Materi :
1. Aliran-aliran dalam psikolinguistik.
2. Perbedaan masing-masing aliran dalam psikolinguistik.
C. Aliran Idealisme
Salah seorang tokoh aliran idealisme yang terkenal adalah Humbold. Ia
menaruh perhatian pada buku “Volker Psychologie” terutama mengenai aspek
antropologi dan linguistiknya, dan mencoba membuat suatu teori tentang bahasa
dan aspek-aspeknya. Teorinya diwarnai oleh pemikiran-pemikiran idealisme suatu
hal yang dapat dimengerti, karena ia banyak dipengaruhi oleh Immanuel Kant.
Menurut Humbold dan penganut idealism, unit dasar dari kehidupan
mental adalah judgment (penilaian). Contohnya: orang yang mengatakan “Hari ini
sangat panas”. Kalimat tersebut merupakan suatu judgement, suatu unit penilaian
itu ada dalam pemikirannya. Bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan?
Menurut aliran idealisme ialah melalui berpikir (thinking) dan penalaran
(reasoning). Bagaimana seorang anak yang mula-mula tidak mempunyai
pengetahuan apa-apa, makin hari makin bertambah pengetahuannya.
Menurut Humbold, anak-anak dilahirkan dengan bekal pengetahuan
tertentu yang innate sifatnya (dibawa sejak lahir/bawaan). Dengan bekal dan
bantuan penalaran, anak itu membangun pengetahuannya. Timbul pertanyaan,
kalau hal membangun atau membentuk (building knowledge) pengetahuan itu
mungkin, lalu bagaimana prosesnya dan mekanismenya? Jawabannya adalah
melalui appersepsi. Appersepsi adalah tahap terakhir dari persepsi yang sangat
mendalam (attentive perception), dimana objek-objek yang dipersepsikan itu
sangat jelas dan menonjol dalam kesadaran.
Humbold membedakan dua aspek formal dari tata bahasa sebagai berikut.
a. Bentuk luar
Meliputi aspek-aspek bahasa yang dapat dilihat dari luar, seperti tuturan,
kalimat, dan kata-kata.
b. Bentuk dalam
Meliputi struktur dari judgement itu sendiri. Stuktur ini tidak dapat dilihat
dan hanya bisa diubah menjadi bentuk luar melalui tuturan atau bicara.
Bentuk dalam ini (inner language) ditentukan oleh hukum-hukum berpikir
(laws of thought). Hukum-hukum ini memberikan bentuk inner language
yang universal sifatnya, yang berarti semua orang akan
mempergunakannya, tetapi setiap orang/bahasa atau kebudayaan
mempunyai kebebasan untuk menyusun judgmentnya sendiri-sendiri.
D. Aliran Behaviorisme
1. Linguistik di Amerika
Salah seorang tokoh linguistik di Amerika yaitu Bloomfield (murid
Wundt) dan Weiss (murid Max Meyer) kurang menyetujui metode introspeksi
yang banyak dipakai oleh psikolog Eropa. Ia percaya akan realita pikiran, tetapi
untuk mempelajari pikiran tidak seharusnya memakai metode introspeksi. Pada
tahun 1933 Bloomfild mengarang buku yang berjudul “Language”.
Meskipun setuju dengan pentingnya penggunaan teori S-R (Stimulus
Response) untuk menjelaskan tingkah laku manusia, tapi ia tidak mempergunakan
dasar-dasar psikologi bahasa nenurut teori S-R dalam membahas bahasa. Ia
meletakkan dasar linguistik sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri tanpa
menggunakan konstuk dari ilmu-ilmu lain.
2. Psikologi di Amerika
Watson, Wiss dan C. Norris (murid Pierce) adalah tokoh behaviorist di
Amerika yang besar pengaruhnya terhadap C. Hull, seorang pencetus teori
mediasi (meditational theory). C. Osgood, seorang murid Hull telah meluaskan
teori mediasi dalam usahanya untuk menjelaskan gejala bahasa. Perbedaan antara
teori S-R yang murni dengan teori mediasi ialah mediasi membahas variable
perantara (intervening variables) yang terjadi antara S dengan R. Pendekatan neo-
behaviorist mempertanyakan proses mental dan proses berpikir dalam
menganalisa tingkah laku manusia, sehingga dalam membahas tingkah laku
berbahasa mempersoalkan masalah “meaning” (makna). Menurut teori ini
“meaning” dari suatu kata atau kalimat adalah mediator antara stimulus luar
(external) dengan tingkah laku external (yang nampak).
E. Aliran Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah konsep
pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum behavioris, terutama
dalam kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut
kaum mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang
berbeda dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap
sebagai dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah satu diantaranya
mungkin menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan,
pandangan ini berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka
lakukan itu bisa merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas
atau bisa pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme
dapat dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki pandangan-pandangan yang berbeda
dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin atau pengetahuan. Semua
kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa manusia memiliki
pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian, mereka tidak
bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada di dalam akal.
Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari pengalaman
(pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di dalam akal
sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran ini pun,
terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan mengenai empirisme. Dalam
kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris dan empirisme telah
berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang berbeda. Setelah
itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris, yakni isu yang
berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal manusia
yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.