Anda di halaman 1dari 14

13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Beberapa Bidang Ilmu dalam Linguistik

Linguistik berarti “ilmu bahasa”. Ilmu linguistik sering disebut “linguistik

umum”. Artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja

(seperti bahasa Inggris, atau bahasa Indonesia), tetapi linguistik itu menyangkut

bahasa pada umumnya. Beberapa bidang ilmu dalam linguistik diantaranya adalah

linguistik sebagai ilmu pengetahuan spesifik, linguistik sebagai ilmu empiris,

linguistik antropologis, yaitu cara penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan oleh

para ahli antropologi budaya, linguistik sosiologis (sosiolinguistik) untuk meneliti

bagaimanakah dalam bahasa itu dicerminkan hal-hal sosial dalam golongan

penutur tertentu, dan ada linguistik yang menjelaskan bahwa linguistik adalah

ilmu pengetahuan Deskriptif bukan Preskriptif (Verhaar, 2006: 16).

2.1.1 Linguistik Sinkronis

Lingusitik adalah ilmu yang menelaah bahasa, atau ilmu tentang bahasa.

Dengan demikian, objek linguistik adalah bahasa. Menurut Kridalaksana (1985:

21), bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh

para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

mengidentifikasikan diri. Linguistik juga mempelajari bagaimana struktur

bahasanya, pemakaiannya, hubungannya dengan bahasa lain, bagaimana bahasa-

13
14

bahasa itu berkembang menjadi dialek-dialek, serta mempelajari bagaimana

bahasa-bahasa itu berkembang dari satu periode ke periode lainnya (Verhaar,

2006: 15).

Istilah linguistik sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn ‘dengan’,

‘bersama’, dan khronos ‘waktu’. Linguistik sinkronis menganalisis bahasa pada

waktu tertentu tanpa memperhatikan perkembangan yang terjadi pada masa

lampau. Linguistik sinkronis bersifat deskriptif atau menguraikan karena

memerikan atau menganalisis bahasa, baik lisan maupun tulis pada periode

tertentu. Yang dimaksud dengan studi sinkronis sebuaah bahasa adalah deskripsi

tentang “keadaan tertentu” bahasa tersebut (pada suatu “masa”) (Lyons, 1995:

46).

Seperti yang telah disinggung sedikit dimuka, linguistik sinkronis

mengkaji bahasa pada masa yang terbatas. Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia

pada tahun dua puluhan, juga bahasa Inggris pada zaman William Shakespeare,

bahasa Jawa dewasa ini, atau bahasa Sunda yang beragam di setiap wilayah

berbahasa Sunda.

2.1.2 Linguistik Teoretis dan Lingusitik Terapan

Pengetahuan dan penguasaan bidang linguistik banyak sekali manfaatnya

untuk pengajaran bahasa, maka pemanfaatan pengetahuan linguistik dalam

pengajaran bahasa asing adalah salah satu bentuk linguistik terapan. Lingusitik

terapan merupakan bagian dari linguistik teoritis. Linguistik teoretis atau

theoretical linguistics adalah studi linguistik secara teoretis, bagaimana bahasa


15

bekerja untuk memberikan uraian-uraian data dan bahan bahasa yang dapat

dipertanggungjawabkan kekonsekuenan metodenya dalam menganalisis bahasa.

Linguistik teoretis dapat disebut juga pure linguistics atau linguistik murni.

Linguistik teoretis ini mencakup linguistik deskriptif, linguistik historis, linguistik

komparatif, dan dialektologi.

Linguistik terapan atau applied linguistics digunakan untuk memecahkan

masalah-masalah praktik di luar linguistik itu sendiri, artinya linguistik terapan

hanya sebagai tindak lanjut dari linguistik teoretis atau linguistik umum

merupakan syarat bagi linguistik terapan. Cabang linguistik terapan ini adalah

leksikografi, patologi, penerjemahan, patologi ujaran, dan pengajaran bahasa

(Verhaar, 2006: 16).

2.1.3 Fonologi

Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan

runtutan bunyi-bunyi bahasa disebut fonologi. Secara etimologis, fonologi berasal

dari kata fon ‘bunyi’ dan logos ‘ilmu’. Tuturan bahasa terdiri atas bunyi. Bukan

sembarang bunyi saja melainkan bunyi tertentu, bunyi tersebut diselidiki oleh

fonetik dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut cara pelafalannya,

dan menurut sifat-sifat akustiknya, sedangkan fonologi meneliti bunyi bahasa

tertentu menurut fungsinya (Verhaar, 2006: 10).

Fonologi sebagai bidang khusus dalam linguistik mengamati bunyi-bunyi

suatu bahasa tertentu menurut fungsinya untuk membedakan makna leksikal

dalam bahasa tersebut. Fonologi terbagi menjadi dua cabang ilmu, yaitu fonetik
16

dan fonemik. Bidang-bidang fonologi yang luas telah dibiarkan tak disentuh

dalam pembicaraan pokok bahasa sekarang ini. Tak ada yang dikatakan mengenai

tekanan dan intonasi dalam frase-frase dan ujaran-ujaran; tidak ada pembicaraan

mengenai fungsi nada dalam bahasa-bahasa yang berbeda; dan tidak pembicaraan

mengenai kedudukan suku kata sebagai satuan fonologis (Lyons, 1995: 176).

2.1.4 Morfologi

Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang

mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk

kata terhadap golongan dan arti kata lain dapat dikatakan bahwa morfolgi

mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk

kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Morfem adalah satuan

gramatikal terkecil yang mendukung arti dalam sisteematika bahasa. Morfem

adalah komposit bentuk pengertian terkecil yang sama atau mirip yang berulang.

Secara prinsip, dalam morfologi terkandung proses peembentukan kata dengan

menggabungkan konstituen yang bersifat gramatikal (Ramlan, 1987: 2).

2.2 Dialektologi

2.2.1 Pengertian Dialektologi

Cabang ilmu bahasa yang khusus mempelajari variasi-variasi bahasa

dalam semua aspeknya disebut dialektologi. Dialektologi ingin mempelajari serta

membandingkan bahasa-bahasa yang masih serumpun untuk mencari titik


17

persamaan dan titik perbedaannya (Keraf, 1984: 143). Dialektologi disebut juga

kajian tentang dialek-dialek. Walaupun kajian ini baru benar-benar memeroleh

perhatian dari para ahli bahasa menjelang akhir abad ke-19, lama sebelumnya

telah banyak dilakukan penulisan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah

ini (Ayatrohaedi, 1983: 14).

2.2.2 Dialek

Dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat

untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang

mempergunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya (Ayatrohaedi,

1983: 1). Meillet (1970: 70) memberikan beberapa ciri dialek sebagai berikut,

pertama perbedaan dalam kesatuan, kesatuan dalam perbedaan. Kedua, dialek

adalah seeperangkat ujaran setempat yang berbeda-beda yang memiliki ciri umum

dan lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa

yang sama. Ketiga, dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran seteempat

dari sebuah bahasa. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa dialek merupakan

bagian dari sebuah sistem bahasa.

2.2.3 Pembeda Dialek

Dialek yang satu berbeda dengan dialek yang lain karena masing-masing

memiliki kekhasan yang bersifat lingual. Kekhasan inilah yang menjadi pembeda

bagi dialek-dialek tersebut.


18

Pada garis besarnya, pembeda dailek dapat dibagi menjadi lima macam

(Ayatrohaedi, 1983: 4), yaitu sebagai berikut.

1. Bedaan fonetis, yaitu bedaan pada tataran fonologis,

2. Bedaan semantis, terjadi sebagai akibat terciptanya kata baru berdasarkan

perubahan fonologis dan geseran bentuk,

3. Bedaan onomasiologis, yang menunjukkan pelambang yang berbeda

berdasarkan satu konsep yang dikenal di beberapa tempat yang berbeda,

4. Bedaan semasiologis, yaitu pemberian pelambang yang sama untuk

beberapa konsep yang berbeda,

5. Bedaan morfologis yang dibatasi oleh adanya sistem tata bahasa yang

bersangkutan, oleh frekuensi morfem yang berbeda, oleh wujud

fonetisnya, dan oleh sejumlah faktor lainnya.

2.2.4 Isoglos

Menurut Ayatrohaedi (1983: 5), faktor yang memengaruhi perkembangan

bahasa adalah sejarah daerah yang bersangkutan, agama, kebudayaan, ekonomi,

komunikasi, dan kesediaan masyarakat bahasa tersebut untuk menerima pengaruh

dari luar. Isoglos merupakan alat bantu untuk mengkaji perkembangan bahasa

yang dipengaruhi oleh faktor-faktor nonlinguistik. Isoglos merupakan garis yang

memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem

kedua lingkungan yang berbeda itu, yang dinyatakandalam peta bahasa. Isoglos

sering juga disebut heteroglos. Dari garis isoglos akan terlihat adanya suatu irama
19

atau gerak garis yang sama (berkat isoglos) sehingga dapat diperkirakan di mana

batas-batas dialek tersebut (Ayatrohaedi, 1983: 5).

2.3 Geografi Dialek

2.3.1 Batasan Geografi Dialek

Geografi dialek kadang-kadang disebut dialektologi regional, linguistik

wilayah, geografi linguistik, dan dialektologi tradisional (Wahya, 1995: 26).

Dialek geografis merupakan kajian dialek dalam kawasan geografis. Geografi

dialek ialah cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di

dalam ragam-ragam bahasa dengan tertumpu dalam satu ruang kepada satuan

ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut (Ayatrohaedi, 1983: 29).

Dengan demikian, pada dasarnya geografi dialek masih mempunyai hubungan

yang erat dengan ilmu bahasa bandingan karena mempelajari hubungan yang

terdapat dalam ragam bahasa.

Pada awal perkembangannya, penelitian geografi dialek terutama

diarahkan untuk menetapkan ruang lingkup gejala-gejala kebahasaan dengan jalan

mengelempokkan dan memaparkan ciri-ciri dialek. Dalam perkembangannya

lebih lanjut, penelitian ini diarahkan untuk mencari hubungan yang ada antara

batas-batas dialek atau bahasa dengan batas-batas alam ataupun sejarah

(Ayatrohaedi, 1983: 30).

Geografi dialek mempunyai kedudukan yang penting dalam linguistik

karena dengan penelitian geografi dialek dapat diperoleh gambaran umum

mengenai sejumlah dialek-dialek suatu bahasa. Gambaran umum itu akan tampak
20

jelas jika semua gejala kebahasaan dari bahan hasil penelitian yang terkumpul

dipetakan.

2.3.2 Peta Bahasa

Gamabaran umum mengenai sejumlah dialek baru akan tampak jelas jika

semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahan yang terkumpul selama

penelitian dipetakan. Oleh karena itu, kedudukan dan peranan peta bahasa dalam

kajian geografi dialek merupakan suatu hal yang mutlak diperluakan. Dengan

peta-peta itu, baik persamaan atau perbedaan yang terdapat di antara dialek atau

bahasa yang diteliti itu dapat dikaji dan ditafsirkan lebih jelas.

Pada umumnya orang beranggapan bahwa suatu bahasa sangat erat

hubungannya dengan keadaan alam, (suku) bangsa, dan keadaan politik di daerah

pakai bahasa tersebut. Oleh karena itu, usaha menentukan batas daerah pakai

suatu bahasa pun pada umumnya didasarkan pada kenyataan-kenyataan itu.

Dengan demikian, penelitian geografi dialek tidak dapat dipisahkan dari pemetaan

bahasa atau pemetaan dialek. Peta bahasa atau peta dialek merupakan alat bantu

untuk menggambarkan kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam dialek-dialek,

baik itu persamaan maupun perbedaan di antara dialek-dialek tersebut

(Ayatrohaedi, 1983: 31-32).

2.3.3 Dialektometri

Dialektometri ialah ukuran secara statistik yang dipergunakan untuk

melihat berapa besar perbedaan dan persamaan unsur bahasa di tempat-tempat


21

yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat

tersebut (Ayatrohaedi, 1983: 32). Unsur bahasa yang diperbandingkan ialah unsur

fonologis, morfologis, kosakata (leksikal), morfosintaksis, dan morfofonologis.

Dalam perhitungan digunakan rumus berikut.

S X 100 = d

S = jumlah beda setiap unsur bahasa

n = jumlah peta

d = jarak

Dengan menghitung jumlah beda setiap unsur bahasa (S) dikalikan dengan

100, lalu dibagi jumlah nyata peta yang dibandingkan (n), akan diperoleh jarak

antardialek. Berdasarkan rumus itu, perbedaan yang lebih 80% dianggap

perbedaan bahasa, 51-80 % dianggap perbedaan dialek, 31-50 % dianggap

perbedaan subdialek, 21-30 % dianggap tidak ada (Ayatrohaedi, 1979: 32).

Penentuan persamaan dan perbedaan dialek dengan menggunakan

dialektometri merupakan penentuan yang bersifat kuantitatif. Penentuan

persamaan dan perbedaan dialek dapat pula menggunakan metode kualitatif, yakni

membandingkan unsur bahasa tanpa menghasilkan angka-angka yang bersifat

statistik. Dalam pelaksanaan penghitungan dengan menggunakan metode statistik


22

(kuantitatif), penghitungan yang bersifat kualitatif dilaksanakan lebih dahulu, baru

kemudian penghitungan yang bersifat kuantitatif.

Dialektometri merupakan perkembangan terakhir penelitian geografi

dialek, tidak berarti dialektometri tidak mempunyai kelemahan. Kelemahan itu

disebabkan oleh kenyataan bahwa yang diperbandingkan terbatas pada peta-peta

gejala dan unsur bahasa yang memperlihatkan perbedaan, padahal sebenarnya

jauh lebih banyak gejala dan unsur bahasa yang terkumpul melalui penelitian itu

justru memperlihatkan persamaan. Oleh karena itu, dialektometri akan lebih dapat

dipercaya kebenarannya jika dalam penggarapannya juga menyatakan berian-

berian lain yang tidak dipetakan.

2.3.4 Penafsiran Peta

Data empiris yang diperoleh dari lapangan, setelah dipetakan harus

ditafsirkan. Menurut Ayatrohaedi (1983: 57-60), penafsiran peta akan bergantung

kepada adanya faktor penyebab, baik faktor sebab luar bahasa maupun faktor

sebab dalam bahasa. Faktor sebab luar bahasa terdiri atas:

a. suku lapis purba,

b. lapis sastra,

c. lapis budaya,

d. tukaran atau pinjaman, dan

e. batas budaya.

Faktor sebab dalam bahasa terdiri atas:


23

a. perkembangan fonetik,

b. usangan fonetik,

c. tikaian homonim,

d. tikaian semantik,

e. pemurbaan dan keberlebihan (hiperkorek)

2.3.5 Pola Perkembangan Unsur Bahasa

Pembahasan peta unsur bahasa pada dasarnya berkaitan dengan

penelusuran pola perkembangan sejarah bahasa di daerah penelitian. Pola

perkembangan sejarah ini akan jelas apabila setiap unsur bahasa diperbandingkan

sesamanya. Setiap unsur ini ditafsirkan dengan baik sehingga setiap peta yang

memuat unsur tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Memahami pola-pola perkembangan unsur bahasa atau sejarah bahasa,

diperluakan untuk berbagai data dan keterangan. Ayatrohaedi (1983: 117)

berpendapat bahwa data dan keterangan ini terdiri atas (1) peta unsur bahasa, (2)

data kebahasaan sinkronis di luar daerah penelitian, (3) data etimologis yang

mencakup data sejarah dan bandingan bahasa, dan (4) data bukan bahasa yang

menonjol. Dari keempat data dan keterangan itu, data dan keterangan yang berupa

peta unsur bahasa, jelas merupakan data dan keterangan yang pertama dan utama.

Makin banyak data dan keterangan yang diperoleh untuk menelusuri pola

perkembangan sejarah bahasa, makin terbuka peluang untuk menelusuri pola

perkembangan sejarah bahasa tersebut.


24

2.4 Sosiolinguistik

2.4.1 Pengertian Sosiolinguistik

Menurut Sumarsono (2008: 2), sosiolinguistik terdiri atas dua unsur, yaitu

sosio dan linguistuik. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa, khususnya

unsur-unsur bahasa, misalnya, fonem, morfem, frasa, klausa, kalimat dan

hubungan antara unsur-unsur tersebut (struktur), termasuk hakikat dan

pembentukan unsur-unsur itu. Unsur sosio seakar dengan sosial, yaitu yang

berhubungan dengan masyarakat, kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi

kemasyarakatan.

Menurut Suwito (1985: 11), sosiolinguistik adalah studi bahasa yang

mengutamakan telaah bahasa sebagai gejala sosial. Telaah bahasa yang

ditinjaunya adalah variasi bahasa berdasarkan pola-pola kehidupan masyarakat,

serta mempelajari variasi bahasa antara struktur linguistik dan struktur sosial.

Sosiolinguistik juga meninjau bahasa yang memungkinkan para penuturnya

fleksibel dalam hubungan peran pada saat berkomunikasi. Dengan bahasa,

penutur-penutur bahasa melaksanakan kegiatan sosial sehari-hari atau

bersosialisasi. Hal ini membuktikan bahwa bahasa tidak hanya berfungsi sebagai

alat komunikasi, tetapi juga merupakan ciri khusus dari eksistensi sosial.

Penutur-penutur bahasa senantiasa memilih atau membatasi diri pada

norma-norma hubungan peran dengan memilih variasi bahasa tertentu yang

dikehendakinya. Timbulnya variasi-variasi bahasa tersebut disebabkan oleh

adanya faktor-faktor sosial dan faktor-faktor situasional yang memengaruhi

pemakaian bahasa tersebut, misalnya umur, status sosial, tingkat ekonomi, tingkat
25

pendidikan, dan sebagainya, sedangkan faktor-faktor siapa yang bertutur kata,

variasi bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan tentang apa, merupakan

faktor-faktor situasional (Suwito, 1985: 3). Faktor-faktor tersebut merupakan

objek sosiolinguistik, sedangkan pergantian dari satu variasi bahasa ke variasi

bahasa lainnya merupakan data bagi sosiolinguistik.

2.4.2 Hubungan dan Manfaat Sosiolinguistik dalam Ilmu Bahasa

Sosiolinguistik mempunyai hubungan yang sangat erat dalam ilmu bahasa

karena aspek-aspek sosiolinguistik tidak terlepas dari pemakaian bahasa dalam

konteks sosialnya.

Faktor-faktor sosial, kultural, dan situasional meruapakan faktor-faktor

yang banyak berpengaruh terhadap pemakaian bahasa, sedangkan dalam

penelitian-penelitian bahasa, perhatiannya lebih dititikberatkan atau ditujukan

kepada segi-segi struktural dan gramatikalnya. Jadi, penguasaan struktur

gramatikal bahasa seseorang bukanlah semata-mata hal yang menentukan

kemampuan dan keterampilan bahasa seseorang, tetapi juga oleh ketepatan

pemilihan variasi sesuai dengan konteks sosialnya (Suwito, 1985: 5).

Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati

sebagai bahasa sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat

atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat

manusia. Kajian sosiolinguistik dalam penelitian ini dipandang perlu karena

masalah yang diteliti menyangkut hubungan antara bahasa dan masyarakat

pemakai bahasa, lebih khusus lagi menyangkut penggunaan bahasa dalam konteks
26

situasi tertentu. Sosiolinguistik mempelajari bagaimana interaksi yang terjadi

antara bahasa dan masyarakat pengguna bahasa.

Sejalan dengan laju perkembangan pemikiran dan kebudayaan manusia,

bahasa pun berkembang dengan pesat sehingga menimbulkan adanya variasi

dalam bahasa. Faktor-faktor seperti geografis, sosial, dan budaya turut berperan

dalam lainnya variasi bahasa ini. Selain itu, sosiolinguistik adalah ilmu yang

mempelajari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota

masyarakat. Dengan demikian, mengkaji sosiolinguistik dilakukan dengan

mengkaji bahasa secara eksternal, yakni faktor di luar bahasa.

Anda mungkin juga menyukai