Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki bahasa daerah yang tersebar di seluruh wilayah

nusantara. Setiap daerah memiliki ciri tertentu untuk membedakan dengan bahasa

daerah lainnya. Dengan kata lain terdapat ciri kesemestaan dalam semua bahasa

yang kita sebut kesemestaan bahasa atau universalia bahasa (language universal).

Mengingat kembali penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal

36 dijelaskan bahwa bahasa-bahasa daerah yang terdapat di wilayah Nusantara ini

merupakan unsur kebudayaan nasional yang hidup, perlu dipelihara oleh

pemakainya dan mendapat perlindungan dari pemerintah. Beberapa bahasa daerah

telah banyak memiliki kontribusi untuk perkembangan Bahasa Indonesia

diantaranya dalam hal pengayaan kosa kata, istilah, dan ungkapan.

Berdasarkan pendapat Woodbury dan Himmelmann, Budiwiyanto

memaparkan pula bahwa dokumentasi bahasa tidak hanya dianggap sebagai

repositori data untuk penelitian ilmiah, tetapi dokumentasi bahasa berperan

penting dalam pemertahanan bahasa. Perlu diketahui pula bahwa

pendokumentasian bahasa termasuk dalam cabang ilmu linguistik dokumenter

(documentary linguistic). Dalam pandangan tradisional, pendokumentasi bahasa

pada dasarnya adalah menyusun tata bahasa, kamus, dan sejumlah teks. Hubungan

di antara unsur-unsur itu bersifat hierarkis. Posisi teratas adalah tata bahasa,

kemudian kamus, dan terbawah adalah teks.

1
Budiwiyanto mendefinisikan tata bahasa sebagai seperangkat aturan

untuk memproduksi ujaran. Jika dipahami dari segi maknanya, kata “tata” di

dalam “tata bahasa” berarti aturan, kaidah, atau susunan. Ketiga makna kata itu

mengimplikasikan makna sistem dan sistem mengimplikasikan makna struktur.

Tidak ada satupun bahasa di dunia yang yang tidak bersistem. Disadari atau tidak

oleh penuturnya, bahasa yang diujarkan dan digunakan sebagai alat komunikasi

sehari-hari dengan lawan tutur memiliki aturan ataupun struktur, baik dari sisi

struktur fonologi, morfologi, sintaksis maupun semantik.

Satu diantara tataran bahasa yaitu morfologi, yang membicarakan

bermacam-macam bentuk kata yang dapat digunakan untuk menurunkan kata-kata

baru. Tata aturan pada tingkatan ini membicarakan tentang tata kata dalam sebuah

bahasa. Morfologi merupakan studi gramatikal struktur intern kata. Morfologi

sering disebut pula tata kata atau tata bentuk (Kentjono, 2005: 144). Selain itu,

morfologi membicarakan masalah kelas kata sebagai landasan untuk pembentukan

satuan gramatikal yang lebih besar (kalimat dan wacana).

Provinsi Kalimantan Barat, terdapat dua bahasa daerah yaitu Bahasa

Melayu dan Bahasa Dayak. Seiring berjalannya waktu banyak pendatang dari luar

Kalimantan Barat yang heterogen sehingga membawa adat, budaya, dan bahasa

yang juga memiliki kontribusi sangat besar dalam perkembangan bahasa di

Kalimantan Barat.

Salah satu bahasa yang terdapat di Kalimantan Barat adalah Bahasa

Dayak. Bahasa Dayak juga menyebar di Kabupaten Sanggau. Berbicara tentang

kelompok etnik dan bahasa yang ada di Kabupaten Sanggau, terdapat tiga

2
kelompok besar di sana. Jika dikaji dari kedekatan budaya, hukum adat, dan

sejarah penyebaran, suku Dayak di Kabupaten Sanggau dan Sekadau dapat

dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yakni rumpun Dayak Bidayuh, rumpun

Dayak Iban, dan rumpun Dayak Pantai. Sementara itu, berdasarkan aspek ilmu

bunyi, persebaran bahasa di kabupaten Sanggau dan Sekadau setidaknya terdapat

tiga kelompok besar, yaitu kelompok Bidayuhik, Ibanik, dan Melayik. Tiga

kelompok ini memiliki sub-sub yang berdomisili di daerah aliran sungai yang

berbeda. Kelompok Ibanik bermukim di DAS Belitang, Sekadau, Koman, dan

Mentuka’. Kemudian, kelompok Dayak Pantai bermukim di DAS Kapuas,

Sekadau, Benawas, Kerabat, dan Menterap. Sementara itu, Bidayuhik sendiri

merupakan kelompok terbesar jumlah penuturnya dan juga cabangnya. Penutur

kelompok bahasa ini bermukim di daerah aliran sungai (DAS), Sekayam,

Jangkang, Bonti, Sungai Tayan, Belitang, dan Mengkiang (Alloy, dkk., 2008: 50

—51).

Persebaran subetnik dan penutur bahasa yang berdasarkan DAS tadi

terlihatlah bahwa Ribun termasuk ke dalam kelompok Bidayuhik. Asfar (dalam

Asfar, 2015: 1) mengklasifikasi bahasa Ribun yang dituturkan di kawasan Hulu

Sungai Tayan sebagai salah satu varian bahasa Bidayuhik. Sementara itu, Dayak

Ribun yang dikenal juga dengan nama Hibun adalah kelompok masyarakat

subsuku Dayak yang tersebar di Kecamatan Tayan Hulu, Parindu, Bonti, dan

Kembayan (Alloy, dkk., 2008: 130).

Kembali berbicara tentang sistem bahasa, sebagaimana bahasa lain di

dunia yang bersistem, kajian ini akan mengkaji sistem dalam bahasa Ribun di

3
Kabupaten Sanggau. Adapun tataran sistem bahasa yang dibahas dalam kajian ini

adalah morfologi.

Penelitian-penelitian sebelumnya tentang bahasa Dayak Taman dengan judul

“Morfologi dan Sintaksis Bahasa Taman” yang dilakukan Peternus Hanye, dkk.

Tahun 1987 dan judul lain “Struktur Bahasa Taman di daerah Kabupaten Kapuas

Hulu” tahun 1984/1985 dilakukan oleh Paternus Hanye, dkk. Dari kajian

sebelumnya sangat penting dilakukan penelitian lanjutan guna melengkapi

penelitian-penelitian yang sudah ada. Penelitian yang berkaitan dengan morfologi

bahasa Ribun ini menambah dan melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya.

1.2 Masalah

Permasalahan umum dalam kajian ini adalah bagaimanakah sistem

morfologi dalam bahasa Ribun? Permasalahan umum tersebut diperinci ke dalam

beberapa permasalahan khusus sebagai berikut.

1. Morfem apa saja yang terdapat dalam bahasa Ribun?


2. Bagaimanakah bentuk kata dalam bahasa Ribun?
3. Bagaimanakah konstruksi morfologis dalam bahasa Ribun?
4. Kelas kata apa saja yang terdapat dalam bahasa Ribun?

1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, kajian ini

bertujuan mengkaji sistem morfologi dalam bahasa Ribun. Kajian yang bersifat

umum ini akan dibahas lebih lanjut ke dalam sub-subkajian yang lebih sempit,

yaitu (1) mengkaji morfem yang terdapat dalam bahasa Ribun; (2) mengkaji

4
bentuk kata dalam bahasa Ribun; (3) mengkaji kronstruksi morfologis dalam

bahasa Ribun; (4) mengkaji kelas kata dalam bahasa Ribun.

1.4 Manfaat

Kajian ini dapat memberi dua manfaat sekaligus, yaitu manfaat secara

teoretis dan manfaat secara praktis. Secara teoretis, kajian ini diharapkan dapat

menjadi bahan masukan ataupun tambahan referensi yang berkaitan dengan

satuan-satuan dasar bahasa, khususnya bahasa daerah. Sementara itu, dari sisi

praktis, kajian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti, pengkaji,

ataupun pemerhati bahasa Ribun sekaligus dapat menjadi cara untuk lebih

mengenal etnik Ribun—dari sisi bahasa tentunya.

1.5 Kerangka Teori

Menurut Crytal dalam Chaer (2005: 1) morfologi adalah cabang linguistik

yang menelaah struktur atau betuk kata, utamanya melalui morfem. Lebih lajut

dijelaskan morfologi dibagi menjadi dua bidang, yaitu telaan infeksi (inflectional

morphology) dan telaah pembentukan kata (lexical or derivasional morphology).

Istilah morfemik digunakan bila penekanan pada teknik analis kata menjadi

morfem. Analisis morfemik dalam pengertian ini adalah bagian dari telaah

lisnguis sinkronis. Sedangkan analisis morfologis adalah istilah yang lebih umum,

yang juga diterapkan terhadap telaah historis.

Morfologi mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan

gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh

5
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Dengan kata

lain, morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-

perubahan bentuk kata tersebut, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.

Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam ilmu

morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti)

yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata

itu juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara

struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat

terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Kesimpulannya, morfologi adalah ilmu

yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-

perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.

O‘Grady dan Dobrovolsky dalam Chaer (2005: 5) menyatakan kata

bukanlah satuan bahasa terkecil yang bermakna, karena kata dapat diuraikan lebih

lanjut. Satuan-satuan bahasa terkcil yang bermakan adalah morfem yang bersifat

arbiterer, yang berarti hubungan antara bunyi dari satu morfem dengan maknanya

sama sekali bersifat konvensional, bukan berakar pada objek yang diwakilinya.

Akmajian dkk dalam Ba‘dulu dan Herman (2005: 7) menyatakan morfem

adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak dapat

diuraikan lebih lanjut ke dalam-dalam bagian yang bermakna atau yang dapat

dikenal. Klasifikasi morfem menurut Akmajian dkk dalah sebagai berikut.

Morfem

Morfem Bebas Morfem Terikat

6
Kata Penuh Kata Fungsi Afik Pangkal Terikat

Prefiks Sufiks

Jadi morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna

(secara inheren). Morfem terdiri dari dua jenis yaitu morfem bebas dan terikat.

Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain

dapat langsung digunakan dalam pertuturan. Sedangkan, morfem terikat adalah

morfem yang harus bergabung dengan morfem lainnya agar dapat digunakan

dalam pertuturan.

Reduplikasi atau pengulangan bentuk satuan kebahasaan merupakan gejala

yang terdapat dalam banyak bahasa di dunia. Dalam bahasa Indonesia reduplikasi

merupakan mekanisme yang penting dalam pembentukan kata, di samping

afiksasi, komposisi dan akronimisasi.

Reduplikasi atau kata ulang adalah kata yang mengalami pengulangan baik

pada kata maupun unsur suatu kata. Dengan definisi lain reduplikasi adalah kata

yang mengalami proses morfemis dengan mengulangi bentuk dasar atau sebagian

dari bentuk dari suatu kata dasar. Chaer (2008: 178) membagi reduplikasi menjadi

empat, yaitu: (1) reduplikasi fonologis; (2) reduplikasi sintaksis; (3) reduplikasi

semantis; dan (4) reduplikasi morfologis.

Kata majemuk adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus

sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang

khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Pola khusus tersebut

membedakannya dengan frasa atau gabungan kata--gabungan morfem yang bukan

kata majemuk.

7
Berdasarkan kelas kata pembentuknya. kata majemuk dapat dibedakan

atas:

a. Kata majemuk yang terdiri atas kata benda + kata benda

b. Kata majemuk yang terdiri atas kata benda + kata kerja

c. Kata majemuk yang terdiri atas kata benda + kata sifat

d. Kata majemuk yang terdiri atas kata sifat + kata benda

e. Kata majemuk yang terdiri atas kata bilangan + kata benda

f. Kata majemuk yang terdiri atas kata kerja + kata kerja

g. Kata majemuk yang terdiri atas kata sifat + kata sifat

Menurut Chaer (2008: 25) proses morfologi pada dasarnya adalah proses

pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui proses afiks (dalam proses

afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses

komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan stastus

(dalam proses konversi). Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan

kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar baik bentuk dasar

tunggal maupun kompleks. Afiksasi terbagi menjadi lima, yaitu (1) prefiks (afik

yang terletak di awal kata); (2) sufiks (afik yang terdapat di akhir kata; (3) infiks

(afik yang terdapat di tengah kata); (4) kombinasi afik (penggunaan prefik dan

sufik secara bersama-sama tetapi proses afiksasinya tidak serentak); (5) kombinasi

afiks (prefik dan sufik digunakan secara bersama-sama).

Menurut Kridalasana (1994) verba (kata kerja) adalah subkategori kata

yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak, tetapi tidak dapat

bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih atau agak. Verba juga dapat

8
dicirikan oleh perluasan kata tersebut denag rumus Verba (kata kerja) + Ajektiva

(kata sifat). Contoh: berlari + cepat = berlari cepat (kata kerja)

Ajektif (kata sifat) menurut Kridalaksana (1994) adalah kategorisasi yang

ditandai oleh kemungkinannya untuk bergabung dengan partikel tidak,

mendampingi nomina, atau didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak,

mempunyai ciri-ciri morfologis seperti –er (honorer), -if (dalam sensitif), -i

(dalam alami), atau dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an seperti adil

menjadi keadilan, halus menjadi kehalusan, yakin menjadi keyakinan.

Nomina adalah kategori yang secara sintaksis (1) tidak mempunyai potensi

untuk bergabung dengan partikel tidak (2) mempunyai potensi untuk didahului

oleh partikel dari (Kridalaksana, 1994). Kata benda mencakup pronomina dan

numeralia.

Dalam Putrayasa (2010), Ramlan menyatakan pronomina adalah kata-

kata yang menunjuk, menyatakan, atau menanyakan tentang sebuah substansi dan

dengan demikian justru mengganti namanya. Menurut Alwi pronomina adalah

kata yang digunakan untuk mengacu pada nomina lain. Sedangkan Kridalasana

mengatakan pronomina adalah katagori yang berfungsi menggantikan nomina.

Numeralia adalah kategori kata yang dapat mendampingi nomina dalam

konstruksi sintaksis, emempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, dan

tidak dapat bergabung dengan tidak atau sangat. Numeralia mewakili bilangan

yang terdapat dalam alam di luar bahasa. Contoh: Gunung Semeru lebih dari 1000

kaki tingginya.

9
Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia,

atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Dalam kalimat Ia sudah pergi, kata

sudah adalah adverbia. Hal tersebut terjadi bukan karena mendampingi verba

pergi, tetapi karena mempunyai potensi untuk mendampingi ajektiva, misalnya

dalam Saatnya sudah dekat. Oleh karena itu, sekalipun banyak adverbia dapat

mendampingi verba dalam konstruksi sintaktis, keberadaan verba tersebut bukan

menjadi ciri adverbia.

Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan karena adverbia

merupakan konsep kategori, sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi.

Adverbia berupa bentuk dasar disebut adverbia dasar dan bentuk turunan. Bentuk

turunan tersebut terwujud melalui afiksasi, reduplikasi, dan lain-lain.

1.6 Metode dan Teknik Penelitian


1.6.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif. Penelitian

ini mendeskripsikan secara objektif dan tepat tentang morfologi bahasa Ribun

sesuai dengan kondisi bahasa Ribun di Kabupaten Sanggau saat ini. Selain itu,

metode simak dan cakap (Sudaryanto, 1988) digunakan dalam hal pengumpulan

data.

1.6.2 Teknik Penelitian

1.6.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data didasarkan pada metode yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu metode simak dan cakap. Untuk penggunaan metode simak,

teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik rekam dan catat. Di dalam

metode simak ini juga menggunakan alat bantu untuk memberikan petunjuk atau

10
penjelas apa yang ditanyakan informan. Untuk penggunaan metode cakap, teknik

pengumpulan data dilakukan dengan teknik cakap semuka. Ketiga teknik

pengumpulan data tersebut dapat digunakan secara bersama-sama. Teknik cakap

semuka dilakukan dengan terstruktur, yaitu mengajukan pertanyaan berupa kosa

kata, kata bentukan, dan kalimat. Pertanyaan tersebut dijawab oleh informan

dalam bahasa Ribun. Teknik rekam dan catat digunakan pada waktu

berlangsungnya teknik cakap semuka.

1.6.2.2 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara mengumpulkan,

mengklasifikasikan, dan menganalisis data. Data yang telah diperoleh dengan

teknik rekam ditranskripsikan secara fonemis dalam bahasa Ribun, disesuaikan

dengan data yang diperoleh dengan teknik catat. Data tersebut diolah, dipilih, dan

klasifikasikan menurut bidang ilmu morfologi. Data yang telah diidentifikasi

kemudian dianalisis yang hasilnya siap untuk didiskripsikan ke dalam laporan

penelitian. Sistem simbol yang berkesinambungan digunakan juga dalam analisis

tersebutu, yang tujuannya agar dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca dan

agar tidak menimbulkan salah interpretasi.

1.7 Populasi dan sampel

Populasi penelitian ini adalah tuturan asli bahasa Ribun. Karena jumlah

keseluruhan tuturan itu tidak terbatas sehingga tidak mungkin dapat ditangani

semua, tuturan itu diambil sebagian saja yang dipandang cukup representatif.

Sebagian tuturan inilah yang dijadikan sampel penelitian.

11
Agar penelitian ini lengkap dan sampel yang dipilih dapat represetatif, perlu

dipertimbangkan keberadaan seorang informan. Informan ini dipilih berdasarkan

kriteria yang dikemukakan oleh Taryono et. al. (1993: 23-24) sebagai berikut:

a. informan merupakan penutur asli bahasa yang diteliti;


b. penutur dewasa berusia 16—60 tahun;
c. informan mempunyai intelegensi cukup tinggi (setidaknya berpendidikan SD

atau sederajat);
d. informan tidak terlalu lama meninggalkan tempat asal;
e. informan dapat berbahasa Indonesia;
f. informan tidak cacat wicara;
g. informan tidak terlalu lama menggunakan bahasa lain secara terus-menerus;
h. informan bersedia menjadi informan;
i. informan bersikap terbuka, jujur, sabar, ramah, dan tidak terlalu emosional

dan mudah tersinggung;


j. informan memiliki daya ingat yang baik, tidak malu, dan suka berbicara.

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum menguraikan lebih lanjut morfologi bahasa Ribun, perlu

dijelaskan bahwa dalam mendeskripsikan kata, frasa, ataupun kalimat bahasa

Ribun digunakan lambang-lambang SIL-IPA. Penggunaan lambang-lambang ini

dimaksudkan agar terdapat keseragaman pengucapan fonem-fonem oleh pemakai

bahasa Ribun dengan pembaca hasil kajian ini.

12
Bahasa Ribun mengenal 37 fonem. Mengenai sistem bunyi ini dibahas

dalam kajian fonologi. Oleh karena itu, dalam laporan kajian morfologi tidak akan

dibicarakan lagi.

2.1 Morfem

Morfem bahasa Ribun adalah kesatuan yang ikut serta dalam

pembentukan kata bahasa Ribun dan dapat dibedakan artinya. Dalam kajian ini

diperoleh data bahwa kata bahasa Ribun dibentuk oleh morfem-morfem.

Kata bojalan ’berjalan‘ , bəʔumbeʸʔ ‘mencuci‘, dan tuhudoʷʔ ‘termakan‘

memiliki makna yang berdeda dengan kata jalan ‘jalan‘, umbeʸʔ ‘cuci‘, dan

doʷʔ ‘makan‘. Jadi bentuk-bentuk jalan ‘jalan‘, umbeʸʔ ‘cuci‘, dan doʷʔ

‘makan‘ dapat dikategorikan sebagai morfem dalam bahasa Ribun. Demikian

juga bentuk-bentuk bo-, bəʔ-, dan tu- dapat pula dikategorikan sebagai morfem

dalam bahasa Ribun.

2.1.1 Morfem Bebas

Morfem bebas bahasa Ribun adalah morfem yang tanpa keterkaitannya

dengan morfem lain dapat langsung digunakan dalam pertuturan. Dengan kata lain

bentuk ini dapat berdiri sendiri tanpa bantuan morfem lainnya. Morfem bebas

berupa morfem dasar. Berikut ini adalah beberapa contoh morfem bebas dalam

bahasa Ribun.

Contoh:

Onoʔ ‘anak’

13
onoʔ haŋ ntisuᵊh boju (527)

‘anak itu membasahi baju’

boju ‘baju’

boju haŋ bagah ɲjoʔ omoʷ

‘baju itu bagus pakai kamu’ (belum nemu)

oɲoʷ ‘orang’

oɲoʷ haŋ ɲaɲeʸ (508)

‘orang itu nyanyi’

puːn ‘pohon’

puːn jambuʷ buəh (504)

‘pohon jambu berbuah’

piːŋ ‘air’

piːŋ mamaŋ kone soboʷ (521)

‘air mengalir ke hulu.’

Bentuk-bentuk onoʔ ‘anak’, boju ‘baju’, oɲoʷ ‘orang’, puːn ‘pohon’,

dan piːŋ ‘air’ dapat berdiri sendiri dalam penggunaannya tanpa harus digabungkan

dengan bentuk lainnya. Bentuk-bentuk tersebut telah memiliki makna sendiri.

2.1.2 Morfem Terikat

Selain morfem bebas, dalam bahasa Ribun juga terdapat satuan bahasa

yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Bentuk ini harus bergabung

dengan morfem lain agar membentuk satuan makna. Berikut adalah contoh

morfem terikat yang terdapat dalam bahasa Ribun.

14
Morfem Terikat Bahasa Ribun

No. Morfem Terikat Arti


1. ni- ‘di-‘
2. to/tu- ‘ter-‘
3. bəʔ - ‘me-‘
4. bo- ‘ber-‘
5. pe- ‘pe-‘

Bentuk-bentuk seperti [ni-], [to/tu-], [bəʔ-], [bo-] dan [pe-] tidak dapat

berdiri sendiri. Bentuk-bentuk ini terikat dengan bentuk lainnya. Jika bentuk-

bentuk ini hanya berdiri sendiri, tidak memiliki makna.

Contoh:

1. niɲjua? ‘dijual‘ (350)


[ɲjuaʔ] + [ni-] → niɲjuaʔ
‘jual‘ ‘di-‘
Bentuk [ni-] pada kata niɲuaʔ tidak dapat berdiri sendiri karena tidak akan

memiliki makna.
2. totiŋoʔ ‘tertelan‘
[tiŋoʔ] + [to-]
‘telan’ ‘ter-‘
Bentuk [to-] pada kata totiŋoʔ tidak dapat berdiri sendiri karena tidak memiliki

makna.
3. moŋkaŋ-molaŋ ‘setengah-setengah‘
Moŋkaŋ ‘setengah‘
Bentuk [molaŋ] pada kata moŋkaŋ-molaŋ tidak dapat berdiri sendiri karena

tidak memiliki makna. Bentuk [molaŋ] muncul sebagai akibat dari

pengulangan kata moŋkaŋ.

2.2 Bentuk Kata

Bentuk kata dalam bahasa Ribun dibedakan menjadi kata dasar dan kata

bentukan, yang meliputi kata berafiks, kata ulang, dan kata majemuk.

15
2.2.1 Kata Dasar

Contoh:

1. tuluᵊŋ ‘tolong’

Tuluᵊŋ ŋumbeʸʔ adoh (549)

‘Tolong cuci pakaian’

2. tohun ‘hutan’

ntiaʷ kone tohun (553)

‘jalan-jalan ke hutan’

3. dodoᵘʔ ‘duduk’
omoʷ yoᵘʔ dodoᵘʔ ŋohiᵃ (562)
kamu jangan duduk di situ
4. koyoᵘ ‘kayu’
komboᵘh kayoᵘ haŋ dukuᵃh meter (576)
panjang kayu (pohon) itu dua meter
5. hajiŋ ‘rajin’
Uwoh hajiŋ kone muh (604)
Paman rajin ke ladang

2.2.2 Kata Bentukan

Kata bentukan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah kata-kata

yang sudah mengalami perubahan karena mendapat awalan, sisipan, atau akhiran,

pengulangan atau digabungkan dengan kata lain yang biasa lazim disebut kata

majemuk. Kata bentukan dalam bahasa Ribun terbagi menjadi kata berprefiks,

kata ulang, dan kata majemuk.

2.2.2.1 Kata Berprefiks

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, kata bentukan dalam

bahasa Ribun berupa kata berprefiks. Kata berprefiks adalah kata dasar yang

16
ditambah afiks pada bagian awal kata. Dalam bahasa Dayak Ribun terdapat 4

prefik, yaitu: [ni-] ‘di-‘, [to-] ‘ter-‘, [bo-] ‘ber-‘, dan [pə-] ‘peng-‘

Contoh:

1. ni- ‘di-‘

[ɲjuaʔ] + [ni-] → niɲjuaʔ

‘jual’ di- → ’dijual‘

Diaŋ ɲin jeʸs niɲjuaʔ pakmu

‘Durian ini sudah dijual bapakmu’

2. [motan] + [ni-] → nimotan

’buang‘ ‘di’ ‘dibuang’

Sampoh ɲin jeʸs nimotan (609)

‘Sampah ini sudah dibuang’

3. to/te-/tu ‘ter-‘

[tiŋoʔ] + [to-] totiŋoʔ

‘telan’ ‘ter-‘ tertelan

Woŋ bəlitiʔ ɲin totiŋoʔ ((610)

‘Biji rambutan itu tertelan’

4. bo ‘ber-‘
[ɲjuaʔ] + [bo-] → boɲjuaʔ
‘jual‘ ‘ber‘ ’berjual‘
ŋohiʔ mo to may boɲjuaʔ (611)
‘Malam saya ini tidak berjual’
‘Malam ini saya tidak berjualan’

4. pə- ‘peng-‘

[mada] + [pə-] →pəmada


‘buru‘ ‘peng-‘ ‘pemburu‘
uwohkoʷ pəmada (585)

17
Pamanku pemburu

2.2.2.2 Kata Ulang

Kata ulang atau reduplikasi adalah kata yang mengalami pengulangan baik

pada kata maupun unsur suatu kata. Dengan definisi lain reduplikasi adalah kata

yang mengalami proses morfemis dengan mengulangi bentuk dasar atau sebagian

dari bentuk dari suatu kata dasar.

Berdasarkan klasifikasi terhadap data dapat diketahui bahwa dalam bahasa

Dayak Ribun terdapat tiga jenis kata ulang, yaitu: perulangan seluruhnya,

perulangan sebagian, dan kata ulang dengan varian fonem.

a. Perulangan Seluruhnya

Contoh:

1. doʷʔ ’makan‘

doʷʔ-doʷʔ ‘makan-makan’

pahaji deʔ doʷʔ- doʷʔ (612)

‘besok kita makan-makan’

2. ŋkodu? ‘lari‘

ŋkoduʔ-ŋkoduʔ ‘lari-lari‘

kokeʸʔ moʷ ŋkoduʔ-ŋkoduʔ ɲin? (613)

‘Kemana kamu lari-lari itu?‘

‘Kemana kamu lari-lari?‘

18
b. Perulangan Sebagian

Contoh:

1. Bojalan ’berjalan‘

Bojalan-jalan ‘berjalan-jalan’

Kokih moʷ bojalan-jalan? (489)

Kemana kamu berjalan-jalan?

2. Tobantiŋ ’terbanting‘

Tobantiŋ- bantiŋ ’terbanting-banting‘

Tohu ɲin poʏu leh tobantiŋ- bantiŋ wah saʸis mobel (614)

‘Telur ini pecah kena terbanting-banting di dalam mobil.‘

c. Kata Ulang dengan Variasi Fonem

Moŋkaŋ ’setengah‘

Moŋkaŋ-molaŋ ‘setengah-setengah‘

Tubiʔ to Moŋkaŋ-molaŋ mosoʔ (615)

‘Nasi ini setegah-setengah masak’

2.2.2.3 Kata Majemuk

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa pembentukan

kata dalam bahasa Ribun dapat dilakukan dengan penggabungan dua buah kata

dasar yang membentuk makna yang baru. Bentuk seperti ini lazim disebut kata

majemuk.

Contoh:

1. mandeʸʔ monuʔ

19
[mandeʸʔ] + [monuʔ]

‘mandi‘ ‘burung‘

Kata Kerja kata Benda

Kata majemuk mandeʸʔ monuʔ dibentuk dengan menggabungkan dua kata

dasar yaitu mandeʸʔ ‘mandi‘ dan monuʔ ‘burung‘. Penggabungan kedua kata ini

membentuk makna yang baru yaitu mandi yang dilakukan sekadarnya, tidak

sebagaimana lazimnya. Berdasarkan kelas kata pembentuknya, kata majemuk

mandeʸʔ monuʔ terbentuk dari penggabungan kata kerja dan kata benda. Kata

majemuk mandeʸʔ monuʔ termasuk dalam kata majemuk tak senyawa karena

unsur-unsurnya ditulis dengan cara dipisah.

2. ba: ʔ toŋaŋ

[ba: ʔ] + [toŋaŋ]

‘baik‘ ‘tangan‘

Kata Sifat Kata Benda

Kata majemuk ba:ʔ toŋaŋ dibentuk dengan menggabungkan dua buah kata

dasar, yaitu ba:ʔ ‘baik‘ dan toŋaŋ ‘tangan‘. Penggabungan kedua kata ini

membentuk makna yang baru, yaitu suka membantu. Berdasarkan kelas kata

pembentuknya, kata majemuk ba:ʔ toŋaŋ terbentuk dari penggabungan kata sifat

dan kata benda. Kata majemuk ba:ʔ toŋaŋ merupakan kata majemuk tak senyawa

karena unsur-unsurnya ditulis secara terpisah.

2.3 Konstruksi Morfologis

20
Berdasarkan data yang didapat di lapangan, diketahui ciri konstruksi

bahasa Ribun adalah gabungan morfem. Baik morfem bebas maupun morfem

terikat.

a. Konstruksi Morfem Bebas (MB)


Contoh:
1. Siyoʔ ‘ayam’
Puhoᵘʔ siyoʔ haŋ
‘masukkan ayam itu’ (616)
2. Kobis ‘mati’
Lampu kobis akoʷ goloʷʔ (617)
Lampu mati aku takut
3. Uwoh ‘paman’
Uwoh hajiŋ kone muh (618)
Paman rajin ke ladang
4. Tubiʔ ‘nasi’
Tubiʔ leʸʔ lombut maŋ moŋki bubut (619)
Nasi yang lembut enak buat bubur
5. Malah ‘malas’
Okoʷ malah bəlajor (620)
Saya malas belajar
b. Konstruksi Morfem Terikat dan Morfem Bebas (MT+MB)
Contoh:
1. [bo-] + [jalan] bojalan
‘ber-‘ ‘jalan‘ ’berjalan‘
2. [bəʔ-] + [umbeʸʔ] bəʔumbeʸʔ
‘meng-‘ + ‘cuci‘ ‘mencuci‘
3. [tu-] + [doʷʔ] tuhudoᵃʔ
‘ter- + ‘makan‘ ‘termakan‘

c. Konstruksi Morfem Bebas dan Morfem Bebas (MB+MB)

Contoh:

[johaŋ] + [daːs] Johaŋ daːs (187)

‘jalan‘ ‘raya‘ ‘jalan raya‘

2.4 Kelas Kata

21
Kata dalam bahasa Ribun dapat dibagi berdasarkan kategori bentuk, fungsi,

dan makna. Berdasarkan data yang diperoleh, kata dalam bahasa Ribun terbagi

menjadi kata benda, kata ganti, kata kerja, dan kata sifat.

2.4.1 Kata Benda

Kata benda dalam bahasa Ribun terbagi menjadi tiga, yaitu kata benda dasar,

kata benda bentukan, dan kata benda ulang. Berikut adalah pembahasannya.

2.4.1.1 Kata Benda Dasar

Ciri morfologis kata benda dasar dalam bahasa Ribun adalah kata benda

tersebut terbentuk dari satu morfem bebas.

Kata Benda Dasar Bahasa Ribun

No. Kata Benda Dasar Arti


1. tubiʔ Nasi
2. Koyuh Barang
3. Toŋaŋ Tangan
4. Kohut Perahu
5. kayoᵘh Dayung
6. Kawaŋ Kawan
7. Sade anak kecil
8. gowoʔ Angin
9. Boju Baju
10. Kohoba Kerbau

2.4.1.2 Kata Benda Bentukan


Kata benda bentukan adalah kata benda yang terbentuk dari penggabungan

morfem. Dalam bahasa Ribun kata benda bentukan terbagi menjadi kata benda

berafik dan kata benda majemuk.

22
a. Kata Benda Berafiks

Dalam bahasa Ribun terdapat kata benda berafiks. Kata benda ini terbentuk

dari penggabungan kata dasar dengan afiks.

Contoh:

1. [pə-] + [ɲaɲeʸ] → [pəɲaɲeʸ] (147)

‘pe-‘ ‘nyanyi‘ ‘penyanyi‘

(Afik) (k.kerja) (k. Benda)

2. [pə-] + [muh] → [pemuh]

‘pe-‘ ‘ladang‘ ‘peladang‘ (269)

(afiks) (k. Benda) (k. Benda)

3. [pə-] + [mada] →[pemada] (274)

‘pe-‘ ‘buru‘ ‘pemburu‘

(afiks) (k. Kerja) (k. Benda)

4. [pə-] + [mondik] →[pemondik] (282)

‘pe-‘ ‘datang‘ pendatang

(afiks) (k.kerja) (k.benda)

b. Kata Benda Ulang

Contoh:

1. homiŋ →pengulangan → homiŋ-homiŋ (20)

‘rumah‘ ‘rumah-rumah‘

2. kawaŋ →pengulangan → kawaŋ- kawaŋ


‘kawan‘ ‘kawan-kawan‘
3. batoᵃŋ →pengulangan → batoᵃŋ- batoᵃŋ
‘batang‘ ‘batang-batang‘
4. aŋkis →pengulangan → aŋkis-aŋkis (133)
‘manusia‘ ‘manusia-manusia‘

23
5. buntaŋ →pengulangan → buntaŋ-buntaŋ (177)
‘kelapa‘ ‘kelapa-kelapa‘

2.4.2 Kata Ganti

Pengertian kata ganti yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah kata

kata yang berfungsi untuk menggantikan kata benda atau orang tertentu yang tidak

disebut secara langsung.

2.4.2.1 Kata Ganti Orang

Kata ganti orang adalah semua kata yang dapat menggantikan orang.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa dalam bahasa

Ribun terdapat tiga macam kata ganti orang, yaitu kata ganti orang pertama, kata

ganti orang kedua, dan kata ganti orang ketiga. Tiap macam kata ganti tersebut

terbagi menjadi bentuk tunggal dan jamak. Berikut adalah pemerian kata ganti

dalam bahasa Ribun.

Kata Ganti Orang Bahasa Ribun

Kata Ganti Orang Tunggal Jamak


Orang Pertama okoʷ ‘saya‘ miːmoʔ ‘kami‘
Orang Kedua moʷ ‘kamu‘ dimoʔ ‘kalian‘
Orang Ketiga odiᵃʔ ‘dia’ mu ‘mereka’

Berikut adalah contoh penggunaan kata ganti orang dalam bahasa Ribun.

1. [okoʷ] ‘saya‘

okoʷ kuliah əntiŋ Pontianak (621)

Saya kuliah di Pontianak

2. [moʷ] ‘kamu‘

Moʷ kay kuliah onu to? (622)

24
Kamu tidak kuliah hari ini?

3. [moʔ] ‘kita‘

Togil agik moʔ libur lamaʷ (572)

Sebentar lagi kita libur panjang.

4. [mu] ‘mereka‘

mu ɲin mohes manok ampoʔ sohoto-hoto (623)

mereka itu pulang kampung sama-sama

5. [dimoʔ] ‘kalian‘

Dimoʔ mohes ŋiɲoʔ oneh? motor koh mobel? (523)

Kalian pulang pakai apa? Motor atau mobil?

6. miːmoʔ ‘kami‘
miːmoʔ nak ŋaret (624)
Kami akan menyadap karet

2.4.2.2 Kata Ganti Kepunyaan

Kata ganti kepunyaan dalam bahasa Ribun adalah kata ganti yang

menyatakan milik. Berikut adalah kata gantik kepunyaan dalam bahasa Ribun.

Kata Ganti Kepunyaan Bahasa Ribun

Kata Ganti Orang Tunggal Jamak


Orang Pertama koʷ ‘-ku‘ (punyaku)‘ -deʔ ‘kita‘
Orang Kedua mu ‘-mu‘ (punya dieᵗn ‘kalian‘

kamu)‘
OrangKetiga deʔ ‘-nya‘ mu ‘mereka’
Contoh:

1. [adoh] + [koʷ] → Adohkoʷ


(k.benda) (k. Ganti kepuny)
‘baju‘ ‘-ku‘ ‘bajuku‘
2. [homiŋ] + [mu] → homiŋmu
(k.benda) (k. Ganti kepuny)
‘rumah‘ ‘-mu‘ ‘rumahmu‘

25
ŋokeh homiŋmu?

‘Dimana rumahmu?‘

3. [homiŋ] + [deʔ] → homiŋdeʔ


(k.benda) (k. Ganti kepuny)
‘rumah‘ ‘-nya‘ ‘rumahnya‘

Homiŋdeʔ wah ŋoɲuh.

Rumah dia di ujung.

4. [janiʔ] + mu → janiʔmu
‘babi‘ ‘mereka‘ ‘babi mereka‘
Janiʔmu nay (633)
Babi mereka kecil
5. [homiŋ] + [dieᵗn] → homiŋ dieᵗn
‘rumah‘ ‘kalian‘ ‘rumah kalian‘
homiŋ dieᵗn biəʔ (627)
rumah kalian jelek

2.4.2.3 Kata Ganti Penunjuk

Kata ganti penunjuk dalam Bahasa Ribun ada dua, yaitu əntoʷ ‘ini’ dan

ɲin ‘itu‘. Kata ganti penunjuk ini selalu terletak di awal kalimat.

Contoh:

1. [əntoʷ] ‘ini‘

əntoʷ bukumu

‘ini bukumu‘

2. [əntoʷ] ‘ini
əntoʷ ‘tosaʔ (630)
‘ini salah‘
3. [ɲin] ‘itu‘
ɲin ojaʷ (631)
itu jauh
4. [ɲin] ‘itu‘
ɲin poyoᵘʔ (632)
itu tanah

26
2.4.2.4 Kata Ganti Penghubung

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, diketahui bahwa dalam

bahasa Ribun terdapat kata ganti penghubung ɲoŋ ‘yang‘. Ciri dari kata

penghubung ɲoŋ ‘yang‘ adalah selalu terletak di awal kalimat. Berikut adalah

contoh penggunaannya.

Contoh:

1. [ɲoŋ] ‘yang‘

ɲoŋ iyoʔ adoh əntocoʔ ɲin odeʔku.

‘Yang pakai baju merah itu adikku.‘ (502)

2. ɲoŋ sonuʔ ndoʷmu (633)


yang melahirkan ibu mereka.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa kata ɲoŋ

‘yang‘ juga digunakan di tengah kalimat. Jika digunakan di tengah kalimat, ɲoŋ

‘yang‘ tidak berfungsi sebagai kata ganti penghubung melainkan sebagai kata

hubung. Berikut contoh pemakaiannya.

Contoh:

1. odeʔku ɲoŋ iyoʔ adoh əntocoʔ

‘adikku yang pakai baju merah‘

2.4.3 Kata Kerja

Kata dasar dalam bahasa Ribun terbagi menjadi dua, yaitu kata kerja

dasar dan kata kerja bentukan. Kata kerja dasar adalah kata kerja yang masih

dalam bentuk asli yang menjadi dasar bentukan kata yang lebih besar. Sedangkan

kata bentukan adalah turunan dari kata dasar. Berikut adalah pembahasannya.

2.4.3.1 Kata Kerja Dasar

27
Kata kerja dasar adalah kata kerja yang belum mendapatkan imbuhan.

Kata ini menjadi dasar pembentukan kata yang lebih besar. Dalam bahasa Ribun

terdapat kata kerja dasar. Kata dasar dalam bahasa Ribun hanya terbentuk dari

satu morfem bebas.

Kata Kerja Dasar Bahasa Ribun

No. Kata Kerja Dasar Arti


1. mojoʷ mudik
2. nampeʸ tampi
3. sonuʔ melahirkan
4. Jalaŋ Pergi
5. mandeʸ mandi
6. Tigiŋ pegang
7. Tiwah Tewas
8. Moŋkak bangun
9. Tubaŋ Bawa
10. doʷʔ makan

2.4.3.2 Kata Kerja Bentukan

Kata kerja bentukan adalah kata kerja yang merupakan turunan dari kata

kerja dasar. Dalam bahasa Ribun, kata kerja bentukan dibagi berdasarkan

pembentukannya menjadi kata kerja berafik, kata kerja ulang, dan kata kerja

majemuk. Berikut pembahasannya.

a. Kata Kerja Berafiks


Kata kerja berafik adalah kata kerja yang terbentuk dari kata kerja dasar

yang ditambah dengan afiks.

Contoh:

1. botigiŋ ‘berpegang‘

28
[tiŋin] + [bo]
‘pegang‘ ‘ber-‘
2. teŋala ‘terbaring‘
[ŋala] + [te]
‘baring‘ ‘ter-‘
b. Kata Kerja Ulang
Kata kerja ulang adalah kata kerja yang mengalami proses reduplikasi

(pengulangan). Berdasarkan data yang diperoleh, kata kerja ulang dalam Bahasa

Ribun berupa kata kata kerja dasar yang mengalami prose reduplikasi.
Contoh:
1. doʷʔ ‘makan’
doʷʔ →pengulangan→ doʷʔ-doʷʔ
‘makan’ ‘makan-makan’

2.4.4 Kata Sifat

Kata sifat adalah kata mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya

dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik. Kata sifat dapat

menerangkan kuantitas, kecukupan, urutan, kualitas, maupun penekanan suatu

kata.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa kata sifat

yang terdapat dalam bahasa Ribun adalah kata sifat dasar. Kata sifat dasar adalah

kata sifat yang belum mendapatkan imbuhan. Kata ini dapat menjad dasar untuk

pembentukan kata yang lebih besar. Dalam bahasa Ribun terdapat kata sifat.

Berikut adalah contohnya.

Kata Sifat Bahasa Ribun

No. Kata Sifat Arti


1. jinoʔ jinak
2. Dombah panjang
3. goloʔ takut
4. bohaʔ berat
5. boliʸʔ liar
6. Kidik pendek
7. Boŋkuk bengkak

29
8. suɲi sepi
9. Kompis kempes
10. Nay kecil

2.4.5 Kata Tugas

Kata tugas yang dimaksudkan pada bagian ini adalah kata yang terutama

menyatakan hububgan gramatikal yang tidak dapat bergabung dengan afiks dan

tidak mengandung makna leksikal. Berikut contoh kata tugas yang terdapat dalam

bahasa Ribun.

Contoh:

mo ‘seperti‘
maseʸ mo sadeʸ (602)
masih seperti anak kecil

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai bahasa Ribun dapat disimpulkan

sebagai berikut.

1. Morfem dalam bahasa Ribun terbagi menjadi dua, yaitu morfem bebas dan

terikat.
2. Bentuk kata dalam bahasa Ribun terbagi menjadi kata dasar dan kata berprefik.

Prefiks dalam bahasa Ribun terdiri dari [ni-] ‘di-‘, [to-] ‘ter-‘, [bo-] ‘ber-‘, dan

[pə-] ‘peng-‘.
3. Kata bentukan dalam bahasa Ribun terbagi menjadi kata berprefiks, kata ulang,

dan kata majemuk. Prefiks dalam bahasa Ribun terdiri dari [ni-] ‘di-‘, [to-]

30
‘ter-‘, [bo-] ‘ber-‘, dan [pə-] ‘peng-‘. Jenis kata ulang dalam bahasa Ribun

terdiri dari perulangan seluruhnya, perualangan sebagian, dan kata ulang

dengan variasi fonem. Berdasarkan kelas kata pembentunya, kata majemuk

dalam bahasa Ribun terbagi menjadi dua pola pembentukan yaitu, kata kerja +

kata benda dan kata sifat + kata benda


4. Konstruksi morfologis dalam bahasa Ribun terbagi menjadi:
a. konstruksi morfem bebas (MB)
b. morfem terikat + morfem bebas (MT + MB)
c. morfem bebas + morfem bebas (MB +MB).
d. Kelas kata yang terdokumentasi dalam bahasa Ribun terdiri dari kata benda,

kata ganti, kata kerja, kata sifat dan kata tugas. Kata benda terbagi menjadi kata

benda dasar dan kata benda bentukan. Kata ganti terbagi menjadi kata ganti

orang, kata ganti kepunyaan, kata ganti penunjuk, dan kata ganti penghubung.

Kata kerja terbagi menjadi kata kerja dasar dan kata kerja bentukan.

3.2 Saran

Sehubungan dengan waktu pelaksanaan kajian yang singkat sedangkan

cakupan kajian yang luas maka kajian Morfologi Bahasa Ribun belum dapat

dilakukan secara mendalam. Masih ada bagian-bagian lain yang merupakan

bagian kajian morfologi yang belum tergali. Oleh karena itu kami rekomendasikan

agar kajian terhadap Morfologi Bahasa Ribun diteruskan dengan kajian lanjutan

yang bertujuan untuk memperdalam kajian.

31
Daftar Pustaka

Alloy, Sujarni, dkk. 2008. Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa
Dayak di Kalimantan Barat. Pontianak: Institut Dayakologi.
Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga
Cetakan Keempat. Jakarta: Balai Pustaka.
Asfar, Dedy Ari. 2015. Bahasa Ribun: Refleks Fonem Proto-Melayu Polinesia
dalam Bahasa Ribun. Pontianak: Top Indonesia.
Ba’dulu dan Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Budiwiyanto, Adi. Pendokumentasian Bahasa dalam Upaya Revitalisasi Bahasa
Daerah yang Terancam Punah di Indonesia. Diakses dari
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1823/pendokumen
tasian-bahasa-dalam-upaya-revitalisasi-bahasa-daerah-yang-terancam-
punah-di-indonesia tanggal 31 Februari 2018.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan proses).
Jakarta:Rieneka Cipta
-------.2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
-------.2012. Linguistik Umum. Edisi Revisi Cetakan Keempat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Darmojuwono, Setiawati. 2005. “Semantik”. Dalam Pesona Bahasa: Langkah
Awal Memahami Linguistik. Penyunting: Kushartanti, Untung Yuwono, dan
Multamia RMT Lauder. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Barat diunduh tanggal 30 Januari
2018.
Martina, dkk. 2014. Morfologi Bahasa Dayak Uud Danum. Pontianak: Balai
Bahasa Kalimantan Barat.
Partenus Hanye, dkk. 1987. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Taman. Pontianak:
Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan daerah Kalimantan
Barat 1987/1988.
Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Kajian Morfologi: Bentuk Derivasional dan
Inflesional. Bandung: PT Refika Aditama.

32
Kentjono, Djoko. 2005. “Morfologi”. Dalam Pesona Bahasa: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Penyunting: Kushartanti, Untung Yuwono, dan
Multamia RMT Lauder. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia.
-------2005. “Bahasa dan Linguistik”. Dalam Pesona Bahasa: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Penyunting: Kushartanti, Untung Yuwono, dan
Multamia RMT Lauder. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Anek Teknik Analisis Bahasa: Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Sanata
Dharma University Press.
Sulisussiawan, Ahadi, dkk.. 1996/1997. Fonologi Bahasa Bedayuh. Laporan
Kegiatan Proyek Penelitian dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan
Daerah. Pontianak, Kalimantan Barat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera,


Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
kebudayaan Tahun 2011.
Wedhawati dkk.. 2001. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Jakarta: Pusat Bahasa.
Yule, George. 2015. Kajian Bahasa. Edisi Kelima. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

33

Anda mungkin juga menyukai