Anda di halaman 1dari 7

BAHAN AJAR (Hand Out)

Nama bahan kajian : Aliran dalam Psikolinguistik


Kode : IND 001
SKS : 2 sks
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pertemuan ke : 5
Dosen : Tim Dosen Pengampu Mata Kuliah
Psikolinguistik

Learning Outcomes ( Capaian Pembelajaran) Mata Kuliah terkait KKNI :

Menguasai konsep dan kaidah dalam aliran-aliran psikolinguistik


Soft skills/karakter: Berfikir kritis, ingin tahu,teliti, sopan, kerjasama, tanggung
jawab, dan disiplin.

Materi :
1. Aliran-aliran dalam psikolinguistik.
2. Perbedaan masing-masing aliran dalam psikolinguistik.

Aliran dalam Psikolinguistik


A. Aliran Empirisme
Jacob Grimm, seorang linguis yang bekerja di Jerman pada permulaan
abad ke-19. Ia mempunyai pandangan yang empiristik dan tertarik pada segi
fonologi. Ia telah mengumpulkan data mengenai struktur bunyi dari berbagai
bahasa yang bersumber pada cerita-cerita rakyat dari kebudayaan yang berbeda.
Grimm menemukan adanya kesamaan-kesamaan atau keteraturan-keteraturan
dalam stuktur bunyi pada berbagai bahasa, misalnya membandingkan bahasa
Latin dan bahasa Inggris, dan menemukan bahwa “p” pada “pater” telah berubah
menjadi “f” dalam “father”.
Juga pada kata-kata Latin lainnya, sehingga ia menyimpulkan bahwa “p”
cenderung untuk berubah menjadi “f” dan “t” menjadi “th”. Keteraturan-
keteraturan yang ditemukan Grimm ini kemudian disebut Hukum Grimm (The
Law of Grimm). Perubahan bunyi itu disebabkan adanya hukum-hukum yang
berlaku umum tanpa kecuali. Apa yang menjadi unit dari mental life bagi
penganut empirisme? Menurut mereka adalah sensation (penginderaan).
Contohnya: Saya melihat kucing dan timbullah suatu gambaran (image) tentang
kucing itu. Inilah yang dinamakan penginderaan yang merupakan suatu unsur dari
kehidupan mental. Di samping itu, dikatakannya bahwa anak-anak lahir tanpa
pengetahuan apa-apa, mereka adalah tabula rasa, sesuatu yang kosong. Hanya
melalui pengalaman mereka baru mendapatkan pengetahuan.
Sejauh ini, dalam sejarah kita mengenal dua tradisi yang berbeda, yaitu
Mentalisme dan Obyektivisme. Mentalisme adalah semua teori yang menganggap
jiwa (mind) sebagai realitas. Konsep-konsep dari mind, pikiran, image dan
judgment merupakan bagian-bagian yang penting dari teorinya. Obyektivisme
adalah semua teori yang gagasan-gagasannya berhubungan langsung dengan hal-
hal yang teramati.
W. Wundt (1900) mencoba menggabungkan kedua tradisi tersebut dalam
teorinya mngenai bahasa. Ia mengambil teorinya Humbold (idealisme) yang
membedakan antara inner language from dan outer language from adalah yang
kita amati atau kita dengar jika seseorang berbicara, misalnya bunyi, kasus (case),
gender, bentuk kata, dan sebagainya.
Berbeda dengan Paul (Empiris), Wundt tidak sependapat bahwa kalimat
dihasilkan dari serangkaian ide-ide yang diasosiasikan. Menurut Wundt kalimat
yang terbentuk merupakan ekspresi dari penguraian general image melalui
appersepsi, yang mempunyai struktur intern yang non-logical. Contohnya:
bayangkan bahwa suatu mobil adalah merah! Maka muncul suatu topik, yaitu ‘ada
mobil’ dan suatu komentar atau keterangan bahwa ‘mobil itu merah’.
Menurut aliran ini kebenaran itu datangnya dari lingkungan atau alam
sekitar manusia. Alam sekitar atau lingkungan itulah yang mempunyai peranan
yang dominan dalam diri manusia. Manusia sendiri seolah-olah merupakan mesin
yang merekam apa-apa yang diberikan oleh lingkungannya itu. Begitu juga halnya
dengan belajar bahasa. Belajar menurut aliran ini adalah suatu proses yang
mengharapkan agar pengalaman atau latihan yang dilakukannya menghasilkan
perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu diharapkan bersifat relatif
tetap. Oleh karena itu, belajar bahasa atau pembelajaran bahasa (language
learning) ialah perilaku seseorang yang dibentuk oleh sederetan hadiah-hadiah
atau ganjaran yang direkam oleh otak (tabula rasa) si pembelajar. Hadiah-hadiah
atau ganjaran itu dapat berupa senyuman, tertawa manis, kecupan sayang, diberi
susu, dan lain sebagainya (jika bagi kanak-kanak) dan ganjaran-ganjaran yang
sesuai dengan tingkatan umurnya masing-masing bagi anak-anak atau bahkan bagi
orang dewasa.
Otak bayi yang baru lahir merupakan kertas kosong yang belum berisi apa-
apa. Hal ini bertolak dari pendapat seperti berikut ini. Pertama, bahwa manusia
tidak dapat mengetahui segala sesuatunya itu tanpa pengamatan secara indrawi.
Hanya apa-apa yang dilihat, didengar, dicium, diraba, dan dirasakannya saja yang
dapat dihayati oleh manusia. Kedua, bahwa pengetahuan manusia tidak dapat
menjangkau segala sesuatu yang berada di luar apa yang dialami dan dilewatinya.
Atau dengan kata lain, pengetahuan manusia itu terbatas pada apa yang dialami
dan diamatinya. Ketiga, semua pengetahuan dalam kebahasaan (internal code)
adalah integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh seseorang
itu saja. Terakhir, bahwa bahasa adalah sekumpulan tabiat yang telah dituliskan
pada tabula rasa si anak.
Bahasa adalah sekumpulan tabiat-tabiat, demikian pendapat aliran
Empiris/Behaviorisme. Kumpulan dari tabiat-tabiat itulah yang dituliskan di atas
kertas tabula rasa si pembelajar. Namun, teori Behaviorisme ini tidak dapat
menerangkan secara lebih meyakinkan bagaimana bahasa manusia itu bersifat
kreatif. Seperti diketahui bahasa manusia itu bersifat kreatif, dalam arti bahwa
berbahasa bukan hanya sekedar mengucapkan bahan-bahan ulangan dari apa yang
sudah direkam sebelumnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teori
Empirisme/Behaviorisme tidak mampu untuk menjelaskan secara meyakinkan
bagaimana seseorang itu menguasai bahasanya (dalam hal ini pemerolehan
bahasa).
B. Aliran Rasionalisme
Aliran rasionalisme (berasal dari rasio yang berarti pikiran) mendasarkan
teorinya kepada pikiran manusia. Pikiran atau otak manusialah yang menentukan
segala sesuatu untuk masa depan hidup manusia itu sendiri. Aliran yang
bertentangan seratus persen dengan aliran empirisme ini melihat bahwa manusia
dengan otak (pikirannya) mampu untuk menguasai (memperoleh) bahasa. Otak
manusia tidak berupa kertas putih bersih atau tabula rasa. Otak anak yang baru
lahir ke dunia ini telah berisi sesuatu alat yang dapat digunakan untuk
pemerolehan bahasa.
Sehubungan dengan alat yang dibawa anak sejak lahir itu, aliran ini pecah
menjadi dua macam. Pertama, aliran ini menyatakan bahwa alat yang dibawa anak
sejak lahir itu merupakan alat untuk memperoleh semua kemampuannya (seperti
kemampuan berbahasa, kemampuan matematika, kemampuan kesenian, dan
seluruh kemampuan manusia). Kedua, menyatakan bahwa alat yang dibawa sejak
lahir itu bukan untuk mengolah semua kemampuan si anak, melainkan hanya
kemampuan berbahasa saja. Justru karena perbedaan itu, maka aliran rasionalisme
terbagi lagi atas dua aliran, yang masing-masing dengan nama:
1. Aliran Kognitivisme
Aliran ini berdasarkan pada perkembangan kognitif si anak. Bahasa itu
diperoleh oleh si anak berdasarkan perkembangan kognitifnya. Bila seorang anak
perkembangan kognitifnya maju dengan lancar dan normal, maka pemerolehan
bahasa dan pemerolehan kemampuan-kemampuan lainnya akan normal pula.
Pemerolehan bahasa yang berdasarkan perkembangan kognitif ini dipelopori oleh
Jean Piaget dan dinamakan aliran Kognitivisme. Menurut Piaget pemerolehan
bahasa (seperti juga pemerolehan kemampuan lain) yang tergantung kepada
perkembangan kognitif si anak itu. Perkembangan kognitif dibagi atas empat,
yakni:
a. Masa Sensori-Motor. Masa ini berlangsung sejak anak lahir sampai ia
berumur dua tahun dalam psikolinguistik penulisan umur anak dibuat
biasanya dengan 2;0, yang berarti bahwa dua tahun nol bulan. Jadi, antara
dua tahun dengan bulan dipisahkan dengan /:/
b. Masa Praoperasi. Masa ini berlangsung dari umur 2;0 sampai dengan 7;0.
c. Masa Operasi Konkret, yang berlangsung dari usia 7;0 sampai dengan anak
usia 12;0.
d. Masa Operasi Formal. Masa Operasi Formal berlangsung mulai umur 12
tahun sampai ke atas. Memang tidak dijelaskan sampai umur berapa masa
ini berlangsungnya, tapi diperkirakan sampai dengan masa adolesen (sekitar
dua puluh tahun).
Masa Sensori-Motor
Pada Masa Sensori-Motor ini anak baru berusia 0;0 sampai dengan 2;0.
Masa ini dikenal dengan masa untuk melatih pola aksi. Kalau diteliti lebih lanjut
kelihatan masa sensori-motor ini dapat dibagi lagi atas:
a. 0;0—0;1 si anak mengadakan latihan refleks. Latihan refleks di sini
terutama untuk melindungi dirinya, seperti menarik tangannya kalau
tangannya itu menyentuh benda benda panas, dingin, dan sebagainya.
b. 0;1—0;4 masa ini ditandai dengan menggigit jari. Menggigit jari merupakan
kebiasaan anak yang pertama.
c. 0;4—0;8 mulai terjadi koordinasi penglihatan. Pada usia di bawah empat
bulan penglihatan anak masih belum jelas. Orang-orang di sekitar seperti
ibu, bapak, kakaknya, tante, dan lain-lain itu tampak bagi anak belum jelas.
Yang kelihatan baginya adalah berupa sosok manusia belaka. Cuma saja ia
sudah dapat merasakan bahwa sosok tersebut adalah ibunya berkat belaian
yang dirasakannya lain dari orang lain kalau sosok itu misalnya kakaknya.
Setelah anak mencapai usia delapan bulan barulah penglihatannya itu
sempurna.
d. 0;8—0;11 pada masa ini terjadi koordinasi skema aksi (rencana perilaku).
Jika kepadanya diperlihatkan benda-benda tertentu dan kemudian
dihilangkan dari pandangannya, maka ia akan mencari-cari benda tersebut
dengan penglihatannya. Tapi setelah gagal menemukannya maka
perhatiannya akan tertuju lagi ke benda lain yang ada di sampingnya.
e. 0;11—1;6 masa ini disebut dengan skema tingkah laku. Ia sudah mulai
melakukan hal-hal dengan menggunakan benda-benda lain. Misalnya
dengan menggunakan penggaris kakaknya ia mulai menjangkau (mengais)
benda-benda yang terletak jauh dari jangkauannya. Atau ia mulai mengerti
bahwa dengan menarik alas meja, benda-benda di atas meja itu akan beralih
ke dekatnya dan dapat dijangkaunya.
f. 1;6—2;0 anak mulai mengerti dengan tindakan atau perbuatan.
Masa Praoperasi (2;0—7:0)
Pada masa ini anak sudah mampu membentuk representasi simbolik. Asa
ini dibagi lagi atas:
a. 2;0—4;0 anak sudah mulai mengerti dengan lambang dan yang
melambangkan. Kalau pada masa sensori-motor anak belum dapat
membedakan antara lambang dengan objek, maka pada masa ini anak sudah
mampu membedakan mana yang lambang dan mana objeknya.
b. 4;0—5;6 anak sudah dapat membandingkan sesuatu, seperti penggaris kak
Ina lebih panjang dari penggaris kak Tuti. Kue adik lebih besar dari kue
saya, dan lain-lain.
c. 5;6—7;0 pada masa ini anak sudah mulai mengucapkan sesuatu dengan
artikulasi yang tepat (dalam bahasa ibunya).
Masa Operasi Konkret
Pada masa operasi konkret anak sudah mulai membentuk struktur
linguistik dalam bahasa ibunya. Struktur linguistik yang dibentuknya itu pada
umumnya sudah benar, walaupun masih sangat sederhana, terbatas dalam hal-hal
yang digunakan dalam komunikasi sehari-sehari. Di samping itu, anak sudah
dapat melihat hubungan yang logis serta sudah dapat pula mengkoordinasikan
masalah ruang dan waktu. Tambahan lagi, pada masa operasi konkret ini anak
sudah pula dapat mengklasifikasikan benda-benda yang berada di sekitarnya.
Misalnya, ia sudah tahu bahwa bougenville yang dipelihara ibunya itu adalah
sejenis bunga.
Masa Operasi Formal (12;0--...)
Pada masa ini anak sudah dapat dikatakan memantapkan segala sesuatunya
untuk menjadi manusia dewasa. Dia sudah mampu berpikir berdasarkan proposisi.
Piaget menjelaskan bahwa pemerolehan bahasa merupakan kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan dengan perkembangan kognitif secara menyeluruh. Bahasa
merupakan suatu hasil perkembangan intelek yang menyeluruh dari pola-pola
perilaku yang berkembang secara serentak.
2. Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Noam Chomsky. Walaupun Noam Chomsky
secara eksplisit tidak pernah mengeluarkan teorinya itu untuk Psikolinguistik,
namun secara implisit ahli-ahli bahasa menerima teorinya itu sebagai teori
pemerolehan bahasa. Teori yang dikemukakan oleh Chomsky itu disebut dengan
Innateness Hypothesis atau Hipotesis Nurani (mengikuti Mengantar Simanjuntak)
dan terjemahan yang dipakai oleh Soenjono Dardjowidjojo adalah Hipotesis
Semulajadi. Innateness Hypothesis yang disebutnya juga dengan LAD (Language
Acquisition Device “Perangkat Pemerolehan Bahasa”) itu terdiri atas tiga hal:
a. Substantive Universal atau Kesemestaan Substansi adalah kesemestaan
dalam hal-hal yang pokok (substansi) ada dalam setiap bahasa. Bahasa
apapun pasti mempunyai kalimat, frasa, kata, dan lain-lain. Hal-hal inilah
yang disebutnya dengan substansi bahasa yang bersifat universal atau ada
dalam semua bahasa.
b. Formal Universal atau Kesemestaan Formal. Setiap bahasa di dunia pastilah
mempunyai aturan-aturan formal yang menyusun bahasa itu. Ada bagian-
bagian yang harus mengikuti bagian lain, di samping itu ada pula bagian
yang harus mendahului bagian lain, dan lain-lain sebagainya. Aturan-aturan
inilah yang disebut dengan kesemestaan formal itu.
c. Constructive Universal atau Kesemestaan Konstruktif. Hasil bentukan
Kesemestaan Formal itu dinamakan kesemestaan konstruksi. Semua bentuk-
bentuk (konstruksi) bahasa itu merupakan hasil dari penyusunan substansi di
atas melalui formal universal yang menghasilkan Constructive Universal itu.
Jadi yang membedakan aliran Kognitivisme dengan aliran Nativisme
adalah apa yang dibawa anak yang baru lahir itu. Walaupun kedua aliran itu
sependapat bahwa semua anak dibekali dengan suatu alat yang akan berfungsi
dalam memperoleh bahasa, namun kedua aliran itu tidak sependapat dengan
fungsinya itu.

C. Aliran Idealisme
Salah seorang tokoh aliran idealisme yang terkenal adalah Humbold. Ia
menaruh perhatian pada buku “Volker Psychologie” terutama mengenai aspek
antropologi dan linguistiknya, dan mencoba membuat suatu teori tentang bahasa
dan aspek-aspeknya. Teorinya diwarnai oleh pemikiran-pemikiran idealisme suatu
hal yang dapat dimengerti, karena ia banyak dipengaruhi oleh Immanuel Kant.
Menurut Humbold dan penganut idealism, unit dasar dari kehidupan
mental adalah judgment (penilaian). Contohnya: orang yang mengatakan “Hari ini
sangat panas”. Kalimat tersebut merupakan suatu judgement, suatu unit penilaian
itu ada dalam pemikirannya. Bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan?
Menurut aliran idealisme ialah melalui berpikir (thinking) dan penalaran
(reasoning). Bagaimana seorang anak yang mula-mula tidak mempunyai
pengetahuan apa-apa, makin hari makin bertambah pengetahuannya.
Menurut Humbold, anak-anak dilahirkan dengan bekal pengetahuan
tertentu yang innate sifatnya (dibawa sejak lahir/bawaan). Dengan bekal dan
bantuan penalaran, anak itu membangun pengetahuannya. Timbul pertanyaan,
kalau hal membangun atau membentuk (building knowledge) pengetahuan itu
mungkin, lalu bagaimana prosesnya dan mekanismenya? Jawabannya adalah
melalui appersepsi. Appersepsi adalah tahap terakhir dari persepsi yang sangat
mendalam (attentive perception), dimana objek-objek yang dipersepsikan itu
sangat jelas dan menonjol dalam kesadaran.

Humbold membedakan dua aspek formal dari tata bahasa sebagai berikut.
a. Bentuk luar
Meliputi aspek-aspek bahasa yang dapat dilihat dari luar, seperti tuturan,
kalimat, dan kata-kata.
b. Bentuk dalam
Meliputi struktur dari judgement itu sendiri. Stuktur ini tidak dapat dilihat
dan hanya bisa diubah menjadi bentuk luar melalui tuturan atau bicara.
Bentuk dalam ini (inner language) ditentukan oleh hukum-hukum berpikir
(laws of thought). Hukum-hukum ini memberikan bentuk inner language
yang universal sifatnya, yang berarti semua orang akan
mempergunakannya, tetapi setiap orang/bahasa atau kebudayaan
mempunyai kebebasan untuk menyusun judgmentnya sendiri-sendiri.

D. Aliran Behaviorisme
1. Linguistik di Amerika
Salah seorang tokoh linguistik di Amerika yaitu Bloomfield (murid
Wundt) dan Weiss (murid Max Meyer) kurang menyetujui metode introspeksi
yang banyak dipakai oleh psikolog Eropa. Ia percaya akan realita pikiran, tetapi
untuk mempelajari pikiran tidak seharusnya memakai metode introspeksi. Pada
tahun 1933 Bloomfild mengarang buku yang berjudul “Language”.
Meskipun setuju dengan pentingnya penggunaan teori S-R (Stimulus
Response) untuk menjelaskan tingkah laku manusia, tapi ia tidak mempergunakan
dasar-dasar psikologi bahasa nenurut teori S-R dalam membahas bahasa. Ia
meletakkan dasar linguistik sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri tanpa
menggunakan konstuk dari ilmu-ilmu lain.
2. Psikologi di Amerika
Watson, Wiss dan C. Norris (murid Pierce) adalah tokoh behaviorist di
Amerika yang besar pengaruhnya terhadap C. Hull, seorang pencetus teori
mediasi (meditational theory). C. Osgood, seorang murid Hull telah meluaskan
teori mediasi dalam usahanya untuk menjelaskan gejala bahasa. Perbedaan antara
teori S-R yang murni dengan teori mediasi ialah mediasi membahas variable
perantara (intervening variables) yang terjadi antara S dengan R. Pendekatan neo-
behaviorist mempertanyakan proses mental dan proses berpikir dalam
menganalisa tingkah laku manusia, sehingga dalam membahas tingkah laku
berbahasa mempersoalkan masalah “meaning” (makna). Menurut teori ini
“meaning” dari suatu kata atau kalimat adalah mediator antara stimulus luar
(external) dengan tingkah laku external (yang nampak).
E. Aliran Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah konsep
pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum behavioris, terutama
dalam kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut
kaum mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang
berbeda dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap
sebagai dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah satu diantaranya
mungkin menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan,
pandangan ini berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka
lakukan itu bisa merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas
atau bisa pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme
dapat dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki pandangan-pandangan yang berbeda
dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin atau pengetahuan. Semua
kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa manusia memiliki
pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian, mereka tidak
bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada di dalam akal.
Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari pengalaman
(pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di dalam akal
sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran ini pun,
terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan mengenai empirisme. Dalam
kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris dan empirisme telah
berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang berbeda. Setelah
itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris, yakni isu yang
berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal manusia
yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.

Anda mungkin juga menyukai