Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERSEPSI UJARAN DAN PRODUKSI UJARAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas


pada mata kuliah Pengantar Psikolinguistik

Dosen Pengampu : Dra. Ermawati Arief, M.Pd.

Novia Rahma Rindha


19016182

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan kesehatan,

karunia, rahmat, dan Hidayah-Nya kepada kita semua, terutama penulis. Penulis dapat

menyelesaikan makalah ini dengan baik, yang merupakan untuk memenuhi persyaratan tugas

pada mata kuliah Pengantar Psikolinguistik yang diampu oleh Ibu Dra. Ermawati Arief,

M.Pd.

Penulis berharap makalah ini yang berjudul “Persepsi Ujaran dan Produksi Ujaran”

dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan penulis mengenai

persepsi ujaran dan produksi ujaran. Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam

kehidupan manusia tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat memahami antara yang satu

dengan yang lainnya. Maka, penting bagi manusia untuk mempelajari persepsi ujaran untuk

memahami ucapan.

Penulis juga menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Namun, demikian Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan

pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik, oleh karena itu penulis

menerima masukan dan kritik dari Ibu Dra. Ermawati Arief, M.Pd.untuk menyempurnakan

tulisan ini.

Semoga pembaca merasa senang tugas ini sesuai dengan yang diharapkan. Semoga

makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang lain.

Padang, Maret 2021

Novia Rahma Rindha

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah.........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3. Tujuan Masalah.....................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................2
2.1. Persepsi Ujaran......................................................................................................................2
2.1.1 Pengertian......................................................................................................................2
2.1.2 Tahap Pemrosesan Ujaran.............................................................................................2
2.1.3 Model Persepsi Ujaran...................................................................................................3
2.1.4 Persepsi Ujaran dalam Konteks Psikolinguistik..............................................................7
2.2. Produksi Ujaran.....................................................................................................................7
2.2.1. Pengertian......................................................................................................................7
2.2.2. Proses Produksi Ujaran..................................................................................................8
2.2.3. Langkah Umum dalam Memproduksi Ujaran.................................................................9
BAB III..................................................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................................................11
3.1. Simpulan..............................................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah

Apabila kita mendengar orang lain berbicara, rasanya kita dapat dengan mudah
memahami permasalahan yang diucapkannya. Manusia tidak sadar bahwa ujaran yang
dihasilkan dalam bentuk bunyi-bunyi melalui udara itu sebenarnya adalah suatu hal yang
kompleks. Hal ini hanya dirasakan apabila kita mendengar orang berbicara dalam bahasa
asing, melainkan bahasa asing itu kita ketahui dengan baik. Pada kebiasaannya manusia
meneliti setiap perkataan yang diucapkan bagi memahaminya dan permasalahan tersebut
biasanya dapat ditangkap dan memahami suatu deretan perckapan yang diucapkan.

Proses pengujaran adalah perwujudan dari proses artikulasi dan terkonsep dalam otak
manusia secara sempurna. Terkadang manusia tidak menyadari bahwa ujaran yang
diwujudkan dalam bentuk bunyi yang melewati udara itu ternyata sebuah proses yang
kompleks. Pada dasarnya ujaran adalah suara murni (tuturan), langsung dari sosok yang
berbicara. Manusia tidak menyadari bahwa mengucapkan suatu kata memerlukan perencanan
mental. Hal ini berarti dalam ujaran memerlukan proses psikologis dan koordinasi yang tepat.

Oleh sebab itu, individu harus dahulu dengan proses mencerna bunyi-bunyi itu
sebelum dapat memahaminya sebagai ujaran. Maka, dalam pembahasan ini penulis
membahas tentang persepsi manusia terhadap bunyi bahasa mengenai persepsi ujaran dan
produksi ujaran.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan sebagai
berikut:

1. Apakah itu persepsi ujaran?


2. Apakah produksi ujaran?
3. Bagaimana hubungan persepsi ujaran dalam konteks psikolinguistik?
4. Bagaimanakah proses produksi ujaran?

1.3. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui persepsi ujaran.


2. Untuk mengetahui produksi ujaran
3. Untuk mengetahui hubungan persepsi ujaran dalam konteks psikolinguistik.
4. Untuk mengetahui proses produksi ujaran.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Persepsi Ujaran

2.1.1 Pengertian

Persepsi ujaran berasal dari dua kata, yakni persepsi dan ujaran. Secara etimologis,
persepsi dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin percipere, artinya
menerima atau mengambil. Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan
pengalaman terhadap suatu kejadian yang dialami. Berikut pengertian persepsi menurut para
ahli, yakni

a. Menurut Stephen P. Robbin (dalam Fajrianingsih, 2019:6) persepsi sebagai suatu proses yang
ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkkan atau mengintrepentasikan
kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka
b. Menurut Lindsay dan Norman (dalam Yuliana, 2019 :23) persepsi adalah proses dimana
organisme menginterpretasi dan mengorganisir transasi untuk menghasilkan pengalaman
berarti tentang dunia.
c. Menurut Kartini Kartono (Kartono,1996) persepsi itu adalah pengamatan secara global,
belum disertai kesadaran; sedang subyek dan obyeknya belum terbedakan satu dari lainnya
(baru ada proses ‘memiliki’ tanggapan).

Jadi, berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses
yang ditempuh individu untuk menginterpretasi dan mengorganisir melalui pengamatan
secara global agar memberikan makna bagi lingkungan mereka.
Sedangkan ujaran berasal dari kata ujar, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
ujaran berarti kalimat atau bagian kalimat yang dilisankan. Ujaran adalah suara murni
(tuturan), langsung dari sosok yang berbicara. Dalam kajian linguistik, ujaran disebut dengan
istilah fonetik. Fonetik adalah suatu studi tentang bunyi-bunyi ujar. Jadi ujaran dapat berupa
kata, kalimat, atau gagasan, yang keluar dari mulut manusia yang mempunyai arti.
Menurut Su’udi (dalam Irham, 2019:2) persepsi ujaran adalah peristiwa ketika telinga
menangkap sebuah bunyi yang dapat berupa bunyi lepas, kata, atau kalimat. Persepsi
terhadap ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu yang
jelas antar satu kata dengan kata yang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa persepsi ujaran
adalah suatu peristiwa yang ditempuh untuk menginterpretasi dan mengorganisir yang
menangkap sebuah bunyi berupa kata, kalimat, atau gagasan yang keluar dari mulut manusia.

2.1.2 Tahap Pemrosesan Ujaran

Proses pengujaran adalah sebuah perwujudan dari proses artikulasi dan kemudian
terkonsep dalam otak manusia secara sempurna. Menurut Clark dan Clark (dalam Irham,
2019:3) ada tiga tahap dalam proses ujaran, yakni tahap auditori, tahap fonetik, dan tahap
fonologis.

2
a. Tahap auditoris
Tahap auditoris ini, manusia mendengar bunyi dan otak menerima seluruh bunyi pada
ingatan sensorial dan pada ingatan tersebut tidak melakukan analisis apapun. Tahap auditoris
ini tidak bisa menyimpan dalam jangka panjang dan pemrosesannya terbatas pada pembedaan
bunyi manusia atau barang lainnya.
Menurut Dardjowidjojo manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong yang
ujaran ini kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti titik
artikulasi, cara artikulasi, fitur distingtif, dan VOT (Voice Onset Time) yang memisahkan satu
bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi tersebut akan disimpan dalam memori auditori
manusia. Kemudian, ditelaah mengenai nada dan tekanannya sehingga dari tahap ini akan
diambil simpulan sementara mengenai ujaran dan persepsi secara garis besar.
b. Tahap Fonetik
Bunyi-bunyi yang telah disimpan kemudian akan diidentifikasi. Apakah bunyi
tersebut diikuti oleh konsonan, vois, dan nasal. Begitupun dengan lingkungan bunyi diikuti
oleh vokal atau konsonan. Setelah itu, bunyi tersebut akan disimpan dalam memori fonetik.
Memori fonetik dan auditori memiliki perbedaan, yakni pada memori auditori semua variasi
alofonik yang ada pada bunyi itu disimpan sedangkan pada memori fonetik hanya fitur-fitur
yang sifatnya fonetik saja. Misalnya, bunyi /b/ dari kata buntu maka yang kita simpan pada
memori auditori bukan fenom /b/ saja melainkan bunyi /u/ yang mengikutinya sedangkan
memori fonetik hanya menyimpan bunyi /b/ saja. Kemudian, menentukan bunyi yang di
dengar dengan memperhatikan titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur distingtifnya.
Kemudian, VOT (Voice Onset Time) diperhatikan bunyinya untuk menentukan kapan getaran
pada pita suara terjadi. Segmen-segmen bunyi tersebut akan disimpan di memori fonetik.
c. Tahap Fonologis
Tahap fonologis ini menerapkan aturan pada deretan bunyi yang didengar untuk
menentukan bunyi tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang ada pada bahasa individu,
jika menurut bunyi telah mengikuti aturan, maka individu akan sependapat dengan ujaran
tersebut dan tidak akan memberikan sanggahan dalam bentuk apapun. Misalnya, bunyi /m/
dan /b/ tidak mungkin akan mempersepsikan sebagai /mb/ sebab fonotaktik dalam bahasa
individu memungkinkan urutan seperti pada kalimat mbak atau mbok.
Namun, jika menurut individu bunyi yang didengar dan sudah diolah memiliki arti
sebuah ujaran yang tidak benar atau kurang tepat, maka individu akan memberikan persepsi
sanggahan yang sesuai dengan dipikirkannya sehingga persepsi yang timbul tergantung dari
apa yang disampaikan.

3
2.1.3 Model Persepsi Ujaran

Para ahli psikolinguistik mengemukakan model-model teoretis yang dapat


menjelaskan bagaimana proses persepsi itu terjadi. Menurut Field (dalam Irham, 2019:5)
terdapat dua cara menentukan model persepsi yang tepat, yakni top-down process atau
bottom-up process. Pemrosesan top-down process adalah pendengar merasakan seluruh kata
kemudian memecahnya menjadi komponen kecil untuk menentukan makna sedangkan
bottom-up process, yakni pendengar merasakan sebuah kata pertama dan menyusun
kumpulan kata secara bersama-sama untuk membentuk dan menentukan makna.
2.1.1.1. Motor Theory of Speech Perception (Model Teori Motor)
Model teori motor dikembangkan pada tahun 1967 oleh Liberman. Berdasarkan
model ini bahwa manusia mempersepsi bunyi dengan memakai acuan seperti pada saat
memproduksi bunyi. Model teori motor menyatakan bahwa pendengar dapat merasakan
gerakan fonetik pembicara, yakni representasi dari penyimpanan saluran vokal pembicara
sambil menghasilkan bunyi ujaran. Setiap gerakan fonetik diproduksi unik di saluran vocal
dan tempat yang berbeda dari gerakan memproduksi memungkinkan pembicara untuk
menghasilkan fonem penting.
Jika suatu bunyi yang diucapkan dipengaruhi oleh bunyi-bunyi lain disekitarnya,
maka bunyi itu akan tetap merupakan fonem yang sama meskipun wujud fonetiknya berbeda.
Misalnya, bunyi /b/ pada kata /buka/ dan /bisa/ tidak persis dalam pengucapannya, kedua
bunyi itu tetap dibuat dengan titik dan cara artikulasi yang sama.
2.1.1.2. Analysis by Synthesis Model (Model Analisis dengan Sintesis)
Manusia dalam ujaran memiliki variasi yang tergantung pada berbagai factor,
misalnya kesehatan, keadaan alat ujar, dan sebagainya. Jika manusia hanya menggunakan
fitur akustik, maka sebuah kata bisa saja memiliki banyak bentuk yang berbeda. Oleh karena
itu, dikemukakan model analisis dengan sintesis (Analysis by Synthesis Model).
Model analisis dengan sintesis menyatakan bahwa pendengar mempunyai sistem
produksi yang dapat mensintesiskan bunyi sesuai dengan mekanisme yang ada padanya
(Stevens 1960, dan Stevens dan Halle 1967, dalam Irham, 2019:6). Saat mendengar deretan
bunyi maka akan mengadakan analisis terhadap bunyi-bunyi dari fitur distingtif. Hasil dari
analisis tersebut dipakai untuk mensintesiskan suatu ujaran kemudian dibandingkan dengan
ujaran yang baru dipersepsi.
Contoh bila penutur bahasa Indonesia mendengar deretan bunyi /pola/ maka mula-
mula dianalisislah ujaran itu dari segi fitur distingtifnya. Mulai dari /p/ yang difitur
+konsonan, -kontinuan, +tak-vois. Kemudian, dilanjutkan untuk bunyi /o/ dan seterusnya.
Setelah itu, disintesiskanlah ujaran itu untuk memunculkan bentuk-bentuk yang mirip dengan
bentuk itu (/mula/, /pula/, /pola/) sampai akhirnya ditemukan deretan yang persis sama,
yakni /pola/. Baru pada saat inilah deretan tadi dipersepsikan dengan benar.
2.1.1.3. Fuzzy Logic Model of Perception (FLMP)
Menurut Massaro dan Werker persepsi ujaran terdiri dari tiga proses, yakni evaluasi
fitur, integrasi fitur, dan kesimpulan (dalam Irham, 2019:7). Model ini ada bentuk prototype,
yaitu bentuk yang memiliki semua nilai ideal yang ada pada suatu perkataan termasuk fitur
distingtifnya. Informasi dari semua fitur yang masuk dievaluasi, integrasi, dan dicocokkan
dengan deskripsi dari protipe dalam memori mansuia. Misalnya, jika mendengar bunyi /ma/

4
maka kita mengaitkan suku kata ideal untuk suku ini, yakni semua fitur yang ada pada
konsonan /m/ maupun vocal /a/. Evaluasi ini lalu diintegrasikan dan kemudian diambil
kesimpulan bahwa suku kata /ma/ yang di dengar itu sama atau tidak sama dengan suku kata
dari prototype.
2.1.1.4. Cohort Model
Cohort Model adalah representasi untuk pengambilan leksikal yang diusulkan oleh
Marslen-Wilson pada tahun 1980-an. Cohort Model terdiri dari dua tahap, yakni tahap
pertama infomarsi mengenai fonetik dan akustik bunyi-bunyi pada kata yang di dengar
memicu ingatanuntuk memunculkan kata-kata lain yang mirip dengan kata yang disebutkan.
Misalnya, bila mendengar kata /sebelah/ maka semua kata yang dimulai dengan /s/ akan
teraktifkan: saya, silakan, selesai, sekolah. Kata-kata yang termunculkan inilah yang disebut
cohort. Kemudian, tahap kedua terjadilah proses eliminasi secara bertahap. Saat mendengar
bunyi /e/ maka kata saya dan silakan bukan termasuk bunyi yang didengar maka kata tersebut
dieleminasi sebab di dalam kata tersebut bukanlah bunyi /e/. kata selesai dan sekarang masih
menjadi kata yang kuat sebab kedua kata ini memiliki bunyi /e/ setelah /s/. Pada proses
berikutnya, hanya kata sebelah yang bertahan sebab kata /selesai/ memiliki bunyi /l/ bukan /b/
pada urutan ketiganya. Dengan demikian, hanya ada satu kata yang cocok diterima oleh
pendengar, yakni kata sebelah.
2.1.1.5. TRACE Model
TRACE Model ditemukan oleh James McCleland & Jeffrey Elman yang menyatakan
bahwa model ini mulanya untuk persepsi huruf tetapi kemudian dikembangkan untuk
persepsi bunyi. Teori ini menjelaskan bahwa pendengar ketika mendengar bunyi memilki
beberapa masalah,yakni 1) bunyi yang didengar agak tumpang tindih bukan benar-benar
terpisah, 2) pelafalan bunyi dipengaruhi oleh lingkungannya yakni bunyi sebelum atau
sesudah bunyi tersebut, 3) aksen individual, kedaerahan, atau kebisingan lingkungan tempat
ujaran didengar akan menyebabkan beragamnya pelafalan suatu bunyi.
Persepsi bunyi atau urutan bunyi menurut teori ini mengalami proses, yakni
a. Ketika mendengar suatu bunyi, misalnya sebuah kata, didengar, semua kata yang berinisial
sama dengan kata tersebut akan teraktifkan fitur-fitur distingtif tertentu dalam ingatan.
b. Kata tersebut bersaing untuk dimaknai seiring dengan terdengarnya bunyi yang menyusul dan
mengistirahatkan fitur-fitur distingtif lain yang tidak relevan.
c. Akhirnya makna yang dimaksud akan tertangkap setelah seluruh kata terdengar, artinya
persaingan selesai.
Model TRACE bekerja dalam dua arah, baik kata-kata atau fonem dapat ditangkap
dari pesan lisan (tuturan). Dengan segmentasi suara individu, fonem dapat ditentukan dari
kata yang diucapkan. Kemudian dengan menggabungkan fonem, kata-kata dapat dibuat dan
dirasakan oleh pendengar
2.1.1.6. Exemplar Theory
Menurut Goldinger, premis utama Examplar Theory sangat mirip dengan Model
Cohort. Pada hubungan antara memori dan pengalaman sebelumnya dengan kata-kata
merupakan dasar Examplar Theory. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan cara pada saat
pendengar bisa mengingat episode akustik. Sebuah episode akustik adalah sebuah
pengalaman terhadap kata-kata yang diucapkan. Rincian kata didengar dan diingat secara
spesifik oleh pendengar. Jika kata tersebut akrab bagi pendengar. Pendengar mungkin dapat

5
mengenali kata-kata dengan lebih baik, jika sebelumnya ia mendengar kata tersebut secara
berulang-ulang dari pembicara yang sama dan dengan kecepatan bicara yang sama.
Exemplar Theory meyakini bahwa setiap kata meninggalkan jejak yang unik pada
memori pendengar dan jejak ini membantu pendengar dalam mengingat kata-kata. Ketika
kata-kata baru masuk memori, jejak dari kata-kata baru dicocokkan kemudian dicari ada
tidaknya kesamaan (Goldinger, 1998). Semakin banyak pengalaman perbaikan leksikal yang
diperoleh serta kata-kata baru yang dipelajari atau didengar, maka stabilitas memori
seseorang akan semakin meningkat.
2.1.1.7. Neurocomputational Model
Neurocomputational Model diusulkan oleh Kroger dkk (2009) yang berpendapat
bahwa model persepsi ujaran didasarkan pada fakta-fakta neurofisiologis dan neuropsikologi.
Mereka mensimulasikan jalur saraf di berbagai wilayah otak yang terlibat dalam proses
pengujaran terutama ketika ujaran tersebut diproduksi dan dirasakan. Area otak dalam
pengetahuan ujaran diperoleh dengan cara melatih jaringan saraf untuk mendeteksi suara di
daerah kortikal dan sub-kortikal otak. Melalui penelitian ini, Kroger dan kawan-kawan
menentukan bahwa model neurocomputational memiliki kemampuan embedding di daerah-
daerah otak fitur penting dalam proses produksi ujaran dan persepsi untuk mencapai
pemahaman ujaran.
Model ini berbeda dengan model yang dibahas sebelumnya dalam kaitannya dengan
persepsi ujaran. Hickok dan Poeppel (2000) mengembangkan model ini untuk menunjukkan
bahwa persepsi ujaran juga sangay bergantung pada produksi bahasa tidak hanya melibatkan
persepsi bahasa lisan saja.
Neurocomputational Modal adalah salah satu dari beberapa model yang memetakan
jalur kerja di otak dalam memproduksi ujaran. Neurocomputational merupakan model
pengolahan ujaran yang kompleks yang terdiri dari bagian kognitif, motorik dan sensoris.
Bagian kognitif atau linguistik terdiri dari aktivasi saraf atau generasi representasi fonemik
pada sisi produksi ujaran serta aktivasi saraf di sisi persepsi ujaran. Bagian motorik dimulai
dengan representasi fonem ujaran, mengaktifkan rencana motorik dan berakhir dengan
artikulasi komponen ujaran tertentu. Bagian sensoris dimulai dengan sinyal akustik ujaran
(sinyal suara akustik), menghasilkan representasi pendengaran untuk sinyal itu dan
mengaktifkan representasi fonemik untuk komponen ujaran.
2.1.1.8. Dual Stream Model
Dual Stream Model diusulkan oleh Hickok dan Poeppel, model ini dinyatakan bahwa
terdapat dua jaringan saraf fungsional berbeda dalam proses ujaran dan informasi bahasa.
Salah satu jaringan saraf berkaitan dengan informasi sensorik dan fonologi berkaitan dengan
konseptual dan semantik. Selain itu, jaringan yang lainnya beroperasi dengan informasi
sensorik dan fonologi berhubungan dengan motorik dan sistem artikulasi .
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam Dual Stream Model, yakni kunci
dari ujaran, produksi dan persepsi. Hickok dan Poeppel menemukan bahwa belahan otak kiri
bukan hanya menerima informasi, tetapi belahan otak kiri juga mampu mewakili informasi
akustik sama mudahnya seperti belahan kanan.
Asumsi yang terdapat di dalam Dual stream model, yaitu bahwa individu atau
manusia menerima representasi sensorik/fonologis baik dengan sistem konseptual maupun
sistem motorik. Kedua, sistem konseptual dan sistem motor-ujaran bukanlah hal yang sama

6
sehingga harus ada dua aliran pengolahan. Pengolahan pertama menuju ke sistem konseptual
yang lain mengarah ke sistem motorik.

2.1.4 Persepsi Ujaran dalam Konteks Psikolinguistik

Bunyi selalu diujarkan secara berurutan dengan bunyi yang lain dan tidak dapat diujarkan
secara terlepas sehingga bunyi-bunyi akan membentuk semacam deretan bunyi. Bunyi /p/
yang diujarkan sebelum bunyi /i/ (seperti kata pilar) akan berbeda dengan bunyi /p/ yang
diujarkan sebelum bunyi /u/ (seperti pada kata pulas). Pada bunyi yang pertama, bunyi /p/ ini
akan terpengaruh oleh bunyi /i/ sehngga ucapan untuk /p/ sedikit banyak sudah diwarnai oleh
bunyi /i/, yakni, kedua bibir sudah mulai melebar pada saat bunyi /p/ diucapkan. Sedangkan
bunyi /p/ pada /pu/ diucapkan dengan kedua bibir bundarkan, bukan dilebarkan seperti
pada /pi/.

Berdasarkan kata tersebut dapat ditentukan bahwa kedua bunyi /p/ yang secara fonetik
berbeda merupakan satu bunyi yang secara fonemik sama. Oleh karena itu, biarpun
berbedanya lafal suatu bunyi, pendengar akan tetap menganggapnya sama apabila perbedaan
itu merupakan akibat dari adanya bunyi lain yang mempengaruhinya. Dengan kata lain,
alofon-alofon suatu bunyi akan tetap dianggap sebagai satu fonem yang sama.

Kecepatan ujaran dapat mempengaruhi persepsi terhadap suatu bunyi dalam deretan
bunyi. Suatu bunyi yang diucapkan dengan bunyi-bunyi yang lain secara cepat akan sedikit
banyak berubah lafalnya. Akan tetapi, sebagai pendengar tetap saja dapat memilah-milihnya
dan akhirnya menentukannya. Pengetahuan individu sebagai penutur bahasa dapat membantu
dalam proses persepsi.

Faktor lain yang membantu individu dalam mempersepsi suatu ujaran adalah pengetahuan
tentang sintaksis dan semantik bahasa. Suatu bunyi yang terucap dengan tidak jelas dapat
diterka dari wujud kalimat di mana bunyi itu terdapat. Berdasarkan hal ini dapatlah diketahui
bahwa pengaruh konteks psikolinguistik dalam persepsi ujaran sangatlah besar. Berdasarkan
sintaksisnya kita tahu bahwa urutan pronomina, progsesif, dan adjektiva adalah urutan yang
benar serta dari semantiknya terdapat pula kecocokan antara ketiga kata ini.

2.2. Produksi Ujaran

2.2.1. Pengertian

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, produksi diartikan sebagai proses


mengeluarkan hasil atau penghasilan. Menurut Hornby (dalam Rita dan Soraya, 2020:8)
produksi adalah kegiatan atau proses membuat sesuatu secara alami. Menurut Suherman
(dalam Saputra dan Kuntarto, 2018:2) menyatakan bahwa produksi ujaran adalah bagaimana
manusia merencanakan pengungkapan bahasa secara lisan maupun tulisan. Jadi, produksi
ujaran adalah proses yang menghasilkan atau merencanakan pengungkapan bahasa secara
alami.

Individu memperoleh kemampuan berbahasa atau memproduksi bahasa berhubungan


dengan berbicara, menulis, dan membaca. Produksi ujaran juga memerlukan koordinasi yang

7
tepat dengan neurobiologi tidak hanya memerlukan proses psikologi saja. Produksi ujaran
yang dilakukan memerlukan banyak sebelum ujaran itu diujarkan dan juga melibatkan organ
tubuh untuk menghasilkan bahasa.

2.2.2. Perencanaan Produksi Ujaran

Menurut Clark dan Clark (dalam Suherdi, 2013:30) terdapat dua kegiatan dalam
produksi ujaran, yakni perencanaan dan pelaksanaan. Saat memproduksi ujaran individu akan
merencanakan topik yang akan diujarkan lalu turun ke kalimat yang akan dipakai dan
diturunkan kembali ke konstituen yang akan dipilih. Kemudian, baru masuk ke pelaksanaan
dari yang akan diujarkan.

2.2.2.1. Perencanaan
Pada perencanaan dibagi menjadi tiga, yakni perencanaan produksi wacana,
perencanaan produksi kalimat, dan perencanaan produksi konstituen.
2.2.2.1.1. Perencanaan Produksi Wacana
Perencanaan wacana adalah si pengujar memutuskan wacana apa yang dilaksanakan.
Perencanaan produksi wacana dibagi menjadi dua, yakni wacana dialog dan wacana
monolog. Perbedaan utama antara dua wacana ini terletak pada tindak interaksi antara
pembicara dan pendengar. Pada wacana dialog sedikitnya terdapat dua pelaku yang berbicara
dan diajak berbicara (interlocutor). Pada wacana monolog terdapat satu pelaku.
Menurut H. Clark (dalam Dardjowidjojo, 2005:121) ada empat unsur yang terlibat dalam
wacana dialog yang dianggap sebagai joint activity, yakni unsur personalia, latar bersama,
perbuatan bersama, dan kontribusi. (1) Unsur personalia memiliki dua partisipan, yakni
pembicara dan interlokutor. (2) Unsur latar bersama adalah kesamaan dalam pengetahuan
atau konsep yang merujuk pada anggapan bahwa pembicara maupun interlokutornya sama-
sama memiliki prasuposisi yang sama. (3) Unsur perbuatan bersama adalah pembicara
maupun interlokutornya melakukan perbuatan yang pada dasarnya mempunyai aturan yang
mereka ketahui bersama. Pada unsur perbuatan bersama ini terdapat struktur, yakni unsur
pembukaan, isi, dan penutup. Pada pembukaan, seperti ada ajakan dari pembicara dan respon
dari interlokutor. Unsur isi berupa pengetahuan dan latar yang sama dimiliki oleh pembicara
dan interlokutor. Unsur penutup adalah menyelesaikan topik terakhir yang sama-sama
bersedia untuk mengakhiri percakapan oleh kedua pembicara.(4) Unsur kontribusi memiliki
dua tahap, yakni tahap presentasi dan tahap pemahaman. Tahap presentasi adalah tahap
dimana pembicara menyampaikan sesuatu untuk dipahami oleh interlokutor dan tahap
pemahaman adalah tahap dimana interlokutor telah memahami apa yang disampaikan oleh
pembicara. (5) Struktur percakapan adalah perbuatan verbal yang spontan keluar pada saat
berbicara tanpa ada aturannya.
Wacana monolog memiliki satu partisipan dan wacana ini tidak memiliki aturan yang
sama dengan aturan wacana dialog. Wacana dialog dari segi informasi yang akan diberikan,
orang-orang memilah mana yang layak dimasukkan dan mana yang tidak layak. Selain itu,
wacana monolog juga memiliki faktor urutan penyajian dan hubungan antara satu unsur
dengan unsur yang lain. Keempat faktor tersebut mewujudkan wacana monolog yang
koheren, serasi dari segi maknanya.
2.2.2.1.2. Perencanaan Produksi Kalimat

8
Perencanaan produksi kalimat adalah si pengujar menentukan tindak ujar yang digunakan
agar dapat menghasilkan jenis kalimat yang tepat. Menurut Clark dan Clark (dalam
Dardjowidjojo, 2005:129) terdapat tiga kategori yang perlu diproses, yakni muatan
proposisional, muatan ilokusioner, dan struktur tematik.
Pada muatan proposional, pembicara memutuskan proposisi apa yang ingin dia nyatakan.
Proses muatan proposional terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni pemilahan
peristiwa. Sedangkan pada muatan ilokusioner adalah makna yang akan disampaikan
pembicara akan diwujudkan dalam kalimat seperti apa. Kemudian pada struktur tematik
berkaitan dengan penentuan berbagai unsur dalam kaitannya dengan fungsi gramatikal atau
semantik dalam kalimat. Pembicara menentukan mana yang dijadikan subjek dan mana yang
objek.
2.2.2.1.3. Perencanaan Produksi Konstituen
Setelah perencanaan kalimat selanjutnya perencanaan produksi konstituen. Perencanaan
produksi konstituen, yaitu pengujar menyimpan bunyi, kata, frasa, idiom, dan mengurutkan
dengan urutan yang benar. Pada perencanaan konstituen dipilihlah kata yang maknanya tepat.
Misalnya, referennya adalah seorang wanita, maka dapat menggunakan kata si cantik.

2.2.2.2. Pelaksanaan
Pada pelaksanaan ada dua tahap, yakni program artikulasi dan artikulasi. Program
artikulasi adalah pengujar menyimpan bunyi, kata, frasa, idiom, dan urutannya dalam memori
lengkap dengan segmen fonetisnya. Kata-kata dan unsur lain yang dipilih dimasukkan ke
suatu program artikulasi di dalam memori buffer/penyangga yang bisa merangkum semua
kata konstituen dan mengandung segmen-segmen fonetik aktual, tekanan, dan pola intonasi
yang akan digunakan pada langkah berikutnya. Kemudian, artikulasi dilakukan dengan jalan
menambah pengurutan dan perwaktuan terhadap program artikulasi. Pengujar mengaktifkan
otot-otot artikulatori untuk menghasilkan program artikulasi yang telah disusun. Langkah ini
menghasilkan bunyi-bunyi yang dapat diinderai dan ujaran inilah yang ingin diungkapkan si
pengujar. Artikulasi dilakukan dengan menambahkan rangkaian dan ketepatan program
artikulatori

2.2.3. Langkah Umum dalam Memproduksi Ujaran

Menurut Djardjowidjojo (dalam Djardjowidjojo, 2005:117) proses dalam


memproduksi ujaran dapat dibagi menjadi empat tingkat:

1. Tingkat pesan (message), di mana pesan yang akan disampaikan diproses.

2. Tingkat fungsional, di mana bentuk leksikal dipilih lalu diberi peran dan fungsi sintaktik.

3. Tingkat posisional, di mana konstituen dibentuk dan afiksasi dilakukan.

4. Tingkat fonologi, di mana struktur fonologi ujaran itu diwujudkan .

Bock dan Levelt menggambarkannya, sebagai berikut:

9
TINGKAT PESAN

FUNGSIONAL

Bentuk Peran
Leksikal Fungsi

PENGOLAHAN

POSISIONAL

Konstituen Afiksasi
dibentuk

FONOLOGI
DIWUJUDKAN

Pada tingkat pesan, pesan mengumpulkan nosi-nosi dari makna yang ingin
disampaikan. Pada tingkat fungsional ada dua hal yang diproses, yakni memilih bentuk
leksikal yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan dan informasi gramatikal, proses
kedua memberikan fungsi pada kata yang telah dipilih. Tingkat posisional, yakni diurutkan
bentuk leksikal untuk ujaran yang akan dikeluarkan dan pengurutan tesebut berdasarkan pada
kesatuan makna yang hierarkis. Setelah pengurutan selesai dilanjutkan dengan proses
afiksasi yang relevan. Hasil dari pemrosesan posisional ini dikirim ke tingkat fonologi untuk
diwujudkan dalam bentuk bunyi.

10
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan

Persepsi ujaran adalah suatu peristiwa yang ditempuh untuk menginterpretasi dan

mengorganisir yang menangkap sebuah bunyi berupa kata, kalimat, atau gagasan yang keluar

dari mulut manusia. Proses pengujaran adalah sebuah perwujudan dari proses artikulasi dan

kemudian terkonsep dalam otak manusia secara sempurna. Kecepatan ujaran dapat

mempengaruhi persepsi terhadap suatu bunyi dalam deretan bunyi. Sebagai pendengar dapat

memilah-milihnya dan akhirnya menentukan persepsi ujaran tersebut.

Produksi ujaran adalah proses yang menghasilkan atau merencanakan pengungkapan

bahasa secara alami. Perencanaan produk ujaran terbagi dua kegiatan, yakni perencanaan dan

pelaksanaan. Saat memproduksi ujaran individu akan merencanakan wacana yang akan

diujarkan lalu turun ke kalimat yang akan dipakai dan diturunkan kembali ke konstituen yang

akan dipilih. Kemudian, baru masuk ke pelaksanaan program artikulasi dan artikulasi.

Langkah-langkah dalam memproduksi ujaran ada empat tingkat, yakni tingkat pesan, tingkat

fungsional, tingkat posisional, dan tingkat fonologi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.


Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Fajrianingsih, Hikmah. 2019. Ilmu Al-Lughan An-Nafsy dalam Mempersepsi Ujaran. Buku
Ajar yang tidak diterbitkan. Pekalongan: Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.

Kartono, Kartini, (1996). Psikologi Umum. Bandung: CV. Mandar Maju.

Suherdi, Didi (2013). Psikolinguistik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Saputra, Herly Octa dan Eko Kuntarto. 2018. “Produksi Ujaran”. Repository Unja. Jambi:
Universitas Jambi.

Gichella, Gita. 2019. “Persepsi Masyarakat terhadap Tayangan Debat Calon Presiden
Republik Indonesia Periode 2019-2024 di Stasiun TV Nasional”. Skripsi.
Palembang: Universitas Islam Negeri Raden Fatah.

Irham. 2019. ”Persepsi Ujaran dalam Konteks Psikolinguistik”. Jurnal Bimbingan dan
Konseling. 2(1): 1-12.

Rita, Kartika Rika dan Ratna Soraya. 2020. “Pengaruh Produksi Ujaran terhadap
Pemerolehan Bahasa pada Anak: Suatu Kajian Neuropsikolinguistik”. Bahastra:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 4(2): 7-11.

Sumarni, Siti. 2018. “Kemampuan Memproduksi Bunyi Ujaran Bagi Penderita Disartria di
Rumah Sakit Tentara (Kesrem) Binjai”. Skripsi. Medan: FKIP Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.

Ujar. Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Daring. (Online. https://kbbi.web.id/ujar, diakses
8 Maret 2021).

12

Anda mungkin juga menyukai