BAB III
PERANAN BAHASA, LOGIKA, MATEMATIKA, DAN
STATISTIKA UNTUK MENGEMBANGKAN ILMU
A. Kompetensi Dasar
1; Memahami perana bahasa, logika, matematika, dan statistika untuk
mengembangkan ilmu
B. Indikator Hasil Belajar
1;
Menjelaskan peranan bahasa dalam ilmu
2;
Mengidentifikasi ciri-ciri bahasa ilmiah
3;
Menjelaskan peranan matematika dalam perkembangan ilmu
4;
Menjelaskan peranan statistika dalam perkembangan ilmu
C. Uraian Materi
Pengantar
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perbedaan manusia
dan binatang terletak pada kemampuan manusia untuk mengambil jalan
melingkar dalam mencapai tujuannya. Kita sering melihat seekor monyet yang
menjangkau secara sia-sisa benda yang dia inginkan, sedangkan manusia yang
paling primitif pun telah tahu menggunakan berbagai sarana seperti tongkat, tali,
atau dengan melempar batu untuk memperoleh benda yang diinginkannya
sehingga manusia disebut mahluk yang membuat alat (homo faber). Untuk
membuat alat manusia memerlukan pengetahuan, begitu juga adanya alat-alat
dapat pula membantu meningkatkan pengetahuan manusia.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan benar diperlukan juga
sarana
berpikir.
Tersedianya
sarana
berpikir
tersebut
memungkinkan
Wittgentein yang mengatakan Die Grenzen meiner Sprache die Grenzen meiner
Welt yang artinya Bahasaku adalah batas duniaku.
Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan
berpikirnya, melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Ernst Cassierr
menyebut manusia sebagai Animal Symbolicum, mahluk yang mempergunakan
simbol. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berpikir
secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan. Lebih lanjut lagi,
tanpa kemampuan berbahasa ini maka manusia tidak mungkin mengembangkan
kebudayaannya, sebab tanpa memiliki kemampuan berbahasa maka sulit dapat
menruskan nilai-nilai kepada generasi berikutnya. Tak salah kata Aldous Huxley,
Tanpa Bahasa manusia tak berbeda dengan anjing atau monyet.
Pertanyaannya, apakah bahasa itu? Pertama, bahasa dapat dicirikan
sebagai rangkaian bunyi. Dalam hal ini kita mempergunakan bunyi sebagai alat
untuk berkomunikasi. Sebenarnya kita juga bisa berkomunikasi tanpa bunyi,
misalnya dengan bahasa isyarat. Tetapi manusia menggunakan bunyi sebagai
alat komunikasi yang utama. Komunikaksi dengan menggunakan bunyi ini
disebut sebagai komunikasi verbal. Dan masyarakat yang menggunakana alat
komunikasi
verbal
disebut
dengan
masyarakat
verbal.
Kedua,
bahasa
merupakan lambang di mana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu.
Perkataan gunung dan burung merpati sebenarnya merupakan lambang yang
kita berikan kepada dua objek tersebut. Kiranya patut disadari bahwa kita
memberikan lambang kepada kedua objek tersebut tadi secara begitu saja, di
mana tiap bangsa dengan bahasanya yang berbeda memberikan lambang yang
berbeda pula. Bagi kita objek tersebut lambangkan dengan bunyi gunung
sedangkan bagi orang Inggris dilambangkan dengan mountain atau jaba
dalam bahasa Arab. Begitu juga tanpa bahasa kita sulit memahami dan
mengkomunikasikan hukum grafitasi Newton dan dalil Phytagoras.
Jadi dengan bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur,
namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang kita pikirkan kepada
orang
lain.
Namun
bukan
itu
saja,
dengan
bahasa
kitapun
dapat
hidup
yang
berkesan
dapat
mengekspresikannya
dengan
bernyanyi, atau menulis novel yang tebal yang mencakup puluhan ribu kalimat,
atau menulis puisi yang berisi beberapa bait bila ia seorang sastrawan.
maka dia menyimpulkan bahwa airlah yang menyebabkan ia mabuk. Benarbenar masuk akal, bukan?, namun apakah hal itu benar?
Kejadian di atas menunjukkan bahwa penalaran merupakan suatu proses
berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan
penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus
dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih
(valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara
tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika
secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk
sesuai dengan tujuan yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, kita akan
melakukan penelaahan yang seksama hanya terhadap dua jenis cara penarikan
kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat
kaitannya dengan penarikan kesimpulan kasus-kasus individual (khusus) nyata
menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Di pihak lain, logika deduktif, yang
membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum
menjadi kasus yang bersifat individual (khusus).
Induktif merupakan cara berpikir di mana ditarik kesimpulan yang bersifat
umum dari berbagai kasus yang bersifat khusus. Penalaran induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup
yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Contoh: Dari hasil penyelidikan diperoleh fakta
empirik sebagai berikut :
Besi bila dipanaskan memuai (khusus)
Seng dipanaskan memuai (khusus)
Tembaga dipanaskan memuai (khusus)
Aluminium dipanaskan juga memuai (khusus).
Oleh karena besi, seng, tembaga, dan aluminium termasuk kelompok logam.
Maka dapat ditarik kesimpulan dari fakta-fakta khusus tersebut yaitu logam bila
dipanaskan akan memuai (kesimpulan bersifat umum).
Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir sebaliknya dari penalaran
induktif. Dedukdi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat
umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara
deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir silogismus. Silogismus disusun
dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung
x
t .
dan
akahir-akhir
ini
kita
dapat
melihat
perkembangan
yang
untuk melayani semua disiplin keilmuan untuk dapat meningkatkan daya prediktif
dan kontrol dari ilmu tersebut.
Statistika
Alkisah, diceritakan seorang anak bernama I Belog disuruh membeli
sebungkus korek api oleh ibunya. Ibunya berpesan agar dia membeli korek api
yang baik atau mudah menyala. Tidak lama kemudia I Belog datang dengan
wajah sumingrah menghadap ibunya dan menyerahkan sebungkus korek api
yang semuanya sudah dicobanya, dengan berkata Bu, korek apinya benar-benar
bagus bu!, semua sudah saya coba menyalakannya dan semuanya menyala
dengan baik.
Tak seorangpun dapat menyalahkan kesahihan penarikan kesimpulan
yang dilakukan oleh I Belog. Bila penarikan kesimpulan seperti itu dilakukan tentu
tidak akan ada pedagang durian yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan.
Untuk memenangkan undian kupon berhadiah, apakah kita harus membeli
semua kupon undiannya? Begitu juga, seorang peneliti, ingin mengetahui
pandangan penduduk Bali terhadap terorisme setelah Bom Bali I dan II harus
menanyai 2,5 juta penduduk Bali?, tentu tidak demikian. Untuk mengatasi
persoalan ini maka Prancis Blaise Pascal (1623-1662), seorang jenius dalam
bidang matematika yang pada usia 16 tahun telah menghasilkan karya-karya
ilmiah yang mengagumkan telah menghasilkan teori peluang (probability).
Peluang yang merupakan dasar teori statistika, merupakan konsep baru
yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa
pada abad pertengahan. Begitu dasar-dasar peluang ini berkembang, maka ilmustatistika mengalami perkembangan pesat.
Penelitian ilmiah, baik yang berupa survei maupun eksperimen, dilakukan
dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang
diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan. Statistika juga memberikan
kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalitas
antara dua variabel atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar
terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Sebagai contoh, mahasiswa
memberikan perlakuan terhadap satu kelas siswa SMP dengan memberikan
tugas
portofolio
dalam
pembelajaran
mengarang
(Bahasa
Indonesia).
Penarikan
kesimpulan
secara
statistik
memungkinkan
kita
untuk
melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis, di mana tanpa statistika hal ini tak
mungkin dilakukan. Statistik memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan
secara induktif berdasarkan peluang tersebut. Mereka yang berkecimpung dalam
kegiatan ilmiah harus dibekali dengan penguasaan statistika yang cukup agar
kesimpulan yang ditariknya merupakan kesimpulan yang sah.
RangkumanRa
Rangkuman
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan benar dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan diperlukan sarana berpikir, yaitu bahasa,
logika, matematika, dan statistika. Tersedianya sarana berpikir tersebut
memungkinkan dilakukannya penelitian ilmiah secara teratur dan cermat.
Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat
imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah
yang baik tak akan bisa terlaksana.
Soal Latihan
2;
3;