Anda di halaman 1dari 12

ALIH KODE – CAMPUR KODE

LIRIK LAGU CAMPURSARI


“SEJUTA CINTA” KARYA JITHUL SUMARJI

Tugas Sosiolingistik Lanjut


Dosen: Dr. Aris Wuryantoro, M.Hum.

TRI BUDI ASTUTI (1901201017)

PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN BAHASA & SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2021
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam keadaan kedwibahasaan (bilingualisme), akan sering terdapat

orang mengganti bahasa atau ragam bahasa. Hal ini tergantung pada keadaan atau

keperluan bahasa yang digunakan (Nababan, 1984: 31). Situasi yang disengaja

atau tidak, orang yang mempunyai kemampuan dua bahasa atau lebih, akan

menggunakan kemampuan tersebut saat berbicara dengan orang lain. Hal ini

dapat menimbulkan terjadinya peristiwa alih kode atau campur kode.

Alih kode merupakan kejadian saat beralih dari satu ragam fungsiolek

(umpamanya ragam santai) ke ragam lain (umpamanya ragam formal) atau dari

satu dialek ke dialek yang lain, dan sebagainya (Nababan, 1984: 31). Contoh

terjadinya peristiwa alih kode, misalnya orang Jawa yang pergi merantau ke

Jakarta, saat di perantauan akan menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi, setelah

beberapa waktu orang tersebut bertemu sesama orang Jawa maka akan beralih ke

bahasa Jawa. Jika ada orang ketiga yang berasal dari Sunda, pasti akan terjadi

alih kode ke bahasa Indonesia. Jadi, saat mereka bertiga terlibat percakapan akan

terjadi kesepahaman.

Selain alih kode terdapat contoh peristiwa campur kode dikarenakan

penutur yang menguasai beberapa bahasa. Campur kode terjadi saat seorang

penutur mencampur dua bahasa atau ragam bahasa tanpa ada situasi atau keadaan

berbahasa yang menuntut percampuran tersebut, peristiwa campur kode terjadi

dalam keadaan santai (Nababan, 1984: 32). Peristiwa campur kode dapat terjadi,
misalnya ada mahasiswa (suku Jawa) yang sedang kuliah di Jurusan Bahasa

Jepang. Pada saat mahasiswa ini sedang berdiskusi dengan teman kuliah (suku

Sunda) yang tidak dapat berbahasa Jawa, mahasiswa tersebut berbahasa

Indonesia. Di sisi lain, mereka adalah mahasiswa Jurusan Bahasa Jepang,

terkadang berbicara mencampur bahasa Indonesia dan Jepang.

Alih kode dan campur kode tidak hanya terjadi pada saat percakapan,

namun juga terdapat dalam bentuk lagu. Lagu termasuk bahasa lisan yang

diungkapkan saat situasi informal. Lagu campursari merupakan salah satu genre

lagu yang sering mencampurkan lebih dari satu bahasa dalam lirik lagunya.

Salah satu lagu campursari yang menggunakan alih kode dan campur kode

adalah lagu “Sejuta Cinta” karya Jithul Sumarji. Lirik lagu “sejuta Cinta”

menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Penyebab terjadinya campur

kode karena untuk memperoleh ungkapan yang pas pada lirik lagu tersebut

sehingga penyanyi mencampur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa.

2. Rumusan Masalah
Bagaimana proses alih kode dan campur kode dalam lirik lagu campursari

yang berjudul “Sejuta Cinta” karya Jithul Sumarji?

3. Tujuan Penelitian

Untuk mendeskripsikan proses alih kode dan campur kode dalam lirik lagu

campursari yang berjudul “Sejuta Cinta” karya Jithul Sumarji.

4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan pengetahuan


ilmu sosiolinguistik mengenai bentuk alih kode dan campur kode.

b. Manfaat praktis

1. Dapat menambah wawasan pengetahuan khususnya peristiwa alih kode

dan campur kode dalam ilmu sosiolinguistik

2. Dapat mengetahui peristiwa alih kode dan campur kode dalam lirik lagu

campursari Sejuta Cinta karya Jithul Sumarji

Landasan Teori

Chaer dan Agustina (2010:114) berpendapat bahwa pembahasan

mengenai alih kode pastinya akan diikuti oleh pembahasan mengenai alih kode

dan campur kode. Hal ini ditujukan karena alih kode dan campur kode memiliki

kesamaan yaitu adanya dua bahasa atau lebih yang digunakan dalam suatu

masyarakat tutur. Pada alih kode setiap satuan bahasa dan ragam bahasa yang

digunakan masih mempunyai fungsi otonomi masing- masing yang dilakukan

dengan sadar dan dengan sengaja karena sebab-sebab tertentu. Dalam campur

kode terdapat satu kode pokok yang digunakan dan memiliki fungsi utama.

Sehingga kode-kode lainnya hanya berupa cuplikan-cuplikan kecil tanpa adanya

fungsi sebuah kode.

Ada kriteria dalam membedakan antara alih kode dan campur kode.

Fasold dalam Chaer (2010:115) berpendapat bahwa ada kriteria dalam

membedakan antara alih kode dan campur kode yaitu jika seseorang telah

menggunakan satu kata atau frasa dalam satu bahasa, maka seseorang tersebut

telah melakukan campur kode. Sedangkan apabila seseorang menggunakan satu


klausa yang memiliki satuan gramatika suatu bahasa, kemudian beralih

menggunakan satu klausa yang memiliki satuan gramatika dalam bahasa lain,

maka seseorang tersebut dapat dikatakan melakukan alih kode.

Menurut Kridalaksana (1984:102) kode diartikan sebagai (1) lambang

suatu sistem ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan makna tertentu, (2)

sistem bahasa dalam satu masyarakat, (3) suatu varian tertentu dalam satu bahasa.

Istilah kode juga dipakai untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki

kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti bahasa

Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti

varian regional (bahasa Jawa dialek Banyumas, Jogja-Solo, Surabaya), juga

varian kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek (bahasa Jawa halus dan

kasar), varian ragam dan gaya dirangkum dalam laras bahasa (gaya sopan, gaya

hormat, atau gaya santai), dan varian kegunaan atau register (bahasa pidato,

bahasa doa, dan bahasa lawak). Kenyataan seperti di atas menunjukkan bahwa

hierarki kebahasaan dimulai dari bahasa/language pada level paling atas disusul

dengan kode yang terdiri atas varian, ragam, gaya, dan register.

Alih kode atau code switching adalah peristiwa peralihan dari satu kode

ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur. Misalnya, penutur menggunakan

bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Inggris. Alih kode merupakan

salah satu aspek ketergantungan bahasa (language dependency) dalam

masyarakat multilingual. Dalam alih kode masing-masing bahasa cenderung

masih mendukung fungsi masing-masing dan masing-masing fungsi sesuai

dengan konteksnya.
Nababan (1984:31) berpendapat bahwa konsep alih kode ini mencakup

juga kejadian pada waktu kita beralih dari satu ragam bahasa yang satu ke ragam

yang lain. Misalnya, ragam formal ke ragam santai, dari krama inggil (bahasa

jawa) ke bahasa ngoko dan lain sebagainya. Kridalaksana (1982:7)

mengemukakan bahwa penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri

dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipasi lain disebut alih

kode. Faktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode yaitu (1) pembicara, (2)

pendengar, (3) Hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau

sebaliknya, (5) perubahan topik pembicaraan.

Menurut Suwito dalam Chaer dan Agustina (2010:14) alih kode dibagi

menjadi 2 yaitu alih kode (1) intern yaitu alih kode yang berlangsung antarbahasa

sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya, (2) ekstern

yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa (salah satu bahasa atau ragam yang ada

dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing. Contohnya

bahasa Indonesia ke bahasa inggris, atau sebaliknya.

Nababan (1984:32) mengatakan campur kode adalah suatu keadaan

berbahasa di mana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa

dalam suatu Tindak tutur. Dalam campur kode penutur menyelipkan unsur-unsur

bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa campur kode

merupakan penggunaan dua bahasa dalam satu kalimat atau tindak tutur secara

sadar. Campur kode dibagi menjadi 2 yaitu (1) campur kode keluar (Outer Code-

Mixing) yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat dijelaskan
bahasa asli yang bercampur dengan bahasa asing. Contohnya, bahasa Indonesia –

bahasa Inggris, dan lain-lain, (2) campur kode ke dalam (Inner Code-Mixing)

yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya.

Contohnya, pencampuran tindak tutur bahasa Indonesia–bahasa Jawa– bahasa

Batak– Bahasa Minang.

Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazin

terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih.

Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi dengan

masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi masing-masing,

dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu sedangkan

campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan

memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam

penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi

dan otonomi sebagai sebuah kode. Unsur bahasa lain hanya disisipkan pada kode

utama atau kode dasar.

Metode Penelitian

c. Observasi

Metode observasi juga dapat dikatakan sebagai metode simak, yaitu

metode yang digunakan untuk memperoleh data yang dengan cara

menyimak penggunaan bahasa dalam lirik lagu.

d. Metode deskriptif digunakan karena data yang dihasilkan dalam

penelitian ini berbentuk deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif. Jadi dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif


karena data yang disajikan berupa uraian pembahasan mengenai

penggunaan bahasa yang terdapat pada kata-kata pada lirik lagu Sejuta

Cinta.

Pembahasan

Lagu campursari “Sejuta Cinta” karya Juthul Sumarji, dilihat dari

keseluruhan lirik lagunya, menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Jawa dan

bahasa Indonesia. Setelah mengamati dan menganalisis lirik lagu tersebut secara

keseluruhan, peneliti menemukan terdapat alih kode dan campur kode dalam lirik

lagu tersebut.

Judul lagu : lagu Sejuta Cinta


Penulis lagu : Jithul Sumarji
Artis : Mellisa Bahara

Sejuta Cinta

Sak lumahing jagat iki


Mung siro kang tak tresnani
Nganti sak bedahing bumi
Siro tetep tak rumati

Jawa timur tak ubengi


Jawa tengah tak parani
Jawa barat ora keri
Nanging ra ono sing ngerti

Yang sayang sayangku seribu sayang


Ta cinta cintaku sejuta cinta
Ndu rindu rinduku seratus rindu
Wong bagus suk kapan biso ketemu

Wong bagus mbok enggal bali


Aku tansah ngenteni
Cinta cinta aku cinta
Cintaku sejuta cinta
Judul lagu karya Jithul Sumarji ini menggunakan bahasa Indonesia, yaitu

“Sejuta Cinta” , yang mungkin menimbulkan persepsi bahwa lagu ini adalah lagu

berbahasa Indonesia. Akan tetapi pada lirik lagunya, yaitu pada baris pertama

sampai baris ke empat, lagu ini ternyata menggunakan bahasa jawa, yaitu seperti

disebutkan di bawah ini:

Sak lumahing jagat iki


Mung siro kang tak tresnani
Nganti sak bedahing bumi
Siro tetep tak rumati

Hal tersebut menandakan bahwa terdapat alih kode dari judul lagu yang

menggunakan Bahasa Indonesia menuju baris pertama sampai baris keempat

yang menggunakan bahasa Jawa.

Pada baris kelima, yaitu “Jawa Timur tak ubengi”, terdapat campur kode

yaitu kata “Jawa Timur” yang merupakan bahasa Indonesia dengan kata”tak

ubengi” yang menggunakan bahasa Jawa. Hal tersebut terjadi pula pada baris

keenam dan ketujuh, yaitu terjadi campur kode pada lirik “Jawa tengah (Bahasa

Indonesia) tak parani (bahasa Jawa)”, dan pada lirik “Jawa barat (bahasa

Indonesia) ora keri (bahasa Jawa).

Setelah baris ke delapan yang berbunyi “ nanging ora ana sing ngerti”,

diteruskan dengan lirik “ yang sayang, sayangku seribu sayang”, di sini

ditemukan alih kode dari bahasa jawa ke bahasa Indonesia, yang diteruskan lagi

dengan baris kesepuluh dan sebelas yang masih menggunakan bahasa Indonesia,

yaitu “ta, cinta cintaku sejuta cinta, ndu rindu rinduku seratus rindu”.

Setelah baris ke sebelas yang berbunyi “ndu rindu, rinduku seratus rindu”,
terdapat alih kode ke bahasa jawa kembali dengan lirik wong bagus suk kapan

biso ketemu, wong bagus mbok enggal bali, aku tansah ngenteni.

Alih kode terjadi lagi dari baris ke empat belas yang berbunyi “aku tansah

ngenteni” yang menggunakan bahasa Jawa, berubah menjadi lirik berbahasa

Indonesia yang berbunyi “cinta, cinta aku cinta”.

Alih kode yang terjadi pada lirik lagu tersebut adalah alih kode intern.

Penyebab terjadinya alih kode dalam lirik lagu tersebut karena latar belakang dari

penutur (penyanyi) yang sering menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia

dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan campur kode ditemukan dalam lirik lagu

tersebut adalah yang campur kode ke dalam (Inner Code-Mixing) yaitu campur

kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya yaitu

pencampuran tindak tutur bahasa Indonesia–bahasa Jawa.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan pembahasan lirik lagu Sejuta Cinta karya Jithul Sumarji,

dapat disimpulkan bahwa terdapat alih kode dan campur kode dalam lirik lagu

tersebut. bentuk alih kode dan campur kode dalam lirik lagu Banyu Moto berupa

kata, klausa dan kalimat.

Alih kode yang terdapat dalam lirik lagu Sejuta Cinta karya Juthul

Sumarji adalah alih kode intern, yang disebabkan latar belakang penggubah lagu

tersebut adalah berasal dari suku jawa yang sering menggabungkan antara bahasa

jawa dan bahasa Indonesia. Sedangkan campur kode yang terdapat dalam lirik
lagu Sejuta Cinta karya Jithul Sumarji adalah campur kode ke dalam.

Penyebab terjadinya alih kode dalam lirik lagu Sejuta Cinta karya Jithul

Sumarji, adalah karena latar belakang dari penggubah lagu tersebut yang sering

menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu karena memang banyak lagu lagu serupa yang juga menggabungkan

dua bahasa dalam lirik lagunya karena memang lagu ini untuk menghibur dalam

situasi informal.

Penyebab terjadinya campur kode dalam lirik lagu Sejuta Cinta karya

Jithul Sumarji adalah penggubah ingin menyelaraskan irama lagu tersebut agar

sesuai dengan nada yang diinginkan sehingga tercipta keharmonisan dan

keselarasan.

Tentunya hasil penelitian ini memerlukan berbagai penyempurnaan dan

penelitian yang lebih mendalam. Untuk itu peneliti berharap dapat dilakukan

penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan alih kode dan campur kode,

khususnya dalam lirik lagu.


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.


Jakarta: Rineka Cipta

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka.

https://www.loroktm.com/2019/01/lirik-lagu-sejuta-cinta-mellisa-bahara.html

Nababan. 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia

Anda mungkin juga menyukai