Anda di halaman 1dari 3

Buatlah uraian yang berkaitan dengan makna 

kato nan ampek di Minangkabau dengan


memberikan contoh!

Kato nan ampek di Minangkabau

Adat Minangkabau sangat kental dalam adat istiadat, mereka berpondasi pada “Adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah, kitabullah barasal dari nan satu, nan satu tagak
sandirinyo”.  Masyarakat Minangkabau memiliki budaya yang dikenal oleh masyarakat luas
ialah bahasa Minang.  Bahasa Minangkabau tidak hanya digunakan sebagai simbol  orang
Minang, tetapi bahasa Minang juga mengajarkan kesantunan dalam berkomunikasi. Bahasa
Minangkabau memiliki aturan dan tatakrama yang disebut sebagai kato. Secara
sederhana kato  dapat diartikan sebagai sebuah tata aturan dalam berkomunikasi antarsesama
komunikator sewangsa yang dikenal dengan istilah tau jo nan ampek atau  kato nan ampek.
Berdasarkan bahasa Indonesia bahwa kato nan ampek berarti kata yang empat. Masyarakat
Minangkabau menjadikan kato nan ampek sebagai salah-satu aturan dasar berkomunikasi
orang Minangkabau dalam aspek tata krama dalam pergaulan. Kato nan ampek adalah aturan
dasar yang mengikat bagi putera atau puteri Minangkabau dalam mengungkapkan
pemikirannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Navis (dalam Marni, 2013) bahwa bahasa Minangkabau terdapat langgam
kata atau langgam kato. Langgam kato adalah semacam kesantunan berbahasa atau tatakrama
sehari-hari antara sesama orang Minang sesuai dengan status sosial masing-masing. Ada
empat langgam yang dipakai oleh orang Minang, yaitu kato mandaki (kata mendaki), kato
malereang (kata melereng), kato manurun  (kata menurun), dan kato mandata (kata
mendatar) (dalam Yanti, 2017:22).

1. Kato Mandaki adalah kata atau bahasa yang digunakan kepada orang yang lebih tua
dari pembicara. Penggunaan kato mandaki dapat berbentuk komunikasi antar pribadi dan
komunikasi kelompok. Kato mandaki dalam komunikasi antarpribadi berlangsung secara
tatap muka, seperti seorang anak ke ayah baik secara verbal atau nonverbal yang
mencerminkan kedekatan hubungan antara keduanya. Contoh: Ayah, Ibu, mamak,
sumando, inyiak, uni, uda, datuak, etek. Pemakaian tata bahasa kato mandaki lebih rapi,
ungkapannya jelas, dan penggunaan kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga bersifat
khusus. Misalnya, ambo untuk orang pertama, panggilan kehormatan untuk orang yang
lebih tua: mamak, inyiak, uda, tuan, etek, amai, atau uni serta baliau untuk orang ketiga.

2. Kato Malereang adalah kata atau bahasa yang digunakan kepada orang yang disegani
dan dihormati secara adat dan budaya dari pembicara. Misalnya, orang yang mempunyai
hubungan kekerabatan karena perkawinan, misalnya, ipar, besan, mertua, dan menantu,
atau antara orang-orang yang jabatannya dihormati seperti penghulu, ulama, dan guru.
Faktor utama yang mempengaruhi berlangsung nya penggunaan kato malereng dalam
peristiwa komunikasi di Minangkabau adalah faktor saling menyegani dan kedua belah
pihak kurang akrab atau boleh juga karena di dorong oleh keinginan untuk manenggang
perasaan mitra komunikasi. Sehubungan dengan itu, mereka tidak ingin berkomunikasi
dengan terbuka, sehingga mereka sering menggunakan kata-kata bersayap yang dapat
dicerna makna nya setelah di pikirkan, ini bisa terjadi dalam konteks formal atau
informal. Pemakaian tata bahasa kato malereng rapi, tetapi lebih banyak menggunakan
peribahasa, seperti perumpaan, kiasan atau sindiran. Kata pengganti orang pertama,
kedua, dan ketiga juga bersifat khusus. Wak ambo atau awak ambo untuk orang pertama,
gelar dan panggilan kekerabatan yang diberikan keluarga untuk orang
kedua. Baliau untuk orang ketiga.

3. Kato Mandata adalah kata yang digunakan kepada orang yang sederajat atau seusia
dengan pembicara. Selain itu, kato mandata ini juga digunakan oleh orang yang status
sosialnya sama dan memiliki hubungan yang akrab. Secara formal, komunikasi dengan
kato mandata di sebut juga sebagai komunikasi horizontal atau lateral. Secara informal,
kato mandata di sebut sebagai komunikasi antar personal, yakni komunikasi antara
mereka yang sebaya dan akrab, menggunakan kata-kata tidak lengkap dan kalimat yang
pendek-pendek, di sampaikan dengan hangat.Pemakaian bahasanya yang lazim adalah
bahasa slank. Tata bahasanya lebih cenderung memakai suku kata terakhir atau kata-
katanya tidak lengkap dan kalimatnya pendek-pendek. Kata ganti orang pertama, kedua,
dan ketiga juga bersifat khusus, yaitu aden atau den untuk orang pertama. Ang  untuk
orang kedua laki-laki. Kau  untuk orang kedua perempuan. Inyo atau anyo untuk orang
ketiga.

4. Kato Manurun adalah kata yang digunakan kepada orang yang lebih kecil dari
pembicara. Contoh: Adik kandung, mamak pada kemenakannya, dll. Petitih mengatakan
jalan manurun tarantak-antak ingek-ingek nan di bawah kok tasingguang, jago kato kok
manganai. Walaupun usia lawan tutur lebih muda dari penutur ketika dalam pembicaraan
orang yang berusia lebih tua harus tetap memperhatikan kesopanan bahasanya agar lawan
tuturnya tetap merasa dihargai dalam pembicaraan tersebut. Pemakaian tata bahasa kato
manurun rapi, tetapi dengan kalimat yang lebih pendek. Kata ganti orang pertama, kedua,
dan ketiga juga bersifat khusus. Wak den atau awak den atau wak aden (asalnya
dari awak aden) untuk orang pertama. Awak ang atau wak ang untuk orang kedua laki-
laki, awak kau atau wak kau untuk orang kedua perempuan. Wak nyo atau awak
nyo untuk orang ketiga. Kata awak atau wak artinya sama dengan kita.

Kato Manurun biasanya berupa nasihat dan teguran. Nasihat yaitu kata yang mengandung
ajaran kepada kebaikan, sedangkan teguran yaitu kata yang mengandung peringatan akan
bahaya akibat suatu perbuatan dan perkataan. Contoh Kato Manurun berupa nasihat “
Seorang mamak yang sedang menasehati beberapa orang pemuda dan pemudi agar
menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh
DAFTAR PUSTAKA

Yanti, Ripa. 2017. “Penerapan Kato Nan Ampek Oleh Anak di Lingkungan Masyarakat
Kampung Teluk Embun Kabupaten Pasaman”. Skripsi. Bukittinggi: IAIN Bukittinggi.

Marni, Silvia. 2013. “Pelestarian Bahasa Minangkabau Sebagai Pembentuk Pribadi yang
Santun”. Artikel. (Online, https://indonesia.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/11-
berita-dan-artikel/3-pelestarian-bahasa-minangkabau-sebagai-pembentuk-pribadi-
yang-santun, diakses 7 Mei 2021).

Marunduri, Fahmi Sidik. 2017. “Nasib Kato Nan Ampek di Tanah Bundo Kanduang”.
Artikel. (Online. https://religidanbudaya.filsafat.ugm.ac.id/2017/11/07/nasib-kato-nan-
ampek-di-tanah-bundo-kanduang/, diakses 7 Mei 2021)

Anda mungkin juga menyukai