Anda di halaman 1dari 2

Tugas Pertemuan ke-16

Nama : Novia Rahma Rindha


NIM : 19016182
Mata Kuliah : Filsafat Alam Minangkabau
Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia

Buatlah uraian berkaitan dengan ungkapan, pepatah, umpama dalam masyarakat


Minangkabau, lalu beri contoh masing-masingnya, berikan tafsir saudara pada contoh
tersebut!

Ungkapan, Pepatah, Umpama dalam Masyarakat Minangkabau

Ungkapan adalah suatu usaha penutur untuk melahirkan fikiran, perasaan, pandangan,
dan emosinya dalam bentuk satuan bahasa tertentu yang dianggap paling tepat supaya lawan
tuturnya paham dengan makna tersirat dalam ungkapan tersebut (dalam Marrini, Thahar, dan
Hamidin, 2012:186). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ungkapan adalah
kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus (makna unsur-unsurnya
sering kali menjadi kabur).
Masyarakat Minangkabau lebih memilih menyatakan sesuatu yang tersimpan dalam
fikirannya melalui ungkapan yang mengandung kiasan. Ini menjadi salah satu penunjuk
identitas keminangan orang Minangkabau. Setiap ungkapan-ungkapan Minangkabau yang
bersifat filosofis biasanya mengandung dua makna, yakni makna ekstrinsik adalah makna
sebagaimana apa adanya, atau makna tersurat. Makna yang kedua yaitu
makna intrinsik adalah makna lain yang ada dalam kandungan tertulis.
Selain itu, Depdiknas menyampaikan bahwa ungkapan adalah kelompok kata atau
gabungan kata yang menyatakan makna khusus (makna unsur-unsurnya sering kali menjadi
kabur). Bentuk ungkapan sebagai norma sosial masyarakat Minangkabau bermacam-macam,
meliputi pepatah petitih, gurindam, mamangan, pameo, kiasan, syair dan pribahasa.
Contoh ungkapan dalam masyarakat Minangkabau ialah Taimpik nak di ateh,
takuruang nak di lua  (Terhimpit ingin di atas, terkurung ingin di luar)”. Ungkapan tersebut
dalam perspektif orang atau kelompok di luar Minangkabau sebagai bentuk sikap malas.
Padahal jika saja orang dari luar Minangkabau ingin melihat dari sudut positif, ungkapan
tersebut bisa dimaknai sebagai bentuk kegigihan dan obsesi masyarakat Minangkabau supaya
terus belajar, supaya tidak mudah dijahili dan bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi
dengan orang atau kelompok lain. Menurut saya, arti dari ungkapan Taimpik nak di ateh,
takuruang nak di lua  adalah orang yang ingin mencari cara supaya kesulitan itu ada jalan
sehingga bisa terbebas dari pendapat umum yang sebenarnya itulah kebenaran.  Apabila
kebenaran dikunci, maka ia akan mendesak untuk dibebaskan, jika ia terhimpit, ia akan
mencari cara untuk ke atas alias bebas.
Sebenarnya ungkapan ini disampaikan oleh orang Minang kepada masyarakat Minang
itu sendiri sebagai celaan sebab karakter buruknya. ni berkesan orang minang berpikir bahwa
ilmu (pengetahuan dan pendidikan) bukan kebutuhan dalam menjalani hidup, yang penting
mencari uang dengan berpandai-pandai, karena mereka juga sadar pekerjaan sulit tanpa ilmu
dan pendidikan. Kesan buruknya orang minang itu tidak mengakui kerendahannya dan tidak
pula ingin diremehkan. Begitu cocok ungkapan terhimpit hendaknya di atas.
Mulianya orang adalah dia mementingkan kewajiban dan usaha agar tidak berada di
bawah, namun karena sudah merasa tidak di bawah lagi bukan berarti dia sudah yang paling
atas, tentunya masih banyak lagi di atas kita, dan masih luas kehidupan di luar sana yang
menyadari kita bahwa kita masih jauh (terkurung) di dalam.
Pepatah adalah peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari orang tua-tua
sebagai masukan berupa ilmu pengetahuan yang penting dalam menjalani kehidupan
masyarakat Minangkabau. Menurut Azrial dalam Rahayu, Amir, dan Hamidin, 2013:18)
bahwa kato petatah atau disebut juga pepatah berasal dari kata tatah yang artinya pahat,
patokan, tuntunan. Jadi, pepatah adalah kata-kata yang mengandung pahatan kata, atau
patokan hukum atau norma-norma.
Contoh pepatah ialah nan buto paambuih lasuang, nan pakak palpeh badia, nan
lumpuah paunyi rumah, nan kuaik pambao baban, nan binguan disuruah-suruah, nan cadiak
lawan barundiang (yang buta peniup lesung, yang tuli pelepas bedil, yang lumpuh penghuni
rumah, yang kuat pemikul beban, yang bodoh disuruh-suruh, yang pintar lawan berunding).
Memiliki makna bahwa segala sesuatunya diserahkan kepada kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Pepatah di atas memiliki makna bahwa pemimpin yang bijak akan menempatkan
sesuatu pada tempatnya, dan semua orang akan berguna dalam kehidupan sosial. Tidak ada
yang tidak berguna, tidak bermanfaat dan tidak bernilai dalam kehidupan masyarakat
Minangkabau. Asalkan dapat menempatkan sesuai dengan tempat atau fungsinya. Pada
pepatah tersebut terdapat kata nan disini berfungsi sebagai kata penunjuk. Secara keseluruhan
pepatah tersebut menunjukkan keberagaman orang sebab ada yang buta, pekak, lumpu, kuat,
bodoh, pintar, dan sebagainya. Bahasa yang ada pada setiap manusia beragam maka beragam
pula kelebihan dan kekurangan yang ada pada manusia. Oleh karena itu, status manusia
dalam adat Minang dianggap sama. Hal yang membedakannya adalah fungsi manusia sebagai
individu.
Berdasarkan KBBI bahwa kata umpama berarti yang menjadi contoh (persamaan,
perbandingan) dengan yang lain-lain. Sama halnya dengan; bagaikan; seakan-akan
(seumpama) atau yang diandaikan (bukan hal yang sebenarnya).

DAFTAR PUSTAKA

Marrini, Liza, Harris Effendi Thahar, dan Hamidin. 2012. “Ungkapan Kiasan Minangkabau
di Desa Talawi Hilir Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto”. Jurnal Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia. 1(1):186-194.
Rahayu, Elvia, Amril Amir, dan Hamidin. 2013. “Petata-Petitih Masyarakat Minangkabau di
Nagari Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok”. Jurnal Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia. 1(2):17-25.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. “KBBI Ungkapan”. (Online).
(https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ungkapan, diakses 7 Juni 2021).

Anda mungkin juga menyukai