Bahasa merupakan alat komunikasi dan alat interaksi yang Alloh taala karuniakan
khusus untuk makhluk-Nya yang paling sempurna, yaitu manusia. Bahasa dapat dikaji secara
internal maupun eksternal. Kajian internal bahasa meliputi kajian struktur diantaranya struktur
fonologis, struktur morfologis, atau struktur sintaksis. Sedangkan kajian eksternal bahasa
membahas tentang hal atau faktor yang berada di luar bahasa dan ini berkaitan dengan
pemakaian bahasa oleh penuturnya. Jika kajian internal menghasilkan perian bahasa tanpa ada
kaitannya dengan masalah di luar bahasa, maka kajian eksternal menghasilkan rumusan atau
kaidah yang berkenaan dengan pemakaian bahasa dalam masyarakat.
Lebih lanjut, penelitian atau kajian bahasa secara eksternal melibatkan dua disiplin
ilmu atau lebih, sehingga wujudnya berupa ilmu antardisiplin. Contoh kajian eksternal bahasa,
sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, dan neurolinguistik. Khususnya pada mata
kuliah sosiolinguistik, dari sini dapat dipahami bahwa disiplin ilmu ini terdiri dari dua disiplin
yaitu sosiologi dan linguistik. Gabungan dua disiplin tersebut memberikan sumbangan yang
berbeda dari disiplin dasarnya, maka dapat dirumuskan bahwa sosiolinguistik merumuskan
persoalan hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan atau aspek-aspek kemasyarakatan.
Senada dengan Fishman, study of who speak what language to whom and when.
Fungsi bahasa dilihat dari sudut penutur bahwa bahasa itu berfungsi personal atau
pribadi. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur
bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu
sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak si pendengar juga dapat menduga
apakah si penutur sedih, marah, atau gembira. Sedangkan dari sudut pendengar bahwa bahasa
berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar yakni tidak hanya membuat
pendengar melakukan sesuatu tetapi juga melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimaui
si pembicara.
Dalam berkomunikasi, adanya saling mengerti antara penduduk suatu wilayah tertentu
dengan penduduk wilayah yang lain dikarenakan adanya kesamaan sistem dan subsistem
(fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik) antara langue dan parole yang mereka
gunakan. Ketidaksamaan sistem dan subsistem menyebabkan tidak terjadinya saling mengerti
menandai adanya dua sistem langue yang berbeda.
Semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau dikuasai seorang penutur
ini biasa disebut dengan istilah repertoir bahasa atau verbal repertoir dari orang itu. Verbal
repertoir secara kepemilikan dibagi dua, yaitu yang dimiliki setiap penutur secara individual,
dan yang merupakan milik masyarakat tutur secara keseluruhan.
Bernstein menggagas Deficit Hypotesis. Teori ini membahas bahwa adan perbedaan
kode bahasa yang digunakan golongan rendah dan golongan menengah. Anak-anak golongan
menengah menggunakan variasi atau kode bahasa yang berbentuk lengkap (Elaborated Code)
di rumah, sedangkan anak-anak golongan buruh rendah dibesarkan dalam lingkungan variasi
bahasa yang terbatas, atau tidak termasuk lengkap (restricted code).
Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur
Peristiwa tutur yaitu terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur , dengan
satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Dell Hyms (1972)
mengemukakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yaitu (1)
speaking and scene, (2) participants, (3) ends : purpose and goal, (4) act sequences, (5) key :
tone or spirit of act, (6) instrumentalities, (7) norms of interaction and interpretation, and (8)
genres. Pendapat ini sejalan dengan Fishman yaitu who speak, what language, to whom, when,
and what end. Sedangkan peristiwa tutur pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah
tindak tutur (speech act) yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan.
Austin membagi tindak tutur performatif menjadi (1) tindak tutur lokusi (suatu
tindakan untuk menyatakan sesuatu, sebagai contoh Ibu guru berkata kepada saya agar saya
membantunya), (2) tindak tutur ilokusi (suatu tindakan dalam menyatakan sesuatu, contoh
Ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat), dan (3) tindak perlokusi (suatu tindakan
dengan mengatakan sesuatu, contoh Mungkin ibu menderita penyakit jantung koroner kata
dokter).
Tindak tutur mencakup juga perihal deiksis, presuposisi, dan implikatur percakapan.
Deiksis yaitu hubungan antara kata yang digunakan di dalam tindak tutur dengan referen kata
itu yang tidak tetap atau dapat berubah dan berpindah. Sedangkan presuposisi yaitu makna atau
informasi tambahan yang terdapat dalam ujaran yang digunakan secara tersirat. Kemudian
implikatur percakapan yaitu adanya keterkaitan antara ujaran-ujaran yang diucapkan antara dua
orang yang sedang bercakap-cakap, keterkaitan ini tidak secara literal melainkan tersirat.
Variasi bahasa dari segi keformalan menurut Martin Joos (1967) dalam bukunya The
Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya (style), yaitu gaya atau ragam beku
(frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam
santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate).
Variasi bahasa dari segi sarana dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau
juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misal dalam
telepon dan telegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada
kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama.
Jenis bahasa dibagi dalam beberapa, diantaranya jenis bahasa berdasarkan sosiologis,
sikap politik, tahap pemerolehan, dan lingua franca. Secara sosiologis menurut Stewart
menggunakan jenis sikap dan perilaku terhadap bahasa. Terdapat empat dasar untuk
menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis yaitu standardisasi, otonomi, historisitas, dan
vitalitas atau keterpakaian.
Jenis bahasa berdasarkan sikap politik atau sosial politik dapat dibedakan adanya
bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa negara, dan bahasa persatuan. Kemudian jenis bahasa
berdasarkan tahap pemerolehan dibedakan atas bahasa ibu, bahasa pertama (kedua, ketiga, dst),
dan bahasa asing. Selanjutnya lingua franca yaitu sebuah sistem linguistik yang digunakan
sebagai alat komunikasi sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang
berbeda.
Diglosia berasal dari bahasa Prancis, diglossie. Diglosia digunakan untuk menyatakan
suatu masyarakat yang di sana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan
dan masing-masing mempunyai peranan tertentu. Lebih rinci dapat dilihat bahwa
diglosia adalah suatu situasi kebahasaan yang relatif stabil, di mana selain terdapat
sejumlah dialek-dialek utama atau ragam-ragam utama dari satu bahasa, terdapat juga sebuah
ragam lain. Dialek utama atau ragam utama berupa dialek standar atau sebuah standar regional.
ragam lain yang bukan dialek-dialek utama itu memiliki ciri :
- sudah sangat terkodifikasi
gramatikalnya lebih komplek
merupakan wahana kesusasteraan tertulis yang sangat luas dan dihormat
dipelajari melalui pendidikan formal
digunakan terutama dalam bahasa tulis dan bahasa lisan formal
tidak digunakan untuk oleh masyarakat manapun percakapan sehari-hari.
Topik-topik dalam diglosia diantaranya fungsi, prestise, warisan sastra, pemerolehan,
standardisasi, stabilitas, gramatika, leksikon, dan fonologi.