Anda di halaman 1dari 19

KONSEP PENDIDIKAN SECARA MANDIRI (MADE SELF) DAN

KONSEP PENDIDIKAN DALAM KELUARGA, MASYARAKAT, DAN


SEKOLAH
Aien Hasniza, Tessa Mariska, Joan Meydi
aienhasniza3@gmail.com, tesamariska01@gmail.com,
joanmeydi210502@gmail.com
Institut Agama Islam Muhammad Syafiuddin Sambas, Indonesia
Dosen Pengampu: Sri Nilawati M. Pd. (nilanilawati28@gmail.com)

ABSTRACT
The purpose of education is to help young people develop into fuller and fuller
human beings (Driyarkara). Since man is a bodily and soulful being, complete
education involves the development of ratio, heart, and physique. Because humans
are social creatures, education also concerns human sociality, human culture.
According to Sisdiknas, the purpose of our national education is also to develop
Indonesian people as a whole, to "develop the potential of students to become
human beings who believe and fear God Almighty, are noble, healthy,
knowledgeable, capable, creative, independent, and become democratic and
responsible citizens" (2003, article 3). From this it is clear that what we want to
aim for with education is for young Indonesians to develop into complete
Indonesian people. So education is not only a matter of providing knowledge and
skills, but covers many aspects of life including virtuous responsibility, and love
for the Indonesian nation. In other words, character education, is also part of our
entire national education.
Keywords: National Education Objectives and Character Education

ABSTRAK
Tujuan pendidikan adalah untuk membantu orang muda berkembang menjadi
manusia yang lebih penuh dan utuh (Driyarkara). Oleh karena manusia itu adalah
makluk yang berbadan dan berjiwa, maka pendidikan utuh menyangkut
pengembangan rasio, hati, fisik. Karena manusia itu makluk social maka
pendidikan juga menyangkut sosialitas manusia, budaya manusia. Menurut
Sisdiknas, tujuan pendidikan nasional kita juga untuk mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, untuk “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, beraklak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggungjawab”(2003, pasal 3).Dari sini jelas bahwa yang
mau dituju dengan pendidikan adalah agar orang muda ndonesia berkembang
menjadi manusia Indonesia yang utuh. Maka pendidikan bukan hanya soal
pemberian pengetahuan dan ketrampilan, tetapi mencakup banyak aspek
kehidupan termasuk berbudi luhur, tanggungjawab, dan cinta kepada bangsa
Indonesia. Dengan kata lain, Pendidikan karakter, juga menjadi bagian dari
seluruh pendidikan nasional kita.
Kata Kunci : Tujuan Pendidikan Nasional dan Pendidikan Karakter

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada hakikatnya, sejarah manusia tidak dapat dilepaskan dari
pendidikan. Sejak penciptaan Adam sebagai manusia pertama, Allah swt.
telah menginformasikan bahwa Adam diajarkan berbagai hal termasuk
berbagai nama-nama benda. Setelah diajarkan nama-nama benda, Allah
swt. kemudian menguji kemampuannya dengan meminta Adam
menyebutkan semua namanama benda tersebut.1 Firman Allh swt dalam
Q.S. Al-Baqarah/2: 31,
‫َٰٓل‬
‫َو َع َّلَم َء اَد َم ٱَأْلْس َم ٓاَء ُك َّلَها ُثَّم َع َر َضُهْم َع َلى ٱْلَم ِئَك ِة َفَقاَل َأۢن ِبُٔـوِنى ِبَأْس َم ٓاِء َٰٓهُؤٓاَل ِء ِإن ُكنُتْم َٰص ِدِقيَن‬
Terjemahnya:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (bendabenda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu

1
Ini juga menyiratkan bahwa pembelajaran yang telah selesai dilaksanakan selalu diiringi
dengan evaluasi hasil belajar.
berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!”2
Ayat di atas, mengindikasikan dua hal: pertama: bahwa sejarah
pendidikan lahir bersamaan dengan sejarah kadatangan manusia, dan
kedua: pendidikan inheren dengan kehidupan manusia. Dalam perspektif
teori pendidikan modern, ayat di atas, juga menjelaskan lima unsur pokok
dalam dalam proses pendidikan dan pembelajaran, yaitu: (1) pendidik,
yaitu Allah swt, (2) peserta didik, yaitu Adam a.s., (3) materi pendidikan
yaitu pembelajaran tentang nama-nama benda, (4) metode yaitu bagaimana
Allah swt mengajarkan Adam tentang nama-nama benda tersebut, (5)
evaluasi, yaitu Adam diuji kemampuannya dengan menyebutkan nama-
nama benda yang telah diajarkan kepadanya.
Informasi al-Qur’an tentang manusia pertama (Adam) yang diajar
langsung oleh Allah swt, menegaskan posisi Islam tentang pendidikan.
Islam telah menempatkan pendidikan sebagai center point kehidupan, dan
menjadikan pendidikan sebagai bagian dari keabadian manusia 3. Penulis
memandang bahwa teori life long education tidak dapat lagi diartikan
sebagai “pendidikan sepanjang hayat”, yang terbatas pada “hayat” di dunia
ini saja, tetapi life long education memiliki makna filosofis yang jauh,
dalam, dan bahkan bermakna keabadian.
Dengan demikian, sebuah pemahaman tentang pendidikan dalam arti
yang pure bagi semua umat manusia menjadi kebutuhan yang tak
terelakkan. Mungkin pemikiran ini akan menimbulkan kesulitan tersendiri
karena banyaknya anasir-anasir yang berpengaruh terhadap pemahaman
seseorang, tetapi setidaknya terdapat titik temu yang menunjukkan bahwa
pendidikan merupakan satu-satunya usaha yang dapat membawa manusia
kepada kehidupan yang bermartabat.
2
Departemen Agama RI, Syamil al-Qur’an Terjemah Perkata Type Hijaz, (Bandung: CV
Haikal Media Center, 2007), h. 6.
3
Penulis berpandangan bahwa pendidikan yang dilalui oleh manusia tidak akan pernah
mati (Immortal), karena pendidikan akan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan terus akan
diwariskan.
PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan secara Mandiri (Made Self)


Mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua,
Depdikbud-Balai Pustaka, 1996, kata karakter ini memiliki beberapa
sinonim, antara lain: sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Akhlak sinonimnya
adalah budi pekerti; kelakukan. Watak sinonimnya adalah sifat batin
manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku.; budi
pekerti; tabiat. Budi pekerti sinonimnya adalah sikap; akhlak; moral;
kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,
berdisiplin. Mental sinonimnya adalah batin dan watak. Mentalitas artinya
keadaan dan aktivitas jiwa (bathin), cara berfikir, dan berperasaan.
Dalam Oxford Advance Learner's Dictionary of Current English,
4
karakter adalah keadaan mental atau moral seseorang, masyarakat, bangsa
dan sebagainya kualitas mental atau moral yang membentuk seseorang,
bangsa, dan sebagainya berbeda dari yang lain.
Pengertian kata mandiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah dalam keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang
lain. Kata bendanya adalah kemandirian yang artinya adalah hal atau
keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.sinonim
dari kata mandiri adalah berdikari, yaitu berdiri di atas kaki sendiri tidak
bergantung pada bantuan orang lain.
Karakter mandiri5 adalah pendidikan yang membentuk akhlak,
watak, budi pekerti, dan mental manusia agar hidupnya tidak tergantung
atau bersandar kepada pihak-pihak lain, tidak bergantung pada bantuan
orang lain. Pendidikan karakter mandiri bertujuan untuk insan-insan yang
4
Johnson K.A dan Foa L.J. (1989). Instructional Design. London: Collier Macmillan
Publisher.

5
Sumahamijaya, Suparman et. all, (2003). Pendidikan Karakter Mandiri dan
Kewiraswastaan. Bandung: Angkasa. Sukmadinata, N.S. (1999). Pengembangan Kurikulum.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
percaya kepada dirinya sendiri dalam mengerjakan sesuatu urusan. 6
Karakter mandiri mendorong dan memacu seseorang untuk memecahkan
sendiri persoalan hidup dan kehidupannya, sehingga dia termotivasi untuk
berinisiatif, berkreasi, berinovasi, proaktif dan bekerja keras. Pendidikan
budi pekerti mandiri memacu keberanian seseorang untuk berbuat atau
bereaksi, tidak pasrah dan beku, tetap dinamis, energik dan selalu optimis
menuju ke masa depan.
Pemuda Indonesia memerlukan karakter mandiri. Rakyat indonesia
yang mencita-citakan derajat yang sama dengan bangsa lain di dunia ini,
lebih butuh pemimpin yang mempunyai karakter. Sebab itu mendidika
karakter mandiri perlu diupayakan secara optimal.
Seseorang yang berkarakter mandiri, setelah tamat sekolah la akan
menggunakan ilmunya untuk menciptakan lapangan kerja dan
menghasilkan uang. Sedangkan seorang yang bermental pegawai atau kuli,
setelah menamatkan sekolahya, akan menggunakan ilmunya untuk
mencari kerja, dan memboros-boroskan uang, serta bergantung kepada
pihak-pihak lain. Dengan demikiansudah saatnya istilah siap pakai harus
dikubur dalam-dalam, harus segera diganti dengan istilah siap mandiri.
Sebab dalam kata siap pakai terkandung konotasi negatif, sedangkan pada
kata siap mandiri terkandung makna positif. Siap pakai bersifat pasif,
statis, dan bermental pengemis, sedangkan siap mandiri bersifat aktif,
dinamis, kreatif dan produktif dan progresif.
Keberhasilan merupakan syarat untuk mencapai kemandirian.
Tiada keberhasilan tanpa kerja keras, tiada kerja keras tanpa kemandirian,
tiada kemandirian tanpa pendidikan dan pembentukan akhlak atau karakter
mandiri diupayakan secara optimal.

6
Sumahamijaya, Suparman et. all, (2003). Pendidikan Karakter Mandiri dan
Kewiraswastaan. Bandung: Angkasa. Sukmadinata, N.S. (1999). Pengembangan Kurikulum.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Seseorang yang berkarakter mandiri, setelah tamat sekolah ia akan
menggunakan ilmunya untuk menciptakan lapangan kerja dan
menghasilkan uang. Sedangkan seorang yang bermental pegawai atau kuli,
setelah menamatkan sekolahya, akan menggunakan ilmunya untuk
mencari kerja, dan memboros-boroskan uang, serta bergantung kepada
pihak-pihak lain.
Dengan demikian sudah saatnya istilah siap pakai harus dikubur
dalam-dalam, harus segera diganti dengan istilah siap mandiri. Sebab
dalam kata siap pakai terkandung konotasi negatif, sedangkan pada kata
siap mandiri terkandung makna positif. Siap pakai bersifat pasif, statis,
dan bermental pengemis, sedangkan siap mandiri bersifat aktif, dinamis,
kreatif dan produktif dan progresif.
Keberhasilan merupakan syarat untuk mencapai kemandirian.
Tiada keberhasilan tanpa kerja keras, tiada kerja keras tanpa kemandirian,
tiada kemandirian tanpa pendidikan dan pembentukan akhlak atau karakter
mandiri.
Proses pembentukan karakter merupakan suatu perjalanan panjang.
Diperlukan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh siapapun yang ingin
membentuk suatu karakter, termasuk karakter mandiri.Ibnu Qayyim
Alzauziyah mengilustrasikan suatu rangkaian proses yang
menggambarkan proses pementukan karakter secara utuh.
Proses pembentukan karakter harus diawali dari apa yang dilihat,
didengar, dirasa, dan berbagai sarana perolehan informasi. Informasi-
informasi yang dihimpun, data dan fakta yang dipotret akan menjadi
kepemilikan seorang individu. Kemudian setiap individu akan
mempersepsi informasi yang diperolehnya. Informasi dalam berbagai
bentuknya yang dipereh seorang individu secara berulang-ulang kemudian
akan tersimpan di dalam memori. Penyimpanan data atau informasi di
memori memungkinkan individu "recall" atau memanggil kembali
informasi ketika dibutuhkan. Data atau informasi berupa audio, visual,
audio-visual, dan kinestetik yang terseimpan lama di dalam memori akan
menjadi pemikiran seorang individu. Dan pemikiran seorang individu akan
mewarnai dirinya. Uraian di atas, yang meliputi tiga tahap (lintasan
pikiran, ingatan, pemikiran) merupakan domain otak.
Pemikiran yang terus berulang-ulang dan berlangsung cukup lama
kemudian akan turun ke dalam hati. Inilah yang disebut dengan domain
hati. Tahap pertama dari domain hati adalah gerak hati atau kata hati.
Sesorang akan memiliki kecenderungan tertentu sesuai dengan ingatan
yang turun ke dalam hatinya. Kata hati ini menjadi potensi dasar yang
meimbulkan intensitas peran hati yang lebih tinggi.
Tahap ke dua dari domain hati adalah sikap. Kata hati yang telah
lama terbentuk dan tertahan lama akan menjadi suatu nilai kebenaran bagi
individu. Sistem nilai ini kemudian menjadi prereferensi dalam bereaksi
atau beraksi. Tingkat ketiga dari domain hati adalah tekad (azzam). Tekan
merupakan sikap yang bertahan lama sehingga memunculkan keinginan
yang kuat untuk mewujudkan sesuatu. Tahap ini merupakan yahan
tertinggi dari domain hati. Azzam yang kuat akan menimbulkan keinginan
atau hasrat yang tinggi untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Azzam yang terus tertanam akan turun ke domain amal.
Tahap pertama dari domain amal adalah munculnya suatu
tindakan. Tindakan ini didorong oleh azzam yang kuat dari seorang
individu. Sikap ini dilandasi oleh akumulasi proses psikologi yang panjang
dari mulai lintasan pikiran. Tahap kedua dari domain amal adalah
kebiasaa. Perbuatan seseorang yang diulalukan secara rutin atau terus
menerus akan menimbulkan suatu kebiasaan atau habits. Dan padat tahap
ketiga, kebiasaan yang terus menerus dan bertahan lama akan menjadi
karakter dari seorang individu.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata proses pembentukan karakter
merupakan jalan panjang yang tidak mungkin ditempuh dalam waktu yang
instant. Lebih dari itu, pembentukan karakter memerlukan treatment secara
langsung maupun tidak langsung, dan berjalan dalam waktu yang sangat
lama.
Berdasarkan proses pembentukan karakter di atas, pendidikan
persekolahan memiliki peran yang sangat signifikan namun tidak absolut.
Masih banyak hal-hal lain di luar pendidikan yang terlembagakan yang
mempengaruhi pembentukan karakter individu Berdasarkan uraian tentang
konsep pembentukan karakter di atas, kegiatan pendidikan harus sesuai
dan memberikan warna pada setap tahap dari tiga domain, yakni akal, hati
dan amal.
Untuk membentuk karakter mandiri siswa, sebenarnya diperlukan
pelajaran khusus yang berkenaan dengan pembentukan karakter mandiri,
seperti kewirausahaan, sistem nilai kemandirian, dan sebagainya. Namun
mengingat jam belajar siswa di sekolah sudah cukup padat, maka alternatif
yang dapat diambil adalah dengan mengintegrasikan materi peklajaran
yang ada dengan memunculkan muatan-muatan pembentuk karakter
mandiri siswa. Berkaitan dengan sekuensial tiga domain di atas, maka
untuk membangun karakter mandiri diperlukan tiga teknik yang
merupakan suatu kesatuan. Teknik tersebut antara lain:
1. Proses Pembentukan Akal Kemandirian
Proses pembentukan karakter mandiri berawal dari pembentukan
kemandirian akal. Akal merupakan penentu awal dari pembentukan
karakter. Untuk dapat membentuk akal mandiri, guru sebagai ujung
tombak pendidikan harus menjadi teladan dalam hal kemandirian bagi
siswanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh atau
keteladanan merupakan media pembelajaran yang paling efektif.
Pengetahuan yang diberikan yang tidak terintegrasi dengan orang yang
kepribadian guru akan mubadzir Karena siswa lebih peka kepada apa
yang dilakukan oleh gurunya dari pada apa yang disampaikannya.
Selain menjadi contoh, guru tentu harus menyampaikan pesan-
pesan kemandirian dalam bentuk materi aja yang terintegrasi dengan
mata pelajaran yang sudah ada. Materi-materi tersebut harus diberikan
secara rutin sehingga menjadi kepemilikan pemikiran siswa. Sejarah
merupaan catatan masa lalu yang dapat diambil pelajaran. Siswa rata-
rata menyukai sejarah.
Dalam konteks pengembangan karakter mandiri, guru perlu
menyampaikan sejarah atau profil orang-orang yang memiliki karakter
mandiri. Dengan kegiatan ini, diharapkan siswa dapat lebih termotivasi
untuk menjadi insan yang mandiri.
2. Proses Pembentukan Hati Kemandirian
Inti dari proses pembentukan hati kemandirian adalah
memunculkan kesadaran siswa untuk menjadi orang yang mandiri.
Berkenaan dengan hal tersebut, seyogyanya guru melakuka
aktivitas berikut: Menggunakan stategi komunikasi pengajaran yang
tepat dan relevan dengan dunia siswa. Di sini kemampuan guru
dituntut untuk melakukan persuasif kepada siswa. Sehingga akan
muncul kesadaran akan pentingnya karakter mandiri.
Mata pelajaran nilai sangat berperan dalam pembentukan hati
kemandirian. Beberapa mata pelajaran yang dapat diintegrasikan
secara tepat diantaranya adalah pelajaran agama, pelajaran moral, dan
sebagainya.
3. Proses Pembentukan Amal Kemandirian
Hal yang paling menentukan dari karakter mandiri adalah amal
atau perbuatan. Tingkat ini merupakan puncak dan bentuk internalisasi
kemandirian.7 Dalam konteks domain amal ini, guru harus memberikan
treatmen yang membuat siswa melakukan perbuatan-perbuatan yang
mencerminkan kemandirian. Memberikan praktikum bentuk
kemandirian seperti praktik berdagang, berproduksi dan sebagainya.
Kegiatan seperti ini dapat dilakukan pada mata pelajaran seperti
ekonomi, kerajinan, dan sebagainya.

7
Tjiptono, Fandy. (2003). Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi
Diposting oleh Tarma di 07.10. Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
Secara lebih komprehensif, gagasan-gagasan di atas dapat
dijadikan sebagai bahan untuk menyusun disain sistem pengajarannya.
Sehingga pembentukan karakter mandiri benar-benar dapat terpolakan
dengan baik.

B. Konsep Pendidikan Keluarga


1. Pengertian Pendidikan Keluarga
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang
mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah
diantar seorang pelayan. Dalam bahasa Romawi, pendidikan
diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang
berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidi berarti mengeluarkan
sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan
diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih
intelektual.8
Dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan oleh
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara9.
Jadi, pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam
pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani
dan rohaninya kearah kedewasaan10. Sedangkan pengertian keluarga
adalah a group of two person or more person residing together who
are related by blood, marriage, or adoption (sekelompok yang terdiri
8
Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm.
19
9
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
hlm. 98
10
Moh. Rasyid, Pendidikan Seks, (Semarang: Syiar Media, 2007) hlm. 20
dari dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah,
pernikahan, atau adopsi).
Dalam pengertian lain, keluarga merupakan sebuah institusi yang
terbentuk karena ikatan perkawinan dengan suatu tekad dan cita-cita
untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera lahir batin 11. Antara
keluarga dan pendidikan adalah dua istilah yang tidak dapat
dipisahkan. Sebab, dimana ada keluarga di situ ada pendidikan. Ketika
orang tua melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mendidik anak,
maka pada waktu yang sama anak menghajatkan pendidikan dari orang
tua. Dalam UU Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan keluarga
merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga, dan memberikan keyakinan agama,
nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan.12
Menurut Kadar M. Yusuf pendidikan keluarga adalah bimbingan
atau pembelajaran yang diberikan terhadap anggota dari kumpulan
suatu keturunan atau satu tempat tinggal, yang terdiri dari ayah, ibu,
anak-anak dan lain sebagainya.13
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan keluarga adalah usaha
bersama anggota keluarga terutama orang tua dalam mewujudkan
keluarga yang terpenuhi kebutuhan spiritual dan materiilnya, melalui
penanaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya, cukup kasih sayang,
terpenuhi pendidikan, ekonomi, dan peduli terhadap lingkungan.
2. Tujuan Pendidikan Keluarga
Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah menumbuhkan
kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT melalui penanaman
nilai-nilai Islami yang diikhtiarkan oleh pendidik agar tercipta manusia

11
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hlm. 18
12
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam ,…, hlm. 103
13
M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, …, hlm. 150
yang beriman, bertakwa, dan berilmu pengetahuan yang mampu
mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.
Berdasarkan tujuan pendidikan Islam, maka tujuan pendidikan
keluarga adalah sebagai berikut :
a. Memelihara Keluarga dari Api Neraka
b. Beribadah kepada Allah Swt
c. Membentuk Akhlak Mulia
d. Membentuk Anak agar Kuat Secara Individu, Sosial, dan
Profesional

C. Konsep Pendididikan Masyarakat


1. Pengertian Konsep Pendidikan Masyarakat
Masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang menempati
suatu daerah, diikat oleh pengalaman-pengalaman yang sama,
memiliki sejumlah persesuaian dan sadarkan akan persatuan dan
kesatuan serta bertindak bersama untuk mencukupi krisis
kehidupannya14. Dalam kata lain masyarakat adalah wadah dan wahana
pendidikan, medan kehidupan manusia yang majemuk, dan manusia
berada dalam multi kompleks antar hubungan dan antar aksi dalam
masyarakat15.
Pendidikan masyarakat terjadi ketika lepas dari asuhan keluarga
dan berada di luar pendidikan formal atau sekolah. Pendidikan
masyarakat terjadi secara tidak langsung, dalam arti anak mencari
pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta
keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan didalam
masyarakat. Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab
pendidikan. Masyarakat besar pengaruhnya dalam memberi arah
terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau

14
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan…, hal. 54
15
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1973), hlm.112
penguasa yang ada di dalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu
saja menghendaki agar setiap anak didiknya menjadi anggota yang taat
patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarga,
anggota sepermainannya, kelompok kelas dan sekolahnya.16
Menurut pendidikan Islam, konsep pendidikan masyarakat adalah
usaha untuk meningkatkan mutu dan kebudayaan agar terhindar dari
kebodohan. Usaha-usaha tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai
macam kegiatan masyarakat seperti kegiatan keagamaan, sehingga
diharapkan adanya rasa memiliki dari masyarakat dan akan membawa
pembaharuan dimana masyarakat memiliki tanggung jawab terlebih-
lebih untuk meningkatkan kualitas pribadi ilmu, ketrampilan, kepekaan
perasaan dan kebijaksanaan. Dengan kata lain peningkatan wawasan
kognitif, afektif, dan psikomotorik.17
2. Fungsi dan Peranan Pendidikan masyarakat
Fungsi dan peran masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat
tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat beserta sumber -
sumber belajar yang tersedia di dalamnya. Pendidikan yang
masyarakat bersifat non formal yaitu yang sengaja diselenggarakan
oleh badan atau lembaga dalam masyarakat yang berfungsi mendidik,
seperti : masjid (remas), organisasi pemuda, karang taruna, kursus-
kursus, dan lain-lain.
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga
segi, yakni:
1) Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang
dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang
tidak dilembagakan (jalur luar sekolah).

16
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hal. 45
17
Kuntowijoyo, Paradigma Islam; Intrepetasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), hal.
228-230
2) Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di
masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai
peran dan fungsi edukati.
3) Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang
dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (utility).18
Perlu pula diingat bahwa, manusia berusaha mendidik dirinya
sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di
masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya. Dari tiga hal
tersebut di atas, yang kedua dan ketigalah yang terutama menjadi
kawasan dari kajian masyarakat sebagai pusat pendidikan. Namun
perlu ditekankan bahwa tiga hal tersebut hanya dapat dibedakan,
sedangkan dalam kenyataan sering sukar dipisahkan.

D. Konsep Pendidikan Sekolah


1. Pengertian Konsep Pendidikan Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang melaksanakan
pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan
terencana. Guru yang melaksanakan tugas pembinaan, pendidikan dan
pengajaran tersebut adalah orang-orang yang dibekali dengan
pengetahuan tentang anak didik, dan memiliki kemampuan
melaksanakan tugas kependidikan.19 Jadi, Konsep pendidikan sekolah
menurut pendidikan islam adalah suatu lembaga formal yang efektif
untuk mengantarkan anak pada tujuan yang ditetapkan dalam
pendidikan islam. Adapun Muhammad Athiyah al Abrasyi dalam HM
Djumransjah berpendapat bahwa tujuan pendidikan islam ialah
pembentukan akhlakul karimah adalah tujuan utama pendidikan Islam.
Sekolah adalah suatu lembaga pendidikan formal yang efektif untuk
mengantarkan anak pada tujuan yang ditetapkan20.

18
Uyoh Saduloh, Pedagogik (Ilmu Mendidik). (Bandung: Alfabet, 2010), hal. 89
19
Zakiyah Drajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, hal.77
20
HM. Djumransyah, Pendidikan Menggali Tradisi Meneguhkan Eksistensi…, hal. 73-74
Pendidikan sekolah adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang untuk mendewasakan manusia dengan
pengajaran yang dilakukan pada suatu lembaga pendidikan dan
berperan untuk pembelajaran serta pengajaran. Selain itu pendidikan
juga mengandung “ajaran-ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma
kehidupan yang ideal, yang bersumber dari al-Qur‟an dan As
Sunnah”21. Selain itu, pendidikan sekolah dituntut kebijakan-kebijakan
sesuai dengan kepribadian manusia22.
Maka dari itu tugas guru disamping memberikan ilmu
pengetahuan juga mendidik anak agar memiliki akhlak yang baik.
Dalam pemilihan lingkungan pendidikan sekolah yang merupakan
lanjutan dari pendidikan orang tua itu juga tetap perlu mendapat
perhatian. Karena di dalam memilih wadah pendidikan formal faktor
agama tetap harus menjadi prioritas utama karena pada akhirnya semua
penyerapan ilmu anak harus berorientasi kepada konsep pendidikan
yang bertujuan akhir penghambaan diri kepada Allah dan memiliki
perilaku yang mengantarkan manusia menjalankan syari‟at Allah23.
2. Fungsi dan Peranan Pendidikan Sekolah
Sekolah yang merupakan pelengkap pendidikan keluarga ini,
memiliki peran dan fungsi pendidikan sekolah yang sangat penting
sesudah keluarga. Menurut Muhammad Athiyah al Abrasyi yang
dikutip dalam bukunya HM. Djumransyah, pendidikan sekolah
berfungsi untuk membantu keluarga menanamkan nilai-nilai
pendidikan kepada anak-anak yang berhubungan dengan sikap dan
kepribadian mulia serta pikiran yang cerdas sehingga nantinya akan
menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat sesuai dengan tuntutan

21
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Dasar-Dasar Kependidikan
Islam, (Surabaya: Karya Aditama, 1996) hal. 1
22
Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Mira Pustaka, 2011), hal.
41
23
Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al Qur’an…, hal. 83
dan tata laku masyarakat yang berlaku seiring dengan tujuan
pendidikan seumur hidup.
Menurut Young pai dalam Arif Rohman paling tidak, ada dua
fungsi utama pendidikan sekolah (primary function of shcool) yaitu;
sebagai instrumen untuk mentranmisikan nilai-nilai sosial masyarakat
(do transit society values) dan sebagai agen untuk transformasi sosial
(do De The agent of Social transform).
Namun, jika kita menengok kembali ke konsep pendidikan islam
fungsi utama lembaga pendidikan sekolah adalah sebagai media untuk
merealisasikan pendidikan berdasarkan akidah dan syariat islam demi
terwujudnya penghambaan diri kepada Allah, sikap mengEsakan serta
pengembangan setiap bakat dan potensi manusia sesuai firtahnya
(bertauhid) sehingga manusia akan terhindar dari penyimpangan yang
tidak dibenarkan agama.
Selain itu, adapun fungsi sekolah sebagai pendidikan formal
adalah, sebagai berikut: 1) Membantu mempersiapkan anak-anak agar
menjadi anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan
dan keahlian yang dapat digunakan dalam hidupnya. 2) Membantu
mempersiapkan anak agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan untuk memecahkan masalah hidupnya. 3) Meletakkan
dasar-dasar hubungan sosial yang harmoni dan manusiawi agar anak
mampu mewujudkan realisasi dirinya secara bersama di dalam
masyarakat yang dilindungi Allah swt.
Menurut Wahyudi dalam buku Rulam Ahmadi (Pengantar
Pendidikan), sekolah memiliki fungsi: 1) Fungsi Transmisi
Kebudayaan, yang dibedakan menjadi dua macam. Kedua transmisi
tersebut dikategorikan menjadi: a) Transmisi Pengetahuan dan
Ketrampilan b) Transmisi Sikap, Nilai dan Norma 2) Fungsi memilih
dan mengajarkan Peranan Sosial Fungsi Integrasi Sosial 4) Fungsi
Inovasi Sosial 5) Fungsi Pengembangan Kepribadian Anak.
PENUTUP

Kesimpulan
Karakter mandiri24 adalah pendidikan yang membentuk akhlak, watak,
budi pekerti, dan mental manusia agar hidupnya tidak tergantung atau
bersandar kepada pihak-pihak lain, tidak bergantung pada bantuan orang
lain. pendidikan persekolahan memiliki peran yang sangat signifikan
namun tidak absolut. Masih banyak hal-hal lain di luar pendidikan yang
terlembagakan yang mempengaruhi pembentukan karakter individu
Berdasarkan uraian tentang konsep pembentukan karakter di atas,
kegiatan pendidikan harus sesuai dan memberikan warna pada setap tahap
dari tiga domain, yakni akal, hati dan amal.
Pendidikan keluarga adalah usaha bersama anggota keluarga terutama
orang tua dalam mewujudkan keluarga yang terpenuhi kebutuhan spiritual
dan materiilnya, melalui penanaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya,
cukup kasih sayang, terpenuhi pendidikan, ekonomi, dan peduli terhadap
lingkungan.
Konsep pendidikan masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan
mutu dan kebudayaan agar terhindar dari kebodohan. Usaha-usaha tersebut
dapat diwujudkan melalui berbagai macam kegiatan masyarakat seperti
kegiatan keagamaan, sehingga diharapkan adanya rasa memiliki dari
masyarakat dan akan membawa pembaharuan dimana masyarakat
memiliki tanggung jawab terlebih-lebih untuk meningkatkan kualitas
pribadi ilmu, ketrampilan, kepekaan perasaan dan kebijaksanaan.
Pendidikan sekolah adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang untuk mendewasakan manusia dengan
pengajaran yang dilakukan pada suatu lembaga pendidikan dan berperan
untuk pembelajaran serta pengajaran. Selain itu pendidikan juga
mengandung “ajaran-ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma
24
Sumahamijaya, Suparman et. all, (2003). Pendidikan Karakter Mandiri dan
Kewiraswastaan. Bandung: Angkasa. Sukmadinata, N.S. (1999). Pengembangan Kurikulum.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
kehidupan yang ideal, yang bersumber dari al-Qur‟an dan As Sunnah”.
Selain itu, pendidikan sekolah dituntut kebijakan-kebijakan sesuai dengan
kepribadian manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Amir Daien Indrakusuma. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha


Nasional.
Chabib Thoha. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Departemen Agama RI. 2007. Syamil al-Qur’an Terjemah Perkata Type Hijaz.
Bandung: CV Haikal Media Center.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan
Johnson K.A dan Foa L.J. (1989). Instructional Design. London: Collier
Macmillan Publisher.

Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al Qur’an.


Kuntowijoyo.1991. Paradigma Islam; Intrepetasi Untuk Aksi.Bandung: Mizan.
M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,
Moh. Rasyid. 2007. Pendidikan Seks. Semarang: Syiar Media.
Muhammad As Said. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Mira Pustaka.
Sumahamijaya, Suparman et. all, (2003). Pendidikan Karakter Mandiri dan
Kewiraswastaan. Bandung: Angkasa. Sukmadinata, N.S. (1999).
Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Syaiful Bahri Djamarah. 2014. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam
Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang. 1996. Dasar-Dasar
Kependidikan Islam. Surabaya: Karya Aditama.
Tjiptono, Fandy. (2003). Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi
Diposting oleh Tarma di 07.10. Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!
Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Uyoh Saduloh. 2010. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabet
Wiji Suwarno. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Zakiah Drajat. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai