sikap ini untuk
mengenal dan menghormati perbedaan.
6. Globalisasi memberi tawaran baru
Globalisasi menawarkan banyak kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya.
7. Terbukanya mobilitas sosial
Kemajuan transportasi mendorong mobilitas sosial yang semakin terbuka, dimana jarak tidak
jadi permasalahan.
b. Dampak negatif globalisasi
1. Pergeseran nilai
2. Pertentangan nilai
3. Perubahan gaya hidup (life style )
- Ekonomi menjadi panglima
- Kemajuan pesat di bidang sains dan teknologi
- Rasa ketidakamanan
- Tempo perubahan yang semakin tinggi
4. Berkurangnya kedaulatan Negara
Pancasila kembali menjadi buah bibir di Indonesia, bahkan menyita ruang dan waktu di
multimemedia massa, setelah peringatan hari lahirnya pada 1 Juni 2011. Prof DR Sri Edi
Swasono pun berpendapat bahwa sekarang orang ramai-ramai adu pamer perlunya menegakkan
Pancasila.
Sri Edi Swasono mengutip kembali pendapat mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era
Presiden Soeharto, Daoed Joesoef, yang pada 2008 mengingatkan agar jangan menyesal kalau
Pancasila diambil negara tetangga. Juga penegasan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
lainnya di era Presiden Soeharto, Prof DR Dipl Ing Wardiman Djojonegoro, tentang
bermanfaatnya penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) bagi mahasiswa
baru sebagai tuntunan dan pembentukan sikap dan tingkah laku sesuai nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia.
Klimak dari peniadaan produk-produk warisan Orde Baru, termasuk juga tergusurnya Pancasila
dan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP-7) dengan berbagai pasang surut dan dinamika, kini sampai pada tahapan anti-
klimaks di mana Pancasila sudah diwacanakan untuk bisa dijadikan mata pelajaran kembali yang
mandiri dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT) untuk dihayati dan
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila mampu menunjukan kesaktiannya mengalahkan paham dan nilai-nilai lain yang
juga hidup, tumbuh dan berkembang subur di bumi Indonesia sebagai dasar, landasan, tuntunan
dan pegangan dalam semua aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Pancasila
sebagai falsafah, nilai-nilai dan pandangan hidup merupakan suatu kekuatan ideologi bangsa
yang setara dengan Nilai-nilai Asia, Nilai-nilai Konfusian. Nilai-nilai Islami dan juga Nilai-nilai
Kristiani.
Di kota Rotterdam, Belanda, pada 20 Oktober 1990 Prof. Dr. Pyotr Hessling yang mengasuh
mata kuliah Studi Internasional Organisasi dan Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas
Erasmus Rotterdam di hadapan para staf asistennya yang sedang dibimbingnya menyelesaikan
thesis Ph D, tiga orang berasal dari Indonesia Soeksmono Besar Martokoesoemo, Petrus Suryadi
Sutrisno dan Santo Koesoebjono serta Penelope (Penny) Webb, asistennya Michael Porter,
secara mengagumkan menjelaskan konsep “musyawarah” dan “mufakat” ala Indonesia sebagai
dasar dalam pembangunan kelembagaan bagi suatu organisasi dan manajemen.
Hessling, yang dikenal sebagai ahli Indonesia, mengatakan bahwa suatu konsep-konsep umum
perlu dikemukakan secara jelas dalam penataan organisasi dan manajemen, misalnya dalam
kasus seperti pengambilan keputusan manajemen di Indonesia. Organisasi bisa saja mengikuti
konsep model yang disebut “Gotong Royong” (Mutual Aid), kemudian “musyawarah” dan
“mufakat” (decision by consensus) serta penghormatan kepada orang yang lebih tua atau
dituakan.
Hessling masih menyebut dan menggaris bawahi bahwa “musyawarah” dan “mufakat”
merupakan nilai-nilai yang menjadi sari dari dasar negara Indonesia yang disebut Pancasila. Ia
juga membandingkan betapa nilai-nilai Pancasila sebagai konsep manajemen organisasi lebih
efektif ketimbang konsep manajemen pengambilan keputusan melalui voting.
Catatan tentang bagaimana piawainya Hessling mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila yang
disebut “musyawarah” dan “mufakat” sebagai salah satu konsep umum yang menjadi landasan
pengambilan keputusan dalam organisasi-manajemen merupakan bukti bahwa Pancasila
sebenarnya sudah “go international” sebelum tahun 2000 atau sebelum Reformasi lahir di
Indonesia. Pancasila diakui oleh ilmuwan Barat sebagai suatu nilai-nilai dan konsep yang
mampu memberikan kontribusi bagi proses inovasi dan perubahan lingkungan.
Bukti lainnya dalah saat resepsi pernikahan Marina Mahathir, puteri mantan Perdana Menteri
(PM) Malaysia, Datuk Seri DR Mahathir Mohammad, pada Juni 1986, satu dari tiga pendukung
utama kepemimpinan Mahathir Mohammad yang hadir di resepsi sempat mendiskusikan
pentingnya rakyat Malaysia belajar nilai-nilai (asas) kenegaraan kebangsaan, seperti Pancasila,
meskipun Malaysia juga memiliki Rukun Negara yang juga berisi lima dasar kehidupan
berbangsa dan bernegara. Saat itu salah seorang pendukung Mahathir mengatakan, betapa
pentingnya nilai-nilai pemersatu, nilai-nilai kebersamaan dan kesadaran menciptakan suasana
kehidupan sosial yang selaras, serasi dan toleran.
Ia mendengar bahwa dalam sosialisasi dan penataran P-4 kasus-kasus dan aktualisasi
implementasi nilai-nilai semacam itu menjadi pembahasan dan perdebatan untuk diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia. Karena itu, katanya, mengapa tidak orang Malaysia
belajar dari Indonesia tentang nilai-nilai sosial budaya yang baik. Ia berharap bahwa kelak ada
warga Malaysia yang berhasil ikut Program P-4 di BP 7. Ternyata, di tahun 1987 seorang
warganegara Malaysia berhasil lulus mengikuti program P-4 di BP-7.
Beberapa mahasiswa yang mempelajari ilmu politik di Universitas Kebangsaan Malaysia
menjelang era 1990 an mengatakan bahwa teman-teman di Indonesia memiliki faktor pengikat
atau pemersatu yang kokoh dibandingkan Malaysia, faktor pengikat itu adalah nilai-nilai
Pancasila.
Gambaran Pancasila diapresiasi oleh bukan warganegara Indonesia di luar negeri merupakan
suatu hal yang patut diperhatikan oleh semua warga negara Indonesia sebagai pemilik nilai-nilai
pancasila. Apakah orang Belanda dan orang Malaysia yang mengapresiasi nilai-nilai Pancasila
harus kita cegah dan halangi karena alasan mereka bukan warga negara Indonesia pemilik yang
sah dari nilai-nilai Pancasila ?.
Sementara itu, kita warga negara RI sebagai pemilik sah Pancasila justru mengabaikan dan
melupakan peran sentral Pancasila sebagai dasar dan falsafah. BP 7 sebagai badan yang
menyelenggarakan sosialisasi, pendidikan dan pengamalan Pancasila justru dihilangkan peran,
fungsi dan eksistensinya pada awal Orde Reformasi.
Mestinya sebagai warga negara Indonesia kita harus malu terhadap orang Belanda dan orang
Malaysia, karena kita telah mengabaikan Pancasila sebagai nilai-nilai dan kekayaan ideologi asli
nasional Indonesia, apalagi membiarkan dan tidak menyesal manakala Pancasila diambil negara
lain.
Karena itu, salah satu upaya untuk menegakan kembali Pancasila sebagai dasar negara dan
falsafah serta pedoman hidup rakyat Indonesia sehari-hari nampaknya ada beberapa hal yang
perlu dilakukan, antara lain perlu konsensus nasional untuk mereaktualisasi Pancasila dalam
kehidupan nyata sehari-hari, BP-7 harus dihidupkan kembali dengan tambahan tugas pokok
mengaktualisasi Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila/P-4 secara kongkrit dan
terprogram, menjadikan Pancasila sebagai bahan pelajaran sekolah dari mulai SD sampai PT.
Bukan tidak mustahil jika 50 tahun ke masa depan, para mahasiswa atau ilmuwan asing yang
ingin mempelajari nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi khas Indonesia akan mengalami
kesulitan untuk memperoleh data dan dokumentasi yang berkaitan dengan Pancasila. Tidak bisa
kita bayangkan kalau untuk mempeorleh data dan dokumentasi tentang Pancasila yang khas
Indonesia kita harus mencarinya di negeri Belanda atau di negara tetangga Malaysia atau
Singapura. Karena itu jugalah mungkin Daoed Joesoef mengingatkan agar kita jangan menyesal
jika Pancasila di ambil negara tetangga.
Tentunya kita berharap apa yang dikatakan Daoed Joesoef itu tidak pernah terjadi. Karena
apresiasi orang Belanda dan orang Malaysia terhadap nilai-nilai Pancasila merupakan bukti nyata
bahwa Pancasila juga bukan hanya milik orang Indonesia tetapi juga milik orang warga negara
lain. Maknanya adalah Pancasila sebenarnya memiliki nilai-nilai universalitas yang hakiki dan
dapat diterima secara internasional.
Presiden AS Barrack Obama saja ketika didaulat bicara di kampus Universitas Indonesia Depok
juga menyebut Pancasila secara positif. Hal itu sekali lagi ikut membuktikan bahwa nilai-nilai
Pancasila memiliki sisi yang universal bukan hanya nilai-nilai lokal yang diakui makna dan
eksistensinya dalam kehidupan masyarakat Indonesia tapi juga di luar bumi Indonesia.
Kesimpulan
1. Ideologi adalah suatu pandangan atau sisitem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang
cara yang terbaik, yaitu secara moral dianggap benar dan adil serta mengatur tingkah laku
bersama dalam berbagai segi kehidupan.
2. Globalisasi berarti sebagai prosses terjadinya perluasan skala kehidupan manusia yang
multidimensial, dari format yang lokal dan kemudian nasional, untuk menuju formmat baru yang
meliputi seluruh dataran bumi.
3. Globalisasi dapat berdampak negetif dan positif terhadap eksistensi ideologi pancasila.
4. Cara mempelajari materi globalisasi ada dua cara, yaitu; mengevaluasi pengaruh globalisasi
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia dan menentukan sikap terhadap
pengaruh dan implikasi globalisasi terhadap bangsa dan negara Indonesia.
5. Pancasila dimata dunia adalah ideologi yang dipandang positif dan universal.
6. Peran pacasila terhadap globalisasi adalah sebagai filter dari perubahan-perubahan yang akan
menggeser pancasila sebagai ideologi.