Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MACAM MACAM AKHLAK

Oleh:

WA ODE SHERLY PUTRI RAMADHAN


(162001038)

DOSEN PENGAMPUH :

MAKMUR

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

BAUBAU

2021

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan atas ke hadirat Allah Swt., Karena atas berkat limpahan rahmat
hidayah dan karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Syalawat dan salam senantiasa kita kirimkan kepada nabi besar Muhammad saw
beserta keluarga dan para sahabatnya yang memperjuangkan umatnya dari alam jahiliyah atau
alam yang penuh dengan kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti saat ini. Dalam
makalah ini saya membahas mengenai “Macam-macam akhlak”.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini, oleh
karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi
kekurangan dari makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.

Baubau, 12 juli 2021

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar selamat di dunia
dan akhirat. Tidakkah berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad SAW. adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Sejarah pun mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan
dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan
oleh Allah dalam Al-Qur an; Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah
diminta agar akhlak dan keluhuran budi Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh dalam
kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan
hidupnya di dunia dan akhirat. Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah sumber segala
sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala
isinya, Allah adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi
hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala
hal seperti ini mengakar dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realita
bahwa Allah lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak. Jika kita
perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap
siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap
Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula
sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu
gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain. 

B. Rumusan masalah

1. jelaskan yang dimaksud dengan akhlak terhadap allah dan rasulullah

2. jelaskan apa yang dimaksud dengan akhlak individual dan sosial

3. jelaskan apa yang dimaksud dengan akhlak terhadap lingkungan

4. jelaskan apa yang dimaksud dengan akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
C. Tujuan

1. mengetahui yang dimaksud dengan akhlak terhadap allah dan rasulullah

2. mengetahui apa yang dimaksud dengan akhlak individual dan sosial

3. mengetahui apa yang dimaksud dengan akhlak terhadap lingkungan

4. mengetahui apa yang dimaksud dengan akhlak dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara

BAB II

PEMBAHASAN

A. Akhlak Kepada Allah dan Rasul


Mengutip dari buku Prof. Yunahar Ilyas, disebutkan bahwa akhlak manusia kepada Allah adalah
diwujudkan melalui takwa. Takwa merupakan konsep konkret hubungan antara Sang Pencipta
yakni Allah dengan manusia sebagai hamba-Nya. Hubungan tersebut bersifat hubungan aktif
yang menimbulkan konsekuensi logis berupa hubungan manusia dengan sesama dan terhadap
alam lingkungannya.

Dalam Ruh ad-Din al-Islam, ulama mendefinisikan takwa sebagai upaya manusia dalam


menanamkan rasa takut terhadap hal-hal yang dimurkai Allah. Selain itu, takwa juga berfungsi
sebagai benteng penjagaan atau proteksi diri dari azab Allah.
Berbicara mengenai takwa, disebutkan dalam surah al-Baqarah: 177 dengan istilah “al-
birru” yang berarti kebaikan. Ayat tersebut mengandung empat komponen takwa, di
antaranya; pertama, mengimani adanya Allah, hari kiamat, malaikat, kitab dan para nabi-Nya
sebagai bentuk hubungan vertikal manusia kepada Allah. Kedua, berinfak atau bersedekah
kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, peminta-minta dan hamba sahaya sebagai
bentuk hubungan horizontal manusia terhadap sesama. Ketiga, bentuk religiusitas seorang
hamba yang diwujudkan dengan ibadah (melaksanakan salat, menunaikan zakat) serta amanah
dalam menepati janji. Keempat, bersikap sabar dalam kemelaratan dan penderitaan sebagai
bentuk mentalitas seseorang yang bertakwa. Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa takwa
adalah suatu integrasi hubungan antara iman (kepada Allah), Islam (bentuk ibadah mahdah) dan
ihsan (sosial kemasyarakatan).
Takwa ini juga disinggung dalam surah Ali-Imran: 102 yang mana Allah memerintahkan orang-
orang mukmin supaya bertakwa dengan “sebenar-benar takwa”. Merujuk pada hadis masyhur
Nabi, “bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada, dan ikutilah keburukan
dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan
akhlak yang baik”, dipahami bahwa maksud sebenar-benar takwa adalah suatu bentuk perilaku
yang melampui dimensi ruang dan waktu, dengan kata lain bukan parsial (setengah-setengah).
Sebagai contoh orang yang sholeh ketika di dalam masjid, namun rendah moralnya ketika berada
di ruang publik belum dapat disebut dengan takwa yang sesungguhnya.
Di antara perwujudan orang bertakwa adalah sebagaimana yang disebutkan dalam surah al-
Anfal: 29 berupa “furqan”. Di era ketika kebenaran tidak lagi dikembalikan pada validitas
wahyu melainkan justru disandarkan kepada nalar manusia, sangat diperlukan kecerdasan mental
spritual, intelektual dan emosional untuk memilah antara haq dan yang batil. Dengan kata lain,
orang bertakwa dengan kemampuan furqan-nya akan mampu mengambil posisi yang tepat dari
berbagai persoalan ambigu.
Dalam surah al-A’raf: 96 disinggung pula bahwa makna takwa adalah suatu hal yang
memunculkan keberkahan dalam arti kebermanfaatan bagi lingkungan. Ketika takwa sudah
terinstal atau tertanam pada diri manusia, maka akan selalu didapati kemudahan, solusi dalam
kehidupan dan tentunya ampunan terhadap dosa-dosa yang pernah dilakukan. Oleh karena itu,
puncak keimanan kepada Allah adalah melalui ketakwaan.

Akhlak Kepada Rasul

Bentuk akhlak kepada Rasul adalah mengimani terhadap seluruh apa yang terdapat pada diri
Nabi Muhammad Saw. Nabi merupakan sosok yang hadir dari kalangan manusia, bukan
malaikat. Sosok yang memiliki empati luar biasa terhadap kondisi umat manusia, sudah
sepantasnya menjadi tauladan dan inspirasi. Cara sederhananya adalah merasakan keberadaan
beliau dari dalam diri, sehingga ketika disebut nama Rasulullah sudah otomatis mengantarkan
shalawat atasnya.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad

Akhlak terhadap individual

Adapun Kewajiban kita terhadap diri sendiri dari segi akhlak, di antaranya:

 Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian
nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika
melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.

 Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa
terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur
dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan Alhamdulillah, sedangkan syukur
dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah
sesuai dengan aturan-Nya.

 Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua,
muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari
sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.

B.  Akhlak individu dan sosial

Berakhlak baik terhadap sesama pada hakikatnya merupakan wujud dari rasa kasih
sayang dan hasil dari keimanan yang benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw,
“Mukmin yang paling sempurna imanya ialah yang paling baik akhlaknya. Dan yang
paling baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap isterinya“. (HR.
Ahmad).

Diantara akhlak-akhlak itu diantaranya, adalah:

a. Akhlak terpuji ( Mahmudah )

Penerapan akhlak sesama manusia yang dan merupakan akhlak yang terpuji adalah
sebagai berikut:

 Husnuzan

Berasal dari lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka,
perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap
seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-
Nya antara lain:

–          Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul-Nya Adalah untuk
kebaikan manusia

–          Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk.
Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama
manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan
berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.

 Tawaduk

Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam
pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa rendah
hati kepada saudaranya semuslim maka Allah akan mengangkat derajatnya, dan barangsiapa
mengangkat diri terhadapnya maka Allah akan merendahkannya” (HR. Ath-Thabrani).

 Tasamu

Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. Allah
berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S. Alkafirun/109: 6) Ayat tersebut
menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakini.

 Ta’awun

Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia.
Allah berfirman, ”…dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…”(Q.S. Al Maidah/5:2)

Selain sifat-sifat di atas masih banyak lagi sifat-sifat terpuji lainya yang menjadi patokan akhlak
kita antar sesame.

b.   Akhlak Tercela ( Mazmumah )

Beberapa akhlak tercela yang harus kita hindari dalam kaitanya akhlak antar sesama diantaranya:

 Hasad

Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat orang lain
beruntung. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Janganlah kamu saling membenci dan
janganlah kamu saling mendengki, dan janganlah kamu saling menjatuhkan. Dan hendaklah
kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara dan tidak boleh seorang muslim mendiamkan
saudaranya lebih dari tiga hari“. (HR. Anas).

 Dendam

Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. Allah
berfirman:

”Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhlah itulah yang terbaik bagi orang
yang sabar” (Q.S. An Nahl/16:126)

 Gibah dan Fitnah

Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan nama baiknya. Apabila
kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan
apabila kejelekan yang dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah. Allah
berfirman,

”…dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing

sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Tentu kamu merasa jijik…” (Q.S. Al Hujurat/49:12).

 Namimah

Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang yang belum tentu
benar kepada orang lain dengan maksud terjadi perselisihan antara keduanya. Allah berfirman,

”Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu
berita maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena
kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S. Al
Hujurat/49:6

C. Akhlak terhadap lingkungan


merupakan peranti utama dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana yang akan mengancam tidak
hanya pada jiwa tetapi juga harta, kehormatan, dan keturunan bahkan agama. Karena alasan
itulah tindakan mengantisipasi ancaman mutlak dilakukan oleh setiap individu ataupun
kelompok di dalam masyarakat demi tercapainya kemaslahatan bersama.

Izin Allah SWT kepada manusia dalam memanfaatkan alam adalah demi kebaikan dan
kebahagiaan umat manusia. Oleh karena itu, pemanfaatan alam harus berdasarkan akhlak yang
ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.

Dalam studi fikih lingkungan (fiqh al-bi'ah) yang dipelajari di pesantren dikenal dua konsep
utama terkait pelestarian dan pemanfaatan alam, yaitu ihya' al-mawat (menghidupkan tanah yang
mati) dan hadd al-kifayah (standar kebutuhan yang layak). Konsep pertama menunjuk suatu
pengertian bahwa jangan sampai ada sejengkal tanah yang dibiarkan tetap tidak bermanfaat alias
tidak ditanami tumbuhan yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.

Menghidupkan tanah mati berarti mengupayakan supaya tanah tersebut kembali produktif.
Karena tanah yang gersang sangat rentan terhadap ancaman banjir dan longsor. Apabila di lahan
gersang ditanami pohon, tanah tersebut menjadi kuat dan mampu menyerap air saat hujan
sehingga tidak mudah banjir dan longsor.

Konsep yang kedua adalah hadd al-kifayah, yaitu menyangkut pengaturan pola konsumsi
manusia terhadap sumber daya alam berdasarkan standar kebutuhan yang layak (Ali Yafi, 2006).
Harus ada keadilan distributif terhadap akses pemanfaatan sumber daya alam sehingga tidak
boleh ada monopoli.

Di sinilah arti pentingnya peran negara agar pemanfaatan sumber daya alam dapat diatur
menurut standar kebutuhan yang layak dan tidak boleh melenceng dari garis konstitusi. Kontrol
negara diperlukan agar pemanfaatan sumber daya alam tidak merusak alam dan menimbulkan
kesengsaraan hidup manusia.

Perspektif hadd al-kifayah mengingatkan kita akan peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi
harus tetap berpegang teguh pada akhlak terhadap lingkungan. Pengelolaan alam yang tidak
berakhlak menyebabkan eksploitasi secara besar-besaran yang ujung-ujungnya menimbulkan
dampak negatif bagi bencana ekologis. Dan tak jarang disusul oleh bencana sosial, yaitu derita
hidup berkepanjangan berupa kemiskinan struktural seperti dalam kasus bencana kegagalan
teknologi dan mereka yang tiba-tiba jatuh miskin bahkan harus meregang nyawa sia-sia karena
terempas bencana alam seperti banjir bandang dan longsor akibat penggundulan hutan dan illegal
logging.

Islam sangat memperhatikan masalah kelestarian lingkungan, bahkan sebegitu pentingnya


sehingga menjadi tugas utama kekhalifahan. Oleh karena itu, sangat logis jika Rasul SAW
memberikan batasan yang tegas pada tiga hal pokok yang harus dilindungi dan diatur secara adil
oleh negara dan tidak boleh dimonopoli oleh individu maupun institusi di luar negara, yaitu
padang rumput, air, dan api (HR Ahmad dan Abu Daud).

Dalam konteks negara tropis, kebutuhan publik terhadap padang rumput dapat dipadankan
dengan kawasan hutan yang banyak menyimpan aneka keragaman hayati. Api dapat dipadankan
dengan sumber energi dan air mencakup pentingnya proteksi sumber daya air. Statusnya menjadi
common property yang menjadi hak setiap warga negara dan harus dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kesejahteraan seluruh rakyat.

Kiranya kedua konsep dalam studi fikih lingkungan tersebut masih layak untuk dijadikan sumber
rujukan dan bahkan harus dikembangkan seiring dengan perkembangan peradaban dan dinamika
sosial beserta kompleksitas masalah yang dihadapi saat ini. Kontekstualisasi kedua konsep ini
mutlak diperlukan agar fungsi dan tanggung jawab kekhalifahan manusia untuk memakmurkan
bumi demi kepentingan generasi berikutnya ini benar-benar dapat dilaksanakan. Wallahu a'lam
bi ash-shawab. 
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk , antara yang terpuji dan yang
tercela , tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Maksud dari akhlak itu sendiri
adalah adanya hubungan antara khaliq dan makhluk , dan antara makhluk dengan makhluk. Kita
harus membiasakan diri berakhlak terpuji dalam kehidupan sehari hari agar semuanya berjalan
sesuai dengan perintah dan larangan dari Allah Swt.

B. SARAN

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak
terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun penulisan
makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai