Oleh:
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
pemikiran, memberikan suatu informasi, dan sebagainya. Pada hakekatnya manusia sebagai
individu yang berpikir dan juga menghasilkan suatu tindakan. Untuk melakukan hal tersebut
manusia sangat bergantung pada bahasa sebagai sarana komunikasi dan menghasilkan hubungan
interaksi antari ndividu. Oleh sebab itu, manusia dengan sendirinya membentuk dan menciptakan
suatu kebudayaan yang berbeda. Dari terciptanya budaya atau culture berbeda, maka secara
otomatis cara tindak tutur atau pola komunikasi yatitu juga memiliki karakteristik dialek yang
berbeda pula. Hal ini membuktikan bahwa bahasa memiliki system dan sub-sistem yang
dipahami sama oleh pendukungnya, namun, karena pendukung bahasa merupakan kumpulan
manusia yang beragam, maka wujud bahasa menjadi bervariasi. Dari sinilah kemudian muncul
geografi dialek yang mempelajari variasi bahasa berdasarkan perbedaan local suatu bahasa
Geografi dialek pada dasarnya mempunyai hubungan yang erat dengan linguistic
bandingan, Karena keduanya sama-sama mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-
ragam bahasa. Geografi dialek sesungguhnya merupakan anak atau salah satu cabang dari
linguistic bandingan. Keduanya cenderung menelaah kesejarahan ragam-ragam bahasa. Hal ini
sesuai dengan teori-teori linguistic abad XIX yang menuntut penjelasan ilmiah bersifat historis.
Dalam perkembangannya, kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Jika ilmu bahasa bandingan di
1
dalam kesimpulan-kesimpulannya hampir selalu menunjuk kepada bahasa purba yang sering
tidak pernah ada, geografi dialek cenderung memaparkan hubungan antar ragam bahasa yang
bertumpu pada satuan ruang terwujudnya ragam-ragam itu pada saat penelitian dilakukan.
Perkembangan geografi dialek melatari awal pemetaan bahasa yang dapat dikatakan
lahir serentak di dua tempat, yaitu di Jerman dan Perancis dan keduanya secara umum bersifat
historis. Secara singkat geografi dialek meneliti bagaimana pemetaan bahasa di suatu wilayah
tertentu. Seperti halnya pada bahasa Jawa dialek Surabaya di Kabupaten Sidoarjo. Bahasa jawa
dialek Surabaya merupakan bahasa yang tersebar cukup luas, sehingga bahasa ini dapat
dikatakan sangat beragam dan bervariasi. Dari keberagaman ini menimbulkan keambiguan
dalam penggunaannya untuk berkomunikasi. Melihat banyaknya perbedaan dan variasi bahasa
yang membingungkan dalam berkomunikasi, maka dapat dilakukan suatu penelitian mengenai
penggambaran atau pemetaan bahasa Jawa dialek Surabaya di Kabupaten Sidoarjo berserta ciri-
1.2.RumusanMasalah
1.3. Tujuan
2. Untuk mengetahui pemetaan isolek bahasa Jawa dialek Surabaya di Kabupaten Sidoarjo.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Geografi dialek dan dialek geografi, dua istilah ini jika tidak diperhatikan secara
cermat terkesan mirip, terlihat seperti kata yang hanya dibalik saja, akan tetapi
kedua frase tersebut memiliki makna yangberbeda. Perbedaan mendasar antara keduanya terletak
yang menerangkan, dan kata geografi diterangkan. Sedangkan frase dialek geografi
sebaliknya, dialek kata yang diterangkan serta merupakan head word /kata kepala dari frase
tersebut, dan geografi kata yang menerangkan. Berikut ini adalah ulasan mengenai perbedaan
Geografi dialek adalah kajian terhadap beraneka ragam bentuk tuturan dalam suatu
bahasa. Para ahli geografi dialek biasanya mengumpulkan dalam peta bahasa penjelasan yang
menyajikan hasil temuan yang berkaitan dengan beragam variasi ciri-ciri linguistik yang ada.
Geografi dialek merupakan cabang kajian linguistik yang bertujuan mengkaji semua gejala
kebahasaan secara cermat yang disajikan berdasarkan peta bahasa yang ada. Karena itu salah
satu tujuan umum dalam kajian ini yaitu memetakan gejala kebahasaan dari semua data yang
Dubois dalam Ayatrohaedi menambahkan, Geografi dialek adalah kajian dalam bidang
ilmu dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa,
3
dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut (Dubois
Keraf menyatakan bahwa geografi dialek merupakan salah satu dari dua sub-cabang
dialektologi, yaitu Geografi Dialek dan Sosiolinguistik. Adapun Sosiolinguistik, kajian yang
merupakan kajian yang mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam
Dialek geografi merupakan cabang dari pembagian dialek secara umum, yakni dialek
geografi dan sosial geografi. Jika sosial geografi merupakan variasi pemakaian bahasa yang
disebabkan oleh perbedaan kelompok sosial penutur. Lantas dialek geografi adalah variasi
pemakaian bahasa yang ditentukan oleh perbedaan wilayah pemakaian. dialek sosial bahasa Jawa
misalnya, terlihat pada pemakaian tingkat tutur. Sedangkan Dialek geografi pada bahasa Jawa,
linguistik, dan dialektologi tradisional. Geografi dialek merupakan kajian dialek regional atau
dialek geografis. Kajian ini merupakan cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang
terdapat dalam ragam-ragam bahasa dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat
terwujudnya ragam-ragam tersebut (Dubois dkk. dalam Ayatrohaedi, 1983: 29). Dari beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa geografi dialek merupakan kajian linguistik yang
4
berobjek dialek regional atau dialek geografis. Istilah geografi dialek bisa disebut juga
Dari sisi epistimologi, geografi dialek sebagai penerapan teori gelombang, yang
diusulkan oleh Johan Schmidt pada 1872, muncul lebih awal daripada dialektologi (Keraf, 1984:
143). Pada awal perkembangannya, geografi dialek merupakan bagian dari linguistik historis
(lingusitik komparatif atau linguistik diakronis), yang secara khusus membahas dialek atau
perbedaan lokal. Keterkaitan geografi dialek dengan linguistik historis ini dinyatakan pula oleh
Bloomfield (1965: 321; 1995: 311) bahwa geografi dialek sebagai kajian perbedaan lokal dalam
terpisah menjadi kajian yang berbeda walaupun sebagai salah satu metode, terutama dalam
penjaringan data, geografi dialek tetap dimanfaatkan dalam linguistik historis. Menurut
Ayatrohaedi, (1983: 29), linguistik historis di dalam simpulannya hampir selalu menunjuk
kepada bahasa proto. Geografi dialek menyajikan hal yang berkaitan dengan pemakaian unsur
bahasa yang ada sehingga dapat dibuktikan. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, dua
orang linguis sebagai pelopor dalam geografi dialek ini sehingga hasil penelitiannya
memengaruhi penelitian geografi dialek di negara lain, adalah Gustav Wenker dan Jules Louis
Gillieron. Pada awal perkembangnnya, penelitian geografi dialek terutama diarahkan untuk
menetapkan ruang lingkup gejala kebahasaan dengan jalan mengelompokkan dan memaparkan
ciri-ciri dialek. Dalam perkembangan selanjutnya, penelitian ini diarahkan untuk mencari
hubungan yang ada antara batas-batas dialek atau bahasa dan batas-batas alam ataupun sejarah
(Ayatrohaedi, 1983: 30). Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan dialektologi, geografi dialek
5
memiliki kekhususan sebagaimana diakui. Dalam kaitannya dengan linguistik, geografi dialek
memiliki kedudukan yang penting berdasarkan alasan praktis. Mengutip pendapat Meillet,
Ayatrohaedi (1983: 31) berpendapat bahwa dengan penelitian geografi dialek, pada saat yang
sama telah dapat diperoleh gambaran umum mengenai sejumlah dialek sehingga hal tersebut
sangat menghemat waktu, tenaga, dan dana. Geografi dialek tidak hanya menyumbang kita
kelaziman bentuk bahasa, juga memberikan banyak rincian mengenai sejarah setiap
bentuk itu. Dengan penelitian geografi dialek dapat dikumpulkan data sinkronis yang berdimensi
diakronis. Data tersebut tidak hanya menampilkan fakta empiris eksistensi variasi bahasa pada
saat penelitian, juga sekaligus menyajikan hasil perjalanan sejarah variasi tersebut. Data yang
diperoleh di lapangan dapat mencerminkan hasil perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, data
geografi dialek ibarat pedang bermata dua: berdimensi sinkronis dan diakronis. Dimensi
diakronis yang ditampilkannya itulah yang menyebabkan geografi dialek menjadi bagian penting
6
Berdasarkan penggelompokan kosakata kedalam peta dapat diketahui isolek-isolek
disetiap titik pengamatan. Isolek merupakan kondisi kebahasaan yang statusnya belum pasti,
apakah itu otonom atau dialek. Dalam pemetaan ini yang digunakan hanya berkas isologis dua
etima, tiga etima, dan empat etima. Sedangkan, berkas atau isoglos tidak petakan karna bukan
merupakan isolek.
7
Pada peta diatas menunjukkan bahwa glos /kakak perempuan/ muncul berian [ mba],
berian [ mbayu ], dan berian [ ne ]. Berian [ mba ] terletak pada kecamatan Jabon dan
keamatan Sedati. Berian [ mbayu ] terletak pada kecamatan Waru. Sedangkan, berian [ ne ]
8
Pada peta diatas menunjukkan bahwa gloss /menguburkan/ muncul berian [ bUr ]
terletak pada kecamatan Jabon, berian [ mndm ], berian [ dikUbur ], dan berian [ dikUbUrn]
terletak pada kecaatan Krian, dan berian [ dikUbUrn ] terletak pada kecamatan Sedati.
9
Pada peta diatasmenunjukkan glos /meninggal/ muncul berian [ mati ] berian [
sd ], beian [ mnial ]. Berian [ mati ] terletak dikecamatan Jabon dan kecamatan Waru. Berian
[sd ] terletak di kecamatan Krian. Sedangkan, berian [ mnial ] terletak dikecamatan Sedati.
Pada peta diatas menunjukkan gloss /karung/ muncul berian [ sak ], berian
[glansi], berian [karU]. Berian [sak] terletak dikecamatan Jabon dan kecamatan Krian. Berian
10
Pada peta diatas menunjukkan gloss /pisan/ muncul berian [ ladI ] dan berian [
blati ]. Berian [ladI] terletak di kecamatan Jabon, kecamatan Krian, dan kecamatan Sedati,
11
Pada peta diatas menunjukkan glos /sayur/ muncul berian [dodo], berian [sayUr],
berian [jaan]. Berian [dodo] terletak dikecamatan Jabon. Berian [sayUr] terletak di kecamatan
Waru dan kecamatan Krian, sedangkan berian [jaan] terletak dikecamatan Sedati.
12
Pada peta diatas menunjukkan glos /lauk/ muncul berian [iwa] dan berian
[law]. Berian [iwa] terletak di kecamatan Jabon dan kecamatan Sedati. Sedangkan, berian
13
Pada peta diatas menunjukkan glos /anak anjing/ muncul berian [kirI] dan berian
[ana asu]. Berian [kirI] terletak di kecamatan Jabon, kecaatan Waru, dan kecamatan Krian.
14
Pada peta diatas menunjukkan glos /ayam betina/ muncul berian [babn] dan
berian [petI wd]. Berian [babn] terletak di kecamatan Jabon, kecamatan Krian dan
15
Pada peta diatas menunjukkan glos /pusing/ muncul berian [lu] dan berian
[mumt]. Berian [lu] terletak dikecamatan Jabon, kecamatan Krian, dan kecamatan Sedati.
Pada peta diatas menunjukkan glos /marah/ muncul berian [amU] dan berian [nsu].
Berian [amU] terletak di kecamatan Jabon, kecamatan Krian, dan kecamatan Sedati. Sedangkan
16
BAB III
Kesimpulan
Pada hakekatnya manusia sebagai individu yang berpikir dan juga menghasilkan suatu
tindakan. Oleh sebab itu, manusia dengan sendirinya membentuk dan menciptakan suatu
kebudayaan yang berbeda. Dari terciptanya budaya atau culture berbeda, maka secara otomatis
cara tindak tutur atau pola komunikasi yatitu juga memiliki karakteristik dialek yang berbeda
pula. Hal ini membuktikan bahwa bahasa memiliki system dan sub-sistem yang dipahami sama
oleh pendukungnya, namun, karena pendukung bahasa merupakan kumpulan manusia yang
beragam, maka wujud bahasa menjadi bervariasi. Dari sinilah kemudian muncul geografi dialek
yang mempelajari variasi bahasa berdasarkan perbedaan local suatu bahasa (Keraf, 1984: 143).
Gorys Keraf menyatakan bahwa geografi dialek merupakan salah satu dari dua sub-
cabang dialektologi, yaitu Geografi Dialek dan Sosiolinguistik. Adapun Sosiolinguistik, kajian
dialek merupakan kajian yang mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan 17ocal
Seperti halnya pada bahasa Jawa dialek Surabaya di Kabupaten Sidoarjo. Bahasa jawa
dialek Surabaya merupakan bahasa yang tersebar cukup luas, sehingga bahasa ini dapat
dikatakan sangat beragam dan bervariasi. Dari keberagaman ini menimbulkan keambiguan
dalam penggunaannya untuk berkomunikasi. Misalnya pada glos /marah/ muncul berian [amU]
dan berian [nsu]. Berian [amU] terletak di kecamatan Jabon, kecamatan Krian, dan kecamatan
yang berbeda-beda namun bermakna sama. Banyak sekali terdapat varian-varian kata yang
tersebut.
18
DAFTAR PUSTAKA
Bloomfield, Leonard. 1965. Language History. New York: Holt, Rinehart and Wiston.
http://rudhawidagsa.blogspot.co.id/2010/09/geografi-dialek-dan-dialek-geografi.html. Diakses
13.15.
19