Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kitab suci kaum Muslim adalah Al-Quran yang diyakini sebagai
kumpulan firman-firman yang auntentik dari Allah. Doktrin ini menempatkan
kitab suci sebagai sumber utama ajran islam dan menjadi pedoman hidup bagi
umat muslim didunia ini. Kitab suci berisi tentang tauhid, akidah, muamalah
serta termasuk hukum yang berlaku sepanjang masa. Hanya saja dalam
menjabarkan setiap ulama kadang berbeda
Fenomena nasikh yang keberadaannya diakui oleh ulama, merupakan
bukti besar bahwa ada dialetika hubungan antara wahyu dan realitas. Banyak
ditemukan realitas kehidupan pada saat ini yang sangat tidak sama dengan
realitas kehidupan pada saat wahyu (Al-Quran) diturunkan. Hukum-hukum
yang tidak sama dengan kehidupan pada saat ini kemudian dinasikh dengan
hukum-hukum lain yang ada dalam Al-Quran yang sesuai dengan fenomena
kehidupan. Lalu bagaimana dengan hukum yang terdahulu (mansukh)?
Persoalan tersebut yang menimbulkan pertanyaan tentang nasikh-mansukh
untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kami sebagai penulis akan
menyajikan makalah tentang nasikh-mansukh sebagai bentuk pemenuhan
pembelajaran dan diskusi bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Nasikh-Mansukh?
2. Apakah dasar adanya Nasikh-Mansukh?
3. Apakah syarat-syarat Naskh dan ruang lingkupnya?
4. Apakah macam-macam Nasikh-Mansukh dalam Al Quran?
5. Apakah perbedaan pandangan ulama terhadap Nasikh-Mansukh?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Nasikh-Mansukh
2. Untuk mengetahui dasar adanya Nasikh-Mansukh
3. Untuk mengetahui syarat-syarat Naskh dan ruang lingkupnya
4. Untuk mengetahui macam-macam Nasikh-Mansukh dalam Al Quran
5. Untuk mengetahui perbedaan pandangan ulama terhadap Nasikh-Mansukh
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh-Mansukh
Secara etimologi, Nasikh mempunyai beberapa pengertian, yaitu
antara lain : penghilangan (izalah), penggantian (tabdil), pengubahan (tahwil), dan
pemindahan (naql). Sesuatu yang menghilangkan, menggantikan, mengubah, dan
memindahkan disebut nasikh, sedangkan sesuatu yang telah dihilangkan,
digantikan, diubah, dan dipindahkan disebut mansukh.
Pegertian naskh secara izalah (menghilangkan), misalnya, : matahari
menghilangkan baying-bayang, dan angin mengghapuskan jejak perjalanan. Kata
naskh juga dipergunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Misalnya artinya saya memindahkan (menyalin) apa yang ada
dalam buku.
Dan secara terminologi para ulama mendefinisikan naskh, dengan
readaksi yang sedikit berbeda, bahwa kata ini telah melewati berbagai
perkembangan sehingga sampai menjadi arti khusus yang sekarang ini. Tetapi
masih dalam pengertian yang sama untuk naskh-mansukh. Jadi secara terminologi
naskh artinya menghapuskan hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang lain. 1
Dengan demikian disebut naskh (menghapus) karena menghapus dan
menggantikan hukum yang awal turun, sedangkan hukum yang pertama disebut
sebagai al mansukh (yang terhapus). Sementara itu penghapusan hukum tersebut
dinamakan al naskh. Jadi, ketentuan yang datangnya kemudian menghapus
ketentuan atau hukum yang datang sebelumnya. Hal ini dikarenakan yang terakhir
dipandang lebih luasa dan lebih sesuai. Akan tetapi ketentuan tersebut juga harus
melalui prosedur persyaratan dari naskh dan mansukh.

1
Manna Khalil Al-Qattan, Studi ilmu-Ilmu Al Quran (Jakarta:Pustaka Litera Antar Nusa,2004), hlm.326
B. Dasar-dasar adanya Nasikh-Mansukh
Ayat yang menjadi dasar adanya Nasikh yaitu dalam surah Al-
Baqarah :106 yang berarti :
“ayat mana saja yang Kami naskh kan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya, atau yang sebanding
dengannya.”
Akan tetapi manna’Al-Qathtan menetapkan tiga dasar unsur untuk
menegaskan bahwa suatu ayat dikatakan nasikh (menghapus) ayat lain
mansukh (dihapus). Ketiga unsur itu adalah :
1. Melalui pentrasmisian yang jelas (annaql al-sharih) dari nabi atau
sahabatnya
2. Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh
3. Melalui studi sejarah, mana yang duluan turun, sehingga disebut mansukh.

C. Syarat- syarat naskh


1) Syarat syarat naskh yaitu:
a. Hukum yang dimansukh adalah hukum syara’.
b. Dalam penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang
lebih kemudian dari khotibyang hukumnya mansukh.
c. Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu
tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan
berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakan naskh
d. Harus diketahui secara meyakinkan peruntutan-turunnya ayat-ayat
tersebut, sehngga yang lebih dahulu detetapkan sebagai mansukh, dan
yang kemudian sebagai nasikh.2
2) Ruang lingkup naskh
Imam Suyuthi mengatakan, naskh tidak dapat terjadi kecuali
menyangkut perintah atau larangan, baik yang diungkap dengan redaksi
sharih (tegas) atau tidak tegas; yang diungkapkan dalam kalimat khabar

2
Manna Khalil Al-Qattan, Studi ilmu-Ilmu Al Quran (Jakarta:Pustaka Litera Antar Nusa,2004), hlm.327
(berita), maka bermakna amr (perintah), atau yang bermakna nahy
(larangan).
Jika persoalan tersebut di atas tidak berhubungan dengan persoalan akidah,
baik mengenai Dzat Allah dan sifat-sifat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya,
hari kiamat, janji dan ancaman; dan tidak bertentangan dengan etika dan akhlaq,
serta ibadah dan mua’malah. Hal ini karena semua syariat illahi tidak lepas dari
pokok-pokok tersebut. Sengkan dalam masalah pokok (ushul) semua syariat
aadalah sama.

D. Macam-macam nasikh dan mansukh dalam Al-Quran


1. Macam –macam surat dari segi yang mengandung ayat ayat nasikh dan
mansukh
Ibnu Jauzi dan para ahli tafsir lainnya mengatakan , surat –surat
dalam Al-Qur’an yang mengandung ayat-ayat nasikh dan mansukh
dibagi sebagai berikut:
 Surat surat dalam Al-Quran yang megandung ayat ayat
nasikh dan mansukh ada 25 surat saja, yaitu: al-Baqara,
Ali’imran, al-Nisa, al-Maidah, al-Anfal, al-Taubah,
Ibarhim, al-Nahl, Maryam, al-Anbiya’, al-Hajj, al-Nur, al-
Furqan, al-Syu’ara, al-Ahzab, Saba’, al-Muk’min, al-Syura
, al-Dzariyat, al-Thur, al-Waqi’ah, al-Mujadillah, al-
muzammil, al-Takwir, dan al-‘Ashr.
 Surat-surat dalam al-Qur’an yang mengandung ayat-ayat
mansukh dan tidak mengandng ayat-ayat nasikh ada ada 40
surat.
 Surat-surat yang hanya mengandung ayat-ayat nasikh tanpa
mengandung ayat-ayat mansukh tedapat 6 surat.
 Surat-surat yang benar-benar daari ayat ayat nasikh dan
mansukh terdapat 43 surat.
2. Macam- macam dari nasakh dari segi hukum dan tilawahnya
Macam –macam nasakh dri segi hukum dan tilawahnya dalam al-Qur’an
ada 3 macam, yaitu:
a) Nasakh tilawah (menghapus bacaan ) dan juga hukumnya.
Seperti penghapusan ayat yang mengharamkan nikah dengan saudara
sepersusuan dengan 10 kali susuhan yang di nasakh dengan 5 kali
susuan. Sebagaimana yang disampaikan Aisyah r.a, ia berkata,
“Adalah termasuk (ayat al – Qur’an) yang diturunkan (yaitu ayat
yang menerangkan) 10 kali susunan yang diketahui yang diketahui itu
menjadikan muhrim, keudian di-nasakh dengan 5 kali. Setela itu
Rasulullah meninggal.”
b) Nasakh hukum sedangkan tilawahnya tetap.
Contoh: Tentang masa ‘iddah selama 1 tahun sedang tilawahnya masih
ada dalam al-Qur’an yaitu,
“Dan orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dan
meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, yaitu
diberi nafkah hingga setahun lamanya denga tidak disuruh pindah
(sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang
meninggal ) membiarkan mereka berbuat ma’ruf terhadap diri
mereka, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ” (QS. AL-
Baqarah: 240)
Ayat ini di nasakh dengan ayat al-Baqarah: 234 menjadi 4 bulan 10
hari,
“Orang-orang yang meninggal diantaramu denga meninggalkan istri-
istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah)
empat bulan sepuluh hari. Kemudian telah habis masa ‘iddahnya,
maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarka mereka berbuat
terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa
yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah: 234)
c) Nasakh tilawah sedangkan hukumnya tetap
Contoh dalam hal ini adalah berkenan tentang ayat rajam.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Umar bin Khatabdan Ubay
bin Ka’b yang berkata, termasuk dari ayat al-Qur’an yang
diturunkan adalah,
“Orang tua laki-laki dan perempuan apabila keduanya berzina,
maka rajamlah keduanya itu dengan pasti sebagai siksaaan dari
Allah SWT, dan Allah Maha Kuasa dan Maha Bijaksana” (HR.
Bukhari)

3. Macam-macam Nasakh Ditinjau dari segi Badal


Adapun macam-macam nasakh ditinjau dari segi badal (denga adanya
pengganti atau tidak adanya pengganti ) dibagi menjadi berikut:
a. Nasakh tanpa badal (pengganti). Contoh penghapusan bersedekah
sebelum berbicara kepada Rasulullah, sebagaimana
diperintahkannyadalam surat al-Mujadilah: 12,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan
pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan
sedekah sebelum pembicaraan itu. Yang demikian adalah lebih baik
bagimu dan lebih bersih. Jika kamu tiada memperoleh (yang akan
disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. ” (QS. Al-Mujadilah: 12).
Ayat di atas , di-nasakh dengan surat al-Mujadilah: 13,
“apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberi
sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul,. Maka jika kamu
tiada memperbuatnya dan Allah telah memberimu taubat
kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah
kepada Allahdan Rasul-Nya, dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 13).
b. Nasakh dengan badal mumatsil (sebanding); menghapus hukum yang
sebelumnya dengan mengganti hukum yang seimbang. Contohnya me-
nasakh ketentuan menghadap Baitul Maqdis dengan mengganti
ketentuan menghadap Kiblat ke Ka’bah dalam shalat. Allah berfirman;
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat
yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke Masjid al-Haram.”
(QS.Al-Baqarrah: 144).
c. Naskh dengan badal akhaf (lebih ringan). Contohnya puasa masa
dahulu, dalam Surat al-Baqarah: 183 (ayat Puasa), dinasakh dengan
ayat al-Baqarah: 187;
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bercampur denga
isteri-isteri kamu” (QS. Al Baqarah: 187).
d. Nasakh dengan badal atsqal (lebih berat). Contohnya, menghapus
hukuman penahanan di rumah pada istri-istri yang menyeleweng
dengan diganti dengan hukuman dera. Allah berfirman yang memiliki
arti:
“Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji (zina sesame
jenis atau jenis lain), hendaklah ada empat orang saksi diantara
kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah
memberi persaksian, maka kurungkanlah mereka (wanita-
wanita itu ) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau
sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.” (QS. Al-Nisa :
15).
Ayat ini di-naskh dengan al-Nur: 2,
“perempuan yang berzina dengan laki-laki yang berzina , maka
deralah tiap-tiap seseorang dari keduanya seratus kali dera,
dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menajalankan ) agama Allah , jika kamu beriman kepada
Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksannan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang yang beriman.”
(QS. Al-Nur: 2).
Hikmah nasikh dan mansukh
Diantara hikmah-hikmah nasakh adalah:
1. Menunjukan bahwa syariat isal yang diajarkan Rasulullah
adalah syariat yang paling sempurna, yang telah menghapus
syariat-syariat agama sebelumnya. Karena syariat islam telah
mencakup ajaran-ajaran sebelumnya.
2. Untuk kemaslahatan umat islam.
3. Untuk menguji umat Islam dengan perubahan hukum, apakah
dengan perubahan ini mereka masih taat atau sebaliknya.

Ayat ayat Nasikh dan Mansukh


Mansukh Nasikh Masalah

1 Al-Baqarah: 155 Al-Baqarah: 144 Kiblat Shalat


2 Al-Baqarah: 178 Al-Baqarah: 45 dan Al- Qishash dan hukum
Isra’ : 33 Pembebasan
3 Al-Baqarah: 183 Al-Baqarah: 187 Puasa Ramadhan
4 Al-Baqarah: 184 Al-Baqarah: 185 Fidya atau menebus
puasa
5 Al-Baqarah: 191 Al-baqarah: 91 Membunuh musuh di
Masjidil Haram
6 Al-Baqarah: 217 Al-Taubah : 5 dan 36 Berperang di jalan Allah
pada bulan suci
7 Al-Baqarah: 240 Al-Baqarah : 234 ‘Iddah janda (ditinggal
mati suami)
8 Ali-‘Imran: 102 Al-Taghabun: 16 Taqwa kepada Allah
9 Al-Nisa’: 8 Al-Nisa’: 11 Bagian warisan
10 Al-Nisa’: 15-16 Al-Nur: 2 Hukum berzina (laki-laki
/ perempuan)
11 Al-Nisa’: 88 Al-Nisa’: 89 dan Al- Jihad memerangi orang
Taubah: 5 kafir
12 Al-Maidah: 106 Al-Thalaq: 2 Saksi
13 Al-Anfal: 65 Al-Anfal: 66 Memerangi orang kafir
14 Al-Taubah: 39 Al-Taubah: 122 Beperang dengan orang
kafir
15 Al-Nur: 3 Al-Nur: 32 Perkawinan di antara
pelaku zina
16 Al-Nur: 4 Al-Nur: 6 Menuduh perempuan
berzina tanpa saksi
17 Al-Nur: 58 Al-Nur: 59 Izin anak masuk kamar
orang tua
18 Al-Ahzab: 52 Al-Ahzab: 50 Istri-istri Nabi
Muhammad SAW
19 Al-Mujadilah: 12 Al-Mujadilah: 13 Bersedekah pada
Rasulullah sebelum
mengadakan
pembicaraan
20 Al-Mumtahana: 11 Al-Taubah: 1 Memberikan harta
rampasan pada orang
kafir untuk mengawini
istrinya
21 Al-Muzzammil: 1,2 Al-Muzzammil: 20 Shalat malam

E. Perbedaan pendapat para ulama


Dari segi bahasanya, ada kesepakatan ulama mengenai makna nasakh,
khususnya yang terdapat pada ayat tersebut. Para penulis ulum al-qur’an
biaasanya menurunkan nasakh dalam beberapa makna. Ia bisa berarti izalah yang
bila diterjemahkan menjadi “penghilangan”.
Perbedaan yang mengundang pro dan kontra dikalangan ulama terjadi
ketika mereka memasuki pembahasan kata “ayat” yang terdapat pada surat al
Baqarah ayat 106. Hasbi As Shiddieqi menurunkan beberapa nama yang
menafsirkan ayat dengan mukjizat diantaranya Syekh Muhammad Abduh (1325
H) dan Abu Muslim Al-Ashfahaniy (322 H). kelompok lainnya yang menjadi
mazhab mayoritas ulama, tidak mengartikan ayat dengan pengertian lain. Mereka
tidak mengartikan kata ayat, kecuali dengan kata ayat itu sendiri. Dengan
demikian bila surat Al-Baqarah ayat 106, diatas diterjemahkan oleh pengikut
Abduh dan Ashfahaniy, kalimatnya menjadi :“kami (allah) tidak mengganti suatu
mukjizat atau kami menghilangkannya, melainkan kami datangkan dengan yang
lebih baik dari padanya atau yang sepadan dengannya”. Menurut kubu ini yang di-
nasakh oleh allah adalah mukjizat, bukan ayat al-qur’an, baik bacaan atau
hukumnya, apalagi keduanya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Penulis telah memberikan penjabaran mengenai “Nasikh-Mansukh”.
Namun tidak menutup kemungkinan, banyak persoalan seputar terma yang
diangkat yang belum tuntas, sehingga perlu peninjauan kembali dari teman-
teman, dan lebih khusus dosen pengampu untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun, demi perbaikan makalah ini, dan semoga menjadi
bermanfaat khususnya bagi adek kelas dan bagi kita semua.

Anda mungkin juga menyukai