Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENELITIAN KKL SUBANG

Untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah dialektologi

Disusun oleh :
Robi Trianda Putra

180110140003

Dany Musthafa Yahya

180110140021

Riyan Eka Prasetyo

180110140042

Rafly Reynaldi

180110140061

Maryam Fathimiy

180110140082

Raras Pranantya

180110140092

Bintari

Sisu University

SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2015

BAB 1
LATAR BELAKANG
Mata kuliah dialektologi merupakan salah satu kompetensi wajib mahasiswa di jurusan
Sastra Indonesia. Untuk mempelajari dialektologi, diperlukan observasi lapangan langsung
karena ini termasuk ilmu empiris. Teori-teori memang ada, tetapi laboratorium penelitian
dialektologi adalah di lapangan; ada masyarakatnya, dan ada bahasa setempatnya. Kajian
perbedaan bahasa lokal dengan wilayah tutur tententu adalah inti dari dialektologi. Jadi, dialek
bahasa di suatu area geografis tertentu merupakan objek kajian dialektologi.
Dialektologi termasuk dalam subkajian ilmu makrolinguistik yang memungkinkan
pembahasannya dikaitkan dengan ilmu-ilmu lain. Jadi, dialektologi termasuk bidang ilmu
interdisipliner. Oleh karena itu, kita dapat menggunakan konsep dialektologi dalam mempelajari
geografi, sejarah, antropologi, dan sosiolinguistik, bahkan filologi. Mengingat betapa berharga
dan bergunanya ilmu yang bernama dialektologi ini, kami tertarik untuk melakukan penelitian
berkenaan dengan dialektologi tersebut.
Mengkaji dialektologi sangat menarik karena dari situ kita dapat mengetahui perbedaan
kata untuk sesuatu yang sudah dikenal atau perbedaan makna yang sudah dikenal. Kita dapat
pula mengetahui perbedaan lafal kata yang diucapkan. Dialektologi juga erat kaitannya dengan
bahasa yang merupakan bagian penting kebudayaan. Perbedaan bahasa dan variasinya sering
merupakan petunjuk terdalam bagi fenomena sosial dan budaya tertentu. Dari mempelajari dialek
di suatu daerah, kita juga dapat mengetahui sejarah bahasa. Terakhir, kita dapat memecahkan
berbagai permasalahan pemakaian variasi bahasa, termasuk dialek baku, dalam masyarakat
secara praktis dapat diketahui setelah memahami dialektologi.
Seorang sarjana yang mengkaji bidang dialektologi ini disebut geografer dialek atau
dialektolog (Shuy, 1967: 3). Kami selaku mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Padjajaran
merasa tentu saja memiliki kepentingan untuk mengembangkan ilmu dialektologi ini. Untuk itu,
kami akan melakukan sebuah penelitian yang berkenaan dengan dialektologi di sebuah desa di
Jawa Barat, Indonesia. Selain untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah
Dialektologi, penelitian ini bertujuan untuk memahami dan merumuskan bahasa sunda dialek
Subang. Bagaimana pola, bahasa baku, dan bahasa setempatnya, akan kami teliti di sana.
Akhirnya pada tanggal 14 November 2015, kami berkunjung ke Desa Bojongloa,
Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang Jawa Barat. Bersama para informan dari warga

setempat, kami menanyakan beberapa kosa kata dalam bahasa Indonesia yang kemudian mereka
terjemahkan ke dalam bahasa sunda setempat. Kami mengumpulkan datanya dan kami teliti
dengan membandingkan bahasa bakunya. Selanjutnya, seluruh pembahasan dalam makalah
laporan ini akan membahas tentang hasil penelitian kami di desa sana.

BAB 2
KAJIAN TEORI
Dialektologi adalah kajian tentang dialek atau dialek-dialek (Chambers dan Trudgill,
1980: 3; Francis, 1983: 1); Walters, 1989: 119; Pei, 1966: 68). Dialektologi berkaitan dengan
aspek regional dan sosial bahasa (Shuy, 1967: 3). Dalam perkembangan berikutnya, terminologi
dialektologi mengalami penyempitan pengertian, yakni sebagai kajian geografi dialek.
Dialektologi merupakan kajian variasi bahasa yang berkaitan dengan distribusi geografis
penutur. Richards dkk. (1987: 80)) memandang dialektologi sebagai kajian variasi reginonal
bahasa. Demikian pula Crystal (1989: 26) memandang dialektologi sebagai kajian sistematis
mengenai dialek regional. Oleh karena itu, secara berdampingan, di samping dialektologi
digunakan pula istilah lain, yaitu geografi dialek atau geografi linguistik dan sarjana yang
mengkaji bidang ini disebut geografer dialek atau geografer bahasa atau dialektolog (Shuy, 1967:
3).
Dialektologi adalah kajian perbedaan bahasa lokal dengan wilayah tutur tertentu. Hasil
kajian dialektologi dapat menampilkan gejala variasi bahasa, yakni variasi yang terdapat du
wilayah tententu ataupun yang digunakan oleh kelompok sosial tertentu. Menurut Grijns (1991:
54) salah satu jasa dialektologi yang telah nyata adalah bahwa sudah sejak dini dan dengan
sangat umum berhasil menunjukkan kekompleksan distribusi areal ciri-ciri linguistik dalam
bahasa-bahasa manusia. Menurut Robbins (1992: 74), karena sering berkaitan dengan sejarah
perkembangan bahasa, kajian dialek sangat relevan bagi linguistik historis. Dalam hal ini, kajian
dialek dapat dianggap sebagai ilmu bantu linguistik historis. Karena itu, jelaslah bahwa kajian
dialek memiliki ruang lingkup yang luas sehingga memberikan sumbangan besar bagi kajian
linguistik umumnya.
Batasan bahasa ditinjau dari sudut pandang sebagai sistem yang memiliki fungsi praktis
sehari-hari dalam kelompok pemakainya agaknya dapat digunakan pula untuk dialek. Akan
tetapi, jika dilihat dari sisi pemakainya, kita dapat mengidentifikasi bahasa sebagai variasi sesuai
dengan keberadaan kelompok pemakai tersebut. Dalam hal ini, variasi adalah dialek, baik
pemakainya yang berada di tempat tertentu dan dalam kelompok sosial tertentu maupun pada
masa tertentu.Ayatrohaedi (1983: 1) berpendapat bahwa dialek adalah sistem kebahasaan yang
dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk membedakan dari masyarakat yang lain yang
bertetangga yang menggunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya.

Para linguis sering menggambarkan variasi geografis (variasi regional) dan variasi sosial
dengan arah yang berbeda. Variasi geografis berarah horizontal, sedangkan variasi sosial berarah
vertical. Variasi sosial cenderung bertingkat sesuai dengan adanya lapisan-lapisan sosial,
sedangkan variasi geografis tidak.
Dialek merupakan bentuk variasi bahasa, baik dalam lingkungan sosial maupun
lingkungan geografis tertentu. Penggunaan istilah variasi untuk dialek lebih netral atau aman
untuk keperluan teknis tertentu. Tidak ada seorang pun penutur sebuah bahasa yang lepas sama
sekali dari dialek atau variasi bahasanya. Bahasa tanpa kecuali dinyatakan melalui dialek,
berbicara dalam sebuah bahasa berbicara dalam beberapa dialek bahasa itu. Meskipun terdapat
variasi dalam bahasa, tidak berarti variasi tersebut terpisan sendiri-sendiri dalam pemakaiannya
(Kridalaksana, 1985: 13-14).
Dialek yang satu berbeda dengan dialek yang lain karena masing-masing memiliki
kekhasan yang bersifat lingual. Kekhasan inilah yang menjadi pembeda bagi dialek-dialek
tersebut. Dalam kajian dialektologi, di samping dikenal istilah dialek, dikenal pula istilah lain
yakni aksen, idiolek, dan lek. Dialek merupakan variasi bahasa yang mengacu pada perbedaan
kosakata dan tata bahasa, sedangkan aksen variasi bahasa yang mengacu pada perbedaan
pelafalan atau fonetis. Meskipun demikian, bukan berarti dialek yang berbeda tidak ditandai
aksen yang berbeda. Perbedaan dialek dapat ditandai dengan perbedaan aksen, tetapi perbedaan
aksen belum tentu menandai perbedaan dialek.
Idiolek merupakan sistem bahasa yang ditemukan pada seorang penutur dan
mencerminkan kebiasaan berbahasa perseorangan (Rodman, 1993: 279). Ketika seseorang
mengkaji dialek, idiolek merupakan objek pertama kajiannya. Dialek merupakan abstraksi dari
sejumlah idiolek ini sebagaimana bahasa merupakan abstraksi bagi sejumlah dialek (Crystal,
1989: 24). Idiolek merupakan batas terendah dialek (Robins, 1992: 61).

BAB 3
LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini kami lakukan di Desa Bojongloa, Kec. Subang, Subang, Jawa Barat 41283,
Indonesia

sumber: Google Maps

BAB 4
ANALISIS DATA
Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi antar sesama manusia.
Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita
dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam
masyarakat. Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya,
namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata
yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor
lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek
didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia. Saat kita
mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya kapan kita
mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai ragam bahasa
non baku dipakai pada situas santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku
harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai dalam
pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan.
Dalam bahasa sunda pun terkenal istilah bahasa baku dan bahasa non baku atau bahasa
setempat. Dalam penelitian dialektologi ini, kami berhasil mengumpulkan data-data kosa kata
yang ada dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda sebagai berikut:
Tabel Perbedaan Bahasa Sunda Setempat dan Bahasa Sunda Baku
Glos

Bahasa Sunda Setempat


Cageur /c a g r/
Ngirit / i r i t/
Beunghar /b h a r/
Teu gaduh /t g a d u h/
Pedit /p d i t/

Bahasa Sunda Baku


Damang /d a m a /
Ngirit / i r i t/
Beunghar /b h a r/
Kr /k r /
Cedit, Ngopet , Ngoret

Takut
Hitam
Kandang kuda

Sieun /s i n/
Hideung /h i d /
Gedogan /g d o g a n/

/c d i t/, / o p t/, / o r t/
Borangan /b o r a a n/
Hideung /h i d /
Istal, Gedogan

Kukusan
Pintu

Aseupan /a s p a n/
Panto /p a n t O/

/i s t a l/, /g d o g a n/
Aseupan /a s p a n/
Panto, Lawang

Sehat
Hemat
Kaya
Miskin
Kikir

/p a n t O/, /l a w a n g/

Dapur
Tongkat
Benang jahit

Pawon /p a w O n/
Iteuk /i t k/
bola jait /b o l a j a i t/

Pawon /p a w O n/
Iteuk /i t k/
Benang kaput, Bola kaput
/B n a k a p u t/, /b o l a k a

Benang

Bola /b O l a/

p u t/
Benang, Bola

Tahun
Semua
Tali
Beberapa
Banyak
Rusa
Anjing
Binatang
Sabuk
Selendang

Sataun /s a t a U n/
Kabeh /k a b h/
Tali /t a l i/
Sababraha /s a b a b r a h a/
Loba /l o b a/
Uncal /U n c a l/
Anjing /a n j i /
Sasatoan /s a s a t o a n/
Beubeur /b b r/
Tiung /t i u /

/b n a /, /b O l a/
Taun /t a U n/
Sadayana /s a d a y a n a/
Pameungkeut /p a m k t/
Sababraha /s a b a b r a h a/
Seueur, Loba /s r/, /l O b a/
Uncal /U n c a l/
Anjing /a n j i /
Kirik /k i r i k/
Beber /b e b e r/
Karmbong, Solndang

Penyeduk Nasi
Kipas
Putih
Kuning
Hijau
Merah
Ungu
Cokelat
Bengkak
Belalang
Kutu
Telur kutu
Anak kutu
Benih
Pohon
Muntah
Daun
Bunga
Buah
Tuli
Makan

Sinduk /s i n d u k/
Hihid /h i h i d/
Bodas /b o d a s/
Konng /k o n /
Hjo /h j o/
Beureum /b r m/
Ungu /u U/
Coklat /c o k l a t/
Bareuh /b a r /
Simeut /s i m t/
Kutu /k u t u/
Lisa /l i s a/
Kuar /k u a r/
Binih /b i n i h/
Tangkal /t a k a l/
Utah /u t a h/
Daun /d a u n/
Kembang /k m b a /
Buah /b u a h/
Torek /t o r k/
Dahar /d a h a r/

/k a r m b o /, /s o l n d a /
Cukil /c u k i l/
Hihid /h i h i d/
Bodas /b o d a s/
Konng /k o n /
Hjo /h j o/
Beureum /b r m/
Ungu /u U/
Coklat /c o k l a t/
Bareuh /b a r /
Simeut /s i m t/
Ott, Kutu /O t t/, /k u t u/
Lisa /l i s a/
Kuar /k u a r/
Binih /b i n i h/
Tangkal /t a k a l/
Utah /u t a h/
Daun /d a u n/
Kembang /k m b a /
Buah /b u a h/
Teu ngadangu /t a d a u/
Tuang, Neda, Dahar

Jelek
Kamu
Aku

Goreng /g o r /
Maneh /m a n h/
Abdi /a b d i/

/t u a /, /n d a/, /d a h a r/
Awon /a w o n/
Anjeun /a n j n/
Abdi, Kuring /a b d i/, /k u r i /

Dua
Tiga
Empat
Lima
Dua belas
Dua puluh
Dua puluh lima
Lima Puluh
Enam puluh
Seratus
Sedikit
Burung Hantu
Ayam
Taji
Sayap
Ekor
Telur
Ikan
Cacing
Ular
Buaya

Dua /d u a/
Tilu /t i l u/
Opat /o p a t/
Lima /l i m a/
Dua belas /d u a b l a s/
Dua puluh /d u a p u l u h/
Lima likur /l i m a l i k u r/
Lima puluh /l i m a p u l u h/
Enam puluh / n a m p u l u h/
Saratus /s a r a t u s/
Saeutik /s a t i k/
Bueuk /b u k/
Hayam /h a y a m/
Siih /s i i h/
Jang-jang /j a j a /
Buntut /b u n t u t/
Endog / n d o g/
Lauk /l a u k/
Cacing /c a c i /
Orai /o r a i/
Buaya /b u a y a/

Dua /d u a/
Tilu /t i l u/
Opat /o p a t/
Lima /l i m a/
Dua belas /d u a b l a s/
Dua puluh /d u a p u l u h/
Lima likur /l i m a l i k u r/
Lima puluh /l i m a p u l u h/
Enam puluh / n a m p u l u h/
Saratus /s a r a t u s/
Saalit /s a a l i t/
Bueuk /b u k/
Hayam /h a y a m/
Siih /s i i h/
Jang-jang /j a j a /
Buntut /b u n t u t/
Endog / n d o g/
Lauk /l a u k/
Cacing /c a c i /
Orai /o r a i/
Buaya /b u a y a/

Bahasa tutur mempunyai sifat yang khas yaitu:


a. Bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan kata
penghubung.
b. Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari. Contoh: bilang, bikin, pergi,
biarin.
Di dalam bahasa tutur, lagu kalimat memegang peranan penting, tanpa bantuan lagu
kalimat sering orang mengalami kesukaran dalam memahami bahasa tutur.
Ciri-ciri Bahasa Baku
Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan
pokok, yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa ini lazim
digunakan dalam:
1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas, pengumumanpengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-undangan, penamaan dan
peristilahan resmi, dan sebagainya.

2. Wacana teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya.
3. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Desa Bojongloa, Kecamatan
Kasomalang, Kabupaten Subang secara astronomi terletak disebelah selatan Kota Subang,
sebelah Barat Laut Kabupaten Sumedang, Dan disebelah Timur Laut Kota Bandung. Maka Desa
Bojongloa merupakan daerah pertemuan tiga titik dialek bahasa sunda yang berbeda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ragam bahasa, yaitu faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal yaitu faktor yang berada di luar sistem bahasa, meliputi: waktu, tempat, sosialbudaya, situasi dan sarana yang digunakan. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang ada di
dalam bahasa itu sendiri, misalnya mengenai variasi fonetis, variasi fonemis, dan variasi
morfologis.
Suatu masyarakat yang memiliki bahasa pasti mendapatkan kemampuan berbahasa itu
melalui berbagai faktor salah satunya waktu. Bahasa memiliki sejarahnya tersendiri yang bisa
dipelajari. Kondisi sosial-budaya di suatu masyarakat tersebut juga mempengaruhi kemampuan
berbahasa masyarakatnya.

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Desa Bojongloa, Kecamatan
Kasomalang, Kabupaten Subang secara astronomi terletak disebelah selatan Kota Subang,
sebelah Barat Laut Kabupaten Sumedang, Dan disebelah Timur Laut Kota Bandung. Maka Desa
Bojongloa merupakan daerah pertemuan tiga titik dialek bahasa sunda yang berbeda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ragam bahasa, yaitu faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal yaitu faktor yang berada di luar sistem bahasa, meliputi: waktu, tempat, sosialbudaya, situasi dan sarana yang digunakan. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang ada di
dalam bahasa itu sendiri, misalnya mengenai variasi fonetis, variasi fonemis, dan variasi
morfologis.
Saran
Menurut kami, kegiatan penelitian dialektologi seperti ini sangat berguna untuk
pembelajaran bahasa. Maka, perlu diadakan kegiatan serupa lebih sering lagi. Tempat yang
kondusif dan waktu yang lebih lama akan meningkatkan kualitas hasil penelitian.
Masih jarang mahasiswa atau peneliti bahasa lainnya yang melakukan penelitian dalam
hal dialektologi. Bidang ini bisa dipilih sebagai alternatif untuk penelitian skripsi, tesis, atau
disertasi.

Daftar Pustaka
http://anaksastra.blogspot.co.id/2009/03/analisis-bahasa-baku-dan-non-baku-dalam.html
Wahya.2015.Bunga Rampai Penelitian Bahasa dalam Prespektif Geografis. Bandung: Semiotika.

Anda mungkin juga menyukai