ILMU SEMANTIK
Disusun Oleh:
JONI SUSYANTO
A. Latar Belakang
Semantik memiliki peran penting bagi linguistik khususnya berkaitan dengan
makna. Ilmu semantik terdapat beberapa hal yang perlu dikaji terutama terletak pada
makna suatu kata. Beranggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka
semantik merupakan bagian dari linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Kata semantik diartikan sebagai ilmu
tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa
fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
Berbagai teori tentang semantik yang berhubungan dengan makna, maka
dapat diungkapkan bahwa setiap kata itu mempunyai makna atau arti yang berbeda-
beda. Tinjauan semantik dalam pengkajian makna meliputi hiponim, hipernim,
sinonim, antonim, polisemi dan homonim. Dalam pemakaian bahasa, ternyata tidak
sedikit bentuk kata yang memiliki hubungan. Hal ini dapat dilihat, baik pada cara
pengucapan, penulisan, maupun dalam bentuk pemaknaan.
Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada tataran
makna. Verhaar, dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik adalah teori
makna atau teori arti ( Inggris semantics kata sifatnya semantic yang dalam Bahasa
Indonesia dipadankan dengan kata semantik sebagai nomina dan semantis sebagai
ajektiva). Kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguistik ynag mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal
yang ditandainya, (Chaer, 1995 :2). Dalam mata kuliah semantik ini beberapa ruang
lingkup yang akan dibahas adalah berbagai masalah makna dalam linguistik. Salah
satunya adalah pembahasan mengenai makna dan masalahnya.
Dengan demikian diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang perbedaan
makna, informasi dan maksud, serta dapat menambah pengetahuan para pembaca
mengenai studi semantik.
BAB ll
PEMBAHASAN
A. Pengertian Semantik
Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan suatu sistem yang bersifat arbitrer
dan konvensional. Maksudnya adalah bentuk bahasa dan makna tidak terikat dengan
aturan yang ada, atau bersifat sewenang-wenang (suka-suka). Hal tersebut
dikarenakan tetap berdasarkan kesepakatan atau konvensi pemakainya.
Kearbitreran bahasa menyebabkan kurangnya penelitian terhadap makna atau
semantik dibandingkan tataran analisis bahasa lain, yang meliputi morfologi (ilmu
mengenai seluk beluk kata dan sintaksis (ilmu mengenai kalimat), kecuali tataran
fonologi (ilmu mengenai bunyi) semua tataran analisis bahasa selalu berhubungan
dengan makna atau semantik.
Makna sebagai objek studi semantik tidak jelas wujudnya , berbeda dengan
morfologi dan sintaksis yang strukturnya jelas sehingga mudah untuk dianalisis.
Aliran struktural berpendapat bahwa setiap data keilmuwan harus bisa diamati secara
empiris. Sedangkan Hockett (1958) berpandangan bahwa semantik adalah bukan
merupakan bagian sentral melainkan peripheral dari bahasa.
Bahwasannya studi mengenai makna tidak dapat dipisahkan dari studi
linguistik lainnya, karena berbahasa hakikatnya adalah kegiatan mengekspresikan
lambang-lambang bahasa untuk menyampaikan makna yang terkandung dalam
lambang-lambang bahasa untuk menyampaikan makna yang terkandung dalam
lambang-lambang tersebut. Jadi pengetahuan tentang lambang dengan makna sangat
diperlukan dalam berkomunikasi.
Semantik sebenarnya merupakan ilmu tentang makna. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, semantik ialah: ilmu tentang makna kata dan kalimat; pengetahuan
mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata; bagian struktur bahasa yang
berhubungan dengan makna ungkapan atau struktur makna suatu wicara. Dan dalam
bahasa Inggris disebut meaning. Kata semantik sendiri berasal dari bahasa Yunani,
yaitu sema (kata benda) yang berarti “menandai” atau “lambang”. Kata kerjanya
adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Kemudian semantik
disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistik untuk mempelajari
hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan sesuatu yang ditandainya.
Namun istilah semantik sama halnya dengan kata semantique dalam bahasa
Perancis yang diserap dari bahasa Yunani yang diperkenalkan oleh M. Breal. Di
dalam kedua istilah semantics dan semantique, sebenarnya semantik belum secara
tegas membahas makna karena lebih banyak membahas tentang sejarahnya.
Selain itu istilah semantik dalam sejarah linguistik digunakan pula istilah
seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan semik yang merupakan
bidang studi yang mempelajari makna dari suatu lambang atau tanda pada objek
cakupan yang lebih luas, yakni mencakup lambang atau tanda pada umumnya.
Berbeda dengan istilah sematik yang digunakan dalam bidang studi linguistik.
Sedangkan Coseriu dan Geckeler, menyatakan istilah semantik yang populer
pada tahun 1950an, ada tiga istilah yang berhubungan dengan semantik yaitu
linguistic semantics, the semantics of logicians, dan general semantics.
Beberapa tokoh berpendapat mengenai semantik, antara lain : Verhaar (2001)
yang mengartikan bahwa semantik sebagai cabang linguistik berfungsi meneliti arti
atau makna. Sedangkan Kridalaksana (1993) berpendapat bahwa semantik adalah
bagian dari tata bahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal
mula dan perkembangan dari suatu kata. Selain itu, Keraf (1991) menegaskan bahwa
semantik hanya berbicara tentang makna kata dan perkembangan makna kata. Dan
menurut Muhajir (1990) menyatakan bahwa semantik membahas tentang makna, baik
yang terdapat dalam morfem , kata kalimat maupun wacana.
B. Jenis Semantik
Objek dari semantik adalah makna dalam keseluruhan bahasa. Namun dari
semua tataran analisis bahasa hanya leksikon dan morfologi yang memiliki masalah
semantik. Semantik dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain:
a. berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa yang menjadi objek
penyelidikannya. Maka jenis semantiknya disebut semantik leksikal dan
yang menjadi objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu;
b. Morfologi dan sintaksis yang merupakan bagian dari tataran gramatikal,
dalam prosesnya juga mempunyai makna. Oleh karena itu, pada tataran
tersebut terdapat masalah-masalah semantik yaitu semantik gramatikal
yang objek studinya adalah makna-makna gramatikal dan semantik
sintaktikal yang berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan
sintaksis;
c. Selain itu verhaar mengemukakan istilah semantik maksud atau disebut
juga semantik pragmatik yang diartikan sebagai bidang studi semantik
yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan konteks situasinya.
c. Perubahan Makna
Perubahan makna meliputi pelemahan, pembatasan, penggantian, penggeseran,
perluasan dan juga kekaburan makna. Perubahan kata dapat terjadi karena beberapa
hal, antara lain perubahan kata drai bahasa lain, akibat pertukaran tanggapan alat
indera, akibat perubahan lingkungan. Perubahan makna dapat terjadi karena
gabungan leksem, akibat tanggapan pemakai bahasa, dan perubahan makna akibat
asosiasi pemakai bahasa terhadap sesuatu. Faktor yang memudahkan perubahan
makna dapat terjadi yaitu karena kebutulan (makna yang terjadi karena kebetulan),
kebutuhan baru, tabu (kata itu tabu dikatakan karena makna yang terkandung pada
kata itu tidak begitu saja dilafalkan atau mengakibatkan malapetaka jika dilafalkan).
Menurut Ullmann (1972:192-197) ada faktor yang memudahkan perubahan
makna antara lain yaitu bahasa yang berkembang, makna kata itu esndiri kabur atau
samar-samar maknanya, kehilangan motivasi, adanya kata-kata bermakna ganda,
dalam konteks yang membingungkan serta struktur kosa kata.
A. Simpulan
Hakikat perubahan makna adalah bahwasannya perubahan makna
sebagai hasil asosiasi antara kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri).
Sebab-sebab perubahan makna yaitu perkembangan dalam ilmu dan
teknologi, perkembangan social dan budaya, perbedaan bidang pemakaian,
adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan, adanya
penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan istilah.
Jenis perubahan makna yaitu perubahan meluas, perubahan
menyempit, perubahan total, penghalusan, dan pengasaran. Faktor yang
memudahkan perubahan makna yaitu factor kebahasaan, factor kesejarahan,
factor social, factor psikologi, factor pengaruh bahasa asing dan factor
kebutuhan kata yang baru.
B. Saran
Saran ini ditujukan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan
mahasiswa pada jurusan kebahasaan terutama bahasa Indonesia, hendaklah di
zaman yang serba berubah ini kita lebih tanggap terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa Indonesia. Kita harus
melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang
terjadi perlu kita cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap
terjaga.
DAFTAR PUSTAKA