Anda di halaman 1dari 12

BAHAN AJAR (Hand Out)

Nama bahan kajian : Pemerolehan Semantik


Kode : IND001
SKS : 2 sks
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pertemuan ke : 6
Dosen : Tim Dosen Pengampu Mata Kuliah
Psikolinguistik

Learning Outcomes ( Capaian Pembelajaran) Mata Kuliah terkait KKNI :

Menguasai konsep pemerolehan bahasa semantik


Soft skills/karakter: Berfikir kritis, ingin tahu,teliti, sopan, kerjasama, tanggung
jawab, dan disiplin.

Materi :
1. Pemerolehan semantik.
2. Teori yang berhubungan dengan proses pemerolehan semantik.

Pemerolehan Semantik
Sejalan dengan perkembangan teori linguistik generatif transformasi yang
lebih mengedepankan komponen semantik, maka dalamantikm psikolinguistik
kajian pemerolehan bahasa dimulai dari komponen semantik, kemudian baru
dilanjutkan dengan kajian pemerolehan semantik, dan kajian pemerolehan
fonologi.
Pada tahun pertama dalam kehidupan seorang bayi menghabiskan
waktunya untuk mengamati dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi
yang ada di sekitar kehidupannya. Pengamatan ini dilakukan melalui panca-
indranya. Apa yang diamati dan dikumpulkan ini menjadi "pengetahuan
dunianya". Berdasarkan pengetahuan dunianya inilah si bayi memperoleh
semantik bahasa dunianya dengan cara melekatkan "makna" yang tepat kepada
urutan bunyi bahasa tertentu.
Untuk dapat mengkaji pemerolehan semantik kanak-kanak kita perlu
terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan mana atau arti itu. Ada
beberapa teori mengenai makna dan semantik itu. Menurut salah satu teori
semantik yang baru, makna dapat dijelaskan berdasarkan apa yang disebut fitur-
fitur atau penanda-penanda semantik. Ini berarti, makna sebuah kata merupakan
gabungan dari fitur-fitur semantik ini (Larson, 1989). Namun, ada satu masalah
yang sukar dipecahkan oleh teori semantik yaitu masalah bagaimana menarik
garis pemisah antara yg disebut sintaksis dan yang disebut semantik.
Untuk memecahkan masalah itu, Simanjuntak (1977, 1987) mengatakan
bahwa komunikasi, pragmatik (konteks), makna, dan sintaksis terjadi bersama-
sama. Keempat unsur itu merupakan salah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan untuk menyampaikan pengetahuan, perasaan, dan emosi dari
seseorang kepada orang lain. Jadi, kita tidak mungkin dapat memisahkan makna
dari sintaksis karena sesungguhnya makna itu diwujudkan oleh sintaksis, dan
sintaksis itu ada untuk mewujudkan makna. Sintaksis dan makna adalah dua buah
wujud yang harus ada bersama-sama dalam komunikasi.
Dalam proses pemeolehan bahasa, anak-anak harus belajar mengerti arti
dari kata-kata yang baru, dengan kata lain mengembangkan suatu kamus arti kata.
Mula-mula mereka menduga-duga arti suatu perkataan arti konteks dimana
perkataan itu diucapkan. Dalam usaha ini, mereka mulai dengan dua asumsi
mengenai fungsi dan isi dari suatu bahasa, yaitu:
1. Bahasa dipergunakan untuk komunikasi
Asumsi ini mungkin timbul karena ketergantungan mereka pada gesture
atau tanda-tanda yang sering menyertai pembicaraan orang dewasa. Langkah
selanjutnya ialah mengambil kesimpulan bahwa bahasa digunakan untuk
kombinasi.
2. Bahasa mempunyai arti dalam suatu konteks tertentu
Anak-anak berasumsi bahwa ada hubungan yang masuk akal antara apa
yang dikatakan pembicaraan dalam suatu situasi tertentu dengan situasinya
sendiri. Dalam usahanya untuk mengerti suatu perkataan, anak-anak harus
membuat suatu hipotesis tentang arti kata. Caranya adalah dengan membuat
pemetaan (mapping) konsep-konsep mereka tentang objek-objek, kejadian-
kejadian, sifat-sifat dan hubungan-hubungan yang tidak asing bagi mereka.
Gejala yang nampak pada setiap bahasa ialah adanya over extention
(perluasan) dalam pemakaian suatu perkataan untuk mengacu kepada suatu
kategori yang lebih luas dari pada yang seharusnya ada dalam bahasa orang
dewasa. Dasar dari perluasan ini sering nampak dalam suatu bentuk atau mungkin
juga dalam ukuran yang digabung dengan bentuk.
Dasar lain dari suatu perluasan adalah atribut-atribut perseptual yang statis
atau yang berupa gerakan. Awal dari hipotesis sering tumpang tindih dengan arti
yang dianut orang dewasa, tetapi dalam penggunaannya terjadi:
a. Over extension
Misalnya: bow-bow artinya semua binatang. Over extension dapat tumpang
tindih dalam dua cara berikut ini:
1. Over extension murni : hanya mengambil 1 atau 2 sifat atau ciri sebagai
kriteria untuk penggunaan kata.
Bulan jambu sebelah, seiris jeruk bulat
2. Mixed over extension : berdasarkan ciri-ciri yang berbeda yang dicabik
oleh referensinya yang asli dalam situasi yang berbeda.
Kick maving limb (situasinya sama dengan aslinya)
b. Under extension
Perkataan si anak hanya menunjuk pada bagian dari butir-butir (item-item)
yang ada dalam kategorinya orang dewasa.
Mobil hanya mobil yang lewat di depan rumah

c. Meaning with no overlap


Kata-kata yang dipakai tidak memberikan dasar untuk komunikasi sehingga
akhirnya ditinggalkan oleh anak-anak.
Menentukan hubungan antara perkataan dengan konsep tidaklah mudah.
Apalagi anak-anak sejak permulaan jarang dapat kena dengan arti kata yang
dianut oleh orang dewasa, maka mereka memerlukan waktu beberepa tahun untuk
penyesuaian dan pengahlusan hipotesis dan strateginya agar arti kata anutan si
anak cocok dengan arti orang dewasa. Proses penyempurnaan ini dapat memakan
waktu cukup lama, sampai tercapainya kelengkapan.
Dalam perkembangan psikolinguistik ada beberapa teori mengenai proses
pemerolehan semantik adalah sebagai berikut.
1. Teori Hipotesis Fitur Semantik
Asumsi-asumsi yang menjadi dasar hipotesis fitur-fitur semantik adalah:
a. Fitur-fitur yang digunakan kana-kanak dianggap sama dengan beberapa fitur
makna yg digunakan oleh orang dewasa.
b. Karena pengalaman kanak-kanak mengenai dunia ini dan mengenai bahasa
masih sangat terbatas bila dibandingkan dengan pengalaman orang dewasa,
maka kanak-kanak hanya akan menggunakan dua atau tiga fitur makna saja
untuk sebuah kata sebagai masukn leksikon.
c. Karena pemilihan fitur-fitur yang berkaitan ini didasarkan pada pengalaman
kanak-kanak sebelumnya, maka fitur-fitur ini pada umumnya didasarkan
pada informasi persepsi atau pengamatan.
Clark (1977) secara umum menyimpulkan perkembangan pemerolehan
semantik ini ke dalam empat tahap yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Penyempitan Makna Kata
Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun (1:0 -
1:6). Pada tahap ini kanak-kanak menganggap satu benda tertentu yang dicakup
oleh satu makna menjadi nama dari benda itu. Jadi yang disebut (gukguk)
hanyalah anjing yang ada di rumahnya saja. Tidak termasuk yang berada di luar
rumah si anak.
2. Tahap Generalisasi Berlebihan
Tahap ini berlangsung antara usia satu tahun setengah sampai dua tahun
setengah (1:6 - 2:6). Pada tahap ini kanak-kanak mulai menggeneralisasikan
makna suatu kata secara berlebihan. Jadi, yang dimaksud dengan anjing atau
gukguk dan kucing atau meong adalah semua binatang yang berkaki empat
termasuk kambing dan kerbau.

3. Tahap Medan Semantik


Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima
tahun (2:6 - 5:0). Pada tahap ini kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata
yang berkaitan ke dalam satu medan semantik. Pada mulanya tahap ini
berlangsung jika makna kata-kata yang digeneralisasi secara berlebihan semakin
sedikit setelah kata-kata baru untuk benda-benda yang termasuk dalam
generalisasi yang dikuasai oleh anak-anak.
4. Tahap Generalisasi
Tahap ini berlangsung setelah kanak-kanak berusia lima tahun. Pada tahap
ini kanak-kanak sudah mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut
persepsi, bahwa benda-benda ini mempunyai fitur-fitur semantik yang sama.
Pengenalan ini semakin sempurna jika kanak-kanak itu semakin bertambah
usianya.jadi, ketika berusia antara lima sampai tujuh tahun (5:0 - 7:0).
2. Teri Hipotesis Hubungan-Hubungan Gramatikal
Teori hubungan-hubungan gramatikal ini diperkenalkan oleh Mc. Neil
(1970). Menurut Mc.Neil pada waktu dilahirkan kanak-kanak telah dilengkapi
dengan hubunga-hubungan gramatikal dalam yang nurani. Oleh karena itu,
kanak-kanak pada awal proses pemerolehan bahasanya telah berusaha membentuk
satu kamus makna kalimat" (sentences-meaning dictionary), yaitu setiap butir
leksikal dicantumkan dengan semua hubungan gramatikal yang digunakan secara
lengkap pada tahap holofrasis. Pada tahap holofaris ini kanak-kanak belum
mampu menguasai fitur-fitu semantik karena terlalu membebani ingatan mereka.
Jika kanak-kanak telah mencapai tahap dua kata pada usia (2 : 0) mereka
baru mulai menguasai kamus makna kata berdasarkan makna kata untuk
menggantikan kamus makna kalimat yang telah dikuasai sebelumya. Penyesuaian
kamus makna kata ini merupakan perkembangan kosakata kanak-kanak yang
dilakukan secara horizontal dan secara vertikal.
Secara horizontal artinya pada mula-mula, kanak-kanak hanya
memasukkan beberapa fitur semantik untuk setiap butir leksikal ke dalam
kamusnya. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya barulah terjadi
penambahan fitur-fitur lainnya secara berangsur-angsur. Secara vertikal, artinya
kanak-kanak secara serentak memasukkan semua fitur semantik sebuah kata ke
dalam kamusnya, tetapi kata-kata itu terpisah satu sama lain. Secara vertikal
berarti fitur-fitur semantik kanak-kanak ini sama dengan fitur-itur semantik orang
dewasa. Tentu saja, seperti kata Simanjuntak (1987) hal ini tidak mungkin. Yang
lebih mungkin adalah secara horizontal.
3. Teori Hipotesis Generalisasi
Teori hipotesis generalisasi ini diperkenalkan oleh Anglin (1975, 1977).
Menurut Anglin perkembangan semantik kanak-kanak mengikuti suatu proses
generalisasi, yakni kemampuan kanak-kanak melihat hubungan-hubungan
semantik antara nama-nama benda (kata-kata) mulai dari yang konkret sampai
pada yang abstrak. Pada tahap permulaan pemerolehan semantik ini kanak-kanak
hanya mampu menyadari hubungan-hubungan konkret yang khusus diantara
benda-benda itu. Bila usianya bertambah mereka membuat generalisasi terhadap
kategori-kategoi abstrak yang lebih besar. Umpamanya pada awal perkembangan
pemerolehan semantik kanak-kanak telah mengetahui kata-kata melati dan mawar
melalui hubungan konkret antara kata itu dengan bunga-bunga tersebut. Pada
tahap berikutnya setelah mereka semakin matang, mereka akan menggolongkan
kata-kata ini dengan butir leksikal yang lebih tinggi kelasnya atau superordinatnya
melalui generalisasi yaitu bunga.
Selanjutnya, setelah usia mereka semakin bertambah, maka mereka akan
memasukkan bunga ke dalam kelompok-kelompok yang lebih besar yaitu
tumbuh-tumbuhan.
4. Teori Hipotesis Primitif-Primitif Universal
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Postal (1966), lalu
dikembangkan oleh Bierwisch (1970) dengan lebih terperinci. Menurut Postal
semua bahasa yang ada di dunia ini dilandasi oleh satu perangkat primitif-primitif
semantik universal (yang kira-kira sama dengan penanda semantik dan fitur-fitur
semantik), dan rumus-rumus untuk mengabungkan primitif-primitif semantik ini
dengan butir-butir leksikal. Sedangkan setiap primitif semantik itu mempunyai
suatu hubungan yang sudah diterapkan sejak awal dengan dunia yang ditentukan
oleh struktur biologi manusia itu sendiri.
Bierwisch (1970) menyatakan bahwa primitif-primitif semantik atau
komponen-komponen semantik ini mewakili kategori-kategori atau prinsip-
prinsip yang sudah ada sejak awal yang digunakan oleh manusia untuk
menggolong-golongkan struktur benda-benda atau situasi-situasi yang diamati
oleh manusia itu. Bierwisch selanjutnya menjelaskan bahwa primitif-primitif atau
fitur-fitur semantik ini mewakili ciri-ciri fisik luar dari benda itu, tetapi mewakili
keadaan-keadaan psikolog berdasarkan bagaimana manusia memproses keadaan
sosial dengan fisiknya.
Menurut Bierwisch selanjutnya, bahwa dalam pemerolehan makna kanak-
kanak tidak perlu mempelajari komponen-komponen makna itu karena
komponen-komponen makna itu telah tersedia sejak dia lahir. Yang perlu
dipelajari adalah hubungan-hubungan komponen ini dengan "milik-milik"
fonologi dan sintaksis bahasanya. Hipotesis primitif-primitif universal ini mau
tidak mau harus menghubungkan perkembangan semantik kanak-kanak dengan
perkembangan kognitif umum kanak-kanak.
Salah satu model adalah Model semantik hierarkhis (hierarchical Semantic
Model) yang diajukan Collins dan Quillian (1969-dalam Harley 1995). Menurut
konsep ini , konsep terkait satu dengan yang lainnya secara hierarkis. Hubungan
dalam satu node dengan konsep satu node dalam node yang lain bersifat
hierarkhis, artinya konsep yang paling atas yakni, ’BINATANG’, memayungi
semua konsep yang ada di bawahnya. Jadi, burung dan mamalia termasuk
konsep binatang. Begitu juga BURUNG dan MAMALIA masing memayungi
perkutut, pinguin dan kucing. Selanjutnya perkutut bisa bermacam-macam yaitu
perkutut Bangkok, lokal atau blasteran . Hubungan antara satu konsep dengan
konsep langsung di atasnya bersifat perkutut adalah burung.
Fitur yang dicantumkan node yang di atas secara otomatis dimiliki pula
oleh node yang di bawahnya. Dengan demikian burung, kucing, perkutut dan
sebagainya tidak perlu diberi fitur bernyawa. Begitu juga perkutut juga tidak
perlu diberi fitur bernyawa. Karena sayap sudah ada pada node burung
sebelumnya. Makin dekat jarak antara satu node konsep dengan konsep yang lain,
makin dekatlah hubungan kedua konsep tersebut. Teori ini memiliki beberapa
kekurangan yaitu:
a. Kata-kata abstrak tidak mudah di buat hierarkhi
b. Tidak selamanya orang menggunakan hierarkhi
c. Jarak semantik yang sama belum tentu menghasilkan jumlah waktu reaksi
yang sama
Menurut Tarigan (1984:105) teori-teori mengenai semantik adalah sebagai
berikut.
1. Semantik Interpretif Terdahulu
Pada permulaan tahun 1960-an Fodor dan Katz (1964), dan Katz dan
Postal (1964) mengemukakan hipotesis bahwa struktur dalam suatu kalimat
memuat segala informasi yang diperlukan untuk menafsirkannya secara semantik,
yang kemudian dikenal sebagai Kaidah Proyeksi. Kaidah-kaidah transformasi
mengubahnya menjadi penanda–penanda frase struktur permukaan yang nantinya
akan ditafsirkan pula oleh kaidah-kaidah fonologi.
Hipotesis ini disebut hipotesis struktur dalam merupakan sesuatu yang
baik sebab dapat menyediakan suatu pemerian yang bagus sekali mengenai
sejumlah besar fakta-fakta linguistik dan karena hipotesis itu membuat ramalan-
ramalan yang paling tepat yang dapat diuji dengan teliti, maka secara eksplisit
memadai dan dengan mudah dapat disangkal dengan pengamatan empiris.
2. Semantik Interpretif Baru
Secara analogi teori yang masih menggunakan semantik interpretif
terdahulu seringkali disebut sebagai standar yang diperluas (extended standar
theory). Teori ini tetap mempertahankan satu asumsi hipotesis struktur dalam,
yaitu bahwa komponen sintaksis adalah satu-satunya komponen tata bahasa yang
generatif atau kreatif. Teori ini berbeda dari semantik interpretif terdahulu dalam
hal bahwa interpretasi semantik beroperasi pada semua tingkatan tata bahasa pada
struktur dalam, pada struktur permukaan, dan pada struktur-struktur turunan
diantara keduanya itu.
3. Semantik Generatif
Para semantisis generatif menolak asumsi pertama hipotesis struktur dalam
yang mengatakan bahwa komponen sintaksis tata bahasa adalah satu-satunya
komponen yang kreatif, yang jelas sama salahnya dengan asumsi kedua. Dalam
semantik generatif, gambaran-gambaran semantik dianggap sebagai yang primer
dan dipetakan pada struktur-struktur permukaan linguistik struktur dalam.
Transformasi-transformasi beroperasi pada struktur semantik, lalu pada struktur-
struktur yang semantik dan yang sebagian lagi sintaksis, dan seterusnya sampai
suatu struktur permukaan dicapai. Jalan yang terbaik untuk memilih antara dua
atau tiga teori dalam suatu ilmiah ialah dengan jalan melihat yang mana dari
keduanya atau ketiganya dapat menjelaskan atau meramalkan data yang lebih
banyak.
Menurutrut Tarigan (1984:111) peranan komponen semantik tata bahasa
adalah menentukan arti setiap kalimat bahasa yang bersangkutan, anggapan umum
bahwa arti sesuatu kata tidaklah dapat dibagi-bagi lagi, tidaklah merupakan suatu
keseluruhan yang masih dapat dibagi-bagi, tetapi dapat dipecah-pecah menjadi
ciri-ciri arti yang dalam beberapa hal beranalogi dengan ciri-ciri dan peranan yang
dimainkannya dalam tata bahasa Inggris dengan mempergunakan contoh-contoh
‘eqution’, ‘man’, ‘woman’, ‘dog’, dan ‘rock’.
Nomina equation adalah nomina abstrak dan semua yang lainnya tidak
abstrak. Jadi obyek verba solve haruslah nomina abstrak, tidak mungkin suatu
nomina yang tidak abstrak. Diantara nomina-nomina yang tidak abstrak itu maka
kata-kata man, woman, dan dog merupakan nomina-nomina yang
hidup/bernyawa, sedangkan rock tidak bernyawa (nominate). Obyek verba
frighten haruslah bernyawa, seperti halnya subyek verba admire.
Kalau membatasi perhatian kepada nomina-nomina yang bernyawa dan
tidak abstrak, maka mungkin pula membedakan antara yang mengacu kepada
obyek-obyek yang bersifat manusia (human) dan yang bukan manusia
(nonhuman). Jadi man dan woman adalah human, dan dog adalah nonhuman.
Hanya nomina yang berciri manusia saja yang dapat bertindak sebagai subyek dari
verba lecture, sedangkan hanya nomina yang bukan manusia yang dapat menjadi
subyek whelp.
Dalam Sintactic Structures Chomsky pernah mengemukakan kalimat yang
terkenal kini yaitu, “Colorless green ideas sleep furiously” dan mengatakan
bahwa itu secara sintaksis benar tetapi secara semantik aneh. Chomsky
menyatakan suatu gerakan yang bersifat sementara yang dapat diubah dengan
lahirnya suatu teori semantik yang cukup memadai untuk menjelaskan
pembatasan-pembatasan serupa itu. Pokoknya fakta-fakta itu harus relevan secara
linguistik dan hendaknya dijelaskan pada beberapa tingkatan di dalam teori
kompetensi linguistik. Di samping itu perlu juga mengadakan pembedaan anatara
arti yang bersifat denotatif dan konotatif.
Kalau predikat membuat suatu pernyataan mengenai subyek yang telah
dinyatakan di dalam leksikon sebagai ciri semantik subyek, maka kalimat tersebut
Analitis. Contohnya, jejaka itu belum kawin.
Maksudnya bahwa predikat kalimat itu memberikan kepada kita informasi
baru mengenai subyek kalimat tersebut. Predikat itu dinyatakan secara tidak
langsung oleh gambaran semantik subyek. Sebaliknya kontradiksi karena predikat
membuat suatu pernyataan mengenai subyek yang secara langsung berkontradiksi
dengan salah satu ciri-ciri yang membatasi subyek. Pernyataan yang
berkontradiksi dibedakan dari kalimat yang aneh yang ganjil tempat pembatasan-
pembatasan pemilihan telah dilanggar/diperkosa. Contohnya, jejaka itu sudah
kawin.
Pusat atau fokus ialah informasi yang terkandung dalam suatu kalimat
yang disampaikan dari sipembicara kepada sipendengar, sipembicara beranggapan
bahwa si pendengar tidak memiliki informasi pusat. Perkiraan (presupposition)
sebaliknya menunjuk kepada informasi di dalam suatu kalimat yang oleh si
pembicara diperkirakan sebagai bagian dari pengetahuan si pendengar.
Aspek-aspek struktur semantik serupa mengandung implikasi-implikasi
penting bagi pemerian-pemerian linguistik termasuk juga bagi psikolinguistik.
Dari sudut pandangan psikolinguistik, maka telaah-telaah (yang telah
dilaksanakan oleh Just and Clark, 1973 oleh Offir, 1973) telah
mendemonstrasikan bahwa komprehensi (atau pemahaman) sesuatu kalimat juga
melibatkan penerimaan informasi perkiraan dan yang dinyatakan secara tidak
langsung.
Pemerolehan bahasa anak melalui beberapa proses. Tahun pertama
kehidupannya, anak melakukan pengamatan dan pengumpulan informasi
sebanyak-banyaknya dari kehidupan sekitarnya. Dilakukan menggunakan panca
indra. Inilah yang menurut Abdul Chaer (2003), menjadi dasar semantik bahasa
anak. Caranya dengan melekatkan makna atau arti yang tetap pada urutan bunyi
bahasa tertentu. Barulah, kemudian diikuti kajian pemerolehan sintaksis dan
fonologi.
Menurut Abdul Chaer, untuk dapat mengkaji bagaimana pemerolehan
semantik kanak-kanak harus dipahami terlebih dahulu makna atau arti itu. Makna
atau semantik itu, menurut Chaer (2003) dapat dijelaskan berdasarkan apa yang
disebut fitur-fitur atau penanda-penanda semantik. “Artinya, makna sebuah kata
merupakan gabungan dari fitur-fitur semantik ini.” (Larson,1989).
Teori Pemerolehan Semantik
A. Fitur Semantik
Dalam teori ini diyakini kanak-kanak memperoleh makna suatu kata
dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu sampai semua
fitur semantik itu dikuasai, seperti halnya pada orang dewasa. (Chaer, 2003).
Contoh pemerolehan semantik ini, emnurut Clark, pada mulanya kanak-kanak
berbahasa Inggris menyebut semua bintaag berkaki empat doggie atau kitty, atau
apa saja larena mulanya kanak-kanak itu hanya menguasai beberapa fitur
semantik. Yakni [+human], [+animal}, dan [+four legged]. Seiring perkembangan
usianya fitur-fitur semantik lain juga dikuasai sehingga pada umur tertentu kanak-
kanak itu dapat membedakan dogie dan kitty.
Simanjuntak meneliti tiga kanak-kanak Malaysia, R, S, dan E. R,
menyebut apel dengan bunyi [apoi}, buah magga, jeruk, peer dan buah-buah
lainnya disebut juga [apoi]. Pada S, ditemui dia menyebut lembu dengan [bo], dan
kata itu digunakannya juga untuk menyebut kuda, kerbau, singa, dan harimau.
Begitu juga binatang berkaki empat lainnya. Sementara pada E, ditemui dia
mengucapkan [kico] untuk cecak. Dan kata ini pun digunakan untuk menyebut
binatang lain seperti buaya, biawak, ular, dan binatang melata lainnya. Kondisi ini
dialami anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa. Pengenalan berdasarkan
fitur-fitur ini mengacu pada bentuk, ukuran, bunyi, rasa, dan gerak dan hal lain
dari kata-kata baru.
Menurut Clark (1977) proses pemerolehan ini dicontohkannya dalam
pemerolehan kata apel oleh anak-anak. Fitur semantik yang terbentuk pada kata
apel [+kecil] dan [+bundar]. Fitur semantik berdasarkan ukuran dan bentuk ini
digunakan juga untuk menyebut benda-benda lain yang serupa sebagai apel.
Misalnya tombol pintu, bola karet, mangga. Tetapi pada perkembangan
berikutnya dia akan mengetahui bahwa benda itu berbeda. Ada apel, ada tombol
pintu, ada bola karet.
Untuk fitur yang mengacu bentuk, kanak-kanak awalnya menerima konsep
buah rambutan karena bentuknya ditumbuhi rambutan. Jagung pun disebutnya
rambutan. Begitu juga buah durian yang dipenuhi duri. Makanya ketika bertemu
nangka ataupun cempedak, dia menyebutnya durian juga. Begitu juga untuk fitur
yang mengacu pada bunyi. Kata guguk digunakan untuk menyebut anjing. Itu
juga digunakan untuk menyebut sapi, kambing. Tetapi pada perkembangannya dia
akan membedakannya berdasarkan bunyi. Ada yang disebutnya cecak, karena
bunyinya ce-cak, ce-cak. Atau tokek untuk menyebut binatang tokek karena
bunyinya to-kek, to-kek. Dan meong untuk kucing. Jadi fitur-fitur semantik yang
terbentuk akan terbedakan berdasarkan bunyi. Maka selain anjing, ada binatang
lain yang dikenalnya yakni sapi, kucing, dan kambing. Binatang ini mengeluarkan
bunyi yang berbeda-beda.
Untuk fitur yang mengacu rasa, misalnya ditemukan pada kata susu.
Awalnya fitur yang terbentuk pada minuman adalah sama. Tidak ada beda antara
susu, teh, air putih, maupun obat sirup. Tapi berdasarkan rasa, nanti fitur yang
terbentuk akan membedakan antara susu, teh, kopi, dan obat sirup. Begitupun fitur
yang mengacu gerak. Binatang yang geraknya menjalar disebutnya ular. Kalau
bergerak ke atas naik, ke bawah turun. Ke samping kiri atau kanan. Maju atau
mundur, dengan kode gerakan tangan. Juga mendekat, atau menjauh. Berlari,
dengan menirukan gerakan berlari. Makan, dengan menggerakkan tangan ke arah
mulut.
Pemerolehan makna berdasarkan teori ini juga mengacu pada medan
makna atau medan semantik. Asumsi-asumsi yang menjadi dasar hipotesis fitur-
fitur semantik adalah:
a. fitur-fitur makna yang digunakan kanak-kanak dianggap sama dengan
beberapa fitur makna yang digunakan oleh orang dewasa.
b. Karena pengalaman kanak-kanak mengenai dunia dan mengenai bahasa
masih sangat terbatas bila diabandingkan dengan pengalaman orang dewasa,
maka kanak-kanak hanya akan menggunakan dua atau tiga fitur saja untuk
sebuah kata sebagai masukan leksikon.
c. Karena pemilihan fitur-fitur yang berkaitan ini didasarkan pada pengalaman
kanak-kanak sebelumnya, maka fitur-fitur ini pada umumnya didasarkan
pada informasi persepsi atau pengamatan.
Jadi, apabila orang dewasa mengucapkan kata-kata dalam konteks dan
situasi yang yang dikenal oleh kanak-kanak, maka pengenalan ini akan menolong
kanak-kanak itu memperoleh makna kata-kata itu berdasrkan bentuk, ukuran,
bunyi, rasa, gerak dan lain-lain dari kata-kata baru itu. Lalu karena hanya
beberapa fitur semantic yang digunakan oleh kanak-kanak untuk memperoleh
makna kata pada tahap permulaan ini (antara satu-dua tahun setengah), maka
penerapan berlebihan dari makna-makna ini tidak dapat dielakan; dan ini
merupakan ciri khas pemerolehan makna oleh kanak-kanak.
Menurut Chaer (1990). “Pemerolehan makna kata juga berdasarkan kata
yang berada dalam satu medan makna atau medan semantik.” Umpamanya, kata
bawang, cabe, garam, terasi, dan jahe adalah kata-kata yang berada dalam saru
medan semantik karena kelimanya menyatakan makna ‘bumbu dapur. Kanak-
kanak memperoleh makna kata baru berdasarkan fitur-fitur persepsi dan kategori
yang sama yang ada dalam butir-butir leksikal. Secara jelas, perkembangan
pemerolehan semantik ini melalui empat tahap:
1. Tahap Penyempitan makna
Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun. Pada
tahap ini, kanak-kanak menganggap satu benda tertentu yang dicakup
oleh satu makna menjadi nama dari benda tersebut. Yang disebut [meah]
hanyalah kucing yang dipelihara di rumah. Begitu juga dengan [guk-guk]
hanyalah anjing yang ada di rumahnya saja.
2. Tahap generalisasi
Tahap ini berlangsung antara usia satu setengah tahun sampai dua tahun
setengah. Kanak-kanak mul;ai menggeneralisasikan makna sebuah kata
secara berlebihan. Yang dimaksud dengan anjing atau kucing adalah
semua binatang yang berkaki empat, termasuk kambing dan kerbau.
3. Tahap medan semantik
Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima
tahun. Kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke
dalam satu medan semantik. Prosesnya bermula saat makna kata-kata
yang digeneralisasikan berlebihan semakin sedikit setelah dia
memperoleh kata-kata baru untuk generalisasi dikuasai kanak-kanak.
Misalnya, kalau awalnya anjing untuk menyebut semua binatang berkaki
empat, setelah dia mengenal kata kuda, kambing, dan harimau, maka dia
dapat menetapkan kata anjing hanya berlaku untuk anjing saja.
4. Tahap generalisasi
Setelah kanak-kanak berusia lima tahun dia memasuki tahap generalisasi.
Dia mulai mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi.
Pengenalan ini akan semakin sempurna seiring pertambahan usia.
Mereka bisa mengenal yang dimaksud hewan. Mereka bisa menyebut
bahwa anjing, kucing, harimau itu hewan. Begitu juga kendaraan.
Mereka mengenal ada sepeda, motor, mobil, kereta api, yang semuanya
disebut kendaraan. Lalu sepeda, perahu, pesawat terbang, juga
kendaraan. Generalisasinya semakin luas. Untuk hewan, nanti mereka
akan mengenal ayam, kambing, sapi, kerbau, adalah hewan ternak.
B. Hubungan-hubungan Gramatikal
Mc. Neil yang memperkenalkan hubungan-hubungan gramatikal. Menurut
Mc Neil (1970), saat dilahirkan kanak-kanak sudah dilengkapi dengan hubungan-
hubungan gramatikal dalam nuraninya. Kanak-kanak pada awal proses
pemerolehan bahasa berusaha membentuk satu “kamus makna kalimat”
(sentences-meaning dictionary). Setiap butir leksikal dicantumkan dengan semua
hubungan gramatikal yang digunakan secara lengkap pada tahap holofrasis
(meracau).
Pada tahap holofrasis ini kanak-kanak belum mampu menguasai fitur-fitur
semantik karena terlalu membebani ingatan mereka. Jadi, pada awal pemerolehan
semantik hubugan-hubungan gramatikal inilah yang paling penting karena telah
tersedia secara nurani sejak lahir. Dia awalnya hanya mampu mengucapkan
mama. Makna yang terkandung dalam kata itu, memanggil ibunya,
menyampaikan informasi kepada ibunya tentang sesuatu yang dilaminya misalnya
celananya basah. Ingin digendong. Atau paling sederhana dia hanya bisa
menangis untuk mengungkapkan beberapa informasi. Misalnya menyatakan saya
lapar. Saya mau digendong. Saya tidak tahan celana saya basah oleh kencing.
Atau misalnya, tolong bantu saya karena saya buang air besar.
Setelah kanak-kanak telah mencapai tahap dua kata pada usia (sekitar 2 tahun)
mereka baru mulai menguasai kamus makna kata berdasarkan makna kata untuk
menggantikan kamus makna kalimat yang telah dikuasai sebelumnya. Contoh: Ma
mim (Mama saya mau minum), Ma mam (Mama saya mau makan), Ma ndong
(mama saya mau gendong).
Penyesuaian kamus makna kata ini merupakan perkembangan kosakata
kanak-kanak yang dilakukan secara horizontal atau secara vertikal. Secara
horizontal artinya pada mulanya kanak-kanak hanya memasukkan beberapa fitur
semantik untuk setiap butir leksikal ke dalam kamusnya. Kemudian dalam
perkembangan selanjutnya barulah terjadi penambahan fitur-fitur lainnya secara
berangsur-bangsur. Contoh: mim, minum susu, minum teh. Mam, makan bubur,
makan nasi. Makan pagi, makan siang, makan malam. Gendong papa, gendong
belakang, gendong ayun.
Secara vertikal artinya kanak-kanak secara serentak memasukkan semua
fitur semantik sebuah kata ke dalam kamusnya, tetapi kata itu terpisah satu sama
lain. Artinya, fitur ini sama dengan fitur-fitur semantik orang dewasa. Contoh:
makan bubur-makan asam garam. Makan telur-makan hati. Anjing mati-Lampu
mati. Ayam jantan-ayam kampung. Burung merpati-burung dipotong.
C. Generalisasi
Teori ini diperkenalkan Anglin. Menurutnya, perkembangan semantik
kanak-kanak mengikuti satu proses generalisasi. Yakni kemampuan kanak-kanak
melihat hubungan-hubungan semantik antara nama-nama benda mulai dari yang
konkret sampai pada yang abstrak. Pada tahap permulaan pemerolehan semantik,
kanak-kanak hanya mampu menyadari hubungan-hubungan kongkret yang khusus
antara benda-benda itu. Seiring pertambahan usianya mereka membuat
generalisasi kategori yang abstrak yang lebih besar. Contoh: awalnya kanak-kanak
mengetahui kata-kata melati dan mawar. Lalu mereka bisa menggolongkan mawar
dan melati itu dalam kategori bunga. Lalu ada ros, kaktus, anggrek. Lalu seiring
bertambahnya usia, generalisasi yang dilakukan semakin luas. Bahwa bunga itu
adalah bagian dari tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan itu ada bunga, rumput,
semak-semak, padi-padian, pohon-pohonan. Sehingga mereka bisa membedakan
bunga yang harus dirawat, rumput yang harus dibasmi, semak-semak yang
biasanya merusak pemandangan kalau tidak ditata, atau pohon duku dan durian
yang juga berbunga tetapi tidak termasuk bunga. Atau, jenis tanaman yang
menghasilkan beras, ketan, jagung setelah diolah.
Pemerolehan bahasa diterima kanak-kanak melalui proses generalisasi.
Mereka semakin hari semakin memiliki perbendaharaan semantik yang makin
luas. Ada ayam betina, manusia lelaki, ikan jantan. Tetapi tidak ada kursi jantan,
mobil jantan, atau perahu betina. Contoh lain, generalisasi terhadap kendaraan
tidak bermesin sepeda, becak, perahu, paralayang. Lalu ada sepeda motor, bemo,
mocak, speedboat, helikopter.
D. Primitif Universal
Teori ini diperkenalkan Postal dan dikembangkan lebih lanjut oleh
Buerwisch dengan lebih terperinci. Menurut Postal semua bahasa yang ada di
dunia ini dilandasi oleh satu perangkat primitif semantik universal (Kira-kira sama
dengan penanda-penanda semantik dan fitur-fitur semantik) dan rumus-tumus
untuk menggabungkan semantik primitif ini dengan butir-butir leksikal.
Sedangkan setiap primitif semantik mempunyai hubungan yang sudah ditetapkan
sejak awal dengan dunia yang ditentukan oleh struktur biologi manusia. Kanak-
kanak belajar dari anggota tubuh dan indranya. Kosakatanya dimulai dari mulut,
gigi, tangan, rambut, kaki, kulit, hidung, dan lain-lain anggota tubuhnya. Atau
kondisi alami, misalnya manis, pahit, asam. Ukuran, besar, tinggi, kecil, panjang.
Sedangkan menurut Bierwisch primitif semantik atau komponen semantik
semantik ini mewakili kategori atau prinsip yang sudah ada sejak awal digunakan
manusia untuk menggolongkan struktur benda atau situasi yang diamati manusia.
Selanjutnya Bierwisch menjelaskan bahwa primitif atau fitur-fitur semantik tidak
mewakili ciriciri fisik luar benda tetapi mewakili keadaan psikologi berdasarkan
bagaimana masnuia memproses keadaan sosial dengan fisiknya.
Manusia dengan demikian menafsirkan semua yang diamatinya berdasarkan
primitif semantik yang telah tersedia sejak dia lahir. Atau dengan kata lain teori
ini menghubungkan perkembangan semantik kanak-kanak dengan perkembangan
kognitif umum kanak-kanak itu.
Karenanya kanak-kanak yang lahirnya di desa memiliki konsep-konsep
alami yang ada di desa. Sawah, batu, sungai, gubuk. Ayah, ibu, kakak, kepala
desa. Atau yang alami, matahari, bulan, bintang. Kanak-kanak di pesisir,
memperoleh konsep-konsep makna seperti pantai, pasir, laut, nelayan, jaring
angin, ikan, udang, bulan, matahari, layar. Kanak-kanak di kota, memperoleh
konssep-konsep dari sekelilingnya. Seperti televisi, radio, sekolah. Internet,
teknologi, mal, sepatu, kemeja, kaos, rompi.
Pemerolehan semantik kanak-kanak yang berbeda lingkungan sosialnya
akan berbeda satu sama lain. Karena meskipun prinsip alaminya sama, tetapi pada
perkembangannya akan berubah sesuai perkembangan kognitif dan sosial.
Malam tidak selamanya gelap bagi kanak-kanak di kota besar. Ada lampu, ada
mal, ada suasana yang ramai, nonton televisi. Berbeda dengan di desa yang kalau
malam hari gelap, sepi, tidur, bunyi jangkrik dan lain-lain. Intinya, berdasarkan
teori ini, konsep-konsep makna diperoleh kanak-kanak berdasarkan fitur-fitur
alami di sekitarnya. Semakin luas lingkungan sosialnya berkembang semakin
banyak pemerolehan semantik yang didapat. Perangkat-perangkatnya sama,
sesuatu yang sudah ada dalam kehidupan manusia tersebut.

RANCANGAN TUGAS

A.Tujuan Pemberian Tugas


Menemukan sumber-sumber bacaan dan merekonstruksi pemerolehan semantik,
dan teori yang berhubungan dengan proses pemerolehan semantik.

B.Uraian Tugas
1. Objek Garapan
a. Pemerolehan semantik.
b. Teori yang berhubungan dengan proses pemerolehan semantik.

2.Metode/ Cara Pengerjaan


a.Mencari sumber-sumber tentang objek garapan.
b.Mengidentifikasi data berkaitan dengan objek garapan.
c.Merekonstruksi dalam bentuk tulisan ilmiah ( ringkasan).

3.Luaran
Membuat ringkasan dalam bentuk makalah ilmuah.

Anda mungkin juga menyukai