01 Mei 2018
Halaman 49 – 56
https://doi.org/10.30996/parafrase.v18i01.1382
This study discusses the analysis of deixis eksofora and endofora in the Jawa Pos Opinion column,
March 29, 2017 edition. Researcher used qualitative methods with the object of research entitled
Surrender or Cheating Type by Azrul Ananda. This study uses data documentation collection
techniques in the network accessed on April 19, 2017 through Jawa Pos Online page. Data analysis
technique used consists of four stages, including data collection phase, data reduction phase, data
presentation phase, and conclusion withdrawal phase. The results show that Azrul Ananda in
March 29, 2017 edition Opini column exploits the ecotoxid deixis persona, time, and space. The
author Azrul Ananda also used the deoption of anaphoric endofora persona or not persona, but did
not use the deoption endofora katafora persona or not persona.
sebagai latar belakang pengetahuan yang yakni deiksis ruang yang berupa leksem
diasumsikan sama-sama dimiliki dan demonstratif meliputi kata ini dan itu, dan
dipahami bersama oleh mitrat tutur atas deiksis ruang yang berupa lokatif meliputi
apa yang dimaksud oleh si penutur di kata sini, sana, dan situ.
dalam keseluruhan proses bertutur. Lebih lanjut Purwo dalam Noberty
Pernyataan Rahardi tersebut menjelaskan bahwa leksem yang termasuk
menandakan bahwa konteks tuturan ke dalam deiksis waktu, antara lain (1) )
memiliki arti penting dalam situasi Minggu (yang) lalu, (hari) Kamis (yang) lalu,
komunikasi antara penutur dan mitra tutur. bulan (yang) lalu, bulan April (yang) lalu,
Konteks tuturan tersebut ditandai dengan tahun 1951 (yang lalu), minggu ini, (hari)
kesamaan pemahaman antara kedua pihak, Kamis ini, bulan ini, (bulan) April ini, tahun
sehingga terjalin hubungan komunikasi ini, (tahun) 1983 ini, kemarin dulu, kemarin,
saling timbal-balik. sekarang, besok, luas, dulu, tadi, nanti, kelak.
Menurut Purwo dalam Noberty Purwo dalam Noberty (2016:23)
(2016:7), bahwa sebuah kata dikatakan menyebutkan salah satu akibat dari
bersifat deiksis apabila referennya penyusunan kontituen-konstituen bahasa
berpindah-pindah atau berganti-ganti, secara linear adalah kemungkinan adanya
bergantung pada saat dan tempat kontituen tertentu yang sudah disebutkan
dituturkannya kata itu. sebelumnya disebut ulang pada penyebutan
Pernyataan tersebut menandakan selanjutnya, entah itu dengan bentuk
bahwa deiksis merupakan kata dengan pronominal entah tidak kedua kontituen itu
acuan yang berganti-ganti berdasarkan karena kesamaannya lazim dikatakan
konteks tuturan. Oleh karena itu, acuan sebagai dua konstituen yang berkorelasi.
dalam deiksis tidak selalu sama. Acuan Kekorelasian semacam ini, dan yang
bersifat kontekstual bergantung pada situasi pronomina biasa disebut anafora.
tuturan tersebut. Lebih lanjut Purwo dalam Noberty
Menurut Purwo dalam Noberty (2016) menjelaskan bahwa suatu leksem mengacu
deiksis terdiri atas dua jenis, yaitu deiksis pada konstituen di sebelah kanannya
luar-tuturan (eksofora) dan deiksis dalam- disebut katafora. Hal yang diacu tersebut
tuturan (endofora). Deiksis luar-tuturan baik di sebelah kiri maupun sebelah kanan
memiliki tiga bagian penting, yaitu deiksis dinamakan titik tolak. Titik tolak bisa
persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. berupa kata, frasa, kalimat, atau wacana,
Lebih lanjut Purwo dalam Noberty berupa unsur dalam bahasa.
(2016) mengatakan bahwa deiksis persona
dibedakan atas deiksis persona pertama, Berdasarkan uraian teori di atas dapat
deiksis persona kedua, dan deiksis persona diaplikasikan pada objek pembahasan
ketiga. Deiksis persona pertama dapat dalam bahasa teks.Yakni pada kolom opini
dikatakan sebagai rujukan pembicara Jawa Pos edisi 29 Maret 2017.
kepada dirinya sendiri. Deiksis persona
kedua dapat dikatakan sebagai rujukan 1. Deiksis Eksofora
pembicara kepada pendengar. Deiksis Jenis deiksis yang ditemukan dalam
persona ketiga dapat dikatakan sebagai kolom opini Jawa Pos edisi 29 Maret 2017
rujukan pembicara kepada orang yang adalah deiksis eksofora dan deiksis
tidak berperan sebagai pembicara dan endofora. Deiksis eksofora terdiri atas
lawan bicara. deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis
Menurut Purwo dalam Noberty (2016) waktu. Deiksis pertama yang ditemukan
deiksis ruang dibedakan menjadi dua jenis,
adalah deiksis persona yang dapat dilihat Kalimat tersebut mengandung deiksis
pada kutipan berikut. eksofora persona pertama jamak. Hal
tersebut ditandai dengan kata “kami”.
(1) “Anda tipe gampang menyerah? Penggunaan kata tersebut menandakan
Atau tipe yang suka menyiasati bahwa sudut pandang yang diambil adalah
keadaan (dalam artian curang)? sudut pandang seorang penutur, dalam hal
Kalau jawabannya iya, ini penulis kolom Opini. Karena itu, kata
bagaimana?” “kami” termasuk ke dalam deiksis persona
pertama. Penggunaan kata tersebut juga
Kalimat di atas termasuk ke dalam menandakan bahwa orang yang
deiksis eksofora persona kedua tunggal. memaparkan pendapat mewakili orang
Hal tersebut dapat diamati dalam banyak. Karena itu, kata “kami” bersifat
penggunaan kata “Anda”. Kata tersebut jamak.
mengacu kepada satu orang yang diajak Deiksis eksofora lain yang ditemukan
berbicara. Konteks dalam tuturan ini adalah deiksis ruang, yang dapat dibaca
adalah konteks tulisan. Karena itu, orang pada kutipan berikut.
yang diajak berbicara adalah pembaca.
Kata “Anda” merujuk pada para pembaca. (4) “Semua mendaftar untuk ikut
Kata tersebut termasuk ke dalam deiksis ‘sengsara’, merasakan beratnya
karena keberagaman orang yang membaca tanjakan menuju Wonokitriitu.”
kolom opini edisi 29 Maret 2017.Deiksis
persona lainnya ditemukan dalam kalimat Kalimat tersebut termasuk ke dalam
berikut. deiksis eksofora ruang demonstratif.
Deiksis eksofora ruang ditandai dengan
(2) “Melihat itu semua, kata “itu” yang merujuk pada tempat, yaitu
saya hanya bisa geleng- kata tanjakan.Deiksis eksofora ruang lain
geleng kepala.” juga ditemukan pada kutipan berikut.
LAMPIRAN 1
Ada lagi yang tidak punya akses terhadap memilih jalan pintas –yang sering tidak
mobil atau motor pendamping, lalu terhormat– daripada bersusah-susah payah?
memutuskan mencari cara lain. Yaitu: Melobi Bagi mereka-mereka itu, sayahanya bisa
motor-motor penduduk untuk mau membantu berdoa dan berharap.Semoga hati mereka
mereka naik ke puncak. Alias ngojek.Teman dibuka, diberi kekuatan, supaya terpacu untuk
saya yang tinggal di kawasan itu bilang, Sabtu berlatih dengan sungguh-sungguh.Supaya kelak
itu ojek laku keras. tidak harus curang, tidak harus mencari jalan
Melihat itu semua, saya hanya bisa geleng- pintas.
geleng kepala. Mau kuat?Ya latihan.Saya dulu juga
Panitia sudah menyediakan banyak truk tertatih-tatih kok kali pertama menanjak
dan pikap untuk mengevakuasi peserta-peserta Bromo.Harus berhenti belasan kali sebelum
yang melewati time limit. Tapi, banyak yang benar-benar sampai ke atas.Tapi, waktu itu
tetap memilih pakai ojek atau bantuan pihak tidak mau menyerah.Harus bisa finis dengan
lain. kekuatan sendiri.
Jangan-jangan, mereka malu kalau Saya tidak finis juga pernah saat
diangkut pakai mobil resmi.Dan merasa lebih latihan.Dan itu tidak apa-apa.Karena kaki
gagah atau bergengsi kalau menggunakan cara- sudah kram tidak mungkin dipaksakan lagi.
cara ’’alternatif’’ tersebut. Saya juga berdoa dan berharap supaya
Dan di berbagai cycling event di event seperti Bromo 100 Km itu bisa menjadi
Indonesia, trik-trik itu sudah sangat lazim. pelajaran untuk tidak menjadi cyclist yang
Pernah waktu di kawasan Jogjakarta, ada ’’manja’’.Yang ke mana-mana minta dikawal,
peserta dari Jawa Tengah yang sengaja tidak membawa mobil pendamping.
ikut start dengan peserta lain. Mereka memilih Ikut event-event serupa di luar negeri,
naik mobil dulu sampai kaki tanjakan, lalu baru sepeda-sepedanya tidak seheboh atau semahal
memulai bersepeda ketika rombongan sudah di Indonesia.Tapi, pesertanya mandiri-mandiri,
sampai di sana. bisa mengganti ban sendiri atau menyelesaikan
Hadeh-hadeh… Lha gitu itu maksudnya masalah sendiri.
apa? Semoga kelak di Indonesia juga sama.
Ulah-ulah orang-orang itu benar-benar Karena itu cerminan masyarakatnya juga.Yang
bikin geleng-geleng kepala, dan bahkan tangguh-tangguh, tidak manja-manja.Yang
menggelikan. tidak mencoba mengakali situasi.
Mereka orang dewasa.Kebanyakan Selamat berlatih.Sampai jumpa di event
berpendidikan.Banyak yang tergolong berikutnya.Dan semoga di event berikutnya itu
mampu.Tapi tetap memilih cara-cara seperti itu. semua semakin kuat. Semangat! (*)
Dan kalau dipikir-pikir, bukankah itu
cerminan banyak masyarakat Indonesia?Yang