Anda di halaman 1dari 22

KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM

Mata Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Zen Amrullah, M.Pd

Disusun oleh :

Nama : Alimatuddiniyah
Nim : 2017.77.01.974

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY AL-HIKAM MALANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2020

1
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring perkembangan zaman, pembahasan konsep dan pendidikan


semakin meluas dan memiliki ruang yang signifikan untuk terus dikaji ulang. Ada
tiga alasan yang melatarbelakangi terjadinya hal itu: pertama, pendidikan
melibatkan peserta didik, pendidik dan penanggung jawab pendidikan, yang
ketiganya merupakan sosok manusia yang dinamis; kedua, perlunya inovasi
pendidikan untuk mengimbangi perkembangan sains dan teknologi; ketiga,
tuntutan dari globalisasi dalam segala hal. Ketiga alasan diatas merupakan
tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, agar manusia terus
melangsungkan kehidupannya dalam kondisi yang dinamis, inovatif dan
mengglobal ini.
Subyektifitas manusia dalam mengkaji pendidikan itu sendiri
memunculkan berbagai konsep dan teori pendidikan sesuai dengan wacana dan
cara pandang mereka. Salah satunya yakni konsep pendidikan Islam yang
didasarkan atas nilainilai dogmatis Islam sebagai wahyu Ilahi tanpa
mengesampingkan sumbersumber komponen lain dalam pendidikan.

B. RUMUSAN MASALAH

Bertolak dari pernyataan diatas, dalam makalah ini penulis mencoba


membahas hal-hal yang berkaitan dengannya, yaitu:

1. Pengertian Sejarah pendidikan Islam


2. Tujuan pendidikan Islam
3. Metode dan Pendekatan
4. Ruang Lingkup

2
II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Sejarah Pendidikan Islam

Pengertian sejarah pendidikan islam (Tarihut Tarbiyah islamiyah) dalam buku


Zuhairini yaitu: Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam dari waktu ke waktu, sejak zaman lahirnya islam sampai dengan
saat ini.
Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan islam, baik dari segi ide, konsepsi maupun dari segi
institusi dan operasionalisasi sejak zaman nabi Muhammad saw hingga saat ini.
Dra. Hasbullah merumuskan bahwa sejarah pendidikan islam yaitu:
Catatan sebuah peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
islam sejak lahirnya Nabi hingga saat ini.
Suatu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan islam baik dari segi gagasan atau ide-ide, konsep,
lembaga maupun opersinalisasi sejak zaman nabi Muhammad hingga saat ini.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kedua penjelasan tersebut
memiliki maksud sama yaitu suatu peristiwa atau cabang ilmu pengetahuan
mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari waktu ke waktu
dari segi ide, konsep, lembaga operasionalisasi sejak zaman nabi Muhammad saw
sampai sekarang.
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti
bimbingan yang diberikan kepada anak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001:263) pendidikan adalah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.” Sedangkan menurut
para ahli , pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan
makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa

3
atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi
secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan
sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang
yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
2. Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi)
dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah
berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan,
seperti termanifesatsi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan
kemanusiaan dari manusia.
3. Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidikan adalah suatu proses atau
kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang
dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan
seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang.
4. Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi
antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu
keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.1
5. Menurut Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. H.
Abuddin Nata, MA. dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam (1997),
pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang
ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak
hany bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan.
Pendidikan berarti memelihara hidup kearah pengajuan, tidak boleh
melanjutkan hari kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha
kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar
mempertinggi derajat kemanusiaan.
6. Menurut Soegarda Purbakawaca, dalam arti umum, pendidikan mencakup
segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan
perjalanannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya

1
H. A. Yunus, Drs., S.H., Filsafat Pendidikan, Bandung:CV. Citra Sarana Grafika. 1999. hlm.
7-9

4
kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan
bersama sebaik-baiknya.2
7. Menurut Prof. Dr. Azzumardi Azra. MA, pendidikan adalah suatu proses
dimana suatu bangsa atau Negara membina dan mengembangkan
kesadaran diri di antara individu-individu. Dengan kesadaran tersebut
suatu bangsa atau negara dapat mewariskan kekayaan budaya atau
pemikiran kepada generasi berikutnya, sehingga menjadi inspirasi bagi
mereka dalam setiap aspek kehidupan.3
Dari pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat
diartikan secara sempit dan dapat pula diartikan secara luas. Secara sempit dapat
diartikan “bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai dewasa.”4
Adapun pengertian pendidikan secara luas adalah “segala sesuatu yang
menyangkut proses perkembangan dan pengembangan manusia, yaitu upaya
menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai bagi anak didik sehingga nilai-nilai
yang terkandung dalam pendidikan menjadi bagian dari kepribadian anak yang
pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna bagi
masyarakat”.5
Sedangkan kaitannya dengan Islam, maka ada tiga istilah umum yang sering
digunakan dalam pendidikan (Islam), yaitu : at-Tarbiyyah (pengetahuan tentang
ar-Rabb), at-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam
mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai
ilmiah), dan at-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal).

1. Istilah al-Tarbiyah

2
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Kafita Selekta Pendidikan Islam. Bandung:Angkasa, 2003. hlm.
12
3
Ibid, hlm. 40
4
Ahmad D. Marribah, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:Al-Ma’arif. 1981. hlm. 30
5
Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. Bandung:Mizan. 1984.
cet. Ke-1. hlm. 60)

5
Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba” ( ‫) َر َّبى‬, yurabbi ( ‫) ُیَر ِّبى‬
menjadi “tarbiyah” yang mengandung arti memelihara, membesarkan dan
mendidik. Dalam statusnya sebagai khalifah berarti manusia hidup di alam
mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili dan sekaligus sebagai pelaksana dari
peran dan fungsi Allah di alam. Dengan demikian manusia sebagai bagian dari
alam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama alam
lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah Allah maka manusia mempunyai tugas
untuk memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama dengan alam.6

2. Istilah al-Ta’lim

Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses


transfer ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu pengetahuan bersumber dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Adapun proses pembelajaran (ta’lim) secara simbolis
dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam as oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala, ia menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan
langsung dari penciptanya. Proses pembelajaran ini disajikan dengan
menggunakan konsep ta’lim yang sekaligus menjelaskan hubungan antara
pengetahuan Adam as dengan Tuhannya. (Jalaluddin, 2001:122).

3. Istilah al-Ta’dib

Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur


ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini
pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.

Ahmad D. Marimba menyatakan pendidikan Islam adalah “bimbingan jasmani


dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran Islam atau memiliki kepribadian muslim.”
6
Zuhairini. Drs, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara. 1995. cet. I. hlm. 121

6
Mushtafa Al-Ghulayani berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah
menanamkan akhlak yang mulia ke dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya
dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak mereka menjadi
salah satu kemampuan yang meresap dalam jiwanya dan mewujudkan keutamaan,
kebaikan, dan cinta bekerja bagi kemanfaatan tanah air.7
H.M Chabib Thoha (1996:99), menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah
“pendidikan yang falsafah dan tujuan serta teori-teori dibangun untuk
melaksanakan praktek pendidikan yang didasarkan nilai-nilai dasar Islam yang
terkandung dalam al-Qur’an dan hadits Nabi.”
Pendidikan Islam adalah usaha merubah tingkah laku individu di dalam
kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam
alam sekitar melalui proses pendidikan.8
Syekh A. Naquib al-Attas memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam
adalah “usaha yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik untuk
pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu dari
tatanan penciptaan, sehingga membimbing mereka kea rah pengenalan dan
pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan
kepribadian”.
Adapun M. Yusuf Qardhawi sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Abuddin
Nata, MA. (2003:60) memberikan pengertian “pendidikan manusia seutuhnya;
akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu
pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai
maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala
kebaikan dan kejahatan, manis dan pahit.”
Setidak-tidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari beberapa
pengertian pendidikan Islam di atas, yaitu:
pertama, pendidikan Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani. Keduanya
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu pembinaan
terhadap keduanya harus seimbang (tawazun).

7
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, ibid. hlm. 59-60
8
Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah At-Tarbiyah Al-Islamiyah, ter. Dr.
Hasan Lunggalung, Jakarta:Bulan Bintang, Cet., ke-1 1979., hal 399

7
Kedua, Pendidikan Islam berdasarkan konsepsinya pada nilai-nilai religius.
Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak mengabaikan teologis sebagai sumber
dari ilmu itu sendiri. Sebagaimana firman Allah :

Artinya: “dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-


benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orangorang yang benar!" (Qs. Al-Baqarah [2] : 31)

Dari ayat di atas menunjukkan adanya epistemologi dalam Islam, yakni


bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari yang satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketiga, adanya unsur takwa sebagai tujuan yang harus dicapai.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa takwa merupakan benteng yang dapat berfungsi
sebagai daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang datang dari luar.

Berdasarkan pengertian dari tiga poin di atas dapat disimpulkan bahwa


pendidikan Islam adalah “bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.”9

9
Ahmad Tafsir, Dr., Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya,
Cet. Ke-4, 2001. hal. 32

8
B. Tujuan pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah untuk mencapai tujuan hidup
muslim, yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT
agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan
beribadah kepada-Nya.
Tujuan pendidikan Islam adalah “suatu istilah untuk mencari fadilah,
kurikulum pendidikan islam berintikan akhlak yang mulia dan mendidik jiwa
manusia berkelakuan dalam hidupnya sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaan yakni
kedudukan yang mulia yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala melebihi
makhluk-makhluk lain dan dia diangkat sebagai khalifah.”10 Tujuan pendidikan
Islam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan dimuka bumi dengan
sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan
mengolah bumi sesuai dengan kehendak Tuhan.
2. Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahannya
dimuka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah,
sehingga tugas tersebut terasa ringan dilaksanakan.
3. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga tidak
menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.
4. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya, sehingga ia
memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini dapat digunakan
guna mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahannya.
5. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia
dan diakhirat.11

Apabila perumusan tersebut dikaitkan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits


maka tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pertama adalah menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

10
Hasan Lunggalung, Asas-asas Pendidikan Islam; Pustaka Al-Husna, cet ke-2, 1992. hlm. 117
11
Prof. H. Abudin Nata, MA. ibid. hlm 53-54

9
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.”
(Qs. Ali Imran [3] : 102)

2. Tujuan pendidikan Islam adalah menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu
beribadah kepada Allah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Qs. Adz-
Dzariyat [51] : 56)

3. Tujuan pendidikan Islam adalah membina dan memupuk akhlakul karimah


sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

Artinya : “Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘Anhu (semoga


Allah meridlainya) ia berkata, bahwa Rasulallah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam telah bersabda: “sesungguhnya aku diutus (oleh
Allah) untuk menyempurnakan akhlak (manusia).”12

Apabila diambil kesimpulan sesuai dengan pendapat Dr. M. Athiyah al-


Abrasi maka tujuan pendidikan Islam bukan hanya sekedar memahami otak
murid-murid dengan ilmu pengetahuan tetapi tujuannya adalah, mendidik akhlak
dengan memperhatikan segi-segi kesehatan, pendidikan fisik dan mental, perasaan
dan praktek mempersiapkan manusia menjadi anggota masyarakat. Suatu moral
yang tinggi adalah tujuan utama dan tertinggi dalam pendidikan Islam bukan
sekedar mengajarkan kepada anak-anak apa yang tidak diketahui mereka, tetapi
lebih jauh dari itu menanamkan fadilah, membiasakan bermoral tinggi, sopan
santun, islamiyah, tingkah perbuatan yang baik sehingga hidup ini menjadi suci,
kesucian yang disertai dengan keikhlasan.13

12
Imam al-Baihaqy, Sunan Kubra, Juz 10 hlm. 192
13
Prof. M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta:Bulan Bintang, cet
ke-4 tahun 1984

10
C. Metode dan Pendekatan
Metode atau metoda berasal dari bahasa yunani, yaitu metha dan hodos.
Metha berarti melalui atau melewati dan Hodos berarti jalan atau cara. Metode
berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
bahasa Arab, metode disebut thoriqoh. Mengajar berarti menyajikan atau
menyampaikan pelajaran. Jadi, metode pengajar berarti suatu cara yang harus
dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran.
Para ahli memberikan beberapa definisi tentang metode pengajar sebagai
berikut:
1. Hasan langgulung mengemukakan bahwa metode mengajar adalah cara atau
jalan yang harus tercapai tujuan pengajaran
2. Abdul rahman ghunaimah mendefinisikan metode mengajar dengan cara-cara
yang peraktis dalam mencapai tujuan pembelajaran.
3. Al-Abrasyi mengemukakan pengertian kepada murid-murid tentang segala
macam materi dalam berbagai pelajaran.
Metode mengajar yang umum dikenal dengan dunia pendidikan hingga
sekarang adalah metode ceramah, metoe diskusi, metode eksprimen, metode
demontrasi, metode pemberian tugas, metode sosiodrama, metode drill, metode
kerja kelompok, metode tanya jawab, metode proyek, metode bersyarah, metode
simulasi, metode model, metode karya wisata dan sebagainya.
Semua metode ini dapat dipergunakan berdasarkan kepentingan masing-
masing, sesuai enganpertimbangan bahan yang akn diberikan serta kebaikan dan
keburukannya masing-masing. Dengan kata lain, pemilihan dan penggunaan
metode tergantung pada nilai efektivitasnya masing-masing. Selama tidak
nbertentangan dengan prinsip-prinsip agama islam, metode tersebut boleh
dipergunakandalam pendidikan islam.
Metode pendidikan islam adalah cara-cara yang digunakan dalam
mengembangkan potensi peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan islam,
maka metode mengajar itu termasuk metode pendidikan. Itu berarti bahwa masih

11
ada metode-metode lain yang dapat digunakan dalam rangka mengembangkan
potensi peserta didik. Metode-metode tersebut akan dijelaskan secara khusus.14
Pendekatan berarti proses perbuatan, dan cara mendekati. Dari pengertian
ini pendekatan pendidikan dapat diartikan suatu proses , perbuatan dan cara
mendekati serta mempermudah pelaksanaan pendidikan. Jika dalam kegiatan
pendidikan metode berfungsi sebagai cara mendidik, maka pendekatan berfungsi
sebagai alat bantu agar penggunaan metode tersebut mengalami kemudahan dan
keberhasilan. Selain metode-metode memiliki peranan penting dalam kegiatan
pendidikan islam, pendekatan-pendekatan juga menempati posisi yang berarti pula
untuk memantapkan penggunaan metode-metode tersebut dalam proses
pendidikan, terutama proses belajar mengajar.
Pendekatan pendidikan islam yang seharusnya dipahami dan
dikembangkan oleh para pendidik meliputi:
1. Pendekatan psikologis, yang tekanannya diutamakan pada dorongan-
dorongan yang bersifat persuasif dan motivatif, yaitu suatu dorongan yang
mampu menggerakan daya kognitif(mencipta hal-hal yang baru),
konatif(daya untuk berkemauan keras), dan afektif(kemampuan yang
menggerakan daya emosional). Ketiga daya psikis tersebut dikembangkan
dalam ruang lingkup penghayatan dan pengamalan ajaran agama dimana
faktor-faktor pembentukan kepribadian yang berproses melalui
individualisme dan sosialisasi bagi hidup dan kehidupannya menjadi titik
sentral perkembangannya.
2. Pendekatan social cultural yang ditekan kan pada usaha pengembangan sifat
pribadi dan sosial sesuai dengan tuntunan masyarakat, yang berorentasi
kepada kebutuhan hidup yang semakin maju dalam berbudaya dan
berperadaban. Hal ini banyak menyentuh permasalahan inovasi kearah sifat
hidup yang alloplastis (bersifat membentuk lingkungan sesuai dengan ide
kebudayaan modern yang dimilikinya), bukannya bersifat auto plastis (hanya
sekedar menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada).
3. Pendekatan Religik.yakni suatu pendekatan yang membawa keyakinan dan
keimanan dalam pribadi anak didik yang cenderung kearah kompresif,
14
Bukhari umar. Ilmu Pendidikan Islam, hal. 180

12
intensif dan ekstensif (mendalm meluas). Pandangan yang demikian terpacar
dari sikap bahwa segala ilmu pengetahuan itu pada hakikatnya adalah
mengandung nila-nilai ketuhanan. Sikap yang demikian harus di
internalisasikan (dibentuk dalam pribadi) dan di eksternalisasikan (dibentuk
dalam kehidupan diluar diri pribadinya).
4. Pendekatan historis, yang ditekan kan pada usaha pengembangan
pengetahuan, sikap dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan. Dalam
hubungan ini penyajian serta faktor waktu secara kronologis menjadi titik
tolak yang dipertimbangkan dan demikin pula faktor keteladanan merupakan
proses identifikasi dalam rangka mendorong penghayatan dan pengamalan
agama.
5. Pendekatan kompratif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan
membandingkan suatu gejala sosial keagamaan dengan hukum agama yang
ditetapkan selaras dengan situasi dan zamannya. Pendekatan kompratif ini
sering diwujudkan dengan bentuk kompratif studi, baik dibidang hukum dan
agama dan antara hukum dan agama itu sendiri dengan hukum yang lain yang
berjalan, seperti hukum adat, hukum pidana dan lain-lain.
6. Pendekatan filosofis, yaitu pendekatan yang berdasarkan tinjauan atau
pandangan falsafah. Pendekatan demikian cenderung kepada usaha mencapai
kebenaran dengan memakai akal atau rasio. Pendekatan filosofis sering
dipergunakan sekaligus dengan pola berfikir yang rasional dan
memandingkan dengan pendapat-pendapat para ahli filsafat dari berbagai
kurun zaman tertentu beserta aliran filsafatnya.
Pendekatan dalam pendidikan islam merupakan suatu cara untuk
mempermudah dalam kelangsungan belajar. Sehingga tercapai tujuan pendekatan
yang diharapkan dan lebih bisa menunjukan keberhasilan pendidik anak didik
yang berdasarkan skill yang dimilikinya.15

D. Ruang Lingkup

15
Nur unbiyati. Ilmu Pendidikan Islam, hal 101-102.

13
Kalau dipaahami serta dihayati tentang pengertian, sesungguhnya telah
tersirat adanya ruang lingkup Pendidikan Islam. Namun untuk lebih jelasnya,
ruang lingkup pendidikan Islam tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, teori-teori dan konsep-konsep yang diperlukan bagi perumusan
desain pendidikan dengan berbagai aspeknya : visi, misi, tujuan, kurikulum,
proses belajar mengajar, dan sebagainya. Teori-teori dan konsep-konsep tersebut
dibangun dari hasil kajian yang ilmiah dan mendalam terhadap sumber ajaran
Islam yang terdapat dalam al-Qur’an ad as-Sunnah, serta dari berbagai disiplin
ilmuyang relevan: sejarah, filsafat, psikologi, sosiologi, budaya, politik, hukum,
etika, manajemen, teknologi canggih, dan sebagainya.
Kedua, teori dan konsep yang diperlukan untuk kepentingan praktik
pendidikan, yaitu memengaruhi peserta didik agar mengalami perubahan,
peningkatan, dan kemajuan, baik dari segi wawasan, keterampilan, mental
spiritual, sikap, pola pikir, dan kepribadiannya. Berbagai komponen keterampilan
terapan yang diperlukan dalam praktik pendidikan,berupa praktik padagogis,
didaktik, dan metodik, didasarkan pada teori-teori dan konsep-konsep yang
terdapat dalam ilmu pendidikan Islam.
Selain itu, menurut Nur Uhbiyati, ruang lingkup pendidikan Islam sangat
luas, yang didalamnya banyak segi atau pihak yang ikut terlibat baik langsung
maupun tidak langsung.9
Dengan demikian, penulis akan membahas tentang pihak-pihak yang
terlibat dalam pendidikan Islam yang menjadi ruang lingkupnya.
1. Perbuatan Mendidik itu Sendiri
Yang dimaksud dengan perbuatan pendidik adalah seluruh kegiatan,
tindakan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu
menhadapi/ mengasuh peserta didik. Atau dengan istilah lain yaitu sikap atau
tindakan yang menuntun, membimbing, memberi pertolongan dari seseorang
pendidik kepada peserta didik menuju kepada tujuan pendidikan Islam.
Dalam perbuatan mendidik sering disebut dengan istilah tahzib.10
2. Pelaku Pendidikan
a. Pendidik

14
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan akhir pendidikan Islam ialah
terciptanya insan kamil. Menurut Muhaimin, insan kamil adalah manusia
yang mempunyai wajah Qurani, terciptanya insane yang memilki dimensi
religious, budaya dan ilmiah.
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam,
pendidik bertanggung jawab mengantarkan manusia kea rah tujuan tersebut.
Justru itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab
kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge),
tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (volluelqimah) pada
peserta didik. Bentuk nilai yang diintemalisasikan paling tidak meliputi : nilai
etika (akhlak), estetika, sosial, ekonomis, politik, pengetahuan, pragmatis, dan
nilai ilahiyah.
Secara factual, palaksanaan internalisasi nilai dan
transformasipengetahuan pada peserta didik secara integral merupakan tugas
yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi
pada era globalisasi dan modernisasi. Yugas yang berat tersebut ditambah lagi
dengan pandangan sebagian masyarakat yang melecehkan keberadaan
pendidik di sekolah, diluar sekolah maupun dalam kehidupan sosial
masyarakat. Hal ini disebabkan karena profesi pendidik dari segi materil
kurang menguntungkan karena sebagian masyarakat dalam era globalisasi ini
dipengaruhi paham materialisme yang menyebabkan mereka bersifat
materialistik.
Berbeda dengan gambaran tentang pendidik pada umumnya pendidik
Islam, adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta
didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan
pendidik baik dalam aspek kognitif, afektif maupunpsikomotorik.11
Pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang
karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan
orang lain.
Sedangkan yang menyerahkan tanggung jawab dan amanat
pendidikan adalah agama, sementara yang menerima tanggung dan amanat

15
adalah setiap orang dewasa. Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat yang
lekat pada setiap orang karena tanggungbjawabnya atas pendidikan.
Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi,
muallim dan muaddib.12 Ketiga tern itu, mempunyai makna yang berbeda,
sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai
kesamaan makna.
Dalam konsep pendidikan Islam, Allah SWT. Ditempatkan sebagai
pendidik yang Maha Agung, yang kemudian mendidik Rasul Allah SWT
dengan sistem pendidikan yang terbaik, sehingga menempatkan diri
Rasulullah SAW pada kedudukan sebagai tokoh pendidik pertama. Tugas dan
wewenang itu dilimpahkan kepada kedua orang tua dengan memberinya
muatan nilai-nilai keagamaan. Tugas dan wewenang itu kemudian
dilimpahkan lagi kepada tenaga professional, yaitu para pendidik.
Untuk itu menurut Abd al-Rahman al-Nahlawi dalam Jalaluddin.13,
mengatakan
syarat seorang pendidik meliputi sifat dan perilaku seperti : (1) harus
memiliki sifat Rabbani, (2) menyempurnakan sifat Rabbani dengan
keikhlasan, (3) memilki rasa sabar, (4) memilki kejujuran dengan
menerangkan apa yang diajarkan dalam kehidupan pribadi, (5) meningkatkan
wawasan dan kajian, (6) menguasai variasi serta metode mengajar, (6)
mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya
(proposisi) sehingga ia akan mampu mengendalikan diri dan muridnya, (8)
memahami dan menguasai psikologi anak dan memperlakukan mereka sesuai
dengan kemampuan intelektual dan kesiapan psikoogisnya, (9) mampu
mengetahui fenomena kehidupan sehinggamemahami berbagai
kecenderungan dunia beserta dampak yang akan ditimbulkan bagi peserta
didik, dan
(10) dituntut untuk memilki sifat adil (objektif) terhadap peserta didik.
b.Peserta didik
Peserta didik salah satu komponen dalam sistem pendidikan Islam.
Peserta didik merupakan “raw material (bahan mentah) di dalam proses

16
transformasi yang disebut pendidikan. Berbeda dengan kompenen-komponen
lain dalam sistem pendidikan karena menerima “materil” ini sudah setengah
jadi, sedangkan komponen-komponen lain dapat dirumuskan dan disusun
sesuai dengan keadaan fasilitas dan kebutuhan yang ada.
Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada
fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis,
pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang pendidik.
Pertumbuhan menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU R.I No.20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
Syamsul Nizar, dalam H. Ramayulis mendeskripsikan enam kriteria
peserta didik:14
1. Peserta didik bukanlah miniature orang dewasa, tetapi memilki dunianya
sendiri.
2. Peserta didik memilki periodisasi perkembangan dan pertumbuhan.
3. Peserta didik merupakan makhluk Allah yang memilki perbedaan
individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan di
mana ia berada.
4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur
jasmani memilki daya fisik dan unsur rohani memilki daya akal hati
nurani dan nafsu.
5. Peserta didik adalah manusia yang memilki potensi atau fitrah yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

Dalam proses pendidikan peserta didik di samping sebagai objek


juga sebagai subjek. Oleh karena itu agar seorang pendidik berhasil dalam
proses pendidikan, maka ia harus memahami peserta didik dengan segala
karakteristiknya. Diantara aspek yang harus dipahami oleh pendidik yaitu:

17
(1) kebutuhannya, (2) dimensi- dimensinya, (3) intelegansinya, (4)
kepribadiannya.15
Pendidikan Islam memahami peserta didik atas dasar pendekatan
terhadap hakikat kejadian manusia yang menempatkannya selaku makhluk
Allah yang mulia. Kemuliaan yang disandang manusia harus dihargai, dan
perlakuan terhadapnya harus dibedakan dari perlakuan terhadap makhluk
lain. Kemuliaan itu sendiri tidak mungkin dapat terwujud dengan
mengendalikan diri sendiri, tanpa adanya upaya pendidikan dan
pembinaan yang sungguh-sungguh meliputi pembinaaan aspek jasmaniah
maupun rohani ,fisik material maupun mental spiritual.16
Kriteria peserta didik dari aspek formal adalah anak yang sedang
tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun psikis, untuk mencapai tujan
pendidikan diperlukan suatu lembaga pendidikan formal.. kriteria ini
berawal pada usia 7 tahun, saat anak sudah dapat menerima adanya gezag,
hingga memungkinkan ia menyadari dan mematuhi disiplin. Secara
informal. Pendidikan Islam mengetengahkan konsep pendidikan sepanjang
hayat (life long education). Selama menjalani rentang kehidupan itu
manusia memerlukan bimbingan, pembentukan, pengarahan, dan
pengamalan, baik melalui intervensi langsung dari pada pendidik maupun
dari usaha sendiri. Semuanya itu dilaksanakan secara bertahap dan
berbeda, disesuaikan dengan kebutuhan pada tingkat perkembangan
masing-masing.
Pendidikan Islam mengacu kepada potensi yang ada pada diri
manusia. Potensi laten dalam konsep pendidikan Islam disebut fitrah, yang
berarti kekuatan asli yang terpendam didalam diri manusia yang
dibawanya sejak lahir.17 Yang akan menjadi pendorong serta penentu bagi
kepribadiannya, serta yang dijadikan alat untuk pengabdian dan
ma’rifatullah. Jadi bimbingan terhadap pengembangan fitrah, harus
menuju kea rah yang jelas.
Berdasarkan potensi penciptaannya, maka perkembangan manusia
meliputi seluruh aspek yang dibutuhkan oleh manusia dalam

18
kehidupannya baik statusnya sebgai manusia yang bertuhan, makhluk
individu, makhluk sosial, makhluk bermoral, makhluk berperadaban dan
sebagainya. Aspek perkembangan ini merupakan potensi yang mendukung
pengembangan menusia menjadi sosok manusia seutuhnya, secara optimal
dan berimbang, agar mampu menjalankan amanat dalam statusnyaselaku
hamba Allah maupunkhafila-Nya. Dengan demikian perkembangan
manusia baru akan menjadi sempurna (insane kamil) bila perkembangan
potensi dirinya yang mencakup keseluruhan aspek perkembangan itu
dilakukan secara total dan maksimal.

19
III. PENUTUP

KESIMPULAN

Dari berbagai rumusan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Pendidikan Islam adalah usaha-usaha untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai Islam baik dalam bentuk bimbingan rohani
maupun jasmani, mewujudkan terbentuknya manusia yang memiliki
kepribadian utama serta kesuksesan di dunia dan akhirat.
2. Pendidikan Islam bersumber pada enam hal, yaitu al-Qur’an, as-Sunnah,
kata-kata sahabat (madzhab shahabat), kemaslahatan umat (mashalih al-
mursalah), tradisi atau kebiasaan masyarakat (‘urf) dan ijtihad (hasil para
ahli dalam Islam). Keenam sumber tersebut disusun dan digunakan secara
hierarkis, dengan tidak menyalahi atau bertentangan dengan sumber
utama, yaitu al- Qur’an.
Sedangkan dasar dari pendidikan Islam adalah tauhid, yakni kesatuan
kehidupan, ilmu, iman dan rasio, agama dan kepribadian manusia, serta kesatuan
individu dan masyarakat.
3. Tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insane kamil yang
mempunyaiwawasan kaffah agar mampu melaksanakan tugas-tugas
kehambaan, kekhalifahan dan pewaris Nabi.
4. Pendidikan Islam memiliki dua kurikulum inti sebagai kerangka dasar
operasional pengembangan kurikulum, yaitu : 1) tauhid sebagai unsur
pokok yang tidak dapat dirubah. 2) perintah membaca ayat-ayat Allah
yang meliputi tiga macam ayat, yaitu: a) ayat Allah yang berdasarkan
wahyu, b) ayat Allah yang ada pada diri manusia, c) ayat Allah yang
terdapat di alam semesta atau di luar manusia. Bila berdasarkan Qs.
Fushshilat [43] ayat 53, mengandung tiga hal pokok sebagai berikut: Isi
kurikulum yang berorientasikan pada ketuhanan, kemanusiaan dan
kealaman.

20
21
DAFTAR PUSTAKA

Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

CD Hadits Maktabah Asy-Syamilah

Departemen Agama Republik Indonesia, 2006. Al-Qur’an dan


Terjemahnya, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro.

Majalah Risalah No. 3 th. 1429 H/2008 M, Berharap Pendidikan Agama


Pada Sekolah? Hlm. 26 Jumadits Tsani 1429 H/Juni 2008.

Nata, Abuddin, Prof. Dr. H. MA., 2003. Kafita Selekta Pendidikan Islam.

Bandung:Angkasa.

Widodo, Sembodo Ardi. Dr., 2008. Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan
Islam. Jakarta:PT. Nimas Multima

Alipandie, Imansjah. 1984. Didaktik Metodik Pendidikan Umum,


Surabaya: Bina Ilmu .

Bukhari, Umar. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Karel A. Steenbrink. 1986. Pesantren, Madrasah dan Sekolah, Jakarta:


LP3ES.

Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pnedidikan Islam, Jakarta: Kencana


Prenadamedia Grup.

Nur, Unbiyati. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

22

Anda mungkin juga menyukai