Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TRANSPALANTASI ORGAN, TRANSGENDER, DAN OPERASI KELAMIN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masailul Fiqh

Dosen pengampu: Drs. Ahmad Hanany Naseh, M. A.

Disusun Oleh:

Miftahul Jannah (18104010043)

Miftakhul Nur Hanifah (18104010047)

Hamdika Ainun Rais (18104010052)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji syukur kepada Allah Jalla Jalaluh yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
Shollallahu „alaihi wasallam yang senantiasa kita nanti-nantikan syafaatnya kelak di
yaumul Qiyamah. Aamiiin.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah masaail fiqh yang
berjudul Transpalantasi organ, transgender, dan operasi kelamin. Di dalam makalah
ini kami akan menjabarkan beberapa hal yang bersangkutan dengan judul makalah
ini.

Terselesaikannya makalah ini tentu tidak terlepas dari keikutsertaan berbagai


pihak yang telah membantu, baik dari segi moral maupun spiritual. Untuk itu Kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.

Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini dapat memberikan manfaat yang


banyak bagi para pembacanya serta dapat menambah wawasan yang luas bagi para
pembacanya. Kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan kata ataupun bahasa.

Yogyakarta, 3 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................................... 1

BAB II

PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2

A. Transplantasi Organ .............................................................................................. 2

B. Transgender........................................................................................................... 9

BAB III

PENUTUP ....................................................................................................................... 19

Kesimpulan ................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Allah telah menggariskan manusia sesuai kodratnya masing-masing, ada


yang diciptakan sebagai laki-laki, ada pula yang diciptakan sebagai
perempuan.

Pada era modern sekarang ini, ada hal-hal baru yang menjadi perhatian
kita bersama khususnya umat Islam. Sebagai umat muslim, tentu saja kita
melakukan suatu hal harus berdasarkan hukum-hukum islam sebagai bentuk
ketaatan kita sebagai seorang muslim.

Banyak sekali saat ini kita mendapati hal-hal baru, yang mana hal baru ini
harus dikaji lebih dalam untuk mendapatkan hukum dari hal baru tersebut.

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan kita hukum-


hukum syara` tentang banyak hal, yang mana dalam kesempatan kali ini akan
kita bahas bersama tentang hukum transpalantasi organ, transgender, dan
operasi kelamin.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hukum transpalantasi organ dalam Islam?


2. Bagaimana hukum transgender dalam Islam?
3. Bagaimana hukum operasi kelamin dalam Islam?

C. Tujuan

1. Mengetahui hukum transpalantasi organ dalam Islam.


2. Mengetahui hukum transgender dalam Islam.
3. Mengetahui hukum operasi kelamin dalam Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Transplantasi Organ

1. Pengertian Transpalantasi Organ

Transplantasi ialah pemindahan anggota tubuh yang masih mempunyai


daya hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak
lagi berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis
biasa, harapan si penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Tranplantasi (pencangkokan) yang sering menjadi pembicaraan saat ini
adalah mata, ginjal dan jantung karena ketiga organ tubuh tersebut sangat
penting fungsinya bagi manusia, terutama sekali ginjal dan jantung.
Mengenai donor mata pada dasarnya dilakukan karena ingin membagi
kebahagiaan kepada orang yang belum pernah melihat keindahan alam
ciptaan Allah ini ataupun orang yang menjadi buta karena penyakit.1

Ada tiga tipe donor organ tubuh yang masing-masing tipe mempunyai
permasalahannya sendiri, yaitu:

a. Donor darah dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini memerlukan seleksi
yang cermat dan general checkup (pemeriksaan kesehatan yang
lengkap) baik terhadap donor maupun penerima (resepien) demi
menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan karena penolakan
tubuh resepien, dan sekaligus mencegah resiko bagi donor.
b. Donor dalam keadaan hidup koma dan diduga akan segera meninggal
dunia. Untuk tipe ini, pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat

1
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta: Haji Masagung,
1994, hlm. 86.

2
kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya alat pernafasan khusus.
Kemudian alat-alat tersebut dicabut setelah pengambilan organ tersebut
selesai.
c. Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe ideal, sebab secara
medis tinggal menunggu peristiwa kapan donor dianggap meninggal
secara medis dan yuridis dan harus diperhatikan pula daya tahan organ
tubuh yang mau diambil untuk transplantasi.2
2. Tranplantasi Ditinjau Dari Hukum Islam

Untuk melihat bagaimana transplantasi dari sudut hukum islam, maka


harus dilihat dahulu bagaimana keadaan donornya. Sebagaimana diatas
bahwa keadaan donor ada tiga tipe, maka hal ini pun ada tiga tipe yaitu:

a. Donor darah dalam keadaan hidup sehat


Tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan kesehatan
yang lengkap baik terhadap donor maupun resepien demi menghindari
kegagalan transplantasi karena penolakan tubuh resepien sekaligus
mencegah resiko bagi donor. Sebab menurut data statistik, 1 dari 1000 donor
meninggal, dan si donor juga bisa merasa was-was dan tidak aman
(insecure), karena menyadari bahwa dengan menyumbangkan organ
tubuhnya, maka ia tidak akan memperoleh kembali seperti sedia kala.
Apabila melakukan donor dalam keadaan hidup, sebagaimana menurut
hemat penulis, Islam tidak membenarkan atau melarang, alasannya yaitu
sebagai berikut:
Berdasarkan Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 195 sebagai
berikut:

    

2
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997, hlm. 86-87.

3
“dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan
dengan tangan sendiri” (QS. Al-Baqarah: 195).
Ayat ini mengingatkan manusia agar tidak berbuat gegabah yang
berakibat fatal bagi dirinya sekalipun mempunyai tujuan kemanusiaan yang
luhur.
Juga berdasarkan pada kaidah fiqh: ‫درء المفاسد مقدم على جلب المصالح‬
“Menghindari kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil
kemaslahatan”. Kemudian: ‫“ الضرور ال يزال بالضرور‬Bahaya itu tidak boleh
dihilangkan dengan mendatangkan bahaya lainnya.” Misalnya menolong
orang dengan cara mengorbankan diri sendiri yang berakibat fatal, tidak
diperbolehkan oleh Islam.
b. Donor dalam keadaan hidup koma dan diduga akan segera meninggal
dunia
Apabila pencakokan tersebut dilakukan dari donor dalam keadaan koma
atau hampir meninggal, maka islam pun tidak mengizinkan karena:
Berdasarkan Hadist: ‫“ ال ضرر وال ضرار‬Tidak boleh membuat
kemudharatan kepada dirinya dan tidak boleh membuat kemudharatan
3
kepada orang lain.” Misalnya orang yang mengambil organ tubuh
seseorang donor yang belum meninggal secara klinis dan yuridis untuk
transplantasi berarti ia membuat madhorot kepada donor dengan
mempercepat kematiannya.
Alasannya lainnya ialah manusia wajib berikhtiar untuk menyembuhkan
penyakitnya, demi mempertahankan hidupnya, tetapi hidup dan mati itu
ditangan Allah. Karena itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri
(bunuh diri), atau mempercepat kematian orang lain, sekalipun dilakukan

3
Hadits Riwayat Malik dari Amar bin Yahya, riwayat Al-Hakim, al-Baihaqi, dan Al-
Daruqutni dari Abi Sa‟id Al-Khudri, dan Riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan „Ubadah bin
Al-Shamith.

4
oleh dokter dengan maksud untuk mengurangi dan menghentikan
penderitaan si pasien.
c. Donor dalam keadaan mati
Apabila pencangkokan tersebut dilakukan dari donor yang telah
meninggal secara yuridis dan medis, maka menurut hemat penulis bisa
mengizikannya dengan syarat:
1. Repisien (penerima) dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya
dan ia telah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tetapi
tidak berhasil.
2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih
gawat bagi resipien (penerima) dibandingkan dengan keadaan sebelum
pencangkokan.4
3. Repisien (penerima) secara jelas harus mengatakan kesediaannya
4. Ada persetujuan dari pendonor atau ahli warisnya untuk memberikan
organnya kepada seseorang setelah ia meninggal dunia
5. Pencakokan dilakukan manakala pendonor telah benar-benar meninggal
dunia secara sempurna.
6. Tim dokter merasa yakin atau mempunyai kemungkinan besar bahwa
operasi tersebut akan berhasil.5
Adapun dalil syara‟ yang dapat dijadikan dasar untuk memperbolehkan
pencangkokan antara lain sebagai berikut: 6
1. Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 195 sebagai berikut:

               

4
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam, 89.
5
Asy-Syarbashi Ahmad, Yas alunaka Fi ad-Din wa al-Hayah, Jakarta: Lentera, 1999, hlm
715.
6
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta: Haji Masagung,
1994, hlm. 90-92.

5
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
(QS. Al-Baqarah: 195).

Secara analogis, ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam tidak


membenarkan orang yang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya maut
atau tidak berfungsinya organ tubuh yang sangat vital bagi dirinya, tanpa
usaha penyembuhan secara medis dan non medis termasuk pencangkokan
organ tubuh, yang secara medis memberi harapan kepada yang bersangkutan
untuk bisabertahan hidup dengan baik.

2. Al-Qur‟an surat Al-Maidah ayat 32 berikut ini:

     

“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka


seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai tindakan


kemanusiaan yang dapat menyelamatkan jiwa manusia. Misalnya seseorang
yang dengan senang hati menyumbangkan organ tubuhnya setelah ia
meninggal, maka Islam membolehkan. Dan bahkan memandangnya sebagai
amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilanya, karena menolong jiwa
sesama manusia atau membantu berfungsinya kembali organ tubuh
sesamanya yang tidak berfungsi.

3. Hadist Nabi Muhammad saw. yang artinya:

6
“Berobatlah hai hamba-hamba Allah! Karena Allah tidak menciptakan
suatu penyakit kecuali menciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit,
yaitu tua.”7

Hadits ini menunjukkan bahwa umat Islam wajib berobat ketika


menderita sakit, apapun macam penyakitnya. Sebab setiap penyakit adalah
berkah kasih sayang Allah, pasti ada obat penyembuhnya, kecuali penyakit
tua. Karena itu, penyakit yang sangat ganas, seperti kanker dan AIDS yang
telah banyak membawa korban manusia diseluruh dunia, terutama di dunia
Barat, yang hingga kini belum diketahui obatnya, maka pada suatu waktu
akan ditemukan pula obatnya.

4. Kaidah Fiqh:
‫( الضرور يزال‬Kesulitan harus dihilangkan)
Seorang yang menderita sakit jantung atau ginjal yang sudah mencapai
stadium yang gawat, maka ia menghadapi bahaya maut sewaktu-waktu.
Maka menurut kaidah hukum Islam di atas, bahaya maut itu harus
ditanggulangi dengan usaha pengobatan. Dan jika usaha pengobatan secara
medis tidak bisa menolong, maka demi menyelamatkan jiwanya,
pencangkokan jantung atau ginjal diperbolehkan karena keadaan darurat.
Dan ini berarti, kalau penyembuhan penyakitnya bisa dilakukan tanpa
pencangkokan, maka pencangkokan organ tubuh tidak diperkenankan.
5. Menurut hukum wasiat
Keluarga orang meninggal wajib melaksanakan wasiat orang yang
meninggal mengenai hartanya, dan apa saja yang bisa bermanfaat, baik
kepentingan untuk si mayat itu sendiri (melunasi utang-utangnya),
kepentingan ahli waris dan non ahli waris, maupun untuk kepentingan agama

7
Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal, At-Tirmidzi, Abu Daud, An-Nasa‟I, Ibnu Majah, Ibnu
Hibban, dan Al-Hakim dari Usamah bin Syarik.

7
dan umum (kepentingan sosial, pendidikan dan sebagainya). Berhubung si
donor telah membuat wasiat untuk menyumbangkan organ tubuhnya untuk
kepentingan kemanusiaan, maka keluarga atau ahli warisnya wajib
membantu pelaksanaan wasiat almarhum/almarhumah. Artinya, apabila si
donor pernah berwasiat untuk mendonorkan organ tubuhnya demi
kepentingan kemanusiaan, maka keluarga ahli waris wajib melaksanakan
wasiat itu.
Sebaliknya, apabila seseorang pada masa hidupnya tidak mendaftarkan
dirinya sebagai pendonor organ tubuh dan ia tidak pula memberi wasiat
kepada keluarga atau ahli warisnya untuk menyumbangkan organ tubuhnya
apabila ia nanti meninggal, maka keluarga atau ahli warisnya tidak berhak
mengizinkan pengambilan organ tubuh si mayat untuk pencangkokan atau
untuk penelitian dan sebagainya.
Pada rapat pleno Musyawarah Nasional (Munas) VIII MUI, Majelis
Ulama Indonesia sebagai pedoman hukum umat muslim di Indonesia
mengesahkan bahwa transplantasi organ tubuh manusia diperbolehkan
selama sesuai dengan ketentuan syariat. Salah satu dasar diperbolehkannya
pelaksanaan transplantasi organ adalah adanya maslahat yang lebih besar.
Maslahat itu ditentukan oleh kesaksian tim medis berdasarkan analisis
kedokteran yang kuat. Adapun syarat pelaksanannya, transplantasi organ
tubuh manusia boleh dilakukan apabila dilakukan secara sukarela,
kematiannya disaksikan oleh dua dokter ahli, pengambilan organnya
disaksikan dua orang muslim, serta tidak ada obat lain secara medis selain
transplantasi. Transplantasi akan menjadi haram dilakukan apabila terjadi
jual beli organ dan diambil dari orang yang masih hidup. Mengenai donor
hidup, haram hukumnya bagi seseorang yang masih hidup mendonorkan
organ tubuhnya pada orang lain.
Sedangkan tranplantasi organ yang diatur oleh Permenkes 38/2016.
Organ tubuh boleh diambil dari orang yang masih hidup atau orang yang

8
dinyatakan mati batang otak dengan memenuhi syarat medis dan
administratif yang wajib dipenuhi oleh calon pendonor, calon resipien dan
rumah sakit yaang akan menyelenggarakan transplantasi organ. Adapun
bagian yang dapat didonorkan saat mati batang otak adalah antara lain mata,
ginjal, paru-paru, jantung, hati, pankreas serta jaringan yang terdiri atas
katup jantung dan kulit. Tindakan jual beli organ tubuh manusia dilarang
dalam Permenkes 38/2016.8

B. Transgender

1. Pengertian Transgender
Transgender adalah ekspresi dari identitas gender selain hanya “pria”
atau “perempuan”, transgender dapat bervariasi mulai dari peralihan melalui
bedah sampai perubahan dalam penyaluran seks biologis seseorang. Seorang
transgender juga dapat melalui transisi kadang-kadang dengan bantuan terapi
hormon dan/atau operasi kosmetik untuk hidup dalam peran gender pilihan,
tanpa melalui atau yang ingin menjalani (lengkap) operasi.9
Transgender diartikan dengan suatu gejala ketidakpuasan seseorang
karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin
dengan kejiwaan. Adapun ekspresi yang dapat dilihat ialah bisa dalam
bentuk dandanan (make up), gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada
operasi penggantian kelamin. Transgender adalah seseorang yang
mengenakan atribut-atribut gender berlainan dengan konsepsi yang
dikonstruksikan secara sosial oleh masyarakat. Transgender dapat dibantu
melalui operasi, tambahan hormon ataupun tidak sama sekali. Maksudnya

8
Nur Intan Fatimah, Tranplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam Perspektif Hukum
Kesehatan dan Hukum Islam, Skripsi, Lampung: Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2018,
hlm 70
9
Gibtiah, Fikih Kontemporer, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016, hlm. 221-222.

9
tidak sama sekali yaitu transgender dilakukan tanpa bantuan operasi
melainkan dengan caranya berekspresi dan bergaya yang berlainan dengan
gender aslinya. Kita mengenali bahwa terdapat dua macam transgender,
yaitu transgender dari laki-laki ke perempuan yang dikenal juga dengan
sebutan waria, lalu yang kedua yaitu transgender dari perempuan ke laki-
laki.10
2. Hukum Transgender Menurut Islam
Apabila kita memaknai transgender sebagai seorang yang terlahir
normal dengan kelamin yang sempurna baik berupa farj (vagina)
atau dzakar (penis) yang kemudian setelah ia dewasa memilih untuk
mengoperasi kelaminnya tersebut demi mengubah jati dirinya maka para
ulama telah sepakat menghukumi hal tersebut sebagai suatu perbuatan yang
diharamkan. Sebagaimana berbagai dalil yang telah sangat jelas menegaskan
keharaman hal tersebut, di antaranya:
a. Al-Qur‟an Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya:

            

        

“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang pria dan
wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang palig mulia
diantara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertaqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Alah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”

Melalui dalil tersebut kita dapat memahami bahwa perbedaan gender


merupakan salah satu dari pada kodrat dan ketentuan Allah SWT., maka

10
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini,
Jakarta: Kalam Mulia, 2005, hlm. 25.

10
berusaha mengubah yang telah diciptakan-Nya adalah salah satu bentuk
pemberontakan terhadap takdir Allah SWT., dan dianggap sebagai salah satu
dari perbuatan manusia yang berusaha mengubah ciptaan Allah SWT., maka
hal tersebut sangat dilarang.

b. Hadits Nabi Muhammad saw:


Dari Ibnu Abbas berkata: “Nabi saw. melaknat para lelaki mukhannats
dan para wanita mutarajjilah.”
Hadits tersebut mempertegas bahwa hal yang diharamkan dalam Islam
bukan hanya sebatas kepada seseorang yang mengoperasi kelaminnya demi
mengubah jati diri, tetapi juga bagi seseorang yang berdandan dan
bertingkah laku yang bukan seharusnya dalam konteks gender.
Jadi, dengan mengubah maupun tidak mengubah kelaminnya, apabila
seorang pria bertingkah seperti wanita ataupun sebaliknya maka hal tersebut
dilarang dalam Islam. Lantas hukum bagi seseorang yang telah melakukan
perubahan gender menurut ulama Syafi‟iyah mereka tetap dihukumi
sebagaimana gender aslinya baik dalam urusan hak maupun kewajibannya,
seperti waris, dan batal wudhu. Sebagaimana seperti yang dinyatakan dalam
kitab-kitab fikih klasik, diantaranya dimuat dalam kitab Hasyiyatus
Syarwani “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk
perempuan atau sebaliknya, maka jika ada lelaki yang menyentuhnya tidak
batal wudhunya dalam permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah
bentuk seperti wanita), dan batal wudhu‟nya di dalam permasalahan yang
kedua (wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki) karena dipastikan
bahwa tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain hanya
bentuk luarnya saja,” 11

11
Muhammad Sibromulisi, “Transgender Dalam Pandangan Syariat
Islam”,(http://www.nu.or.id/post/read/84392/transgender-dalam-pandangan-syariat-islam,

11
Maka seorang wanita yang mengubah dirinya menjadi laki-laki tidak
dapat mendapat waris sebagaimana yang didapatkan laki-laki, begitu pula
bagi para lak-laki. Hemat penulis para lelaki yang mengubah dirinya menjadi
perempuan apabila mereka bersetubuh dengan laki-laki maka mereka
dihukumi sebagai Liwath (homoseksual), yang seperti demikian ini harus
dihindari sejak sedini mungkin. Islam telah menunjukkan cara untuk umat
Islam dapat menjaga serta mendidik anak-anaknya agar tidak terjerumus ke
dalam penyimpangan ini, salah satunya dengan memisahkan tempat tidur
anak laki-laki dengan anak perempuan.
C. Operasi Kelamin
1. Pengertian Operasi Kelamin

Pada dasarnya, Allah hanya menciptakan dua jenis manusia, yaitu laki-
laki dan perempuan. Namun, terkadang kita dapati adanya jenis manusia lain
dalam masyarakat, yaitu waria. Waria adalah singkatan dari wanita pria.
Waria dalam konteks psikologis termasuk sebagai penderita
transeksualisme, yakni seseorang yang secara jasmani memiliki jenis
kelamin yang jelas dan sempurna, namun secara psikis cenderung untuk
menampilkan diri sebagai lawan jenis. 12

Sedangkan pengertian transeksual menurut Ali Ghufron Mukti dan Adi


Heru Sutomo adalah suatu bentuk penyimpangan perilaku seksual, dimana
terdapat pertentangan sifat jenis kelamin seseorang dengan keadaan jiwanya.
Jelasnya, secara anatomis, dia adalah laki-laki, mempunyai alat kelamin laki-
laki, namun tingkah laku serta jiwanya seperti seorang perempuan, ataupun

12
Qoiriah, Skripsi: “Tinjauan Hukum Islam tentang Operasi Kelamin Menurut Pndapat
Para Kyai di Pondok Pesantren Al-Islah Nahdlotul Muslimin Desa Karya Mukti Kecamatan
Sinar Peninjauan Kabupaten Oku Induk Provinsi Sumatera Selatan,” (Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2012), hlm. 1, digilib.uin-suka.ac.id.

12
sebaliknya. Kasus ini sebenarnya lebih condong sebagai kasus gangguan
kejiwaan, yaitu suatu bentuk kelaianan psikoseksual.13

Kemajuan teknologi di bidang kedokteran telah memungkinkan


penderita transeksual untuk melakukan operasi bedah plastik, sebagai salah
satu jalan untuk mengatasi gangguan kejiwaannya. Operasi tersebut
dinamakan dengan operasi ubah jenis kelamin, atau dalam istilah kedokteran
disebut dengan operasi transeksual. Operasi tersebut dilakukan dengan cara
rekonstruksi genital.14

Dr. Irena Sakura Rini, seorang dokter spesialis bedah, telah menjelaskan
bahwa operasi kelamin bukanlah operasi untuk mengganti total dari organ
reproduksi pria menjadi wanita atau sebaliknya. Beliau mengatakan bahwa
tidak ada proses transplantasi dalam operasi kelamin. Seorang dokter hanya
merekonstruksi apa yang sudah ada agar menjadi lebih sesuai. Hal itu karena
pada tubuh orang yang akan menjalani operasi kelamin, biasanya telah ada
kelamin-red sejak ia dilahirkan. Hanya saja, kelamin-red tersebut
tersembunyi atau tidak terbentuk sempurna. Contohnya, ada seorang lelaki
memiliki sel telur yang berukuran sangat kecil dan dia memiliki kelenjar
susu yang lebih daripada yang seharusnya. Kelainan-kelainan seperti inilah
yang dapat diperbaiki dengan operasi kelamin. Jadi, mereka yang melakukan
operasi kelamin pada dasarnya hanya merekonstruksi genital yang ada sejak
lahir karena pertumbuhan genital yang tidak sempurna.15

13
Yunika Isma Setyaningsih, Tesis: “Perubahan Kelamin Transeksual dalam Kaitannya
dengan Sistem Kewarisan Islam” (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017), hlm. 3,
digilib.uin-suka.ac.id.
14
Qoirah, Op.Cit., hlm. 2.
15
Milton Thorman Pardosi dan Septiana Dwiputri Maharani, “Kajian Aksiologi Max
Scheler terhadap Operasi mengubah Kelamin pada Manusia (Transeksual),” Jurnal Filsafat
Indonesia 2, no. 1 (2019): 57-58,
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/view/17552/10532.

13
Operasi perubahan kelamin pertama kali dilakukan di Eropa pada tahun
1930. Sedangkan orang pertama yang menjalani operasi kelamin bernama
Rudolph Richter. Ia telah mengganti alat kelamin laki-lakinya menjadi alat
kelamin perempuan. Pada operasi kelamin, akan dibentuk alat genital
eksternal yang semirip mungkin dengan alat genital gender yang diinginkan.
Orang yang telah menjalani operasi ini dapat melakukan aktifitas seksual,
bahkan mencapai orgasme, namun mereka tidak mampu mempunyai atau
melahirkan anak karena tidak memiliki organ reproduksi internal dari gender
baru yang dibentuk.16

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa operasi kelamin


adalah sebuah operasi untuk mengubah alat kelamin laki-laki menjadi alat
kelamin perempuan, atau sebaliknya, yang dilakukan dengan cara
rekonstruksi genital.

2. Hukum Operasi Kelamin

Penentuan hukum operasi kelamin dalam syari‟at Islam harus diperinci


persoalan dan latar belakangnya terlebih dahulu. Dalam dunia kedokteran,
dikenal tiga bentuk operasi kelamin, yaitu:17

a. Operasi penggantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap orang yang


sejak lahir memiliki kelamin normal.
b. Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan
terhadap orang yang sejak lahir memliki cacat kelamin, seperti penis
atau vagina yang tidak berlubang atau tidak sempurna.

16
Qoriah, Loc.Cit.
17
Ajat Sudrajat, Fikih Aktual: Membahas Problematika Hukum Islam Kontemporer,
(Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2008), hlm. 135-136.

14
c. Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda yang dilakukan
terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ kelamin (penis dan
vagina).
Operasi kelamin dalam bentuk yang pertama, yaitu terhadap orang yang
sejak lahir telah memiliki kondisi normal dan telah sempurna organ
kelaminnya, diharamkan oleh syari‟at Islam. Operasi seperti itu diharamkan
karena termasuk perbuatan mengubah ciptaan Allah. Dalil yang bisa
dijadikan dasar adalah sebagai berikut:18
a. Firman Allah surat al-Hujurat ayat 13 yang artinya:

            

        

“Hai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Menurut at-Thabari, ayat ini mengajarkan prinsip keadilan bagi segenap
manusia di hadapan Allah. Selain itu, ayat ini juga menjelaskan bahwa
masing-masing manusia telah ditentukan jenis kelaminnya (laki-laki atau
perempuan) oleh Allah dan harus menjalani kehidupan sebagaimana
kodratnya.
b. Firman Allah surat an-Nisa ayat 119 yang artinya:

       

             

18
Ibid.,, hlm. 136-138.

15
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan
angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong
telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya,
dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan sebagai
pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata.”
Berdasarkan ayat ini, dalam beberapa tafsir disebutkan beberapa
perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk mengubah ciptaan
Allah, seperti mengebiri binatang ternak, membuat tato, dan ber-takhannus
(seorang pria bertingkah laku dan berpakaian seperti wanita atau
sebaliknya).
c. Hadits Nabi dari Ibnu Mas‟ud yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan enam ahli hadits lainnya:
‫لعن هللا الىاشمات والمستىشمات والنامصات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق هللا‬
“Allah mengutuk para tukang tato, yang minta ditato, yang menghilangkan
bulu muka (alis), yang minta dihilangkan bulu mukanya, dan para wanita
yang memotong (pangur) giginya, yang semua itu dilakukan dengan maksud
untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.”
d. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad:
‫لعن هللا المتشبهات من النساء بالرجال والمتشبهين من الرجال بالنساء‬
“Allah mengutuk para lelaki yang menyerupai para wanita, dan para wanita
yang menyerupai para lelaki.”
Berdasarkan hadits di atas, seorang lelaki atau seorang perempuan yang
terlahir dengan jenis kelamin normal dilarang mengubah jenis kelaminnya
tersebut. Sebab diharamkannya hal itu adalah karena termasuk perbuatan
mengubah ciptaan Allah tanpa adanya alasan yang dapat dibenarkan. Hukum
ini berlaku pula bagi mereka yang memiliki alat kelamin normal, namun
mereka menderita transeksualisme karena pengaruh lingkungan tempat

16
tinggalnya, dan karena pengaruh-pengaruh lainnya. Alasannya adalah karena
kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang
penanganannya bukan dengan operasi kelamin, melainkan melalui
pendekatan spiritual dan kejiwaan.19
Kemudian, operasi kelamin dalam bentuk kedua dan ketiga disebut
tashhih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan), dan tidak termasuk
perbuatan mengganti jenis kelamin. Oleh sebab itu, para ulama berpendapat
bahwa hukum operasi kelamin bentuk kedua dan ketiga adalah boleh
menurut syari‟at Islam.
Mengenai orang yang terlahir dengan jenis kelamin tidak normal, maka
operasi kelamin dilaksanakan berdasarkan pada keadaan organ kelamin luar
dan dalam, bukan berdasarkan pada kondisi jiwa. Misalnya, seseorang
mempunyai organ kelamin ganda (penis dan vagina), maka untuk
memperjelas identitasnya, ia boleh melakukan operasi untuk mematikan
organ kelamin yang satu, dan menghidupkan organ kelamin yang satunya
lagi yang sesuai dengan organ kelamin bagian dalam. Contoh lainnya adalah
seseorang mempunyai satu organ kelamin, namun kurang sempurna
bentuknya, misalnya ia mempunyai vagina yang tidak berlubang, sementara
ia mempunyai rahim dan ovarium, maka ia boleh dan bahkan dianjurkan
melakukan operasi kelamin untuk memberi lubang pada vaginanya
tersebut.20
Adapun status hukum orang yang telah menjalani operasi kelamin
adalah tergantung pada sifat dan tujuan operasi kelamin yang dilakukan.
Apabila operasi kelamin itu dilakukan pada seseorang yang memiliki
kelamin normal dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengganti dan mengubah
ciptaan Allah), maka identitas dan status hukum orang yang bersangkutan
sama seperti sebelum operasi. Sedangkan apabila operasi kelamin itu

19
Ibid., hlm. 138.
20
Ibid., hlm. 138-139.

17
dilakukan pada seseorang yang mengalami kelainan kelamin dengan tujuan
tashhih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) serta sesuai dengan
hukum yang berlaku, maka identitas dan status hukum orang yang
bersangkutan akan berubah mengkuti perubahan jenis kelamin setelah
operasi.21
Perubahan hukum dari waria menjadi wanita atau pria setelah operasi
kelamin dapat dibenarkan menurut Islam karena alasan sebagai berikut:22
a. Allah hanya menciptakan manusia dalam dua jenis, yaitu laki-laki dan
perempuan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. an-Nisa
ayat 1 berikut ini:

             

               

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari yang satu (Adam), dan dari padanya Allah
menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
b. Hadits Nabi yang artinya:
“Aku diperintahkan memutuskan hukum berdasarkan fakta-fakta yang
tampak, sedangkan Allah yang mengetahui segala rahasia.”

21
Ibid., hlm. 139-140.
22
Ibid., hlm. 140-141.

18
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari berbagai macam pembahasan yang sudah dipaparkan dalam makalah diatas
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Transplantasi ialah pemindahan anggota tubuh yang masih mempunyai daya


hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak lagi
berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa,
harapan spenderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
2. Transplantasi organ tubuh manusia diperbolehkan selama sesuai dengan
ketentuan syariat. Salah satu dasar diperbolehkannya pelaksanaan transplantasi
organ adalah adanya maslahat yang lebih besar.
3. Transgender adalah ekspresi dari identitas gender selain hanya “pria” atau
“perempuan”, transgender dapat bervariasi mulai dari peralihan melalui bedah
sampai perubahan dalam penyaluran seks biologis seseorang.
4. Transgender sebagai seorang yang terlahir normal dengan kelamin yang
sempurna baik berupa farj (vagina) atau dzakar (penis) yang kemudian setelah ia
dewasa memilih untuk mengoperasi kelaminnya tersebut demi mengubah jati
dirinya maka para ulama telah sepakat menghukumi hal tersebut sebagai suatu
perbuatan yang diharamkan.
5. Operasi kelamin adalah membentuk alat genital eksternal yang semirip mungkin
dengan alat genital gender yang diinginkan. Orang yang telah menjalani operasi
ini dapat melakukan aktifitas seksual, bahkan mencapai orgasme, namun mereka
tidak mampu mempunyai atau melahirkan anak karena tidak memiliki organ
reproduksi internal dari gender baru yang dibentuk.
6. Operasi kelamin terhadap orang yang sejak lahir telah memiliki kondisi normal
dan telah sempurna organ kelaminnya, diharamkan oleh syari‟at Islam.

19
Kemudian, operasi kelamin yang bersifat tashhih atau takmil (perbaikan atau
penyempurnaan), dan tidak termasuk perbuatan mengganti jenis kelamin. Oleh
sebab itu, para ulama berpendapat bahwa hukum operasi kelamin dalam kasus ini
adalah boleh menurut syari‟at Islam.

20
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Syarbashi. 1999. Yas alunaka Fi ad-Din wa al-Hayah. Jakarta: Lentera.
Fatimah, Nur Intan. 2014. . Skripsi: Tranplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam
Perspektif Hukum Kesehatan dan Hukum IslamLampung: Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Gibtiah. 2016. Fikih Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group.
Mahjuddin. 2005. Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum
Islam Masa Kini. Jakarta: Kalam Mulia.
Pardosi, Milton Thorman, Septiana Dwiputri Maharani. 2019. “Kajian Aksiologi Max
Scheler terhadap Operasi mengubah Kelamin pada Manusia (Transeksual).”
Jurnal Filsafat Indonesia 2. no. 1 (2019): 57-58.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/view/17552/10532.
Qoiriah. S2012. kripsi: “Tinjauan Hukum Islam tentang Operasi Kelamin Menurut
Pndapat Para Kyai di Pondok Pesantren Al-Islah Nahdlotul Muslimin Desa
Karya Mukti Kecamatan Sinar Peninjauan Kabupaten Oku Induk Provinsi
Sumatera Selatan.” Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. digilib.uin-
suka.ac.id.
Setyaningsih, Yunika Isma. 2017. Tesis: “Perubahan Kelamin Transeksual dalam
Kaitannya dengan Sistem Kewarisan Islam.” Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. digilib.uin-suka.ac.id.
Sibromulisi, Muhammad. “Transgender Dalam Pandangan Syariat Islam”,
(http://www.nu.or.id/post/read/84392/transgender-dalam-pandangan-syariat-
islam, (Diakses pada 3 Mei 2020).
Sudrajat, Ajat. 2008. Fikih Aktual: Membahas Problematika Hukum Islam
Kontemporer. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.
Zuhdi, Masjfuk. 1994. Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: Haji
Masagung.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.

21

Anda mungkin juga menyukai