Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU

MAKALAH
EPISTIMOLOGI DALAM FILSAFAT

Disusun Oleh :
Miftahul Fatah Risalati [206141003]
Naafilatujjihaan [206141012]

FAKULTAS ADAB DAN BAHASA


PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2020/2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan
kesehatan kepada kita sekalian, hanya kepada-Nya kita berlindung dan meminta
pertolongan.
Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Uswatun Hasanah kita Nabi
besar Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya sepanjang
masa.
Telah terselesaikannya tugas makalah kami pada mata kuliah ‘Filsafat Ilmu’,
maka kami ucapkan banyak terima kasih kepada rekan kelompok yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Kami menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penyelesaian tugas ini.
Oleh sebab itu, kami memohon maaf, serta mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca dan khususnya dosen pembimbing mata kuliah, guna
menjadi acuan kami untuk menyelesaikan tugas dengan lebih baik kedepannya

Surakarta, 17 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi
B. Objek Dan Tujuan Epistemologi
C. Landasan Epistemologi
D. Manfaat Teoritis Epistemologi
E. Pengaruh Epistemologi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembahasan filsafat ilmu, pastilah kita akan menjumpai istilah


‘Epistemologi’. Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai
sub sistem dari filsafat. Sistem filsafat disamping meliputi epistemologi,
juga ontologi dan aksiologi. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu
membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek
yang ingin dipikirkan. Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa
yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Sedangkan aksiologi adalah
teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan maupun
fungsi dari objek yang dipikirkan itu. Oleh karena itu, ketiga sub sistem ini
biasanya disebutkan secara berurutan, mulai dari ontologi, epistemologi,
kemudian aksiologi. Dengan gambaran senderhana dapat dikatakan, ada
sesuatu yang dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannnya
(epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu
manfaat atau kegunaan (aksiologi).
Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-
batas dan metode, dan kesahihan pengetahuan. sehingga dalam kesempatan
kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sumber-sumber
epistemologi. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran.
Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari
dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk
mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu
memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk
mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran  yang bersifat
semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa
diukur dengan cara-cara ilmiah.
B. Rumusan masalah

1. Pengertian epistemologi
2. Mencakup apa saja objek dan tujuan epistemologi?
3. Landasan epistemologi
4. Manfaat dari epistemologi secara teoritis.
5. Bagaimana pengaruh dari epistemologi?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi

Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan ( theory of


knowledge). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani
episteme, yang artinya pengetahuan, dan logos yang artinya ilmu atau teori.
Jadi, epistemologi dapat di definisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan sahnya (validitas)
pengetahuan.
Menurut Conny Semiawan, dalam buku A. Susanto, epistemologi
adalah cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis
sekitar teori pengetahuan. Epistemologi memfokuskan pada makna
pengetahuan yang dihubungkan dengan konsep, sumber dan kriteria
pengetahuan, jenis pengetahuan, dan sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi daripada
epistemologi adalah Jujun, S. Suriasumantri, menurut beliau epistemologi
ialah membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan; yang dalam kegiatan
keilmuan yang disebut dengan metode ilmiah.
D.W. Hamlyin mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang
filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengandaian-pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya
sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Secara sistematis, Harold H. Titus mengklasifikasikan 3 persoalan
pokok dalam bidang epistemologi antara lain :
1) Apakah sumber-sumber pengetahuan itu ? Dari manakah
pengetahuan yang benar itu datang dan bagaimana cara mengetahuinya ?
2) Apakah watak pengetahuan itu? Apakah ada dunia yang benar-benar
diluar fikiran manusia, dan kalau ada, apakah manusia dapat
mengetahuinya ? Ini adalah persoalan tentang apa yang kelihatan versus
hakikatnya (reality).
3) Apakah pengetahuan itu benar (valid) ? Bagaimana membedakan
yang benar dan yang salah ? Ini adalah soal tentang mengkaji
kebenaran/verifikasi.
Dengan demikian jelaslah bahwa epistemologi bersangkutan dengan
masalah-masalah yang meliputi : a) filsafat, sebagai induk dari segala ilmu
yang berusaha mencari hakikat dan kebenaran pengetahuan, b) metode, yang
bertujuan mengantar manusia memperoleh pengetahuan, dan c) sistem, yang
bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan berbeda dengan ilmu-ilmu dan berbeda dari sudut
pandang sistematisnya serta cara memperolehnya. Perbedaan itu
menyangkut pengetahuan yang pra ilmiah/pengetahuan biasa, sedangkan
pengetahuan ilmiah dengan ilmu tidak mempunyai perbedaan yang berarti.

B. Objek Dan Tujuan Epistemologi

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman


objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu
bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama
dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran sedangkan tujuan hampir sama
dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi antara objek dan tujuan memiliki
hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan
tercapainya tujuan.
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang
untuk pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek
epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasumantri berupa “ segenap proses
yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses
untuk memperoleh pengetahuan inilah yang mejadi sasaran teori
pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan,
sebab sasaran itu merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam
mewujudkan tujan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir,
sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama
sekali.
Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut?
Jacques Martain mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang
utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk
menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”, hal ini
menunjukkan, bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi yang
menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah hal lebih penting
dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam
dinamika pengetuhuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran
seseorang bahwa jangan sampai kita puas dengan sekedar memperoleh
pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh
pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap
pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap
dinamis.

C. Landasan Epistemologi

Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang


dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah
merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat
metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-
syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan
bisa disebut ilmu yakni tercantum dalam metode ilmiah.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi
ilmu pengetahuan sangat bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian
metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan
fakta secara integratif. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui
akal, dan mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan,
diantaranya adalah:
1. Metode induktif
Induksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan
pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu
pernyataan yang lebih umum. Menurut David Hume (1711-1716),
pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapa pun besar
jumlahnya, secara logis tak dapat menghasilkan suatu pernyataan
umum yang tak terbatas.
2. Metode Deduktif
Deduksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan bahwa
data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya
perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3. Metode Positivis
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode
ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang
positif. Ia menyampaikan segala uraian atau persoalan di luar yang
ada sebagai fakta.
Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung
dalam tiga tahap yaitu teologis, metofisis, dan positif.
4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal
manusia untuk memperoleh pengetahuan sehingga objek yang
dihasilkan pun berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu
kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
5. Metode Dialektis
Merupakan metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat.

D. Manfaat Teoritis Epistemologi

1.      Menangkap Substansi Ilmu


a. Menemukan ekslempar-ekslempar dalam suatu ilmu
Ekslempar bisa berupa kebiasaan-kebiasaan nyata,
keputusan-keputusan hukum yang diterima, hasil-hasil nyata
perkembangan ilmu pengetahuan serta hasil-hasil penemuan ilmu
pengetahuan yang diterima secara umum. Sebagai contoh, kedua
hasil karya Durkheim, Suicide dan The Rule of Socieological
Methode yang mendapat pengakuan dan diterima secara umum
dikalangan ilmuwan social sehingga menempati kedudukan sebagi
ekslemplar dalam paradigma sosiologi, yakni paradigma fakta
social dan paradigma definisi social. Begitu pula karya Weber
tentang Social Action yang menjaadi ekslemplar bagi kedua
paradigma di atas.
Sudah barang tentu, dalam ilmu-ilmu lain akan banyak
dijumpai ekslemplar-ekslemplar semacam ini. Penelitian yang
serius akan dapat menemukan penemuan-penemuan baru yang
nyata (ekslemplar) dealam suatu bidang ilmu yang di dalamnya
mencetuskan paradigma tertentu. Dari ekslemplar inilah nantinya
suatu tawaran paradigma akan mudah dikenali.
b.      Mencari paradigma dalam ekslemplar-ekslemplar
      Bila ingin menggunakan sosiologi pengetahuan dalam
meneropong ilmu-ilmu keislaman, seseorang harus mencermati
paradigma-paradigma yang pernah muncul dalam setiap ilmu.
Setelah paradigma-paradigma yang ada dalam suatu ilmu
ditemukan, maka ia dapat melakukan identifikasi atas teori-teori
yang bernaung dalam salah satu dari paradigma-paradigma yang
ada.
c.       Mengidentifikasi teori-teori dalam suatu paradigma
      Secara bahasa adalah sekumpulan ide yang telah dibuktikan
secara semestinya dan dipergunakan untuk menjelaskan suatu
fakta atau peristiwa. Dalam pandangan filsafat ilmu kontemporer,
teori adalah sebuah system praanggapan-praanggapan yang
memandu jalanya penelitian keilmuan. Praanggapan-praanggapan
dalam dunia ilmu tidak bisa dikatakan kebal dari perubahan. Oleh
karena itu, praanggapan-praanggapan harus selalu diklarifikasi
melalui research yang tidak pernah berhenti. Hal itu demikian
penting, karena darah ilmu dewasa ini adalah research yang terus-
menerus (continuing research), bukannya hasil akhir yang baku.
2. Mengembangkan paradigma
a.      Menelusuri kaitan antara paradigma dengan konteks sosio
historinya
      Paradigma yang muncul dalam setiap pengetahuan pasti
terkait dengan kondisi dan situasi social pada waktu dan tempat
tertentu. Kebenaran yang dicapai pada tempat dan zaman tertentu
hanya merupakan kebenaran yang temporer dan lokasional. Ia
hanyalah kebenaran yang dihasilkan dari suatu perspektif saja.
Untuk mendapatkan kebenaran yang lebih tinggi dari itu, maka
harus dilakukan dialog antara berbagai perspektif, sehingga
tercapai kebenaran consensus atau kebenaran intersubjektif.
b.      Mencari paradigma baru berdasarkan analisis persoalan sosio-
historis kontemporer
      Mencari kemungkinan paradigma baru berdasarkan
analisis persoalan sosio-historis kontemporer merupakan
pekerjaan yang tidak mudah. Seorang peneliti harus memiliki
kemampuan memahami persoalan-persoalan social
kemasyarakatan secara tepat. Di samping itu, ia juga harus
memiliki kemampuan akademik yang mumpuni dalam suatu
bidang ilmu yang ditekuninya, sehingga ia bisa mengetahui
kelemahan-kelemahan paradigma yang telah ada sebelumnya dan
mencarikan paradigma baru yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat. Untuk dapat menemukan paradigma baru yang
relevan dengan tuntutan realitas masyarakat, seseorang harus
memiliki paling tidak dua kemampuan sekaligus yakni
kemampuan analisis social dan kemampuan akademik yang tinggi
atas ilmu yang menjadi spesialisasinya.
c.       Mencari teori-teori baru dalam paradigma baru
     Mencari kemungkinan teori-teori baru yang bernaung
dalam paradigma baru merupakan tugas yang harus dilakukan bagi
para pengkaji sosiologi pengetahuan dalam ilmu keislaman. Hal
ini terjadi karena paradigm baru ilmu-ilmu keislaman merupakan
persoalan tersendiri yang tidak mudah diselesaikan. Sementara
paradigma baru masih dicari, tugas mencari teori-teori baru juga
tidak bisa ditunda lagi.

E. Pengaruh Epistemologi
Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas
menganalisis secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan harus berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu
pengetahuan ditentang atau disempurnakan oleh temuan ilmu pengetahuan
yang kemudian.
Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-
konsep atau teori-teori yang ada. Penguasaan epistemologi, terutama cara-
cara memperoleh pengetahuan sangat membantu seseorang dalam
melakuakan koreksi kritis terhadap bangunan pemikiran yang diajukan
orang lain maupun dirinya sendirinya. Sehingga perkembangan ilmu
pengetahuan relatif mudah dicapai, bila para ilmuwan memperkuat
penguasaannya.
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia.
Suatu peradaban sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya.
Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi.
Epistemologi menjadi modal dasar dan alat strategis dalam merekayasa
pegembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi meskipun
teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh ternyata
teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.

BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Disimpulkan bahwa epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat


yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan,
struktur, metode, dan validitas pengetahuan.  
Epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara kritis
prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus
berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu pengetahuan ditentang
atau disempurnakan oleh temuan ilmu pengetahuan yang kemudian.
Manfaat dari teoritis-epistemologi pun sangat banyak di antaranya,
menangkap subtansi ilmu dan mengembangkan paradigma. Maka dari itu lah
pengetahuan mengenai epitemologi ini sangat diperlukan untuk dipelajari,
terutama untuk mengetahui apa hakikat dari pengetahuan itu sendiri.
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia.
Suatu peradaban sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya.
Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi.
Epistemologi menjadi modal dasar dan alat strategis dalam merekayasa
pegembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi meskipun
teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh ternyata
teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak terdapat


kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan adanya
saran atau kritik yang membangun guna untuk kemajuan makalah ini
menjadi lebih baik.
Semoga makalah sederhana ini dapat membantu para pembaca untuk
menambah wawasan dan dalam hal mengetahui kebenaran mengenai apa itu
hakikat pengetahuan dari tangan para filsuf melalui media filsafat ilmu ini.

C. Daftar Pustaka

Jalaluddin dan Idi, Abdullah. (2007). Filsafat Pendidikan. Yogjakarta: Ar-


Ruzz Media.
Muslih, Mohammad. (2005). Filsafat Umum, dalam Pemahaman Praktis.
Yokyakarta: Belukar.
George, Ritzer. (2003). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,
terj. Alimandan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Qomar, Mujammil. (2005). Epistemologi Pendidikan Islam: dari metode
Rasional Hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai