Anda di halaman 1dari 11

DESAIN PEMBELAJARAN KIMIA

TEORI BEHAVIORISTIK

Kelompok : 3 (tiga)

Nama Anggota Kelompok :1. Nely Frisca (A1C118036)

2. Zuwena Apdolifah (A1C118061)

Dosen Pengampu : 1. Dra. Yusnidar, M.Si

2. Dra. Wilda Syahri, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Behavioristik

2.2 Tokoh-tokoh Teori Belajar Behavioristik

2.2.1 Ivan Pavlov

2.2.2 Edwars Lee Torndike

2.2.3 B.F Skinner

2.3 Penerapan Teori Behavioristik dalam Desain Pembelajaran

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungannya. Belajar juga merupakan proses pengembangan potensi yang ada pada
individu. Potensi tersebut dapat dikembangkan dengan bantuan lingkungan yang
membentuknya. Dalam dunia pendidikan,banyak sekali teori belajar yang sudah ditemukan
oleh para ahli. Teori-teori ini dipakai untuk menghantarkan individu belajar sesuai dengan
tahap perkembangannya. Selain itu juga bertujuan untuk membentuk individu yang
diinginkan oleh lingkungan.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan desain pembelajaran yang merupakan
suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk menyelesaikan masalah
pembelajaran,meningkatkan kualitas pembelajaran,atau untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu. Sebelum merancang suatu desain pembelajaran guru harus mengetahui pengetahuan
awal peserta didik dan fasilitas apa yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung.
Selain itu guru juga harus mengetahui strategi dan teknik yang akan diterapkan selama proses
pembelajaran. Strategi pembelajaran harus dipilih untuk memotivasi pembelajar,
memfasilitasi proses belajar, mengangkat belajar brmakna, mendorong terjadinya interaksi
dan memfasilitasi belajar kontekstual.
Terdapat beberapa teori belajar yang melandasi pembelajaran salah satunya adalah Teori
belajar Behavioristik. Dimana menurut Teori Belajar Behavioristik ini belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara Stimulus dan Respon.
Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami individu dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi Stimulus
dan Respon. Seorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
tingkah laku.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan teori behaviorisme?
1.2.2 Bagaimana pandangan para ahli terhadap teori behaviorisme?
1.2.3 Bagaimana implementasi teori behaviorisme dalam desain pembelajaran kimia?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Dapat menjelaskan terkait teori behaviorisme
1.3.2 Dapat menjelaskan bagaimana pandangan para ahli terhadap teori behaviorisme
1.3.3 Dapat menjelaskan bagaimana implementasi teori behaviorisme dalam desain
pembelajaran kimia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Behaviorisme

Teori belajar merupakan gabungan prinsip yang saling berhubungan dan penjelasan
atas sejumlah fakta serta penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Penggunaan
teori belajar dengan langkah-langkah pengembangan yang benar dan pilihan materi
pelajaran yang tepat serta penggunaan unsur desain pesan yang baik dapat memberikan
kemudahan kepada siswa dalam memahami sesuatu yang dipelajari. Selain itu, suasana
belajar akan terasa lebih santai dan menyenangkan. Pada dasarnya banyak konsep-konsep
hasil pemikiran ahli pendidikan yang mendasari teori belajar,diantaranya yaitu Teori
Belajar Behaviorisme.
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu lebih
kepada sisi fenomena jasmaniah,dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan,
bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Hal ini dapat dimaklumi
karena behaviorisme berkembang melalui suatu penelitian yang melibatkan binatang
seperti burung merpati, kucing, tikus, dan anjing sebagai objek. Peristiwa belajar
dilakukan semata-mata dengan melatih refleks sedemikian rupa,sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu. Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Suyono,2014:59).

Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku tertentu karena mereka telah
mempelajarinya, melalui pengalaman – pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah
laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin
karena tingkah laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Semua
tingkah laku, baik bermanfaat ataupun merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari
manusia (Nahar, 2016 : 68).
Artinya, seseorang yang memiliki tingkah laku ialah orang yang telah memperoleh
pengalaman dari apa yang dipelajarinya. Pengalaman tersebut akan membentuk sebuah
tingkah laku. Dari tingkah laku tersebut,seseorang dapat melanjutkan tingkah lakunya
apabila seseorang tersebut memperoleh hadiah atau apresiasi terhadap tingkah
lakunya,begitupun sebaliknya. Jika seseorang tersebut belum memperoleh hadiah dari
apa yang dilakukannya,maka seseorang tersebut akan menghentikan tingkah lakunya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Teori Belajar Behaviorisme
merupakan teori belajar yang menekankan kepada terbentuknya tingkah laku sebagai hasil
belajar. Didalam proses belajar ini terdapat stimulus dan respon yang saling berkaitan. Jika
stimulus yang diberikan baik maka akan mendapat respon yang baik pula.
2.2 Tokoh-tokoh Teori Belajar Behaviorisme

Para ahli yang mengembangkan teori belajar behaviorisme antara lain Ivan Pavlov, E.L.
Thorndike, B.F Skinner, J.B Watson, Clark Hull, dan Edwin Guthrie. Dari beberapa ahli
tersebut kami akan menjelaskan tentang teori belajar behaviorisme yang dikembangkan oleh
Ivan Pavlov, E.L Thorndike, dan B.F Skinner.

1) Ivan Pavlov (1849 – 1936)


Ivan P. Pavlov (1849 - 1936) merupakan ilmuan Rusia yang mengembangkan teori
perilaku melalui percobaan tentang anjing dan air liurnya. Objek eksperimen Pavlov yaitu
seekor anjing. Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov terkait keluarnya air liur
anjing. Air liur akan keluar, apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Terlebih
dahulu Pavlov membunyikan bel sebelum anjing diberi makanan. Pada percobaan
berikutnya, begitu mendengar bel, otomatis air liur anjing akan keluar, walau belum
melihat makanan. Ini berarti perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan
suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap
sesuatu. Kebiasaan makan atau mandi pada jam tertentu, kebiasaan belajar dan lain-lain
dapat terbentuk karena pengkondisian (Suyono, 2014 : 61-62).
Artinya seseorang telah belajar apabila terbentuknya suatu tingkah laku akibat dari
kebiasaan.
Menurut Suyono (2014 : 62), hukum belajar yang dikemukakan Pavlov, yaitu :
a) Law of Respondent Conditioning (Hukum pembiasaan yang dituntut). Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara serentak (dengan salah satunya berfungsi sebagai
reinforce) maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b) Law of Respondent Extinction (Hukum pemusnahan yang dituntut). Jika refleks yang
sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu di datangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
Hukum belajar yang dikemukakan Pavlov ini apabila diaplikasikan kedalam desain
pembelajaran adalah sebagai berikut :
a) Hukum pembiasaan yang dituntut, ketika seorang guru memberikan suatu pertanyaan,
jika pertanyaan itu dapat terjawab, maka akan diberikan suatu penghargaan berupa
hadiah ataupun point keaktifan. Sehingga seorang sisswa lebih termotivasi lagi untuk
lebih aktif di kelas.
b) Hukum pemusnahan yang dituntut, karena seorang guru selalu memberikan point
keaktivan bagi siswa nya yang aktiv, namun pada suatu keadaan guru tidak
memberikan point aktiv seperti biasanya. Dapat menimbulkan rasa kecewa terhadap
diri siswa untuk aktiv di kelas seperti biasanya, minat untuk belajar menurun.
Sehingga hubungan antara stimulus dan respon pun berkurang atau lemah.

2) Edwars Lee Thorndike (1874-1949)


Objek eksperimen Thorndike yaitu seekor kucing. Menurut teori ini, tingkah laku
manusia tidak lain merupakan hubungan antara stimulus (perangsang) dan respon
(jawaban, tanggapan, reaksi), yang diistilahkan S-R Bond. Belajar adalah pembentukan S-
R sebanyak-banyaknya. Siapa yang menguasai hubungan S-R sebanyak-banyaknya yaitu
orang yang sukses dalam belajar. Pembentukan hubungan S-R dilakukan melalui latihan
dan ulangan-ulangan, dengan prinsip trial dan error coba dan salah. Seekor kucing yang
lapar dimasukkan ke dalam suatu kotak percobaan (problem box) yang merupakan suatu
labirin banyak jalan beriku, menyesatkan dan hanya ada satu jalan yang benar menuju
tujuan. Diujung problem box dimasukkan makanan, kucing yang kelaparan itu membaui
makanan, maka dia akan berusaha mencapai makanan itu dengan berbagai jalan, seringkali
tersesat kembali berputar ketempat semula atau menemui jalan buntu. Namun sekali
kucing trsebut menemukan jalan kearah makanan, pada percobaan berikutnya dia akan
melalui jalan yang langsung menuju ke makanan. Teori ini dalan beberapa hal memiliki
kesamaan dengan teori psikologi daya atau Herbartisme (Suyono, 2014 : 60-61).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori yang di kemukakan oleh Edwars
Lee Thorndike ini ialah mengacu pada hubungan antara stimulus dan respon. Dimana
stimulus dan respon ini sangat berhubungan satu sama lain. Dalam membentuk hubungan
stimulus dan respon yang baik, maka perlu dilakukan secara berulang ulang dan dengan
latihan secara terus menerus sehingga stimulus dan respon dapat bekerja sama dengan baik
dan memperoleh hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, perlu adanya prinsip trial and
error. Dengan membuat suatu kesalahan, diharapkan seseorang dapat belajar dari
kesalahan tersebut, tidak mengulangi kesalahan yang sama sampai ia bisa menemukan
jalan keluar atau menguasai sesuatu.
Menurut Suyono (2014:61) beberapa hukum belajar yang dikemukakan Thordike
antara lain :
a) Law of effect (Hukum efek), jika sebuah respon (menghasilkan efek) yang
memuaskan makan ikatan antara S (Stimulus) dengan R(respon) akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai melalui respon, maka
semakin lemah pula ikatan yang terjadi antara S-R. Artinya belajar akan lebih
bersemangat apabila mengetahui akan mendapatkan hasil yang baik.
b) Law of Readiness (Hukum Kesiapan), maknanya suatu kesiapan terjadi berdasarkan
asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar
(konduction unit), unit-unit inilah yang menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Pada
implementasinya, belajar akan lebih berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk
melakukannya.
c) Law of Eksercise (Hukum Latihan), hubungan antara S dengan R akan semakin
bertambah erat jika sering dilatih. Dan akan semakin berkurant jika jarang dilatih.
Dengan demikian, belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan-ulangan.
Hukum belajar yang dikemukakan Thorndike ini apabila diaplikasikan kedalam
desain pembelajaran adalah sebagai berikut
a) Hukum efek terjadi apabila respon yang dihasilkan akibat adanya stimulus yang
diberikan mendapatkan efek yang baik sehingga murid bersemangat dalam
menjalankan stimulus dengan respon yang positif karna menghasilkan hasil yang
memuaskan bagi peserta didik. Contohnya seperti seorang guru memberikan
pertanyaan terhadap peserta didik, lalu peserta didik memberikan respon yang baik
dengan mendapatkan hasil yang memuaskan efek yang di dapat dari respon tersebut
yaitu pujian atau diberikan jempol dari seorang guru sebagai penghargaan atas
jawaban yang diberikannya. seorang murid dapat terpacu untuk terus-menerus
mengerjakan tugas dengan penuh semangat dan antusias karena efek yang disebabkan
oleh respon baik tersebut membangun semangat peserta didik dalam menjawab
pertanyaan pertanyaan yang dilontarkan oleh guru.
b) Hukum kesiapan ini menjelaskan tentang kesiapan individu untuk mengerjakan
sesuatu. Aplikasi dalam desain pembelajaran yaitu seorang guru dapat memberikan
soal pritest sebelum memulai pelajaran, sehingga seorang murid dapat terpacu untuk
mempelajari materi terlebih dahulu di rumah. Ketika seorang murid mendapatkan
nilai yang kurang memuaskan dari hasil pritest nya tersebut, padahal ia sudah
melakukan usaha yang keras maka akan timbul rasa kekecewaan. Dan sebaliknya,
ketika seorang murid mendpatkan nilai yang bagus dari hasil pritest nya maka akan
timbul rasa puas terhadap dirinya dan terpacu untuk belajar lebih giat lagi.
c) Hukum latihan ini sangat penting untuk menguatkan hubungan antara stimulus dan
respon. Semakin banyak memberikan latihan dan pengulangan pelajaran semakin
mantap pula pelajaran tersebut dalam diri peserta didik. Aplikasinya dalam desain
pembelajaran yaitu seorang guru dapat memberikan latihan-latihan berupa soal-soal
atupun pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan materi yang dipelajari setelah
pemberian materi tersebut. Sehingga peserta didik dapat mengingat kembali materi
yang dipejarinya. Saat pertemuan selanjutnya, guru dapat memberikan pertanyaan
kembali mengenai materi sebelumnya sehingga murid dapat mengingat kembali
materi yang diberikan kemarin dan otomatis pengulangan-pengulangan tersebut dapat
memperkuat ingatan murid dalam materi yang diberikan.

3) Skinner (1904-1990)

Skinner adalah seorang psikolog dari Harvard yang telah berjasa mengembangkan
teori perilaku Watson. Pandangannya tentang kepribadian disebut dengan behaviorisme
radikal. Menurut Skinner, perkembangan adalah perilaku. Oleh karena itu para Behaviorist
yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai dengan pengalaman-
pengalaman lingkungan. Untuk mendemonstrasikan pengkondisian operan
dilaboratorium,Skinner meletakan seekor tikus yang lapar yang disebut kotak Skinne.
Didalam kotak tersebut tikus dibiarkan melakukan aktifitas,berjalan dan menjelajahi
keadaan sekitar. Dalam aktifitas itu,tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan
menyebabkan keluarnya makanan. Tikus akan melalukan lagi aktifitas yang sama untuk
memperoleh makanan yakni dengan menekan tuas. Semakin lama semakin sedikit aktifitas
yang dilakukan untuk menyentuh tuas dan memperoleh makanan,disinilah tikus
mempelajari hubungan antara tuas dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk apabila
makanan tetap merupakan hadiah bagi kegiatan yang dilakukan tikus (Desmita(dalam
Nahar,2016:70)).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan,Skinner menganggap bahwa perubahan tingkah
laku yang berupa respon dari stimulus yang diberikan tidak sesederhana yang telah
dikemukakan oleh tokoh sebelumnya. Dikarenakan dalam memahami tingkah laku
seseorang, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu ialah memahami hubungan stimulus
yang satu dengan yang lain, dan memahami konsep dari konsekuensi yang akan timbul
akibat dari respon tersebut
Menurut Suyono (2014:64-65) hukum-hukum belajar B.F. Skinner yang dihasilkan
dari penelitiannya adalah sebagai berikut :
a) Law of operant conditioning, yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b) Law Of operant extinction, yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Hukum belajar yang dikemukakan Skinner ini apabila diaplikasikan kedalam desain
pembelajaran kimia adalah sebagai berikut :
a) Law of operant conditioning, seperti ketika seorang peserta didik sudah berusaha dan
belajar dengan baik tetapi tetap tidak mampu dalam menyelesaikan mata pelajaran
kimia di kelas. Tenaga pedidik sebaiknya memberikan penguatan berupa motivasi,
pujian atas kerja kerasnya dalam berusaha, dan meyakinkan peserta didik tersebut
agar tetap terus meningkatkan usahanya dalam belajar agar bisa mendapatkan hasil
yang maksimal.
b) Law of operant extinction, ketika perilaku tidak diiringi dengan penguat makan akan
terjadi penurunan. Seperti ketika peserta didik sudah berusaha maksimal dalam
belajar kimia tetapi tetep mendapat nilai yang tidak sesuai dengan yang diharapkan,
peserta didik tersebut akan menyerah untuk berusaha jika tidak diberikan penguatan
oleh tenaga pendidilk. Sehingga semangat belajarnya akan menurun bahkan hilang.

2.3 Implementasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Desain Pembelajaran Kimia

Implementasi prinsip ini dalam mendesain suatu media pembelajaran adalah sebagai
berikut:
a. Menentuan tujuan pembelajaran dan indikator pembelajaran
Siswa harus diberitahu secara eksplisit outcome belajar sehingga mereka dapat
mensetting harapan-harapan mereka dan menentukan apakah dirinya telah mencapai
outcome dari pembelajaran atau tidak.
b. Menentukan materi pembelajaran dan menguraikan menjadi bagian-bagian meliputi
topik, pokok bahasan, dan seterusnya
Materi belajar harus diurutkan dengan tepat untuk meningkatkan belajar. Urutan dapat
dimulai dari bentuk yang sederhana ke yang kompleks, dari yang diketahui sampai
yang tidak diketahui dan dari pengetahuan sampai penerapan.
c. Memberi stimulus kepada peserta didik dan mengamati serta mengkaji respon yang
diberikan peserta didik

d. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik


Peserta didik harus diuji apakah mereka telah mencapai outcome pembelajaran atau
tidak. Tes dilakukan untuk mengecek tingkat pencapaian pembelajar dan untuk
memberi umpan balik yang tepat. Sehingga guru dapat mengevaluasi hasil belajar
peserta didik.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungannya. Belajar juga merupakan proses pengembangan potensi yang ada pada
individu teori belajar behviorisme merupakan teori belajar yang menekankan kepada
terbentuknya tingkah laku sebagai hasil belajar. Didalam proses belajar ini terdapat stimulus
dan respon yang saling berkaitan. Jika stimulus yang diberikan baik maka akan mendapat
respon yang baik pula. Terdapat beberapa ahli yang mengembangkan teori belajar
behaviorisme antara lain Ivan Pavlov, E.L. Thorndike, B.F Skinner, J.B Watson, Clark Hull,
dan Edwin Guthrie.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam mengupas materi di dalam
makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam hal sistematika maupun teknik
penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Nahar, NI. 2016. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Ilmu
Pengetahuan sosial : Vol 1

Suyono dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai