Anda di halaman 1dari 31

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Nilai-Nilai Pendidikan Islam

1. Pengertian Nilai

Nilai berasal dari bahasa latin valere yang artinya berguna, mampu akan,

berdaya, berlaku, sehingga nilai dipandang, sesuatu yang baik, bermanfaat dan

paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah

kualitas sesuatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai,

berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat.

Secara filosofis, nilai sangat erat terkait dengan etika. Etika juga sering

disebut filsafat nilai, yang mengkaji nilai-nilai moral secara tolak ukur tindakan

dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Sumber-sumber etika

dan moral bisa merupakan hasil pemikiran, adat istiadat atau tradisi, ideologi

bahkan dari agama. Dalam konteks etika pendidikan Islam, maka sumber etika

dan nilai yang paling shahih adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW

dan kemudian dikembangkan oleh hasil ijtihat para Ulama.1

Jadi dari beberapa pengertian diatas nilai adalah sesuatu yang sangat

penting dan berharga bagi manusia dalam kehidupan yaitu sebagai standart untuk

bertingkah laku. Dengan demikian nilai merupakan suatu hal yang tidak akan

luput dari kehidupan manusia sehingga dengan nilai ini manusia dapat mengetahui

baik dan buruknya isi kehidupan.


1
Rahman, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Pelaksanaan Tahlilan), 45-46.

16
17

2. Pengertian Pendidikan Islam

Kata pendidikan pada awalnya berasal dari bahasa Yunani, yakni

paedagogie yang terdiri atas dua kata, paes dan ago. Kata paes berart anak dan

kata agoberarti aku membimbing. Dengan demikian, pendidikan secara etimologis

selalu dihubungkan dengan kegiatan bimbingan terutama kepada anak, karena

anaklah yang menjadi objek didikan.

Dari kata paedagogie yang berarti pendidikan, selanjutnya melahirkan

kata paedagogiek yang berarti pendidikan. Dengan demikian, kedua kata ini

memiliki perbedaan makna yang mendasar. Paedagogie (pendidikan) lebih

menekankan dalam hal praktek, yaitu menyangkut kegiatan belajar mengajar.

Sedangkan paedagogiek lebih menitik beratkan kepada pemikiran tentang

pendidikan. Pemikiran bagaimana sebaiknya sistem pendidikan, tujuan

pendidikan, materi pendidikan, sistem pendidikan, sarana dan prasarana

pendidikan, cara penilaian dalam pendidikan dan seterusnya.2

Pendidikan adalah upaya sadar untuk menyiapkan peningkatan kehidupan

peserta didik yang mandiri dan berbudaya harmonis, yaitu memiliki moral dan

akhlak mulia, profesi yang dilandasi ilmu pengetahuan, teknologi atau seni tepat

guna, dan memiliki kreativitas terpuji yang menyejukan dan membawa kedamaian

yang bernilai indah, sehingga kehidupannya lebih baik. Pendidikan dalam artian

tesebut menjadi tanggung jawab bersama, antara keluarga, masyarakat dan

2
Abdullah B, Ilmu Pendidikan Islam (Makassar: Alauddin University Press, 2018), 24-25.
18

pemerintah melalui sekolah, baik yang dikelola oleh pemerintah sendiri maupun

oleh masyarakat.3

Dari pendapat Mohammad Natsir tentang pendidikan, kutipan dari buku

Ilmu Pendidikan Islam:

Pendidikan adalah suatu bimbingan jasmani dan rohani menuju pada

kesepurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya.

Selanjutnya, pendidikan dalam bahasa Inggris disebut dengan

educationdan dalam bahasa Arab ditemukan penyebutannya dalam tiga kata,

yakni al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib yang secara etimologis kesemuanya

bisa berarti bimbingan dan pengarahan. Namun demikian, para pakar pendidikan

mempunyai kecenderungan yang berbeda dalam penggunaan ketiga kata tersebut.

Kata Al-tarbiyah dalam lisan Al-arab, berakar dari tiga kata, yakni raba-yarbu

yang berarti bertambah dan bertumbuh, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar,

dan rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki. Arti pertama, menunjukkan bahwa

hakikat pendidikan adalah proses pertumbuhan peserta didik. Arti kedua,

pendidikan mengandung misi untuk membesarkan jiwa dan memperluas wawasan

seseorang, dan arti ketiga, pendidikan adalah memelihara dan menjaga peserta

didik.4

Kata al-ta’lim yang di dalam bahasa arab kata ini merupakan bentuk

masdhar dari kata ‘allama-yu’allimu. Kata tersebut berasal dari „alima dan

3
Abdul Rahmat, Pengantar Pendidikan Teori, konsep, dan Aplikasi (Bandung: Manajemen Qolbun
Salim, 2010), 15.
4
B, Ilmu Pendidikan Islam, 27-28.
19

digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang dapat diulang dan diperbanyak

sehingga menghasilkan bekas atau pengaruh pada diri seseorang. Dengan

demikian, jika kata ta’lim digunakan dalam konteks pendidikan, maka pendidikan

pada hakiatnya adalah usaha untuk melatih peserta didik secara terus menerus

sehingga ada bekas pada dirinya.

Yang terakhir adalah term al-ta’dib dan akar katanya addaba-yu’addibu-

ta’diban yang berarti memberi adab, atau perilaku. Kata ini memang tidak

ditemukan dalam Al-Qur‟an yang mengacu pada makna pendidikan, tetapi dalam

hadis kata tersebut banyak disebutkan.

Berkaitan dengan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat

dirumuskan bahwa kata al-ta’dib lebih mengacu kepada aspek pendidikan

moralitas (adab), sementara kata al-ta’lim lebih mengacu pada aspek intelektual

(pengetahuan), sedangkan kata tarbiyah, lebih mengacu pada pengertian

bimbingan, pemeliharaan, arahan, penjagaan dan pembentukan kepribadian.5

Dengan demikian pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi

pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran,

pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan, dan

pengembangan potensi-potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan

hidup di dunia dan akhirat, jasmani dan rohani. Bimbingan tersebut dilakukan

secara sadar dan terus-menerus dengan disesuaikan fitrah dan kemampuan, baik

5
Ibid,. 29-31.
20

secara individu, kelompok, sehingga ia mampu menghayati, memahami dan

mengamalkan ajaran Islam secara utuh, meyeluruh dan komperhensif.6

3. Fungsi Pendidikan Islam

Adapun fungsi dari pendidikan islam yaitu:

1) Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia,

alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi, sehingga tumbuh kemampuan

membaca (analisis) fenomena alam dan kehidupan serta memahami hukum-

hukum yang terkandung di dalamnya. Dengan kemampuan akal

menumbuhkan kreativitas dan produktivitas sebagai implementasi identifikasi

diri pada tuhan pencipta.

2) Membebaskan manusia dari segala anasir yang dapat merendahkan martabat

manusia (fitrah manusia), baik yang datang dari dalam dirinya sendiri

maupun dari luar. Yang dari dalam antara lain kejumudan, taklid, kultus

individu, kufarat, dan yang terberat adalah syirik. Terhadap anasir dari dalam

ini, manusia terus menerus melakukan penyucian diri (tazkiyahanafsi).

Sedangkan yang datang dari luar adalah situasi dan kondisi, baik yang

bersifat kultural maupun struktural yang dapat memasung kebebasan manusia

dalam mengembangkan realisasi dan aktualisasi diri. Untuk menghilangkan

atau meminimalkan anasir dari luar ini harus ada upaya sistmatis dan strategis

dari seluruh elemen masyarakat, terutama pemerintah. Dengan semakin

minimalnya anasir-anasir tersebut, terbukalah jalan untuk optimalisasi,

6
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 26.
21

realisasi diri dan akulturasi diri sehingga menuntun hidup individu dan

masyarakat lebih arif dan bertanggung jawab.7

3) Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan

kehidupan baik individu maupun sosial. Untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan menurut sinyal yang diberikan landasan-landasan ajaran islam

dan hendaknya dimulai dengan memahami fenomena alam dan kehidupan

dengan pendekatan empirik, sehingga mengetahui hukum-hukumnya (Sunnah

Allah).

Dengan demikian, berdasarkan penjelasantentang fungsi dari pendidikan

Islam tersebut dapat dipahami bahwa fungsi dari pelaksanaan pendidikan islam

meliputi: mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri

manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran Ilahi, membebaskan manusia

dari segala anasir yang dapat merendahan martabat manusia (fitrah manusia), baik

yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya dan

mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan,

baik individu maupun sosial.8

4. Tujuan pendidikan Islam

Tujuan dan sasaran pendidikan berbeda menurut pandangan hidup masing-

masing pendidik dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu, maka perlu

7
Halid Hanafi, La Adu Dan Zainuddin, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: DEEPUBLISH,
2018), 61.
8
Ibid., 62.
22

dirumuskan pandangan hidup Islam yang mengarahkan tujuan dan sasaran

pendidikan Islam.

Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan atau usaha

selesai. Maka pendidikan merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses

melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat.

Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tapi ia

merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang yang berkenaan dengan

seluruh aspek kehidupannya.

Kalau dilihat dari pengertian pendidikan Islam, akan terlihat jelas sesuatu

yang diharapkan terwujud setelah orang menalami pendidikan Islam secara

keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatanya menjadi insan

kamil. Dengan pola takwa insan kamil artinya manusia utuh jasmani dan rohani,

dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya terhadap

Allah SWT. hal ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan

menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya san masyarakat, serta senang

dan gemar mengamalkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan

dengan sesama manusia.9

Menurut Imam Syafi‟i terdapat beberapa macam tujuan khusus dalam

pendidikan Islam, yaitu:

1) Memperkenalkan kepada peserta didik tentang aqidah Islam, dasar agama,

tata cara beribadah dengan benar yang bersuber dari syariat Islam.

9
A. Rosmiyati Azis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Penerbit Sibuku, 2019), 26.
23

2) Menumbuhkan kesadaran yang benar kepada peserta didik terhadap agama

termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak yang mulia.

3) Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta alam, malaikat, rasul, dan

kitab-kitab-Nya.

4) Menumbuhkan minat peserta didik untuk menambah ilmu pengetahuan

tentang adab, pengetahuan keagamaan, hukum-hukum Islam, dan upaya

untuk mengamalkan dengan suka rela.

5) Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al-Quran seperti membaca,

memahami, dan mengamalkannya.

6) Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam.

7) Menumbuhkan rasa rela, optimis, percaya diri, dan bertanggung jawab.

8) Mendidik naluri, motivasi, dan keinginan generasi muda, serta

membentenginya dengan aqidah dan nilai-nilai kesopanan.10

Tujuan pendidikan merupakan sebuah rencana atau tahapan untuk mecapai

sesuatu yang diinginkan dalam pendidikan, baik dalam dunia pendidikan umum

ataupun dalam pendidian Islam. Dengan demikian tujuan pendidikan sangat

penting untuk diterapkan baik oleh pendidik ataupun lembaga pendidikan, dalam

dunia pendidikan ilmu pengetahuan yang diajarkan juga harus di selaraskan

dengan adab dan akhlak, karena dalam dunia pendidikan jika tidak menjadikan

adab dan akhlak sebagai ujung dari ilmu pengetahuan maka ilmu pengetahuan

akan sia-sia jika tidak menempatkan ilmu akhlak pada posisi utama dari ilmu

pengetahuan tersebut.
10
Arif Rahman, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Pelaksanaan Tahlilan” (Skripsi, Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, Lampung, 2018), 52-53.
24

5. Nilai-Nilai Pendidikan Islam

Tugas pendidikan Islam selanjutnya adalah mewariskan nilai-nilai budaya

Islami. Hal ini karena kebudayaan akan mati bila nilai-nilai dan norma-normanya

tidak befungsi dan belum sempat diwariskan pada generasi berikutnya.

Dalam pendidikan Islam, sumber nilai budaya dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

1) Nilai Ilahiyah, nilai yang diturunkan Allah SWT. melalui Rasul-Nya

yang disampaikan melalui wahyu. Nilai ini tidak mengalami perubahan,

karena mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku pribadi

dan selaku anggota masyarakat, tidak berubah karena mengikuti hawa

nafsu.

2) Nilai Insaniyah, nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup

dan berkembang dari perbedaan manusia. Nilai ini bersifat dinamis, yang

keberlakuannya relatif dan diatasi oleh ruang dan waktu. Nilai-nilai

insani yang kemudian meluas menjadi tradisi yang diwariskan secara

turun-temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.11

Karena pendidikan Islam juga berlandaskan dengan nilai humanisme

(berpusat pada manusia), maka nilai-nilai fundamental yang secara universal dan

obejektif merupakan kebutuhan manusia perlu dikemukakan sebagai dasar

pendidikan Islam, walaupun posisinya dalam konteks tauhid sebagai nilai

11
Siti Umi Hanik, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Tahlilan Di Desa Krembangan
Taman Sidoarjo” (Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 37-38.
25

instrumental. Nilai-nilai tersebut adalah nilai kemanusiaan, nilai kesatuan umat

manusia, nilai keseimangan, dan rahmat bagi seluruh alam (rahmatanlil‟alamin).

Oleh karena itu, nilai tersebut merupakan hasil proses kependidikan yang

diinginkan, namun yang paling penting dalam proses kependidikan ini adalah nilai

yang oleh setiap orang diusahakan secara sungguh-sungguh untuk

merealisasikannya melalui pendidikan. Nilai nilai itu adalah yang terwujud di

dalam keseluruhan hidup pribadi dan sosial manusia. Nilai-nilai yang mampu

mempengaruhi, memberi corak, dan watak kepribadian yang berkembang

sepanjang hayatnya.

Nilai-nlai pendidikan Islam terkandung dalam pokok-pokok dasar

pendidikan Islam yang harus ditanamkan sebagai pondasi hidup yang sesuai

dengan arah perkembangan jiwanya. Pokok-pokok yang harus diperhatikan dalam

pendidikan Islam sebagaimana yang disebutkan Zulkarnain mencakup: 1) Akidah

Islam dalam al-Quran disebut Iman. Iman adalah kepercayaan yang

terhujamkedalam hati dengan penuh keyakinan, tak ada perasaan syak (ragu-ragu)

serta memperngaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian. Nilai

keimanan atau aqidah merupakan pokok pendidikan Islam yang pertama dan

utama yang harus ditanamkan didalam jiwa seseorang, karena ia merupakan dasar

dari segala suatu tindakan atau amal. Aqidah Islam/Iman mengikat seorang

muslim, sehingga ia terikat dengan aturan hukum yang datang dari Islam, karena

itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu

yang diatur dalam ajaran Islam, seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam,

sebagaimana di firmankan Allah SWT, dalam QS. Al-Baqarah: 208. 2) Ibadah


26

yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah.

Ibadah yang dimaksud adalah pengabdian ritual sebagaimana diperintahkan dan

diatur di dalam Al-Quran dan Sunnah. Aspek ibadah ini disamping bermanfaat

bagi kehidupan duniawi, tetapi yang paling utama adalah sebagai bukti dari

kepatuhan manusia memenuhi perintah-perintah Allah.Ibadah merupakan bukti

nyata bagi seorang muslim dalam meyakini dan mempedomaniaqidah Islamiyah.

Dengan ibadah dapat membawa manusia selalu ingat kepada Allah. Oleh karena

itu, ibadah merupakan tujuan hidup manusia diciptakan di muka bumi.Ibadah

yang dimaksud bukan hanya ibadah ritual saja, tetapi ibadah dalam arti umum dan

khusus. Ibadah umum yaitu segala amalan yang diizinkan Allah, sedangkan

ibadah khusus yaitu segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah melalui tingkat

dan tata cara tertentu. 3) Akhlak. Akhlak secara etimologi berasal dari kata

khalaqa, yang kata asalnya khuluqun, yang berarti perangai, tabiat, adat, atau

khalqun yang berarti kejadian, buatan, dan ciptaan.Sedangkan definisi

akhlaq/khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga ia akan

muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan dorongan dari

luar diriya.Dalam Islam, norma-norma baik dan buruk telah ditentukan oleh Al-

Quran dan Hadits. Oleh karena itu, Islam tidak merekomendasi kebebasan

manusia untuk menentukan norma-norma akhlak secara otonom. Islam

menegaskan bahwa hati nurani senantiasa mengajak manusia mengikuti yang baik

dan menjauhkan yang buruk. 4) Kemasyarakatan. Bidang kemasyarakatan ini

mencakup peraturan pergaulan hidup manusia diatas bumi ini, misalnya


27

pengaturan tentang benda, ketatanegaraan, hubungan antar manusia dalam

dimensi sosial dan lain-lain.12

Dengan kata lain nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat yang ada pada

pendidikan Islam yang digunakan sebagaidasarkehidupan manusia, sehingga dari

terbentuknya nilai pendidikan tesebut manusia dapat mengetahui tujuan hidup

yang harus dicapai dan yang harus dilakukan sebagai makhluk sosial. Nilai

pendidikan Islam juga mencakup tiga pokok pedidikan Islam, yakni Iman, Islam,

Ihsan.

B. Tradisi

1. Pengertian Tradisi

Tradisi adalah penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada

merupakan yang paling benar. Selain itu, diartikan pula sebagai adat kebiasaan

turun temurun dari nenek moyang yang amsih dijalankan di masyarakat.

Berbicara mengenai tradisi, hubungan antara masa lalu dengan masa kini

haruslah lebih dekat. Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu di masa kini

ketimbang menunjukkan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu.

Kelangsungan masa lalu di masa kini mempunyai dua bentuk material dan

gagasan, atau objektif dan subjetif. Menurut arti yang lebih lengkap, tradisi adalah

keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-

12
Ibid., 43-46.
28

benar masih ada hingga kini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang atau dilupakan.

Disini tradisi hanya berarti warisan, apa yang benar-benar tersisa dimasa lalu.13

Hal yang terpenting dalam memahami tradisi adalah sikap atau orientasi

pikiran tentang benda atau gagasan yang berasal dari masa lalu yang di ambil oleh

orang masa kini. Sikap atau orientasi ini menempati bagian khusus dari

keseluruhan warisan historis dan mengangkatnya menjadi tradisi. Arti penting

penghormatan atau penerimaan sesuatu yang secara sosial ditetapkan sebagai

tradisi menjelaskan betapa menariknya fenomena tradisi tersebut.14

2. Fungsi Tradisi

Dalam tradisi terdapat fungsi yang dapat dijadikan sebuah wadah untuk

setiap manusia khususnya manusia modern. Dalam hal ini fungsi dari tradisi dapat

menjadi tolak ukur bagi kita untuk tetap melestarikan tradisi tersebut.

Pendapat Shils tentang fungsi dari tradisi, dikutip dari buku Sosiologi

Perubahan Sosial:

manusia tidak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering merasa
tidak puas terhadpa tradisi.
Dengan pernyataan demikian, tradisi memiliki fungsi bagi masyarakat dan

dari dungsi itu kita dapat melestarian tradisi, fungsi yang ada dalam tradisi, yaitu:

1) Tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di dalam

kesadaran, keyakinan, norma, dan nilai yang kita anut, serta benda

13
Rahmi Nasir, “Tradisi Tahlilan Dalam Kehidupan Masyarakat Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar (Tinjauan Pendidikan Islam)” (Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar, 2019), 10.
14
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: KENCANA, 2017), 68.
29

yang diciptakan di masa lalu. Tradisipun menyediakan warisan

hostoris yang kita pandang bermanfaat. Tradisi seperti sebuah

gagasan atau patokan yang dapat digunaan oleh seseorang dalam

membangun masa depan berdasarkan atau bersandar pada

pegalaman di masa lalu.

2) Memberikan arahan terhadap pandangan hidup, keyakinan, dan

aturan yang sudah ada dari dulu. Sehigga bisa diterapkan pada era

moderenisasi saat ini.

3) Menyediakan simbol identitas yang meyakinkan, memperkuat

loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.

Tradisi nasional selalu dikaitkan dengan sejarah dan menggunakan

masa lalu untuk memelihara persatuan bangsa.

4) Membantu menyediakan tempat pelarian, keluhan, dan

kekecewaan terhadap kehidupan modern.15

Dalam hal ini tradisi memiliki fungsi yang sangat baik bagi kehidupan di

era modern ini, dalam tradisi kita sebagai manusia modern dapat mengetahui apa

saja peninggalan-peninggalan nenek moyang yang telah ada di masa lalu dan juga

yang masih ada di era modern saat ini, salah satu tradisi yang masih terjaga

hingga saat ini adalah tahlilan, tahlilan termasuk salah satu tradisi dari nenek

moyang atau masyarkat terdahulu yang masih ada hingga saat ini.

15
Ibid., 73.
30

3. Tujuan Tradisi

Tradisi bertujuan untuk mengingatkan kita sebagai masyarakat modern

untuk tidak melupakan peninggalan atau hal-hal bersejarah dari para nenk moyang

kita, dari tradisi itu sendiri kita dapat mengetahui apa yang telah nenek moyang

kita dan bangsa kita ini telah lalui sehingga dari hal ini kita dapat mengajarkan

atau memberitahukan tradisi apa saja yang ada di nusantara ini kepada anak dan

cucu kita suatu saat nanti, khususnya dalam tradisi tahililan yang banyak

mengajarkan nilai persaudaraan, nilai keagamaan, nilai kerukunan, dan nilai sosial

bagi setiap masyarakat yang ada di sekitar kita.

C. Tahlilan

1. Tinjauan Tahlilan

Tahlilan merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun dari

mulai zaman nenek moyang sampai saat sekarang. Tahlilan tidak hanya dilakukan

pada saat ada seseorang yang mreninggal, namun tahlilan juga bisa dilakukan di

berbagai acara tertentu seperti pemberangkatan haji, acara khitanan, pengajian.

Dalam pembacaan tahlilan biasanya terdapat bacaan takbir, tahmid, tasbih,

hamdalah, Surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, dan ayat kursi. Tahlilan yang

penulis teliti disini lebih mengarah pada acara tahlil yang dilakukan apabila ada

seseorang yang meninggal, seperti tetangga, saudara ataupun kerabat.


31

2. Pengertian Tahlilan

Tahlilan secara bahasa berakar dari kata hallala (َ‫ )هَلَّ َل‬yuhallilu ( ‫ل‬
َُ ِّ‫) يُهَل‬

tahlilan ( ‫لا‬
َ ‫ ) تَ ْهلِ ْي‬artinya adalah membaca “Laila illallah”.16

Kata ini bisa juga memiliki arti mengucapkan kalimat thayyibah

(Laailahaillallah) atau dalam Bahasa Indonesia artinya “tiada tuhan yang patut

disembah selain Allah” atau dengan kata lain yaitu “pengauan seorang hamba

yang meyakini bahwa tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Allah semata”.

Tahlil merupakandzikir yang dilakukan oleh umat Islam. Dzikir ini

diannggap memiliki nilai yang tebesar dan mempunyai keutamaan. Kata tahlil

sebangsa dengan kata takbir (mengucapkan Allahu Akbar), tahmid (mengucapkan

Alhamdulillah), tasbih (mengucapkan Subahanallah), hamdalah (mengucapakan

Alhamdulillahi Rabbil’alamin) dan sebagainya.

Pengertian tahlilan menurut istilah adalah bersama-sama mengucapkan

kalimah thayyibah dan berdoa bagi orang yang sudah meninggal dunia. Dari

uraian tersebut dapat disimpulan bahwa tahlil adalah bersama-sama melakukan

doa bagi orang yang sudah meninggal dunia. Tahlilan ini bisa dilaksanakan di

rumah-rumah, musholla, surau, majelis-majelis dengan harapan semoga diterima

amalnya dan diampuni dosanya oleh Allah SWT.

Istilah tahlilan kemudian lebih dipahami di lingkungan masyarakat

Indonesia sebagai bagian dari ritual selamatan yang dilakuan oleh sebagian umat

16
Abdul Manan A.Ghani, "Hukum Tahlilan dan Kirim Doa Bagi Orang Meninggal yang Dianggap
Bid'ah"diakses dari https://wartakota.tribunnews.com/2018/05/03/kiyai-nu-jelaskan-dasar-hukum-
tahlilan-dan-kirim-doa-bagi-orang-meninggal-yang-dianggap-bidah
32

Islam, yang mayoritas berada di Indonesia, untuk memperingati dan mendoakan

orang yang telah meninggal dunia.

Tahilan biasa dilakukan pada hari pertama hingga memasuki hari ketujuh,

selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, bahan hingga ke-1000. Selama

menjalani ritual tahlil, puji-pujian terhadap Tuhan memang menjadi fokus utama.

Biasanya dilakuan lewat bacaan doa dan ayat-ayat tertentu. Surat Yasin menjadi

bacaan utama, diiringi dengan Ayat Kursi dan lantunan tasbih, tahmid, tahlil, dan

istighfar. Dalam tradisi tahlil tedapat nilai-nilai penddidikan Islam yang

ditanamkan secara tak langsung kepada mayarakat, hal ini sesuai dengan pokok

dasar dari pendidikan Islam yakni aqidah, ibadah, dan akhlak yang semua

tercantum dalam nilai ukhuwah Islamiyah yang dapat terus dijaga dikalangan

masyarakat, dan nilai ini dapat menjadi landasan agar tradisi tahlil bisa terus

terlestariakan hingga kapanpun, berdasarkan hal tersebut nilai pendidikan Islam

yang ada dalam tradisi tahlil yaitu, nilai sedekah, nilai tolong menolong, nilai

silaturrahmi sebagai nilai ukhuswah Islamiyah, nilai dzikrulmaut (mengingat

kematian), nilai dzikrullah (mengingat Allah), dan unsur dakwah.17

Dalam hal ini dapat dikaitkan bahwa tradisi tahlilan banyak menanamkan

nilai-nilai pendidikan Islam, walau secara tidak langsung hal ini dapat dirasakan

oleh setiap orang yang mengerti arti kehidupan. Setiap nilai yang terdapat di

dalam tradisi tahlilan adalah nilai kebaikan bagi setiap ummat manusia,

merekatkan ukhuwah Islamiyah antar masyarakat dapat menambahkan nilai Iman,

17
Salim Ashar, “nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi tahlilan sebagai wujud harmonisasi
sosial masyarakat sudimoro megaluh jombang”, Sumbala, Vol, 6, No, 2, (Desember 2021), 200.
33

Islam, dan Ihsan kita di hadapan Allah SWT. dengan adanya atau terjaganya nilai

ukhuwah Islamiyah hubungan dengan Tuhan (hablumminallah) dan hubungan

dengan manusia (hablumminannas) dapat terjaga, baik di masyarakat umum

ataupun masyarakat di Dsn Asampitu.

3. Sejarah Tahlilan

Sebelum agama Hindu, Budha, dan Islam masuk ke Indonesia,

kepercayaan yang dianut bangsa Indonesia antara lain adalah animisme. Menurut

kepercayaan animisme, bila sesorang meninggal dunia, maka ruhnya akan datang

kerumah pada malam hari mengunjungi keluarganya. Jika dalam upacara tadi

tidak ada orang ramai yang berkumpul-kumpul mengadakan upacara sesaji,

seperti membakar kemenyan, sesaji kepada yang ghaib atau ruh-ruh ghaib yang

mati tadi aka marah dan masuk kedalam jasad orang yang masih hidup dari

keluarga si mayit. Maka untuk itu semalaman para tetangga dan masyarakat tidak

tidur, melainkan membaca mantra atau sekedar kumpul-kumpul. Hal seperti itu

dilakukan pada malam pertama kematian, selanjutnya ketiga, ketujuh, ke-100,

hingga ke-1000 hari. 18

Ketia agama Hindu dan Budha masu ke Indonesia, kedua agama ini tidak

mampu mengubah tradisi animisme tersebut. Bahkan, tradisi tersebut berlangsung

terus sampai agama Islam masuk ke Indonesia yang dibawa oleh para ulama, yang

dikenal sebagai sebutan Wali Songo. Setelah orang-orang tesebut masuk Islam,

mereka juga tetap melakukan ritual tersebut.

18
Andi Warsono, “Tradisi Tahlilan Upaya Menyambung Silaturahmi”, Ri’ayah, Vol. 02, No. 02,
(Juli-Desember, 2017): 71-72,https://ejournal.metrouniv.ac.id/index.php/riayah/article/view/981
34

Sebagai langkah awal, para ulama terdahulu tidak memberantasnya tetapi

mengalihkan dari upacara yang bersifat Hindu dan Budha menjadi upacara yang

bernuansa Islam sehingga tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam.

Sesaji diganti dengan nasi dan lauk pauuntu sedekah mantra-mantra diganti

dengan dzikir, doa, dan bacaan Al-Qur‟an. Upacara ini kemudian dinamakan

tahlilan yang sekarang telah menjadi tradisi dan budaya pada sebagian besar

masyarakat di Indonesia.

Tahlilan yang pada mulanya di tradisikan oleh Wali Songo ini tidak lepas

dari cara dakwahnnya yang mengedepankan metode kultural atau budaya. Wali

Songo mengajarkan nilai-nilai Islam secara sopan dan tidak kasar dalam

menentang tradisi Hindu yang telah mengaar kuat di masyarakat, namun

membiarkan tradisi itu berjalan, hanya saja isinya diganti dengan nilai-nilai Islam.

Selamatan yang semula berisi mantra yang dilakukan oleh pendeta diganti

dengan bacaan kalimat thoyyibah dan ayat-ayat suci Al-Qur‟an. Pada mulanya,

tradisi yang serat dengan warna tasawuf ini dilakukan di pesatren dan keraton.

Namun, lambat laun diterima dan diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia

sehingga menjadi tradisi keagamaan yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat.

Maka ritual tahlilan, haul dan lainnya adalah hasil dialog antar agama

pendatang dan tradisi lokal. Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa Islam berkembang

di Indonesia, hal ini bukan karena kekerasan dan keuasaan para mubalighnya,

akan tetapi karena kearifan para mubaligh dan keahlian dalam berdialog serta

negosiasi dengan agama dan tradisi lokal. Tradisi hlilan merupakan hasil
35

akulturasi antara nilai-nilai masyarakat setempat dengan nilai-nilai Islam sehingga

Islam mudah diterima dengan baik dan bertahan lama, tidak seperti di Eropa yang

perkembangan Islam dilakukan dengan cara peperangan, walaupun hasilnya cepat

atau maksimal tapi kekuasan Islam di daerah tersebut tidak berlangsung lama,

seperti di Spanyol, Turki, dan lainnya.

Umat Islam di Indonesia khususnya warga NU telah mentradisikan tahlil

dalam berbagai hajatan, seperti yang sudah biasa dilaksanaan pada hari ketujuh,

keempat puluh, keseratus, dan keseribu dihitung sejak hari pertama kematian.

Tidak diketahui secara pasti mengapa jumlah hari-hari itu yang dijadikan patokan

penyelenggaraan ritual tersebut. Meski bisa jadi hal tersebut erat kaitannya dengan

cerita eskatologis yang mengisahkan kondisi orang yang meninggal, misalnya

arwah seseorang akan meninggalan rumahnya pada hari ke-7 atau hari ke-40 sejak

ia meninggal.

Sementara di wilayah lain, tradisi tahlilan tidak hanya diselenggarakan

untuk mengirim doa pada kerabat yang sudah meninggal, tetapi juga dilaksankan

sebagai sebuah tradisi rutin pada malam jumat di masjid-masjid tertentu. Di

samping itu, tahlilan juga dilaksanakan atau diadakan pada acara-acara tertentu,

seperti acara pemberangkatan haji, halal bil halal, mejelang pesta perkawinan

seseorang, dan acara khitanan.19

Pembacaan tahlil yang dikhususkan untuk orang yang telah meninggal

juga menjadi tradisi turun temurun di Hadhramaut Yaman tempat berdiamnya

19
Ibid., 73-74.
36

para ahlul bait dzurriyah Nabi Muhammad SAW. Sejarah tersebut dapat

ditemukan dalam

Dari pendapat Sayyid Al-Habib Abdulloh bin Ashi bin Hasan Al Atthos,

kutipan dari kitab al-Ilmin Nibros:

Sebagian dari mereka (ahlul bait di Hadhramaut) mengumpulkan para


jama‟ah yang membaca tasbih da tahlil sebanyak 1000 kali, kemudian
mereka menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang yang telah
meninggal dunia.
Jika di Mekkah dan Madinah telah dikenal dengan tradisi sedekah selama

7 hari dan di Hadhramaut dikenal pembacaan tahlilan, maka ulama Wali Songo

yang merupakan keturunan ahlul baitdari Hadhramaut tersebut, dapat dipastikan

Wali Songo telah membawa tradisi ini dari daerah tersebut.

Bukti bahwasanya Wali Songo merupakan keturunan dari Hadhramaut

adalah, Sayyid Ahmad Rahmatulloh yang dikenal dengan sebutan Sunan Ampel

merupakan putra dari Sayyid Ibrahim Zainal Akbar bin Husain Zainal Akbar bin

Sayyid Ahmad bin Sayyid Abdulloh bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin

Sayyid Alwi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin Muhammad Sohib Marbath bin

Sayyid Alwikholi‟ Qosam bin Sayyid Muhammadbin Sayyid Alwi bin Sayyid

Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al Muhajir Ilalloh bin Isa bin Muhammad An-

Naqib bin Ali Al-Uraidli bin Ja‟far As-Shadiq bin Muhammad Ak-Baqir bin Ali

Zaenl Abidin bin Husain bin Ali suami Fatimah Az-Zahra samapai kepada

Rasulullah saw, dengan demikian tradisi tahlilan merupakan perkawinan tradisi

Mekah dan Madinah serta Hadhramaut, yan kebetulan masyarakat Jawa pada

masa itu sudah terbiasa dengan sesajen ala Hindu. Sehingga tradisi tahlilan ini
37

sangat mudah diterima oleh mereka setelah disampaikan oleh para Wali di masa

itu.20

Acara tahlilan merupakan tradisi yang telah ada dari para leluhur kita dan

kemudian mengalami perubahan yang signifikan, yang awalnya tahlilan dijadikan

sebagai acara untuk begadang sambil main kartu, berjudi, dan meminum minuman

keras, namun oleh para pemuka agama terdahulu kegiatan tersebut diganti dengan

pembacaan doa dan pengirimn doa pada seseorang yang telah meninggal. Sampai

saat inipun tradisi ini tetap terjaga dan tidak akan punah meski zaman sudah

berganti.

4. Tujuan Tahlilan

Membaca tahlil, membaca surat Yasin, terutama ditujukan kepada orang

tua atau sanak kerabat dan jamaah Islam yang sudah meninggal adalah tindakan

terpuji. Anak shaleh yang mau mendoakan orang tuanya yang telah meninggal

adalah idaman bagi umat Islam.

Pembacaan tahlil dilakukan masyarakat di Indonesia tidak hanya sebagai

amalan yang dilakukan secara individual, melainkan juga sebuah amalan yang

kerjakan secara berjamaah. Amalan tahlil juga tidak hanya dilakukan di masjid

atau tempat ibadah lainnya seperti musholla atau langgar. Ia juga dikerjakan oleh

seseorang yang ziarah kubur atau dalam upacaraselamatan yang diadakan di

rumah-rumah duka atau dalam rangka haul.

20
Rahmi Nasir “Tradisi Tahlilan Dalam Kehidupan Masyarakat Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar (Tinjauan Pendidikan Islam)”, (Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Makassar, 2018), 20-22.
38

Tahlilan adalah salah satu ritual yang tidak asing bagi kelompok Islam

tradisional yang berada di lingkungan pedesaan. Meskipun demikian, bukan

berarti masyarakat kota dan modern tidak mengamalkan tahlil. Sebab, di kota-kota

besar juga tidak sulit menemukan acara tahlilan sebagaimana di kampung-

kampung. Salah satu yang membedakan tahlil di kampung dan dikota mungkin

adalah dalam proses mengundang ke acara tahlilannya dimana acara tahlil di

kampung terlihat sangat guyubantar tetangga satu dan yang lainnya. Hal ini sulit

ditemukan di daerah kota.21

Pembacaan tahlil juga bertujuan untuk mendoakan keluarga, dan tetangga

yang mengalami musibah kematian. Dalam pembacaan tahlil, tahmid, dan tasbih

diharapkan agar seseorang yang meninggal tersebut mendapatkan pengampunan

dari Allah SWT. atas segala dosa dan kesalahan yang diperbuatnya semasa hidup

di dunia.

5. Manfaat Tahlilan

Tahlilan merupakan tradisi yang secara turun menurun yang telah

dilasanakan dari dulu jaman nenek moyang hingga sekarang, dalam tradisi ini

terdapat nilai-nilai yang dapat dijadikan sebuah tempat untuk menambah rasa

keimanan kita terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Tahlilan adalah

wadah untuk menumbuhan rasa simpati kita terhadap keluarga, kerabat, ataupun

tetangga yang mendapat musibah kematian. Doa-doa dan amalan-amalan yang di

baca dapat menjadi ladang amal dan dapat menjadi ladang pahala bagi kita yang

21
Tim Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Ensiklopedi Islam Nusantara
(Jakarta Pusat : Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, 2018), 538.
39

membantu dan hadir di acara tahlilan tersebut. Dari hal tersebut dapat diketahui

manfaat tahlilan sangat nampak dan jelas bagi setiap umat manusia.

Salah satu manfaat atau keutamaan dalam terselenggaranya tradisi tahlil

ini adalah tertanamnya nilai-nilai pendidikan Islam yang diantaranya yakni,

membentuk kepribadian muslim yang kuat dengan selalu mengingat Allah SWT.

melalui bacaan dzikir yang dibaca dalam tahlilan, membangun dan menjaga nilai

sosial atau kepekaan sosial di masyarakat, membina serta mengajarkan rasa

kepedulian kepada masyarakat umum khususnya pada generasi muda. Dengan hal

ini kita sebagai masyarakat dapat memberikan pemahaman kepada masyaaraakat

mengenai tradisi tahlil baik pemahaman secara langsung atau pemahaman secara

tidak langsung kepada masyarakat, dengan mengikuti tradisi tahlil ini dapat

mengajarkan kita untuk selalu melibatkan Tuhan dalam segala urusan kita melalui

berdoa dan berzikir kepada Allah SWT.22

Dari adanya keutamaan ini dapat memberikan pemahaman kepada

masyarakat umum mengenai tradisi tahlil yang diharapkan agar hal ini dpat

menjadi salah satu sebab dalam rangka menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam

melalui tradisi tahlil di masyarakat Dusun Asampitu.

6. Susunan Bacaan Tahlil

Tahlilan adalah upacara yang dilaksanakan dalam rangkaian aktivitas

pengoohan dan penguatan serta pemurnian iman dan tawhidullah. Setiap kalimat

22
Zahrotus Saidah, “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam Berbasis Kearifan Lokal Pada Anak
Usia Dini DI Era Digital”, Al-Tarbiyah, Vol, 31, No, 1, (Juni 2021), 14.
40

dan ayat Al-Qur‟an yang dibaca seluruhnya kalimat dan ayat beisian penguat

keimanan.23

Rangkaian bacaan tahlil pada umumnya diawali dengan membaca surah

Al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad Saw dan keluarganya,

sahabat nabi, para tabi‟in,Tabiuttabi‟in, para ulama salafussaleh, dan orang tua

yang telah wafat. Kemudian secara khusus bacaan Al-Fatihah ditujukan kepada

orang yang dimaksud secara khusus dalam acara tahlilan (bila sedang berziarah,

maka yang dikhususkan adalah ahli kubur yang sedang diziarahi, dan bila

dilakukan di rumah orang yang mengadakan tahlilan maka yang dikhususkan

adalah orang yang dimaksud oleh tuan rumah dan seterusnya).

Selepas pembacaan Surah Al-Fatihah, biasanya dilanjut dengan

pembacaan Surah Al-Ikhlas, Surat Al-Muawwidzatain, ayat ke 1 sampai ke 6 surat

al-baqarah lalu setelah itu baru membaca tahlil: lailahaillallah, dilanjut membaca

tasbih: subhanallah wabihamdihi subhanallahiladzim, istighfar:

astaghfirullahalazdim. Kemudian diakhiri dengan pembacaan doa yang dipimpin

oleh seorang kiai dan diaminkan oleh para jamaah. Susunan tahlil ini tidak mesti

sama. Terkadang bisa berbeda-beda sesuai dengan kiai yang memimpinnya.

Biasanya perbedaan susunan tahlil disebabkan transmisi (jalur) penerimaan sanad

tahlil dari guru-guru kiai tersebut yang berbeda. Mesi demikian, secara umum,

pola tahlil tida ada perbedaan.

23
Sutejo Ibnu Pakar, Tahlilan-Hadiyuwan Dzikir Dan Ziarah Kubur (Cirebon: Kamu NU, 2015),
9.
41

Bacaan-bacaan dalam rangkaian tahlil dinilai sebagai ibadah, sebab bacaan

tersebut merupakan rangkaian dari ayat-ayat Al-Qur‟an, dzikir dan doa. Beberapa

bagian bacaan tahlil bahan diperintahkan untuk dibaca dalam kondisi dan waktu

tetentu. Misalnya, soal pembacaan surat Al-Ikhlas sebagaimana diriwayatkan oleh

Imam Daruquthni, “barang siapa melewati kuburan kemudian membaca

qulhuwaallah ahad (surat al-ikhlas) sebelas kali, maka Allah akan memberikan

pahala sebanyak orang mati”.24

Dalam hal ini juga terdapat beberapa dalil atau dasar hukum dari Al-

Qur‟an yang menyatakan mengenai diperbolehkannya membaca tahlil, tahmid,

dan tasbih.Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam QS Al-Ahzab 33: Ayat

41-42:

ِ َ‫عبِّ ُح ُِْٕ بُ ْك َشةً َّٔا‬


‫ص ٍْ ًل‬ ّ ٰ ‫ٌٰٰۤـاٌَُّ َٓا انَّ ِزٌٍَْ ٰا َيُُٕا ْار ُك ُش ْٔا‬
َ َّٔ ۙ ‫ّللاَ ِر ْك ًشا َكثِ ٍْ ًشا‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat

(nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi

dan petang."25

Dalam ayat lain, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam QS. Al-

Hasyr 59: Ayat 10:

َ ٌٍَْ‫َٔا نَّ ِزٌٍَْ َجآ ُء ْٔ ِي ٍْْۢ بَ ْع ِذ ِْ ْى ٌَقُ ْٕنُ ٌَْٕ َسبََُّا ا ْغفِ ْش نَـَُا َٔ ِ ِِل ْخ َٕا ََُِا انَّ ِز‬
‫عبَقُ ََْٕا بِا ْ ِِل ٌْ ًَا ٌِ َٔ َِل‬

‫ح َْج َع ْم فِ ًْ قُهُ ْٕبَُِا ِغ ًّل نِّهَّ ِزٌٍَْ ٰا َيُُ ْٕا َسبََُّ ٰۤا اََِّكَ َس ُء ْٔفٌ َّس ِح ٍْ ٌى‬

24
Tim Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Ensiklopedi Islam Nusantara
(Jakarta Pusat : Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, 2018), 540.
25
Kementrian Agama RI Mushaf Al-Jalalain Mushaf Al-Qur‟an Terjemah Per Kata Dan Tafsir
Jalalain Per Kalimat, (Bekasi: Pustaka Akbar, 2012), 423.
42

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka

berdoa, Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah

beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian

dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh,

Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang." 26

Tahlil yang mengandung makna bacaan kalimat thayyibah

(Laailahaillallah) yang dilakukan pada saat ada kerabat, keluarga, dan tetangga

yang meninggal juga memiliki landasan hukum dari Hadits, salah satu yang

meriwayatkannya yakni, Ibn Majah dan Shahih Muslim

Ibn Majah meriwayatkan sebagai berikut:

ًِ‫ش عٍَْ أَب‬


ِ ًَ ‫ش ٍْبَتَ َٔ َعهِ ًُّ بٍُْ ُي َح ًَّ ٍذ قَ َاِل َح َّذثََُا أَبُٕ ُي َعا ٌَِٔتَ عٍَْ ْاْلَ ْع‬
َ ًِ‫َح َّذثََُا أَبُٕ بَ ْك ِش بٍُْ أَب‬

ٍْ‫غهِ ٍى ُك ْشبَتً ِي‬ َ َّ‫عهَّ َى َيٍْ ََف‬


ْ ‫ظ عٍَْ ُي‬ َّ ‫صهَّى‬
َ َٔ ِّ ٍْ َ‫ّللاُ َعه‬ َ ِ‫ّللا‬ ُ ‫ح عٍَْ أَبًِ ْ َُش ٌْ َشةَ قَا َل قَا َل َس‬
َّ ‫عٕ ُل‬ ٍ ِ‫صان‬
َ

َّ ُِ‫عخ ََش‬
‫ّللاُ فًِ ان ُّذ ٍََْا‬ َ ‫غهِ ًًا‬
ْ ‫عخ ََش ُي‬ ِ ‫ّللاُ َع ُُّْ ُك ْشبَتً ِيٍْ ُك َش‬
َ ٍْ‫ب ٌَ ْٕ ِو ا ْنقٍَِا َي ِت َٔ َي‬ َّ ‫ظ‬َ َّ‫ب ان ُّذ ٍََْا ََف‬
ِ ‫ُك َش‬

ٌَ‫ّللاُ فًِ ع َْٕ ٌِ ا ْن َع ْب ِذ َيا َكا‬


َّ َٔ ‫ّللاُ َعهَ ٍْ ِّ فًِ ان ُّذ ٍََْا َٔ ْاَ ِخ َش ِة‬
َّ ‫غ َش‬ ِ ‫غ َش َعهَى ُي ْع‬
َّ ٌَ ‫غ ٍش‬ َّ ٌَ ٍْ‫َٔ ْاَ ِخ َش ِة َٔ َي‬

‫ّللاُ نَُّ بِ ِّ طَ ِشٌقًا إِنَى ا ْن َجَُّ ِت َٔ َيا‬ َ ٍْ‫ا ْن َع ْب ُذ فًِ ع َْٕ ٌِ أَ ِخٍ ِّ َٔ َي‬
ُ ًِ َ‫عهَكَ طَ ِشٌقًا ٌَ ْهخ‬
َ ‫ظ فٍِ ِّ ِع ْه ًًا‬
َّ ‫عَّٓ َم‬

ُ‫عََُّٕ بَ ٍَُْ ُٓ ْى إِ َِّل َحفَّ ْخ ُٓ ْى ا ْن ًَ َلئِ َكت‬ َّ ‫َاب‬


َ ‫ّللاِ ٌََٔخَذ‬
ُ ‫َاس‬ َّ ‫ث‬
َ ‫ّللاِ ٌَ ْخهٌَُٕ ِكخ‬ ٍ ٍْ َ‫اجخَ ًَ َع قَ ْٕ ٌو فًِ ب‬
ِ ٍُُٕ‫ج ِيٍْ ب‬ ْ

‫ّللاُ فٍِ ًٍَْ ِع ُْ َذُِ َٔ َيٍْ أَ ْبطَأ َ بِ ِّ َع ًَهُُّ نَ ْى‬


َّ ‫شٍَ ْخ ُٓ ْى ان َّش ْح ًَتُ َٔ َر َك َش ُْ ْى‬
ِ ‫غ ِكٍَُتُ َٔ َغ‬
َّ ‫َََٔضَ نَجْ َعهَ ٍْ ِٓ ْى ان‬

َ ََ ِّ ِ‫غ ِش ْع ب‬
ُُّ‫غب‬ ْ ٌُ

26
Kementrian Agama RI,Mushaf Al-Jalalain Mushaf Al-Qur’an Terjemah Per Kata Dan Tafsir
Jalalain Per Kalimat, (Bekasi: Pustaka Akbar, 2012), 547.
43

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah] dan [Ali

bin Muhammad] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Abu

Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah] ia berkata;

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapamengilangkan

kesusahan seorang muslim di dunia maka Allah akan menghilangkan

kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim di

dunia maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa

memudahkan seorang muslim maka Allah akan memudahkannya di dunia dan

akhirat. Allah akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong

saudaranya. Dan barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan

memudahkan jalan baginya ke surga. Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di

rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan

mempelajarinya kecuali para malaikat akan menaungi, ketenangan akan turun,

rahmat akan menyertainya dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan

mahluk yang ada di sisi-Nya, dan barangsiapa diperlambat oleh amalnya maka

tidak akan bisa dipercepat oleh nasabnya" (HR. Ibn Majah, 221).27

Shahih Muslim meriwayatkan sebagai berikut:

‫ق‬ ْ ِ‫ع ًِ ْعجُ أَبَا إ‬


َ ‫ع َح‬ َ ُ‫ش ْعبَت‬
ُ ‫َح َّذثََُا ُي َح ًَّ ُذ بٍُْ ا ْن ًُثََُّى َٔابٍُْ بَشَّا ٍس قَ َاِل َح َّذثََُا ُي َح ًَّ ُذ بٍُْ َج ْعفَ ٍش َح َّذثََُا‬

َ ‫ي أَََّ ُٓ ًَا‬
‫ش ِٓذَا‬ َ ًِ‫ش َٓ ُذ َعهَى أَبًِ ْ َُش ٌْ َشةَ َٔأَب‬
ِّ ‫ع ِعٍ ٍذ ا ْن ُخ ْذ ِس‬ ْ َ‫غهِ ٍى أَََُّّ قَا َل أ‬
ْ ‫ِّد عٍَْ ْاْلَ َغ ِّش أَبًِ ُي‬
ُ ‫ٌُ َحذ‬

َّ ٌَٔ‫عهَّ َى أَََُّّ قَا َل َِل ٌَ ْق ُع ُذ قَ ْٕ ٌو ٌَ ْز ُك ُش‬


ُ‫ّللاَ َع َّض َٔ َج َّم إِ َِّل َحفَّ ْخ ُٓ ْى ا ْن ًَ َلئِ َكت‬ َّ ‫صهَّى‬
َ َٔ ِّ ٍْ َ‫ّللاُ َعه‬ َ ًِّ ِ‫َعهَى انَُّب‬

27
Muhyidin Abdusshomad, Tahlil Dalam Perspektif Al-Qur’an dn As-Sunnah (Kajian Kitab
Kuning), (Jember: PP. Nurul Islam (NURIS), 2009), 4.
44

َّ ‫غ ِكٍَُتُ َٔ َر َك َش ُْ ْى‬
ٍ ‫ّللاُ فٍِ ًٍَْ ِع ُْ َذُِ ٔ َح َّذثٍَُِ ِّ ُص َْ ٍْ ُش ْبٍُ َح ْش‬
‫ب‬ َّ ‫شٍَ ْخ ُٓ ْى ان َّش ْح ًَتُ َََٔضَ نَجْ َعهَ ٍْ ِٓ ْى ان‬
ِ ‫َٔ َغ‬

َُِٕ ‫عَُا ِد ََ ْح‬ ِ ْ ‫ش ْعبَتُ فًِ َْ َزا‬


ْ ‫اْل‬ ُ ‫َح َّذثََُا َع ْب ُذ ان َّش ْح ًَ ٍِ َح َّذثََُا‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan

Ibnu Basysyar mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami

Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah aku mendengar

Abu Ishaq bercerita dari Al A'raj Abu Muslim bahwasanya dia berkata; 'aku

bersaksi atas Abu Hurairah dan Abu Sa'id Al Khudri bahwasanya keduanya

menyaksikan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tidaklah suatu kaum

yang duduk berkumpul untuk mengingat Allah, kecuali dinaungi oleh para

malaikat, dilimpahkan kepada mereka rahmat, akan diturunkan kepada mereka

ketenangan, dan Allah Azza Wa jalla akan menyebut-nyebut mereka di hadapan

para makhluk yang ada di sisi-Nya. Dan telah menceritakannya kepadaku Zuhair

bin Harb telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman telah menceritakan

kepada kami Syu'bah dalam sanad ini dengan Hadits yang serupa” (HR. Muslim,

4868).28

Shahih Muslim meriwayatkan sebagai berikut:

ِ َٕ ‫ط ا ْن َح ُْفِ ًُّ قَ َاِل َح َّذثََُا أَبُٕ ْاْلَ ْح‬


ٍِ ‫ص عٍَْ َع ًَّا ِس ْب‬ ٍ ‫غٍُ بٍُْ ان َّشبٍِ ِع َٔأَ ْح ًَ ُذ بٍُْ َج َّٕا‬
َ ‫َح َّذثََُا َح‬

‫ط قَا َل بَ ٍَُْ ًَا ِج ْب ِشٌ ُم قَا ِع ٌذ ِع ُْ َذ‬


ٍ ‫ع ِعٍ ِذ ْب ٍِ ُجبَ ٍْ ٍش عٍَْ ا ْب ٍِ َعبَّا‬
َ ٍَْ‫غى ع‬ َّ ‫ق عٍَْ َع ْب ِذ‬
َ ٍ‫ّللاِ ْب ٍِ ِع‬ ٍ ٌْ َ‫ُسص‬

‫غ ًَا ِء فُخِ َح‬


َّ ‫اب ِيٍْ ان‬ َ ‫ضا ِيٍْ فَ ْٕقِ ِّ فَ َشفَ َع َس ْأ‬
ٌ َ‫عُّ فَقَا َل َْ َزا ب‬ َ ‫عهَّ َى‬
ً ٍِ‫ع ًِ َع ََق‬ َّ ‫صهَّى‬
َ َٔ ِّ ٍْ َ‫ّللاُ َعه‬ َ ًِّ ِ‫انَُّب‬

‫ظ إِ َِّل ا ْنٍَ ْٕ َو‬ ِ ‫ظ إِ َِّل ا ْنٍَ ْٕ َو فََُضَ َل ِي ُُّْ َيهَ ٌك فَقَا َل َْ َزا َيهَ ٌك ََضَ َل إِنَى ْاْلَ ْس‬
ُّ َ‫ض نَ ْى ٌَ ُْ ِض ْل ق‬ ُّ َ‫ا ْنٍَ ْٕ َو نَ ْى ٌُ ْفخ َْح ق‬

28
Ibid., 5.
45

‫ٕس ِة ا ْنبَقَ َش ِة‬


َ ‫ع‬ ِ ‫ش ْش بُُِٕ َس ٌْ ٍِ أُٔحٍِخَُٓ ًَا نَ ْى ٌُ ْؤحَ ُٓ ًَا ََبِ ًٌّ قَ ْبهَكَ فَاحِ َحتُ ا ْن ِكخَا‬
ُ ‫ب َٔ َخ َٕاحٍِ ُى‬ ِ ‫غهَّ َى َٔقَا َل أَ ْب‬
َ َ‫ف‬

ِ ‫ف ِي ُُْٓ ًَا إِ َِّل أُع‬


َُّ‫ْطٍخ‬ ٍ ‫نٍَْ حَ ْق َشأَ بِ َح ْش‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hasan bin Rabi' dan Ahmad bin

Jawwas Al Hanfi keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Abul

Ahwash dari Ammar bin Ruzaiq dari Abdullah bin Isa dari Sa'id bin Jubair dari

Ibnu Abbas ia berkata; Ketika malaikat Jibril sedang duduk di samping Nabi

shallallahu 'alaihi wasallam tiba-tiba ia mendengar suara pintu dibuka dari arah

atas kepalanya. Lalu malaikat Jibril berkata: "Itu adalah suara salah satu pintu

langit yang dibuka, sebelumnya ia belum pernah dibuka sama sekali kecuali pada

hari ini." Lalu keluarlah dari padanya malaikat. Jibril berkata: "Ini adalah

malaikat yang hendak turun ke bumi, sebelumnya ia belum pernah turun ke bumi

sama sekali kecuali pada hari ini saja." Lalu ia memberi salam dan berkata:

"Bergembiralah atas dua cahaya yang diberikan kepadamu dan belum pernah

diberikan kepada seorang Nabi pun sebelummu, yaitu pembuka Al Kitab (surat Al

Fatihah) dan penutup surat Al Baqarah. Tidaklah kamu membaca satu huruf dari

kedua surat itu kecuali pasti akan diberikan kepadamu" (HR. Muslim, 1339). 29

29
Ibid., 64-65

Anda mungkin juga menyukai