Anda di halaman 1dari 13

KONSEP ADAB PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

DAN PEMBELAJARAN

FARADILA PUTRI 171101010567

Krisis peradaban merupakan salah satu tema pendidikan, dan biasanya menjadi
topik bahasan serius di negeri ini. Banyak anak yang pintar, tapi tingkah lakunya
membuatnya merasa cemas. Berbicara kepada orang tua Anda sama dengan menyapa
pasangan Anda. Kata-kata adabnya kepada guru juga membuat kami mengelus dada
kami. Belum lagi kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, tetangga, tetangga bahkan
adabnya sendiri.

Ada juga orang dewasa yang gelarnya berbaris, namun sikapnya terhadap
kerabat dan tetangga jauh dari tuntunan Alama. Ia memiliki kepribadian yang
tangguh, tidak bisa tersenyum, dan ingin menang sendiri. Hanya dia sendiri yang
benar, sedangkan yang lain dianggap bidah.

Pentingnya adab begitu besar sehingga ulama salafush salih sangat prihatin,
bahkan Imam Malik berkata: “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”.
Imam Abu Hanifah mengatakan hal yang sama: “Saya suka cerita duduk dengan
ulama, bukan bab penguasaan hukum, karena dalam cerita mereka, mereka diajarkan
tentang Adam dan akhlak mulia.” Bahkan, Mahrad bin Hussein menceritakan kepada
Ibn Mubarak : “Kita perlu belajar lebih banyak tentang Adab, bukan menguasai
banyak hadits.”

Tak heran jika karya-karya ulama legendaris tak pernah lupa membicarakan
adab. Salah satunya adalah "Al-Muwaththa" karya Imam Malik, seorang ulama
Madinah, yang wafat pada tanggal 14 Rabiul Awal pada tahun 179 H (796 M).
Sebenarnya pokok bahasan buku ini adalah masalah distribusi, tetapi pasal Adab
tidak dihilangkan. Merujuk banyak hadits dari nabi SAW, atsar, qaul tabiin sahabat,
ijma ahlul Madinah dan ijtihad Imam Malik sendiri (Suara Hidayatullah edisi
Februari 2017: 51).

Berdasarkan latar belakang pertanyaan di atas, maka penulis tertarik dengan


urgensi pengembangan pendidikan peradaban Islam. Pendidikan peradaban sering
dibicarakan oleh beberapa penulis sebelumnya, namun pembaca (masyarakat) belum
sepenuhnya memahami pendidikan peradaban. Selain itu, masih sangat sedikit
pembaca (masyarakat) yang mau melaksanakan pendidikan yang beradab dalam
kehidupan sehari-hari.

ADAB DALAM ISLAM

Islam percaya bahwa Adab bukanlah hal yang sepele. Padahal, itu telah menjadi
salah satu inti ajaran Islam. Inilah pentingnya kasus ini sampai ulama Saraf menulis
sebuah buku yang membahas pendekatan ini.

Adab memiliki arti. Kesopanan, keramahan dan peningkatan karakter,


menempatkan sesuatu pada tempatnya, hiburan, dll. Profesor Naquib al-Attas
memberikan makna adab melalui disiplin jiwa dan pikiran. Oleh karena itu,
demikianlah uraian dari kata adab yang artinya perjamuan. Dia menyebutkan Hadis,

‫إن هذا القرآن مأدبة اهلل فتعلموا من مأدبته‬


“Sesungguhnya Kitab Suci al-Qur’an ini adalah jamuan (ma’dabah) Allah di
bumi, maka lalu belajarlah dengan sepenuhnya dari jamuan-Nya.”

Dari penjelasan hadits tersebut sebenarnya bisa kita ambil sebuah pelajaran
bahwa umat Islam diperintahan untuk belajar tentang adab.
Secara terminologi adab adalah kebiasaan dan aturan tingkah laku praktis yang
mempunyai muatan nilai baik yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya (Abd. Haris, 2010:62). Menurut Abdul Muhammad AnNaquib Al-attas
(symu Muhammad AnNaquib Al-attas). Haris (2010) Adab adalah ilmu mencari
ilmu, dan tujuan mencari ilmu dalam Islam adalah menanamkan kebaikan pada
manusia dan manusia.

Demikian halnya menurut Marwan Ibrahim Al-Kaysi (2003) Adab adalah


perilaku baik yang diambil dari Islam, berasal dari ajaran-ajaran dan
perintahperintahnya. Senada dengan hal itu Al-Jurjani mengemukakan bahwa adab
merupakan pengetahuan yang dapat menjauhkan seseorang yang beradab dari
kesalahan-kesalahan. Adab adalah refleksi ideal-ideal mulia yang harus
mengimpormasikan praktik keahlian (Abd. Haris, 2010:62).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa adab adalah kebiasaan dan aturan
tingkah laku, dengan muatan nilai baik yang bersumber dari Islam, bersumber dari
ajaran dan perintahnya, serta menanamkan kebaikan pada manusia, baik manusia
maupun individu.

PENDIDIKAN KARAKTER

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, karakter adalah ciri psikologis, moral
atau karakter yang membedakan orang dari orang lain: karakter dan kepribadian
(Elfindri & Lilik Hendrajaya, dsb, 2012: 27). Menurut Pusat Bahasa Kementerian
Pendidikan, karakter adalah "bawaan, batiniah, jiwa, budi pekerti, budi pekerti,
tingkah laku, budi pekerti, watak, temperamen, budi pekerti". Adapun berkarakter
adalah berkeperibadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak (Zubaidi, 2013:
8).
Jika dilihat dari asal usul kata, banyak sekali pendapat mengenai dari mana kata
karakter itu berasal. Ada yang berpendapat bahwa akar kata “karakter” ini, berasal
dari kata dalam bahasa latin, yaitu “kharakter”, “kharassein,” dan “kharax,” yang
bermakna “tools for marking,” “to engrave,” dan “pointed stake.” Kata ini konon
mulai banyak digunakan dalam bahasa prancis sebagai “caractere” pada abad ke-14.
Ketika masuk ke dalam bahasa inggris, kata “caractere” ini berubah menjadi
“charcter.” Ini mengalami perubahan menjadi “karakter” (Dani setiawan di dalam
Agus wibowo,2013:8).

Pendapat lain menunjukkan bahwa kata "karakter" berasal dari bahasa Yunani
“to mark” yang berarti "menandai", yaitu menandai perilaku atau perilaku seseorang.
Kemudian istilah tersebut banyak digunakan dalam bahasa perancis “caratere” pada
abad ke-14 dan kemudian masuk ke dalam bahasa inggris menjadi “character,” yang
akhirnya menjadi bahasa indonesia “karakter”. Menurut American Dictionary of the
English Language karakter merupakan istilah yang menunjukkan kepada aplikasi
nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Karakter juga identik
dengan keperibadian (Agus wibowo, 2013:8-9).

Demikian pula menurut Suyanto (Suyanto), kepribadian adalah cara berpikir


dan berperilaku yang dapat mencirikan karakteristik setiap orang yang hidup dan
bekerja sama dalam keluarga, masyarakat, negara, dan negara. Seperti Suyoto Taryan
dan Rinaldi, karakter dibentuk melalui proses peniruan (yaitu melalui proses melihat,
mendengar, dan mengikuti). Oleh karena itu karakter yang benar dapat diajarkan
dengan sengaja (Wibowo & Purnomo, 2013: 36).

Secara keseluruhan, dari Ki Hadjar Dewantara (Ki Hadjar Dewantara), karakter


adalah kodrat jiwa manusia, dari angan-angan hingga menjelma menjadi energi.
Dengan karakter, manusia akan menjadi individu yang mandiri dan individual serta
dapat mengontrol dirinya sendiri. Menurut Marzuki, akhlak sangat identik dengan
akhlak, sehingga akhlak adalah nilai universal dari tingkah laku manusia, yang
meliputi segala aktivitas manusia yang berhubungan dengan pikiran, Tuhan, diri
sendiri, manusia lain, dan lingkungan, berdasarkan norma agama, hukum, karma,
budaya. dan kebiasaan sikap, perasaan, bahasa dan perilaku. Menurut Kementerian
Pendidikan, karakter adalah budi pekerti, akhlak, moral atau kepribadian seseorang
yang dibentuk melalui internalisasi berbagai kebajikan, yang dipertimbangkan dan
dijadikan dasar pendapat, pemikiran, sikap, dan tindakan. (Wibowo, 2013: 10-11).

Lickona dalam Wibowo (2012: 32) meyakini bahwa karakter adalah kodrat
alami seseorang untuk bereaksi secara moral terhadap situasi. Lebih lanjut Likona
menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik, yaitu pengetahuan moral,
perasaan moral, atau perasaan moralitas dan perilaku moral (E. Mulyasa, 2011: 4).
Sejalan dengan hal tersebut, Griek berkeyakinan dalam Adrianto (2011: 17) bahwa
peran diartikan sebagai peleburan seluruh kodrat manusia, fusi ini bersifat permanen
sehingga menjadi pembeda antara seseorang dan tanda khusus orang lain. Sementara
itu, Damanik mengutip Leonardo A. Sjiamsuri yang mengatakan bahwa karakter ini
adalah penggambaran jati diri Anda yang sebenarnya. Ayah, kamu benar-benar.
Alwisol juga mengutarakan pandangan bahwa karakter adalah gambaran perilaku,
yang mengungkapkan dan menyiratkan benar dan salah, dan nilai-nilai buruk
(Andrianto, 2011: 20).

Begitu pula menurut Suyanto (Suyanto), kepribadian adalah cara berpikir dan
perilaku yang menjadi ciri setiap orang yang hidup dan bekerja bersama dalam
keluarga, masyarakat, negara, dan negara. Seperti Suyoto Taryan dan Rinaldi,
karakter dibentuk melalui proses peniruan, yakni melalui proses menonton,
mendengarkan, dan mengikuti. Oleh karena itu karakter yang benar dapat diajarkan
dengan sengaja (Wibowo & Purnomo, 2013: 36). Menurut Simon Philips,
kepribadian adalah kumpulan nilai-nilai yang mengarah pada sistem yang menjadi
dasar pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Pada saat yang sama,
Koesama A. menunjukkan bahwa kepribadian sama dengan kepribadian. Imam Al-
Ghozali berkeyakinan bahwa akhlak lebih dekat dengan akhlak yaitu sikap seseorang
yang spontan atau sudah menyatu dengan tubuh manusia, sehingga ketika akhlak
muncul tidak perlu dipikirkan lagi (Muslich, 2011: 70).

Pendidikan karakter secara harfiah dapat diartikan sebagai mengubah atau


membentuk karakter, perilaku, temperamen, karakter dan kepribadian seseorang
sesuai dengan standar yang ditentukan. Pada hakikatnya pendidikan karakter adalah
upaya yang bertujuan membantu perkembangan fisik dan mental anak, dari fitrahnya
menuju peradaban manusia yang lebih baik. Pendidikan karakter memiliki arti yang
lebih tinggi daripada pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya
berkaitan dengan mengoreksi kesalahan, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana
mengembangkan kebiasaan hal-hal yang baik dalam hidup, sehingga anak / peserta
didik memiliki pemahaman, pemahaman, dan pengasuhan yang lebih tinggi. Dan
janji. Gunakan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari (E. Mulyasa, 2011: 3).

Pendidikan karakter secara sederhana dapat dijelaskan sebagai pembentukan


karakter, temperamen, temperamen dan kepribadian seseorang dengan menanamkan
nilai-nilai luhur, sehingga nilai-nilai tersebut mengakar dalam, menyatu dalam hati,
pikiran, perkataan dan perilaku, serta menunjukkan pengaruhnya dalam kenyataan.
Dengan Allah SWT (Abuddin Nata, 2013: 288), kamu bisa hidup dengan mudah,
nyaman, primitif, dan ikhlas. Rahaho mengartikan pendidikan karakter sebagai
keseluruhan proses pendidikan, mengaitkan dimensi moral dengan ranah sosial
kehidupan siswa, dan membentuk generasi yang berkualitas yang dapat hidup mandiri
dan bertanggung jawab atas asas kebenaran.

Creasy meyakini bahwa pendidikan karakter adalah kemampuan untuk


mendorong siswa agar tumbuh dan berkembang, walaupun menghadapi berbagai
tantangan harus memiliki kemampuan berpikir dan berpegang pada prinsip etika serta
berani melakukan hal yang benar. Menurut Dony Kusuma, pendidikan karakter
merupakan motor penggerak untuk terus berkembangnya kemampuan manusia, yang
menginternalisasikan nilai-nilai dan melahirkan pribadi-pribadi yang positif dan stabil
(Zubaidi, 2013: 16-19).

Menurut E. Mulyasa (2011: 7), pendidikan karakter merupakan suatu sistem


untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik yang meliputi
komponen-komponen sebagai berikut: kesadaran, pemahaman, perhatian dan
komitmen yang tinggi terhadap perwujudan nilai-nilai tersebut, baik itu untuk Allah
Yang Maha Kuasa Allah. Diri, orang lain, lingkungan dan seluruh masyarakat dan
seluruh negeri menjadikan mereka orang-orang yang sempurna menurut kodratnya
sendiri. Begitu pula menurut Suyanto (Suyanto), kepribadian adalah cara berpikir dan
perilaku yang menjadi ciri setiap orang yang hidup dan bekerja bersama dalam
keluarga, masyarakat, negara, dan negara. Seperti Suyoto Taryan dan Rinaldi,
karakter dibentuk melalui proses peniruan, yaitu melalui proses menonton,
mendengarkan, dan mengikuti. Oleh karena itu karakter yang benar dapat diajarkan
dengan sengaja (Wibowo & Purnomo, 2013: 36).

Secara akademis, pendidikan akhlak diartikan sebagai pendidikan nilai,


pendidikan akhlak, pendidikan akhlak, pendidikan akhlak, atau pendidikan akhlak
yang bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan peserta didik dalam mengambil
keputusan yang baik dan buruk, memelihara hal-hal yang baik, dan mencapai
kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. sepenuh hati. Padahal, pendidikan karakter
merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai baik di sekolah atau warga kampus,
termasuk pengetahuan, kesadaran atau kemauan serta tindakan yang dilakukan untuk
mewujudkan nilai-nilai tersebut.

ADAB PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN

Bagi para pelajar, metode yang harus diikuti saat menuntut ilmu menurut Imam
Al-Ghazali adalah:
Pertama, prioritaskan pembersihan jiwa beretika rendah. Menurut hadits Nabi
Muhammad, "agama didasarkan pada landasan yang bersih." Membersihkan pakaian
tidak berarti apa-apa, tapi membersihkan hati. Oleh karena itu, selama pikiran tidak
membersihkan hal-hal yang jahat, ia tidak akan memperoleh pengetahuan yang
berguna dalam agama, juga tidak akan diterangi oleh cahaya pengetahuan. Ibn mas'ud
(Ibn mas'ud) berkata: “Ini bukan ilmu, karena banyak orang yang meriwayatkan, tapi
ilmu adalah cahaya yang membawa ke jiwa”.

Kedua, kurangi kebahagiaan dunia, jauhi kampung halaman, dan fokuskan


pikiran pada ilmu. Allah tidak menciptakan dua hati untuk seseorang di rongga
tubuhnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa "pengetahuan hanya dapat bekerja
jika Anda memberikan yang terbaik".

Ketiga, jangan sombong dan tidak menuruti gurunya, tapi beri dia kebebasan.
Ibarat orang yang serius, dokter memberikan kebebasan tanpa mengambil tindakan
apapun terhadapnya karena dia membutuhkan obat tertentu. Karena itu, dia cocok
untuk melayani guru. Dikatakan bahwa pengetahuan seperti air menolak mengalir ke
orang yang sombong.

Keempat, hindari mendengarkan perselisihan di antara orang-orang, karena


akan menimbulkan kebingungan. Kelima, dia tidak menolak bidang ilmu yang
terpuji, tetapi dia bekerja tanpa lelah sampai dia mengetahui maknanya. Jika usia
membantunya, maka dia akan membuatnya sempurna. Jika tidak, dia memilih yang
paling penting.

Keenam, fokus pada ilmu yang paling penting, yaitu ilmu masa depan. Maksud
saya, itu bagian dari muamalat dan mukasyafah. Muakalat dapat mendorong
mukasyafah, dan mukasyafah adalah makrifatullah (mengetahui Allah). Inilah yang
Allah bersihkan hati mereka melalui ibadah dan perang suci. Mengetahui ilmu yang
paling mulia dan paling hakiki adalah mengenal Allah. Di bagian bawah adalah
lautan yang tidak bisa diakses.
Ketujuh, tujuan siswa saat ini adalah menghiasi pikirannya dengan kualitas
yang dapat disampaikan kepada Allah, dan menempati peringkat tertinggi di antara
malaikat Mukalabin (malaikat terdekat dengan Allah). Dengan ilmu ini, dia tidak
mengharapkan kepemimpinan, kekayaan dan pangkat (Al-Ghazali, 2007: 11-14).

PENTINGNYA ADAB DALAM PEMBELAJARAN

Banyak sejarah dan narasi yang menggambarkan pentingnya perilaku. Habib al-
Jalab berkata :” aku bertanya kapada Ibnul mubarak: “apakah sebaik-baik perkara
yang diberikan kepada seseorang ? dia menjawab: “adab yang baik”. Imam asy-syafii
juga mengatakan bahwa :” barang siapa yang ingin Allah membukakan hatinnya atau
meneranginnya, hendaklah ia ber-khalwat (menyendiri), sedikit makan,
meninggalkan pergaulan denga orangorang bodoh dan membenci ahli ilmu yang tidak
memiliki inshaf (sikap objektif) dan adab.

Ibnu Sirin bersabda: “Syaraf tidak hanya belajar ilmu, tapi juga belajar ilmu.
Demikian pula menurut Al-hasan, sebenarnya ada yang keluar untuk mendalami adab
baginya selama dua tahun, lalu dua tahun. Sejalan dengan itu, kata Habib bin Asy-
Syahid kepada putranya: "Anakku, bercampur dengan para ahli hukum dan ulama;
belajarlah dari mereka dan terima adab. Sebenarnya, saya suka itu lebih dari banyak
hadits.

Ibnul Mubarak berkata: “Saya telah belajar adab selama 30 tahun, dan saya
telah belajar selama 20 tahun. Ulama yang mempelajari etiketlah yang pertama kali
mempelajari sains. Al-Qarafi ada dalam bukunya Al-faruq. Menjelaskan juga letak
adab berkata: “ketahuilah bahwa sanya sedikit adab lebih baik dari pada banyak amal.
Oleh karna itu, Ruwaiyim seorang alim yang saleh berkata kepada anaknya: “wahai
anakku, jadikanlah amalmu ibarat garam dan adabmu ibarat tepung. Yaitu
perbanyaklah adab sehingga perbandingan banyaknya seperti perbandingan tepung
dan garam dalam suatu adonan. Banyak adab dengan sedikit amal saleh lebih baik
dari pada amal dengan sedikit adab (As-sayyid Nada,2007:11).

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

Tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan kualitas proses dan


hasil pendidikan, sehingga memungkinkan peserta didik membentuk akhlak mulia
dan akhlak mulia secara utuh sesuai dengan standar kemampuan lulusan masing-
masing satuan pendidikan, dan mencapai tujuan yang komprehensif dan seimbang. .
Melalui pendidikan karakter, siswa diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan
dan menggunakan ilmunya, mempelajari nilai budi pekerti dan akhlak mulia, serta
menginternalisasikan dan mempersonalisasikannya, sehingga dapat tercermin dalam
perilaku kesehariannya.

Pendidikan karakter pada tingkat sektor pendidikan mengarah pada


pembentukan sekolah / budaya sekolah muslim yaitu nilai-nilai dasar perilaku, tradisi,
kebiasaan sehari-hari dan simbol yang dianut oleh seluruh warga sekolah/madrasah
dan masyarakat sekitar. Sekolah//madrasah merupakan ciri, karakter atau ciri khas,
dan juga citra sekolah /madrasah di mata masyarakat luas (E. Mulyas, 2011: 9).

PENGEMBANGAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

Untuk mensukseskan pendidikan karakter di sekolah diperlukan pengenalan


karakter, karena pendidikan karakter tanpa pengenalan karakter akan menempuh
perjalanan yang panjang, seperti petualangan tanpa peta (E. Mulyasa, 2011: 15).

Oleh karena itu, dalam hal ini agar pendidikan karakter sekolah dapat berhasil
maka syarat utama yang harus dipenuhi adalah: (1) Teladan dari guru, staf, pimpinan
sekolah dan pengambil keputusan sekolah; (2) Pendidikan karakter dilakukan secara
konsisten; (3) Menanamkan nilai karakter utama. Karena semua guru adalah
pendidik, maka wajib memasukkan atau menyisipkan nilai (intervensi) pendidikan
karakter dalam kegiatan pembelajarannya. Singkatnya, pendidikan karakter tidak
hanya menjadi tanggung jawab guru agama, guru PKn atau guru moral; Tapi ini
adalah tugas semua guru di sekolah. Hal ini sangat penting agar dalam proses
pendidikan karakter tidak kehilangan tanggung jawab (Wibowo, 2012: 45).

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research) yaitu


rangkaian penelitian yang berkaitan dengan metode pengumpulan data perpustakaan
atau penelitian yang dilakukan di perpustakaan. Objek penelitian biasanya melalui
berbagai informasi perpustakaan (Buku, ensiklopedia, jurnal) yang diekstrak (surat
kabar, majalah dan dokumen) (Nana Syaodih Sukmadinata, 2009: 52).

Dalam pengolahan analisa data dengan menggunakan langkah-langkah, yaitu:

1. Data reduction (reduksi data);


2. Data display (penyajian data); dan
3. Conclusion drawing/verification.

METODE PEMBELAJARAN

Metode pembelajaran menjadi posisi sentral yang penting dalam setiap kegiatan
pembelajaran. Sangat membutuhkan pendidik untuk menguasai materi. Namun, akan
lebih baik jika materi yang Anda kuasai dapat disampaikan melalui metode
pembelajaran. Karena metode ini merupakan sarana untuk memajukan pendidikan
dan pembelajaran. Dengan cara ini, pendidik juga dapat menjelaskan pembelajaran
secara sistematis, efektif dan efektif. Melalui metode pembelajaran, proses
pembelajaran akan lebih mudah dan siswa akan lebih cepat memahami pembelajaran.
Jadi metode pembelajaran sangat penting.

KESIMPULAN

Dari rangkaian pembahasan dan beberapa uraian di atas maka etiket


pembelajaran pendidikan karakter dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
etiket belajar merupakan kumpulan sikap dan perilaku yang harus diterima siswa
selama proses pembelajaran. Kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian adalah
bahwa etika atau akhlak belajar yang harus dimiliki siswa Islam adalah: pertama, niat
ketika belajar, kedua memilih guru ketiga, ketiga menghormati guru, keempat
keseriusan dan ketekunan yang luhur, kelima metode pembelajaran, keenam tawakal
dan ketujuh wara.

DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, E., 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nada, Abdul A’ziz bin Fathi As-Sayyid. 2007. Ensiklopedia Islam menurut Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Majid, Abdul & Andayani, Dian. 2011. Pendidikan Karakter Persepektif Islam.
Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.

Muhaimin, Abdul Mujib dan Mudzakkir, Jusuf. 2012. Studi Islam Dalam Rangka
Dimensi Dan Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nizar, Samsul. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sukardi. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya.
Jakarta: Bumi Aksara.

Sagala, Syaiful. 2013. Konsep Dan Makna Pembelajaran, Bandung: Cv. Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai