Anda di halaman 1dari 12

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akademik


Mata Kuliah Ilmu Lughah Al-Ijtima’i
Dosen Pengampu: Syaifullah, M.Hum.

Disusun Oleh:
Annida Luffiana Andrea (206141016)
Salsabila Rahmawati (206141005)

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN MAS SAID SURAKARTA
SURAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alih kode dan campur kode merupakan gejala kebahasaan yang sangat
lazim ditemui di masyarakat akibat kontak bahasa. Alih kode dan campur kode
sering terjadi karena lebih dari separuh penduduk dunia adalah masyarakat
bilingual. Mereka menggunakan dua bahasa atau lebih dalam kegiatan komunikasi
sehari-hari atau sering disebut multi bahasa sebagai kebutuhan sosial manusia
dalam berkomunikasi antar sesama. Masyarakat multi bahasa muncul karena
masyarakat tutur tersebut mempunyai atau menguasai lebih dari satu bahasa yang
berbeda-beda sehingga mereka dapat menggunakan pilihan bahasa tersebut dalam
kegiatan komunikasi.

Kontak bahasa yang terjadi dalam masyarakat bilingual itulah yang


melahirkan terjadinya gejala kebahasaan yang terjadi kapan saja dan dimana saja ,
seperti alih kode dan campur kode.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan alih kode ?
2. Apa yang dimaksud dengan campur kode ?
3. Apa saja jenis- jenis alih kode dan campur kode ?
4. Apa perbedaan dan persamaan antara alih kode dan campur kode ?
C. Tujuan.
1. Untuk mengetahui pengertian dari alih kode.
2. Untuk mengetahui pengertian dari campur kode.
3. Untuk mengetahui jenis- jenis alih kode dan campur kode.
4. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan dari alih kode dan
campur kode ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alih Kode.

1. Pengertian Alih Kode


Appel (1976:79) mendefinisikan alih kode itu sebagai, “Gejala peralihan
pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”. Berbeda dengan Appel yang
mengatakan alih kode itu terjadi antar bahasa, maka Hymes (1875:103)
menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga
terjadi antara ragam- ragam atu gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
Lengkapnya Hymes mengatakan “code switching has become common term for
alternate us of two or more language, varieties of language, or even speech
styles”. Sedangkan Ohoiwutun (2007:71), alih kode yakni peralihan pemakaian
bahasa dari suatu bahasa/dialek ke bahasa/dialek lainnya.
Alih kode adalah salah satu aspek ketergantungan bahasa dalam masyarakat
bilingual atau multilingual. Dengan maksud bahwa dalam masyarakat bilingual
atau multilingual kemungkinan besar sesekali seseorang penutur menggunakan
berbagai kode dalam tindak tuturnya sesuai dengan situasi dan berbagai aspek
yang melingkupinya. Menurut KBBI (2007), alih kode adalah penggunaan bahasa
lain atau variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi
lain ataupun dikarenakan adanya partisipan lain. Sedangkan menurut Jendra
(2001), alih kode adalah situasi dimana seseorang pembicara dengan sengaja
mengganti kode bahasa yang sedang ia gunakan karena suatu alasan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa alih kode
terjadi dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki kedaulatan
masing-masing, dilakukan dengan sadar dan disengaja yang dikarenakan oleh
sebab-sebab tertentu.
2. Penyebab Terjadinyab Alih Kode

Ada beberapa penyebab terjadinya alih kode, maka harus kita kembalikan
kepada pokok persoalan sosiolinguistik seperti yang dikemukakan Fishman
(1976:15) yaitu “ Siapa berbicara, dengan bahasa apa, pada siapa, kapan, dan
dengan tujuan apa “. Dan berbagai kepustakaan linguistik secara umum penyebab
alih kode disebabkan antara lain yaitu :

a) Pembicara / Penutur
Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode
untuk mendapatkan “keuntungan” atau “manfaat” dari tindakannya
tersebut yang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena
tujuan terntentu. Seperti mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi
ataupun sebaliknya. Seperti Ilustrasi dalam kehidupan nyata sering kita
jumpai banyak tamu kantor pemerintah yang sengaja menggunakan
bahasa daerah dengan pejabat yang ditemuinya untuk memperoleh
manfaat dari adanya rasa kesamaan satu masyarakat tutur. Dengan
berbahasa daerah keakraban pun lebih mudah dijalin dari pada
menggunakan bahasa Indonesia. Alih kode untuk memperoleh
“keuntungan” ini biasanya dilakukan oleh penutur dalam peristiwa tutur
itu mengharapkan bantuan lawan tuturnya.
Sebagai contoh, Nita adalah orang Madiun, dan Rendra adalah
orang Solo. Keduanya sedang terlibat percakapan, mulanya Nita
berbicara menggunakan bahasa Indonesia sebagai pembuka, kemudian
ditanggapi oleh Rendra dengan menggunakan bahasa Indonesia juga.
Namun, ketika Nita beralih bahasa ke bahasa Jawa yang merupakan
bahasa asli mereka berdua maka si Rendra pun merespon Nita dengan
baik. Maka disinilah letak keuntungan tersebut. Nita mengajak Rendra
untuk berbicara dengan bahasa Indonesia kemudian setelah di tanggapi
oleh Rendra, ia merasa percakapan berjalan lancar. Maka si Nita dengan
sengaja mengalihkan ke bahasa Jawa. Hal ini disebabkan si Nita sudah
ingin memulai pembicaraan yang lebih dalam ke Rendra. Selain alih
bahasa ini memperlancar percakapan mereka berdua, percakapan tersebut
juga dapat tersampaikan dengan baik karena mudah dimengerti oleh
penutur dan lawan tutur.
b) Lawan Bicara / Lawan Tutur
Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih
kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan
berbahasa si lawan tutur. Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa
si lawan tutur kurang atau agak kurang Karena memang mungkin bukan
bahasa pertamanya. Kalau si lawan tutur itu berlatar belakang bahasa
yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa
peralihan varian (baik regional maupun sosial), ragam, gaya, atau
register. Kalau si lawan tutur berlatar belakang bahasa yang tidak sama
dengan si penutur , maka yang terjadi adalah alih bahasa.
Sebagai contoh, Rani adalah seorang pramusaji di sebuah restoran.
Kemudian ia kedatangan turis yang berasal dari Inggris yang bertanya
kepadanya mengenai menu makan yang ada, dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Ketika turis tampaknya kehabisan kata-kata untuk
terus berbicara dalam bahasa Indonesia, maka Rani segera beralih bahasa
dengan bahasa Inggris untuk berbicara dengan si turis. Sehingga
kemudian percakapann menjadi lancar kembali.
c) Kehadiran Orang Ketiga
Kehadiran orang ketiga yang tidak berlatar belakang bahasa yang
sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan
tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode.
Sebagai contoh, misalkan beberapa mahasiswa sedang duduk-
duduk di depan ruang kuliah sambil berbincang-bincang dengan bahasa
santai. Tiba-tiba seorang dosen datang dan ikut berbicara, maka sekarang
mahasiswa itu beralih kode dengan menggunakan bahasa Indonesia
ragam formal. Kenapa mereka tidak menggunakan bahasa santai saja ?,
karena kehadiran orang ketiga yang berstatus dosen ini yang
mengharuskan mereka menggunakan ragam formal tersebut. Kecuali,
kalau dosen memulai dengan ragam santai juga.
d) Perubahan Situasi
Perubahan situsi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode,
pada contoh di bagian factor alih kode kehadiran orang ketiga dapat kita
lihat, sebelum kuliah dimulai situasinya adalah tidak formal tetapi begitu
kuliah dimulai bergantilah situasi formal, maka terjadilah peralihan kode.
e) Perubahan Topik Pembicaraan
Berubahnya topik pembicaraan juga dapat menyebabkan terjadinya
alih kode
Contoh :
Bu Narti : Selamat pagi Bu Jum. Itu di rumah Ayu mau ada acara
apa ya bu ?
Bu Jum : Pagi bu, mau ada acara berdoa untuk almarhum ayah
angkat Ayu.
Bu Narti : Oh ayah angkat Ayu, sing jare wong kampung ninggal
gara-gara di gebuk wong sak RT, pas konangan maling Honda bu.
(Oh ayah angkat Ayu, yang katanya orang kampung meninggal
karena di pukul orang satu RT, waktu ketahuan mencuri sepeda
motor bu).
Bu Jum : Eh iya bu, lah deneng sampeyan ngerti bu ? ( Eh iya bu,
kok kamu tahu bu)
Bu Narti : siapa sih sing ora ngerti, mudah-mudahan Allah
ngampuni dosa beliau ya bu.
Bu Jum : Amin, mudah-mudahan saja bu Allah maha mengampun.
Pada contoh percakapan diatas, dapat dilihat bahwa ketika topiknya
tentang mendoa maka percakapan itu berlangsung dalam bahasa
Indonesia tetapi ketika membicarakan pribadi orang yang di doakan,
terjadi alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa.

B. Campur Kode

1. Pengertian Campur Kode

Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan


mengenai campur kode. Dan kedua perisitiwa yang lazim terjadi di masyarakat
bilingual ini mempunyai kesamaan yang besar, sehingga sering kali sukar untuk
dibedakan. Dari pengertiannya, menurut Nababab (1984;32) campur kode adalah
suatu keadaan berbahasa lain bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa
atau ragam dalam suatu percakapan tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu
yang menuntut adadnya campur bahasa tersebut. Menurut Rokhman (Ulfiani,
2014:97) campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling
memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain untuk
memperluas gaya bahasa. Dari pendapat diatas bisa kita simpulkan bahwa campur
kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih yang berupa serpihan untuk
memperluas ragam bahasa atau gaya bahasa dalam suatu percakapan.

2. Penyebab terjadinya campur kode

Sama halnya dengan alih kode, campur kode pun disebabkan oleh
masyarakat tutur yang multilingual. Namun, tidak seperti alih kode, campur kode
tidak mempunyai maksud dan tujuan yang jelas untuk digunakan karena campur
kode digunakan biasanya tidak disadari oleh penutur atau dengan kata lain reflek
pembicara atas pengetahuan bahasa asing yang diketahuinya. Campur kode
digunakan karena apabila seseorang yang sedang dalam kegiatan berkomunikasi
tidak mendapatkan padanan kata yang cocok yang dapat menjelaskan maksud dan
tujuan yang sebenarnya. Maka ia akan mencari padanan kata yang cocok dengan
jalan mengambil istilah dari berbagai bahasa yang ia kuasai.

Terjadinya campur kode karena adanya hubungan timbal balik antara


peranan, bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai latar
belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk
mendukung fungsi-fungsi terntentu. Menurut Suandi (2014: 143-136) factor
penyebab terjadinya campur kode yaitu, keterbatasan penggunaan kode,
penggunaan istilah yang lebih popular, latar belakang tempat tinggal, hadirnya
penutur ketiga, pokok pembicaraan dan situasi pembicaraan. Dengan demikian
campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara perananan
penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
C. Jenis- Jenis Alih Kode dan Campur Kode
1. Jenis- Jenis Alih Kode
a. Alih Kode Metaforis
Alih kode metaforis adalah alih kode yang terjadi jika ada
pergantian topik.
b. Alih Kode Situasional
Alih kode situasional adalah alih kode yang terjadi berdasarkan
situasi dimana para penutur menyadari bahwa mereka berbicara
dalam bahasa tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain dalam
situasi yang lain.dalam alih kode initidak terjadi perubahan topik.
Pergantian ini selalu bertepatan dengan perubahan dari suatu
situasi eksternal (misalnya berbicara dengan anggota keluarga) ke
situasi eksternal lainya (misalnya berbicara dengan tetangga).
Selain alih kode mertaforis dan situasional, Suwito dalam Chaer
(2004:114) juga membagi alih kode menjadi dua jenis yaitu, alih kode
intern dan alih kode ekstern.
a. Alih Kode Intern.
Alih kode intern yaitu alih kode yang berlangsung antar bahasa
sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau
sebaliknya.
b. Alih Kode Ekstern.
Alih kode ekstern yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa
Indonesia dengan bahasa asing. Contohnya bahasa Indonesia ke
bahasa Inggris, atau sebaliknya.
2. Jenis-Jenis Campur Kode
Campur kode dibagi menjadi dua yaitu, campur kode ke luar (outer
code-miixng) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing).
a. Campur Kode Ke Luar (Outer Code-Mixing)
Yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat
dijelaskan bahsa asli yang bercampur dengan bahasa asing.
Contohnya bahsa Indonesia- bahasa Inggris- bahasa korea, dll
b. Campur Kode Ke Dalam (Inner Code-Mixing)
Yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala
variasinya. Contohnya bahasa Indonesia- bahasa Jawa- bahasa
Sunda (lebih ke dialek), dll.

D. Hubungan Alih Kode dan Campur Kode


Menurut Hill dan Hill (1980:122) dalam penelitian mereka mengenai
masyarakat bilingual bahasa Spanyol dan Nahuali di kelompok Indian, Mexico,
mengatakan bahwa tidak ada harapan untuk dapat membedakan antara alih kode
dan campur kode.
Kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode adalah digunakannya
dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat
tutur.
Banyak ragam pendapat mengenai perbedaan dari keduanya. Namun yang
jelas, jika dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan masih
memiliki fungsi otonomi masing masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja
dengan sebab sebab tertentu. Sedangkan di dalam campur kode ada sebuah kode
utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomianya,
sedangkan kode kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa
serpihan serpihan saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.
(Rhosyiantina, 2014:23)
Thelander (1976:103) mencoba menjelaskan perbedan alih kode dan campur
kode. Menurutnya, bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu
bahasa ke bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi
apabila di dalam peristiwa tutur, klausa- klausa maupun frase- frase yang
digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran dan masing masing klausa dan
frase itu tidak lagi medukung fungsi sendiri- sendiri, maka peristiwa yang terjadi
adalah campur kode.
Contoh percakapan yang membedakan antara alih kode dan campur kode :
(1) Percakapan 1
Pembeli : Sarung nggo wadon ana mas ? (sarung untuk perempuan ada
mas ?)
Penjual : Mau ambilnya berapa kodi ?
Pembeli : Ini ajalah Mas, Cuma ambil dua saja.

Contoh percakapan 1 di atas adalah contoh terjadinya alih kode pada


kegiatan jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli. Keduanya adalah
orang Jawa yang berada di daerah pasar. Meskipun pembeli menggunakan bahasa
Jawa saat membuka pembicaraan, penjual tidak serta-merta menyesuaikan pilihan
bahasanya dengan pilihan bahasa pembeli yang memilih bahasa Jawa. Penjual
mengatakan "Mau ambilnya berapa kodi?" dengan maksud untuk menghormati
pembeli (Rhosyantina, 2014: 46).

(2) Percakapan 2
Penjual : Ayam Mas?
Pembeli : Iya, pira sih sekilo ?(iya, berapa sih satu kilo ?)
Penjual : Dua lima mas, pan dipotong-potong? (dua lima mas, mau
dipotong-potong?)

Peristiwa tutur di atas adalah contoh terjadinya campur kode di sebuah lapak
penjual ayam potong yang melibatkan penjual bersuku Sunda dan pembeli
bersuku Jawa. Pada percakapan tersebut, penjual mengalami peristiwa campur
kode karena dalam tuturannya penjual menggunakan bahasa Indonesia dan tanpa
disengaja mencampurkan dengan bahasa Jawa dialek Brebes: "Dua lima mas, pan
dipotong potong?". Campur kode tersebut berupa penyisipan kata "pan" yang
berarti akan atau mau dalam padanan bahasa (Rhosyantina, 2014:63)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alih kode adalah salah satu aspek ketergantungan bahasa dalam masyarakat
bilingual atau multilingual. Dengan maksud bahwa dalam masyarakat bilingual
atau multilingual kemungkinan besar sesekali seseorang penutur menggunakan
berbagai kode dalam tindak tuturnya sesuai dengan situasi dan berbagai aspek
yang melingkupinya.
Secara umum penyebab terjadinya alih kode itu antara lain adalah (1)
Pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi
dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau
sebaliknya, (5) perubahan topic pembicaraan.
Hubungan alih kode dengan campur kode dalam sosiolinguistik. Dari
pembahasan makalah dapat kita simpulkan juga bahwa alih kode dan campur kode
itu berbeda. Alih kode dilakukan Karen adanya lasan tertentu, seperti perubahan
topic dan kehadiran orang ketiga dalam peristiwa tutur. Dengan kata lain, alih
kode terjadi demi mencapai tujuan khusus. Dan sebaliknya, campur kode terjadi
tanpa adanya maksud apa apa atau terjadi di luar kesadaran penutur.

B. Saran
Penulis berharab dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah wawasan
dan pemahaman untuk para pembaca mengenai alih kode dan campur kode.
Adapun di dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari banyaknya
kesalahan serta kekuranganya. Oleh karenanya, penulis sangat mengharapkan
kritik serta masukan yang mendukug dari pembaca agar menjadi perbaikan untuk
kedepanya.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina, 2014, Sosiolingustik Perkenalan Awal,


Jakarta: PT Rineka Cipta
Mubasyiroh. 2020. Alih Kode dann Campur kode Bahasa Arab. Pusat
Pengembangan Bahasa. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang : Malang
Hardianto Nur. Johar. Amir. Sultan. 2018. Penggunaan Alih Kode Dan
Campur Kode Dalam Interaksi Sosial Pada Masyarakat Kampung Adat Bukkang
Mata Kota Makassar. Bahasa dan Sastra Arab. Universitas Negeri Makassar :
Makassar.
Farizan. 2015. Alih Kode dan Campur Kode. Universitas Dr. Soetomo
Surabaya : Surabaya.
Andayani, Santi. 2019. Penyebab Alih Kode Dan Campur Kode Dalam
Peristiwa Tutur Mahasiswa Jepang Di Indonesia. Program Studi Sastra Jepang.
Universitas Brawijaya : Malang.
Munandar, Aris. 2018. Alih Kode Dan Campur Kode Dalam Interaksi
Masyarakat Terminal Mallengkeri Kota Makassar. Bahasa Dan Sastra.
Universitas Negeri Makassar : Makassar.

Anda mungkin juga menyukai