Anda di halaman 1dari 63

IPI/ KEPENDIDIKAN

A. Pengertian Pendidikan, Pendidikan Islam, Pengajaran, dan Perbedaannya


1. Pendidikan
Menurut Uus Ruswandi (2008: 6) “pendidikan merupakan suatu proses yang
dilakukan secara sadar dan terencana dalam rangka untuk membantu perkembangan
potensi peserta didik guna memiliki kompetensi-kompetensi atau kemampuan yang
diharapkan oleh keluarga, masyarakat, bangsa dan agamanya”.
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
juga disebutkan bahwasannya: "pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".
MJ. Langeveld : Pendidikan adalah mempengaruhi anak dalam usaha
membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang
didasari dan dilaksanakan dengan sengaja antara orang yang dewasa dengan anak
yang belum dewasa.
Hogeveld : Pendidikan adalah membantu anak supaya dia cukup cakap
menyelenggarakan tugas hidup atas tanggung jawabnya sendiri.
Ki Hajar Dewantara :  Pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggot
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
1.1. Unsur-unsur Pendidikan
 Siswa
Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
 Guru
Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang
memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
 Tujuan
Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang
diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
 Isi Pelajaran
Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai
tujuan.
 Metode
Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat
informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
 Media
Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan
informasi kepada siswa.
 Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.
1.2. Dasar, Tujuan, dan Fungsi Pendidikan Nasional
Undang-undang No.20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 2 dan Pasal 3
membicarakan mengenai Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
 Dasar Pendidikan Nasional
Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 Pasal 2 Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 Pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujaun untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
2. Pendidikan Islam
Dalam konteks Islam, pendidikan secara bahasa (lughatan) ada tiga kata yang
digunakan.1 Ketiga kata tersebut, yaitu : 1) At-tarbiyah, 2) Al-ta’lim, dan 3) Al-ta’dib.

1
H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta : kalam mulia, 2002), hal 33
Ketiga kata tersebut memiliki makna yang saling berkaitan saling cocok untuk
pemaknaan pendidikan dalam Islam. Ketiga makna itu mengandung makna yang
amat dalam, menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam
hubungannya dengan Tuhan berkaitan dengan satu sama lain.
At-tarbiyah (‫ )التربية‬berakar dari tiga kata, yakni pertama, berasal dari kata
rabba yarbu (‫ )يربو – ربا‬yang artinya bertambah dan bertumbuh. Kedua, berasal dari
kata rabiya yarbi (‫ )يربى – ربي‬yang artinya tumbuh dan berkembang. Ketiga, berasal
dari kata rabba yarubbu (‫و – رب‬NN‫ )يرب‬yang artinya memperbaiki, membimbing,
menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Al-ta’lim (‫ )التعليم‬secara ligahwy
berasala dari kata fi’il tsulasi mazid biharfin wahid, yaitu ‘allama yu ‘allimu (– ‫يعلم‬
‫)علم‬. Jadi ‘alama (‫ )علم‬artinya mengajar. Al-ta’adib (‫ )التأديب‬berasal dari kata tsulasi
maszid bihaijmn wahid, yaitu ‘addaba yu ‘addibu (‫)يأدب – أدب‬. Jadi ‘addaba (‫)أدب‬
artinya memberi adab. Elain yang tiga disebutkan diatas ada lagi istilah “riadhah”
yang berarti pelatihan.
Menurut Abu ‘Ala al-Mardudi kata rabbun (‫ )رب‬terdiri atas dua huruf ra dan
ba tasydid yang merupakan pecahan dari kata tarbiyah yang berarti pendidikan,
pengasuhan dan sebagainya. Selain itu kata ini mencakup banyak arti seperti
“kekuasaan, perlengkapan pertanggung jawaban, perbaikan, penyempurnaan, dan
lain-lain.” Kata ini juga merupakan predikat bagi suatu kebesaran, keagungan,
kekuasaan, dan kepemimpinan. Didalam al-qur’an misalnya kata rabbun (‫)رب‬
terdapat dalam surat alfatihah ayat ke dua.
Pengertian ta’lim menurut Abd. al-Rahman sebatas proses penstrasferan
pengetahuan antar manusia. Ia hanya dituntut untuk menguasai pengetahuan yang
ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, atau tetapi tidak dituntut pada domain
afektif. Ia hanya sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak
mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan arah
pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberian pengetahuan. Selanjutnya kata
ta’lim juga terdapat dalam al-qur’an surat Al-baarah : 31.
Selanjutnya kata ta’dib menurut al-Atas adalah pengenalan dan pengakuan
tempat-tempat yang tepat dan segala sesuatu yang didalam tatanan penciptaan
sedemikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan
kekuasaan dan keagungan Tuhan didalam tatanan wujud dan kebenarannya. Kata
ta’dib terdapat didalam hadits Rasulullah SAW : “Tuhanku telah menta’dib
(mendidik)ku maka ia sempurnakan ta’dib (pendidikan)ku.”
Sedangkan kata riyadhah hanya dipopulerkan oleh al-Ghazali. Baginya
riyadhah adalah proses pelatihan individu pada masa kanak-kanak. Berdasarkan
pengertian tersebut, al-Ghazali hanya menghususkan penggunaan al-riyadhah untuk
fase kanak-kanak, sedang fase yang lain tidak tercakup didalamnya.
Pendidikan Islam adalah proses transisternalisasi atau transaksi pengetahuan
dan nilai-nilai Islam kepada peserta didik malalui upaya pengajaran, pembiasaan,
bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensi, guna mencapai
keselarasan dan kesempurnaan hidup didunia dan akhirat. 2 Yusuf al-Qardhawi
memberi pengertian pendidikan Islam sebagai Pendidikan manusia seutuhnya, akal
dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.3
Ahmad Tafsir (2011: 32) mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai bimbingan
yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Tayar Yusuf (1986: 35) mendefinisikan Pendidikan Agama Islam sebagai
berikut: Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan
pengalaman pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar
kelak menjadi manusia Muslim, bertaqwa kepada Allah swt. berbudi luhur dan
berkepribadian luhur yang memahami, mengahayati dan mengamalkan ajaran agama
Islam dalam kehidupannya.
Didalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama
islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain
dalam hubungan antara umat beragama dalaml masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional.
3. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam
Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa

2
H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta : kalam mulia, 2002), hal 38
3
http://danimenk46.blogspot.com/2013/04/penertian-dan-tujuan-pendidikan-islam.html
kepada Nya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.
(lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya
manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan
seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan
diri ialah beribadah kepada Allah. Marimba (1962:43) bahwa bahwa “Tujuan
pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim”.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
 Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa
pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di
akhirat.
 Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan
masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
 Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai
ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
4. Kompetensi Pendidik
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi”
Standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang dikembangkan
menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran
pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK*.
a. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Sub kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah :
 Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta
didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-
prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
 Merancang pembelajaran,teermasuk memahami landasan pendidikan untuk
kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi landasan pendidikan,
menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin
dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan
strategi yang dipilih.
 Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar ( setting)
pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
 Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi
merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar
secara berkesinambungan denga berbagai metode,menganalisis hasil evaluasi
proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery
level), dan memamfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan
kualitas program pembelajaran secara umum.
 Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya
meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
akademik, dan memfasilitasipeserta didik untuk mengembangkan berbagai
potensi nonakademik.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan
bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi
kepribadian meliputi :
 Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan
norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma.
 Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etod kerja sebagai guru.
 Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan
pada kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
 Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yangh
disegani.
 Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputibertindak sesuai
dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki
perilaku yang diteladani peserta didik.
c. Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
 Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung
pelajaran yang dimampu
 Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang dimampu
 Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif.
 Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif
 Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
 Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agara, raskondisifisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial keluarga.
 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
 Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki
keragaman social budaya.
 Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan
5. Komponen Pendidikan Islam
Menurut Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat4 ada beberapa komponen
dalam pendidikan Islam:
 Pendidik
 Peserta Didik
 Tujuan Pendidikan
 Materi Pendidikan
 Perbuatan Mendidik
 Metode Pendidikan
 Evaluasi Pendidikan
 Alat-alat/media Pendidikan
 Lingkungan Pendidikan
6. Lembaga-lembaga Formal dan Non-Formal dalam Pendidikan Islam
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI membahas mengenai
Jalur,Jenjang dan Jenis Pendidikan.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
b. Pendidikan Non-formal
Pendidikan Non-formal di jelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pasal
26. Pendidikan Non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan

4
Hlm.47. 2009. Ilmu Pendidikan Islam, CV.Pustaka Setia. Bandung,
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan.
c. Pendidikan Informal
Pendidikan Non-formal di jelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pasal
27. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan ingkungan. Kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan Informal dapat diakui sama dengan
peendidikan formal dan noformal.
Menurut Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat5 lembaga pendidikan formal
berupa sekolah seperti pondok pesantren yang sederajat dengan madrasah yang
diakui, bahkan diakreditasi oleh Dinas Pendidikan Nasional. Lembaga pendidikan
non formal dengan memanfaatkan berbagai fasilitas umu yang dimiliki masyarakat,
seperti mesjid, mushola, balai musyawarah, dan sebagainya untuk melaksanakan
pendidikan Islam. Sedangkan lembaga pendidikan informal berada dalam lingkungan
keluarga.
7. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (dasar dan tujuan)
Undang-undang No.20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 2 dan Pasal 3
membicarakan mengenai Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
a. Dasar Pendidikan Nasional
Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 Pasal 2 Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

5
Hlm.47. 2009. Ilmu Pendidikan Islam, CV.Pustaka Setia. Bandung,
b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 Pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujaun
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
8. Problematika Pendidikan Islam
Masalah-Masalah Pendidikan Islam di Era Globalisasi
a. Masalah Kualitas Pendidikan
Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan.
Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output
pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran
paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif
(Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara
keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut,
pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena
harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan
kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana
anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai
tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri
secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah).
b. Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran
adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan
berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran,
namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan
variable penting bagi keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah
kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar
baca tulis yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan
bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru
sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “di
ditiru”
Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan,
atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan
menunjukkan adanya guru terlebih terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari
pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system
seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak
mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu
permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan
nasional masa kini.
c. Masalah kebudayaan (alkulturasi)
Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun
mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan
kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh
kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi
yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu
dengan adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi
kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan
bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan
oleh pengaruh budaya-budaya barat. (Arifin, 1994:42)
d. Permasalahan Strategi Pembelajaran
Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta
didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma
pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan
paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal,
berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan
pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.
Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model
tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek
pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari
pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya
professionalisme guru.
e. Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagaimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan
teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi
menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.
Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan
mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang
sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya.  Pengaruh
negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi
kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi)
diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan
informatika seperti Komputer, foto copy dan sebagainya.(Arifin,1991,hal: 9 )
Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu
dampak positif  dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak
didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa
lewat komputer penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah
nampak jelas bahwa pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan
negatif
8.1 Tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya,
krisis moral.
Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada
perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah,
penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan
tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.
8.2 Dampak negatif dari era globalisasi adalah krisis kepribadian.
Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di suatu negara yang
menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda kepribadian
seseorang. Nilai kejujuran, kesederhanaan, kesopanan, kepedulian sosial akan
terkikis . Untuk ini sangat mutlak diperlukan bekal pendidikan agama, agar kelak
dewasa akan tidak menjadi manusia yang berkepribadian rendah, melakuan korupsi,
kolusi dan nepotisme , melakukan kejahatan intelektual, merusak alam untuk
kepentingan pribadi, menyerang kelompok yang tidak sepaham, percaya perdukunan,
menjadi budak setan dan lain-lain. Faktor pendorong adanya tantangan di atas
dikarenakan longgarnya pegangan terhadap agama dengan mengedepankan ilmu
pengetahuan, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh kepala rumah
tangga yaitu dengan keteladanan dan pembiasaan, derasnya arus informasi budaya
negatif global diantaranya, hedonisme, sekulerisme, purnografi dan lain-lain, Selain
adanya hambatan akibat dampak negatif era global juga terdapat tantangan
pendidikan agama Islam untuk membekali generasi muda mempunyai kesiapan
dalam persaingan.
Kesiapan itu Deliar Noer memberikan ilustrasi ciri-ciri manusia yang hidup di
jaman global adalah masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari manusia
modern dengan sifatnya yang rasional, berorientasi ke depan, terbuka, menghargai
waktu, kreatif, mandiri dan inovatif juga mampu bersaing serta menguasai berbagai
metode dalam memecahkan masalah . Dengan demikian pendidikan agama Islam
dituntut untuk mampu membekali peserta didik moral, kepribadian, kualitas dan
kedewasaan hidup guna menjalani kehidupan bangsa yang multi cultural, yang
sedang dilanda krisis ekonomi agar dapat hidup damai dalam komunitas dunia di era
globalisasi.
B. Metodologi
1. PENGERTIAN METODOLOGI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Metodologi Pembelajaran PAI
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, metodologi berarti ilmu tentang metode
atau uraian tentang metode.[6] Dan dalam bahasa Arab disebut minhaj, wasilah,
kaipiyah, dan thoriqoh, semuanya adalah sinonim, namun yang paling populer
digunakan dalam dunia pendidikan Islam adalah thoriqoh, bentuk jama’ dari thuruq
yang berarti jalan atau cara yang harus ditempuh.[7] Menurut M. Arifin, Metodologi
berasal dari dua kata yaitu metode dan logi. Adapun metode berasal dari dua kata
yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan atau cara), dan logi yang berasal dari bahasa
Greek (Yunani) yaitu logos (akal atau ilmu), maka metodologi adalah ilmu
pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan demikian, metodologi pendidikan adalah sesuatu ilmu pengetahuan tentang
metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.[8] Hanya saja, Mahmud
Yunus menambahkan baik dalam lingkungan perusahaan atau perniagaan, maupun
dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya.[9]
Dalam bahasa Inggris, metode di sebut method dan way, keduanya diartikan
cara. Sebenarnya yang lebih layak diterjemahkan cara adalah kata way itu, bukan
kata method. Karena metode istilah yang digunakan untuk mengungkapkan
pengertian “cara yang paling tepat (efektif) dan cepat (efisien)” dalam melakukan
sesuatu.[10] Maka metodologi dalam pengertian ini adalah ilmu tetang metode yaitu
ilmu yang mempelajari cara yang paling tepat (efektif) dan cepat (efisien) untuk
mencapaian tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Berdasarkan pengertian
di tersebut, maka dijumpai dalam buku metodologi pengajaran lebih banyak
membahas bermacam-macam metode, seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi,
demontrasi dan lain-lain.
Pengertian yang lebih luas tentang metodologi adalah pendapat Hasan
Langgulung, yang menyatakan bahwa metodologi pengajaran ialah ilmu yang
mempelajari segala hal yang akan membawa proses pengajaran bisa lebih efektif.
Dengan kata lain metodologi ini menjawab pertanyaan how, what, dan who yaitu
pertanyaan bagaimana mempelajari sesuatu (metode)?, apa yang harus dipelajari
(ilmu)?, serta siapa yang mempelajari (peserta didik) dan siapa yang mengajarkan
(guru)?.[11] Pendapat yang semakna dengan di atas dikemukakan oleh Omar
Mohmmad Al-Toumy Al-Syaibany yang menyatakan bahwa :[12]
“metode mengajar bermakna segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh
guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkan, ciri-ciri
perkembangan murid-muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong
murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang
dikehendaki pada tingkah laku mereka. Selanjutnya menolong mereka memperoleh
maklumat, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang
diinginkan.
Pendapat di atas diperkuat dengan fiman Allah dalam surah An-Nahl : 125,
yang artinya sebagai berikut :
Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik,
serta berbantahlah mereka dengan cara yang baik (QS.An-Nahl : 125).
Dengan demikian, metodologi pembelajaran tidak hanya membahas metode
semata, tapi kajiannya lebih luas yaitu mengaitkan cara mengunakan metode dengan
bahan yang diajarkan, peserta didik dan guru bahkan lingkungan.
Adapun pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli, sebagai berikut :[13]
 Pendapat Gagne, bahwa pembelajaran diartikan seperangkat acara pristiwa
eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar yang
bersifat internal.
 J. Drost (1999), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha yang
dilakukan untuk menjadikan orang lain belajar.
 Mulkan (1993), memahami pembelajarann sebagai suatu aktifitas guna
menciptakan kreativitas siswa.
Pada Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dengan demikian,
dapat dikemukakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan atau situasi
yang sengaja dirancang agar interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar dapat melakukan aktifitas belajar.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikemukankan beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam memahami metodologi pembelajaran, yaitu sebagai
berikut :
a. metodologi pembelajaran adalah sebuah ilmu dalam mengembangkan cara yang
dilalui dalam proses pembelajaran yang berupa prinsip-prinsip umum dalam
mengajar dan belajar (didaktik umum).
b. metodologi pembelajaran adalah sebuah ilmu yang membahas cara yang paling
cepat (efektif) dan cepat (efisian) yang dapat digunakan guru dalam menyajikan
materi dalam kegiatan proses pembelajaran dikelas (Didaktik khusus).
3. Prinsip- Prinsip Metodologi Pembelajaran PAI
Metodologi pembelajaran merupakan ilmu bantu yang tidak dapat berdiri
sendiri, tetapi berfungsi membantu dalam proses pembelajaran, karena memberikan
alternatif dan mengandung unsur-unsur inovatif.
Menurut Mulyasa (2004), tugas guru yang paling utama adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan prilaku peserta
didik. Oleh karena itu, Firdaus (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran pada
dasarnya merupakan proses pengalaman belajar yang sistematis yang bermanfaat
untuk siswa dalam kehidupannya kelak dan pengalaman belajar yang diperoleh
siswa juga sekaligus mengilhami mereka ketika menghadapi problem dalam
kehidupan sesungguhnya.[23] Dalam kontek pemberian pengalaman belajar yang
dimaksud di atas, maka implementasi metodologi pembelajaran yang selama
konvensional (terpusat pada guru), sudah saatnya untuk diganti dengan metodologi
pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran.
Menurut Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Saibany, prinsip-prinsip
metodologi pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
 menjaga motivasi, kebutuhan, dan minat dan keinginan pelajar pada proses
belajar.
 menjaga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
 memelihara tahap kematangan, perkembangan, dan perubahan anak didik.
 menjaga perbedaan-perbedaan individu dalam anak didik.
 mempersiapkan peluang partisipasi praktikal; sehingga menjadi keterampilan,
adat kebiasaan, sikap dan nilai.
 memperhatikan kepahaman, dan mengetahui hubungan-hubungan, integrasi
pengalaman dan kelanjutannya, keaslian, pembaharuan, dan kebebasan
berpikir.
 menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan
bagi anak didik.[24]
Maka menurut Syaiful Bahri, dalam penggunaan metode hendaknya didasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Selalu beroritentasi pada tujuan.
b. Tidak terikat pada satu alternatif saja.
c. Kerap dipergunakan sebagai suatu kombinasi dari berbagai metode.
d. Kerap dipergunakan berganti-ganti dari satu metode ke metode lain.[26]
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, cara yang paling tepat dan cepat dalam
pembelajaran agama Islam yaitu dengan memperhatikan beberapa pertanyaan yang
harus dijawab ketika metodologi pembelajaran PAI mau diterapkan, yaitu : siapa
yang diajar?, berapa jumlahnya?, seberapa dalam agama itu akan diajarkan?,
seberapa luas yang akan diajarkan?, dimana pelajaran itu berlangsung? dan peralatan
apa saja yang tersedia?. [27]
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip
metodologi pembalajaran PAI harus dapat memungkinkan pembelajaran PAI terpusat
pada guru dan siswa yang menjadi komponen penentu dalam pembelajaran, yaitu
terjadinya interaksi antara guru dan siswa bersama-sama dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan pembelajaran PAI. Dalam hubungan ini tugas guru PAI bukan
hanya menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan pemahaman sikap
dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar, dengan kata lain meliputi ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik.
4. Manfaat Metodologi Pembelajaran PAI
Metode-metode pembelajaran PAI memiliki manfaat bagi pendidik dan
peserta didik, baik dalam proses belajar dan pembelajaran maupun dalam kehidupan
sehari-hari, bahkan untuk hari esok. Sehubungan dengan itu, Omar Muhammad Al-
Thoumy Al-Saibany mengatakan bahwa kegunaan metodologi pendidikan Islam
adalah sebagai berikut :
 menolong siswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pengalaman,
keterampilan, terutama berpikir ilmiah dan sikap dalm satu kesatuan.
 membiasakan pelajar berpikir sehat, rajin, sabar, dan teliti dalam menuntut
ilmu.
 memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
 menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif, komunikatif, sehingga
dapat meningkatkan motivasi peserta didik.[28]
Dengan demikian, keberadaan metodologi pembelajaran menunjukkan
pentingnya metode dalam sistem pengajaran. Tujuan dan materi yang baik tanpa
didukung dengan metode penyampaian yang baik dapat menghasilkan yang tidak
baik. Atas dasar itu, pendidikan agama Islam sangat memperhatikan terhadap
masalah metodologi pembelajaran ini. Sebagaimana hadits nabi, yang artinya sebagai
berikut :
Bagi segala sesuatu itu ada caranya (metodenya). Dan metode masuk surga,
adalah ilmu (H.R. Dailami).[29]
2. BELAJAR, PENGAJARAN, DAN PEMBELAJARAN

Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang
mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat
(W. Gulö, 2002: 23).

Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan prilaku siswa yang


relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif (syah, 2003), dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses
yang terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase
belajar, dan salah satu tahapannya adalah yang dikemukakan oleh witting yaitu:

 Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi;


 Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi;
 Tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah, 2003).

Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang
menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara
langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam
interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007: 62).

Pada hakikatnya , belajar adalah “perubahan” yang terjadi dalam seseorang


setelah melakukan aktifitas. Akan tetapi tidak semua perubahan dikategorikan
perubahan.
Moh.Surya (1997), mengemukakan mengenai ciri dari perubahan itu, sebagai
berikut :

a. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).


Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari
individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang
bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan

b. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya


merupakan kelanjutan dari keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.

c.  Perubahan yang fungsional.

Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan


hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang
maupun masa mendatang.

d.  Perubahan yang bersifat positif.

Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah


kemajuan.

e.  Perubahan yang bersifat aktif.

Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya


melakukan perubahan.

f.  Perubahan yang bersifat pemanen.

Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.

g.  Perubahan yang bertujuan dan terarah.

Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik
tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
h.  Perubahan perilaku secara keseluruhan.

Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan


semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan
keterampilannya. seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga,
dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya.
Artinya harus diperoleh dengan usaha sendiri.

Dari berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa
ciri belajar, yaitu:

 Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior).


 Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah
laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak
berubah-ubah.
 Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses
belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial
 Perubahan tingkah laku merupakan hasillatihan atau pengalaman
 Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.

 Hakikat Belajar Menurut Tokoh-Tokoh Islam

Banyak tokoh - tokoh Islam yang memiliki kepedulian dan menyumbangkan


pemikirannya tentang aktivitas belajar, diantara tokoh tersebut adalah Al-Ghazali
dan Al-Zarnuji. Kedua tokoh - tokoh ini pemikiran - pemikirannya mewarnai dunia
pendidikan di Indonesia terutama pendidikan Islam.
a. Menurut Al-Ghazali
Konsep belajar dalam mencari ilmu dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu ta’lim insani dan ta’lim robbani. Ta’lim insani adalah belajar
dengan bimbingan manusia. Konsep ini biasa dilakukan oleh manusia pada
umumnya, dan biasanya dilakukan dengan menggunkan alat - alat indrawi.
Proses ta’lim insani dibagi menjadi dua. Pertama, dalam proses belajar
mengajar hakikatnya terjadi aktivitas mengekplorasi pengetahuan sehingga
menghasilkan perubahan - perubahan prilaku. Seorang pendidik mengeksplor
ilmu yang dimilikinya untuk diberikan kepada peserta didik, sedangkan
peserta didik menggali ilmu dari pendidik agar ia mendapatkan ilmu. Al-
Ghazali menganalogikan menuntut ilmu dengan menggunakan proses belajar
mengajar.
Dalam proses ini, peserta didik akan mengalami proses mengetahui,
yaitu proses abtraksi. Suatu objek dalam wujudnya tidak terlepas dari aksiden -
aksiden dan atribut - atribut tambahan yang menyelubungi hakikatnya. Ketika
subjek berhubungan dengan objek yang ingin diketahui, hubungan suatu
terkait dengan ukuran, cara, situasi, tempat.
Kemudian Al-Ghazali membagi tahap - tahap abstraksi pada dua tahapan,
yaitu :
 Indra menangkap suatu objek, ia harus pada jarak terten tu dari objek dan
situasi tertentu
 Terjadi alkhayyal menangkap objek tanpa melihat,tetapi tangkapan -
tangkapan masih meliputi aksiden - aksiden dan atribut-atribut tambahan
seperti kualitas dan kuantitas
Agar proses belajar mengajar dapat efektif dan mendapatkan hasil yang
optimal ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh peserta didik,
antara lain :
 Mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang kotor. Karena hati
sebagai sentral dalam jasad manusia dan sangat berpengaruh terhadap
segala aktivitas pekembangannya
 Mengurangi kesenangan duniawi agar hati terpusat pada ilmu dan
pelajaran.
 Sederhana dalam hal makanan, karena bila terlalu kenyang dapat
mengakibatkan keras hati, mengganggu ketangkasan dan kecerdikan serta
malas, dan lain sebagainya
 Belajar ilmu sampai tuntas.
 Bersikap rendah diri jangan meremehkan orang lain termasuk kepada
gurunya.
 Mengenal nilai - nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu
yang bermanfaat, membahagiakan, mensejahterakan dan memberi
keselamatan dunia dan akhirat
Kedua yang terkait dengan ta’lim insani adalah tafakur. Tafakur
diartikan sebagai proses belajar dengan mengamati kejadian alam dan
peristiwa - peristiwa yang terjadi di alam ini. Tafakur ini dapat dilakukan
dengan mengosongkan jiwa dan hati yang suci.
Selanjutnya konsep belajar dengan pendekatan ta’lim robbani. Pada
tahapan ini seorang manusia belajar dengan bimbingan tuhan.
b. Menurut Al-Zarnuji
Konsep belajar mengajar adalah meletakan hubungan pendidik dan
peserta didik pada tempat sesuai porposinya, seorang siswa adalah seorang
yang harus selalu tekun dalam belajar, senantiasa menghormati ilmu
pengetahuan dan menghormati pendidik, karena kalau siswa sudah
menghormati guru dan menghormati ilmunya maka ia akan menyerap ilmu.

 Teori Belajar dan Alirannya


Teori-teori belajar dan mengajar yang muara akhirnya adalah perkembangan
intelektual, pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai teori yang terdapat dalam tiga
aliran pendidikan, yakni aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran konvergensi.
1. Aliran Nativisme
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang
ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu
kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian
tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan,
termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam
proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala
sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan
individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ;
kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah
dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir
pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan
pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri.
Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan
berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak
akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini
menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat,
sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik.
Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman
1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari
Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri
manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang
tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya.
Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan
perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan
perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
2. Aliran Empirisme
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme
(empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa
lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak
membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta
didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari
dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas
ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John
Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di
dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari
lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan
demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan
penting terhadap keberhasilan peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan
behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran
kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar
semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta
didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini
disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.
3. Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu
titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar
(bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting.
Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu,
yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat
saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan
tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal
untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak
akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan
masyarakat manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli
pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia
disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak
kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang
cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka
kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar
peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan
keberhasilan dalam pembelajaran.

 Teori Belajar Behavioristik


Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon
akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
 Teori Belajar Kognitif
Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan
kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3)
concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan
lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan
obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada
peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
 Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
 Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak.
 Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
 Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
 Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
 Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
 Teori Belajar Konstruktivisme\
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori
pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis
ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah
dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori
pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner
(Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi
kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke
pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat
anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
 Teori Belajar Humanistik
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia
mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang
ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses
belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain
adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
 Hakikat Mengajar
PENGERTIAN MENGAJAR
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau
sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses
belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru.
Disamping itu ada beberapa difinisi lain, yang dirumuskan secara rinci dan tampak

bertingkat.

Oemar Hamalik (1992) mendefinisikan mengajar sebagai proses menyampaikan


pengetahuan dan kecakapan pada siswa
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada siswa. Menurut pengertian ini
berarti tujuan belajar dari siswa itu hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai
pengetahuan.[5]
Dalam pengertian yang luas, mengajar diartiakn sebagai suatau aktivitas
mengorganisasikan atau mengatur lingkunagn sebaik – baiknya dan menghubungkan
dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya
menciptakan kondisi ynag kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para
siswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak
secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.
Ada pun hasil pengajaran itu dikatakan betul betul baik, apabila memiliki ciri –ciri
sebagai berikut:
 Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Dalam
hal ini guru akan senantiasa menjadi pembimbing dan pelati yang baik bagi para
siswa yang akan menghadapi ujian.
 Hasil itu merupakan pengetahuan “asli” atau “otentik.” Pengetahuan hasil
proses belajarmengajar itu bagi siswa seolah – olah telah merupakan bagian
kpribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan mendapat mempengaruhi
pandanagn dan caranya mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu
dinyatakan dan penuh makana bagi dirinya.
Dalam hubungan itu ada rumusan lain mengenai pengertian mengajar diartiakn
sebagai kegiatan mengorganisasi proses belajar. Dengan demikian, permasalahan yang
dihadapi oleh pengajaran yang dipandang baik untuk menghasilkan produk yang baik,
adalah bagaimana mengorganisasikan proses belajar untuk mencapai pengetahuan
otentik dan tahan lama. Karena mengajar merupakan kegiatan mengorganisasikan
proes belajar secara baik, maka guru sebagai pengajar harus berperan sebagai
organisator yang baik pula. Secara makro guru dituntut untuk dapat mengorganisasikan
komponen – komponen yang terlibat di dalam proses belajar - mengajar, sehingga di
harapkan terjadi proses pengajaran yang optimal.
Perlu ditambahkan, bagi seorang guru/ pengajar harus menyadari bahwa belajar
adalah ingin “mengerti”. Belajar adalah mencari, menemukan dan melihat pokok
permasalahan nya belajar juga dikatakan sebagai upaya memecahkan persoaalan yang
dihadapi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kegiatan mengajar dalam proses
pengajarannya juga harus menyediakan kondisi yang problematik dan guru
membimbingnya.[6]
Menurut penelitian psikologis, mengungkapkan adanya sejumlah aspek yang khas
sifatnya dari yang dikatakan belajar penuh makna. Belajar yang penuh makna itu
adalah sebagai berikut :
 Belajar menurut esensinya memiliki tujuan , belajar memiliki makna yang
penuh, dalam arti siswa/subjek belajar, memperhatikan makna tersebut.
 Dasar proses belajar adalahsesuatu yang bersifat eksplorasi serta menemukan
dan bukan merupakan pengulanagn rutin.
 Hal belajar yang dicapai itu selalu memunculkan pemahaman atau pengertian
atau menimbulkan reaksi atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima oleh
akal.
 Hasil belajar itu tidak terkait pada situasi di tempat mencapai, tetapi dapat juga
digunakan dalam situasi lain.

 ANTARA “MENGAJAR “ DAN “MENDIDIK “


Bicara tentang pengertian mengajar kalau dilihat esensinya dalam proses belajar –
mengajar, sudah menyangkut kegiatan mendidik, dalam arti untuk mengantarkan siswa
kepada tingkat kedewasaanya , baik secara fisik maupun mental. Tetapi dalam uraian
berikut ini mencoba membedakan, dengan suatu maksud memberikan suatu penamaan
terhadap kenyataan yang kini sedang berkembang . kenyataan yang dimaksud adalah
keadaan proses dan hasil pengajaran di sekolah – sekolah. Sehingga pembedaan ini
tidak ensensial dan konseptual. Oleh karena itu mengajar dan mendidik akan
ditempatkan di antara tanda petik (“.....”).
Memang kalau dilihat dari segi asal katanya, keduanya memiliki arti yang sedikit
beda .” mengajar “.memberi pelajaran misalnya memberi pelajaran matematika,
memberi pelajaran bahasa, sejarah, agar siswa di ajari mengetahui dan paham tentang
bahan yang diajarkan tadi.” MENDIDIK “ : memelihara dan memberi latihan mengenai
akhlak dan kecerdasan pemikiran. Menurut umum mengajar diartiakn sebagai usaha
guru untuk menyampaikan dan menanamkan pengetahuan kepada siswa/anak didik .
Mendidik dapat di artiakan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik
kearah kedewasaannya baik secara jasmanai maupun rohani . Oleh karena itu mendidik
dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik .
dibandingkan dengan pengertian “mengajar “, maka pengertian “mendidik “ lebih
mendasar . “ mendidik “ tidak sekedar transfer of knowledge , tetapi juga transfer of
values “ mendidik “ diartikan lebih komprehensif, yakin usaha membina diri anak didik
secara utuh baik matra kognitif, psikomotorik maupun efektif, agar tumbuh sebagai
manusia – manusia yang berkepribadian.
Berkait dengan soal pembentukan kepribadian siswa(anak didik) “mendidik” juga
harus merupakan usaha memberikan tuntutan kepada siswa untuk dapat berdiri sendiri
dengan norma – norma kemnusiaan yang sesuai dengan kepribadian bangsa, yakni
pancasila. Untuk mengantarkan anak didik ketingkat itu memerlukan berbagai
komponen dan proses, sepertian kegiatan penyampaian materi pelajaran, kegiatan
motivasi, penenaman nilai – nilai yang sesuai dengan materi yang diberikan. Itulah
maka “mendidik “ harus merupakan usaha untuk memberikan motivasi kepada siswa
agar terjadi proses internalisasi nilai – nilai pada dirinya sehingga akan lahir suatu sikap
yang baik.
Sehubung dengan urayan dan kenyataan diatas,”mengajar” dalam kegiatan belajar
– mengajar harus diterjemahkan secara konseptual, disikroniskan dengan pengertian
“mendidik “ oleh karena itu , “Raka Joni” memberikan batasan mengajar adalah
menyediakan kondisi optimal yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar
anak didik untuk memproleh pengetahuan, keterampilan dan nilai atau sikap yang dapat
membawa perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan sebagai pribadi. [7]

2. Hakikat Pembelajaran
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian,
maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih
baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran
adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain
bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan
proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki
dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128).

Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan 2 pelaku aktif, yaitu


siswa dan guru. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa
yang didesain secara sengaja, sistematis, dan berkesinambungan. Sedangkan
siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi
belajar yang diciptakan guru. Perpaduan dari kedua unsur tadi melahirkan
interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya.

Sesuai dengan UU No.23 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS bahwa


Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik, guru, dan sumber
belajar dalam lingkungan belajar. Kegiatan belajar mengajar merupakan
kegiatan yang paling pokok, berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan
tergantung dari Kegiatan belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara
profesional

Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa


pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru
dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran oleh
peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of
teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi
kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik
sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.

Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga
dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran
dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak
tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik
tidak merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik


dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan
tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai
dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang
menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan
kemampuan belajar peserta didik.

Fungsi-fungsi pembelajaran yaitu sebagai berikut:


 Pembelajaran sebagai sistem
Pembelajaran sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir
antara lain tujuan pembelajaran , materi pembelajaran , strategi dan metode
pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga , pengorganisasian kelas,
evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan
pengayaan).
 Pembelajaran sebagai proses
Pembelajaran sebagai proses merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru
dalam rangka membuat siswa belajar, meliputi:
1) Persiapan, merencanakan program pengajaran  tahunan, semester, dan
penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan  penyiapan perangkat
kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat evaluasi, buku  atau media
cetak lainnya.
2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran  dengan mengacu pada persiapan
pembelajaran  yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan
atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan
dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi,
dan sikapnya terhadap siswa;
3) Menindaklanjuti pembelajaran  yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca
pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula
berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan
belajar.

Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :


 Merupakan upaya sadar dan disengaja
 Pembelajaran harus membuat siswa belajar
 Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
 Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasi

B. Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran PAI

Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses


belajar mengajar . Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila
ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar.
Dengan kata lain supaya dapat mengotrol sendiri apakah tugas-tugas mengajar yang
dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka guru perlu memahami
prinisp-prinsip belajar itu. Pentingnya guru memahami prinsip dari teori belajar menurut
Lindgren dalam Toeti Sukamto (1992: 14 ) mempunyai alasan sebagai berikut :

 Teori belajar ini membantu guru untuk memahami proses belajar yang terjadi di
dalam diri siswa, Dengan kondisi ini guru dapat mengerti kandisi-kondisi dan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses
belajar;
 Teori ini memungkinkan guru melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil
yang dapat diharapkan suatu aktifitas belajar;

Sebelum memulai proses pembelajaran hendaknya dipahami dulu prinsip-prinsip


belajar dan pembelajaran yang mengacu pada teori belajar dan pembelajaran. Hal ini
dilakukan untuk memilih dan menentukan metode pembelajaran yang tepat yang akan
diterapkan dalam proses belajar-mengajar. Prinsip-prinsip (Muhaimin MA, Paradigma
Pendidikan Islam,Rosda, hlm.137) tersebut antara lain adalah:
1. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Konsep kesiapan sangat mempengaruhi dalam proses belajar peserta didik yang
belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam proses dan pembelajaran, pasti
didik banyak yang berputus asa atau malas belajar. Prinsip kesiapan balajar bukan
hanya berdasarkan kondisi fisik saja, namun kesiapan belajar ialah kematangan dan
pertumbuhan fisik, psikis, inteligensi, latar belakang pengalaman, hasil belajar yang
baku, motivasi, persepsi dan factor-faktor yang memungkinkan seseorang dapat
belajar.

Berdasarkan prinsip kesiapan belajar tersebut, dapat dikemukakan hal-hal yang


terkait dengan pembelajaran antara:

a. Individu akan dapat belajar dengan baik apabila tugas yang diberkan kepadanya
sesuai dengan kesiapan (kematangan usia, kemampuan, minat, dan latar belakang
pengalaman)
b. Kesiapan belajar harus dikaji lebih dulu untuk memperoleh gambaran kesiapan
belajar siswanya dengan jalan mengetes kesiapan atau kemampuan.
c. Jika individu tidak siap untuk melaksanakan suatu tugas belajar maka akan
menghambat proses pengaitan pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang
dimilikinya.
d. Kesiapan belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan untuk menerima sesuatu
yang baru dalam membentuk atau mengembangkan kemampuan yang lebih
mantap.
e. Bahan dan tugas-tugas belajar akan sangat baik kalau divariasi sesuai dengan
factor kesiapan kognitif, efektif dan psikomotorik peserta didik yang akan belajar.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)

Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang


menyebabkan adanya tingkah kearah suatu tujuan tertentu. Seseorang peserta didik
dapat terlihat memiliki motivasi dari pengamatan observasi tingkah lakunya.

Ciri-ciri peserta yang memiliki motivasi:

a. Bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian dan rasa ingin


tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan.
b. Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan
tersebut.
c. Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.

Berdasarkan sumbernya, motivasi dapat dibagi menjadi dua:

a. Motivasi intrinsic.
Yaitu: motivasi yang dating dari dalam diri peserta didik.
b. Motivasi ekstrinsik.
Yaitu: motivasi yang dating dari lingkungan diluar peserta didik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pendidikan


agama:

 Memberikan dorongan (Drive)


Tingkah laku seseorang akan terdorong kearah sesuatu tujuan tertentu apabila
ada kebutuhan. Kebutuhan ini menyebabkan timbulnya dorongan internal, yang
selanjutnya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu menuju tercapainya
suatu tujuan. Setelah tujuan dapat dicapai biasanya intensitas dorongan semakin
menurun.
 Memberikan Insentif.
Adanya karakteristik tujuan menyebabkan seseorang bertingkah laku untuk
mencapai tujuan tersebut. Tujuan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku
tersebut disebut insentif. Setiap orang mengharapkan kesenangan dengan
mendapatkan insentif yang bersifat negative.
Insentif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam tidak selalu berupa
materi, tetapi bisa berupa nilai atau penghargaan sesuai kadar kemampuan yang
dapat diberikan kepada peserta didik secara bertahap sesuai tahap tingkatan yang
dapat dicapainya.
 Motivasi Berprestasi.
Setiap orang mempunyai motivasi untuk bekerja karena adanya kebutuhan
untuk dapat berprestasi. MC Chelland (dalam Carlesson, 1986) mengemukakan
bahwa motivasi merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu:
1) Harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil.
2) Prestasi tertinggi nilai tigas.
3) Kebutuhan untuk keberhasilan atau kesuksesan.
 Motivasi kompetensi
Setiap peserta didik memiliki keinginan untuk menunjukkan kompetensi
dengan berusaha menaklukan lengkungan. Motivasi belajar tidak bisa dilepaskan
dari keinginannya untuk menunjukkan kemampuan dan dan penguasaanya kepada
orang lain.
 Motivasi kebutuhan.
Menurut Maslow, manusia memiliki kebutuhan yang bersifat hierakis

3. Prinsip Perhatian

Perhatian merupakan suatu strategi kognitif yang mencakup empat keterampilan,


yaitu:

 Berorientasi pada suatu masalah.


 Meninjau sepintas isi masalah.
 Memusatkan diri pada aspek-aspek yang relevan.
 Mengabaikan stimulasi yang tidak relevan.

Dalam proses pembelajaran, prinsip perhatian merupakan factor yang besar


pengaruhnya. Apabila peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa
yang disampaikan atau dipelajari maka peserta didik tersebut dapat menerima dengan
mudah.

4. Prinsip Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang bersifat komplek yang menyebabkan orang
dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Pada
umumnya, seseorang itu lebih cenderung percaya pada sesuatu sesuai dengan
bagaimana ia memahami sesuatu itu pada sitiasi tertentu. Persepsi bersifat relative,
selektif dan teratur. Karena itu sejak dini seseorang pesertra didik perlu ditanamkan
rasa memilki persepsi yang baik dan akurat mengenai apa yang dipelajari.
5. Prinsip Retensi

Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang
mempelajari sesuatu. Kebanyaan apabila seseorang belajar, maka setelah selang
beberapa waktu apa yang akan dipelajari akan banyak yang terlupakan.

Prinsip-Prinsip untuk meningkatkan retensi:


 Isi pembelajaran yang bermakna akan lebih mudah diingat dibandingkan dengan
isi pembelajaran yang tidak bermakna.
 Benda yang jelas dan konkrit lebih mudah diingat, daripada benda-benda yang
abstrak.
 Isi pembelajaran yang bersifat konsektual/serangkaian kata-kata yang mempunyai
kekuatan asosiatif lebih baik diingat dibandingkan dengan kata-kata yang tidak
memiliki kesamaan internal.
 Tidak ada perbedaan antara retensi dengan apa yang telah dipelajari peserta didik
yang mempunyai berbagai tingkat IQ.[9]

Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi belajar, yaitu:

a. Apa yang dipelajari pada permulaan (original learning )


b. Belajar melebihi penguasaan (clear learning)
c. Pengulangan dengan interval waktu (spaced learning)

Cara-cara untuk meningkatkan retensi belajar, antara lain:

 Usahakan agar isi pembelajaran yang dipelajari disusun dengan baik dan
bermakna.
 Pembelajaran dibuat dengan bantuan jembatan keledai (macmonic)
 Berikan resitasi, karena hal itu akan meningkatkan aktivitas peserta didik.
 Berikan latihan pengulangan terutama untuk pembelajaran keterampilan motorik.
 Susun dan sajikan konsep yang jelas.
6. Prinsip Transfer

Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari dapat
mempengaruhi proses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Ada beberapa bentuk
transfer, yaitu:

 Transfer Positif
Terjadi apabila pengalaman sebelumnya dapat membantu mempermudah
pembentukan untuk kerja peserta didik dalam tugas-tugas selanjutnya.
 Transfer Negatif
Terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya menghambat atau
mempersulit untuk kerja dalam tugas-tugas baru.
 Transfer Nol
Terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya tidak mempengaruhi
unjuk kerja dalam tugas-tugas barunya.

 TUJUAN PEMBELAJARAN
             Tujuan pembelajaran adalah salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan
dalam merencanakan pembelajaran. Segala kegiatan pembelajaran muaranya pada
tercapainya tujuan tersebut.
            Dilihat dari sejarahnya, tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh
B. F Skinner pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam ilmu perilaku (Behavioural
science) dengan maksud untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kemudian diikuti
oleh Robert Mager yang menulis buku yang berjudul: “Preparing Instructional
Objective” padatahun 1970 diseluruh lembaga pendidikan termasuk di
Indonesia. Tujuan pembelajaran ini bukan saja memperjelas arah yang ingin dicapai
dalam suatu kegiatan belajar, tetapi dari segi efisiensi diperoleh hasil belajar yang
maksimal.[9]
            Pengertian yang diberikan para ahli pembelajaran tentang tujuan
pembelajaran, yang satu sama lain memiliki kesamaan disamping ada perbedaan
sesuai dengan sudut pandang garapannya. Robert F. Mager (1962)  misalnya
memberikan pengertian tujuan pembelajaran sebagai tujuan perilaku yang hendak
dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa ataupesertadidik pada kondisi dan
tingkat kompetensi tertentu. Pengertian kedua dikemukakan oleh Edwar L. Dejnozka
dan David E. Kapel (1981), juga Kemp (1977) yang memandang bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku
atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisna untuk menggambrkan hasil
belajar yang diharapakan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang samar. Definisi ke tiga
dikemukakan oleh Fred Percival dan Henry Ellington (1984) yakni tujuan
pembelajaran adalah suatu pernyataan yang jelas dan menunjukan penampilan atau
keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar
Peserta didik ini dituntut keaktifannya bukan hanya dituntut secara fisik saja,
tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi
pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran
tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik
tidak merasakan perubahan di dalam dirinya .
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan,
sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas
guruataupendidikadalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai
dengan kebutuhan dan minatnya. Pentingnyaperananseorangpendidik sebagai
fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung
peningkatan kemampuan belajar siswa .[10]
 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembelajaran
            Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.   Faktor Kecerdasan
Kecerdasan ialah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan berfikir
yang bersifatnya rumit dan abstrak. Tingkat kecerdasan dari masing-masing tidak
sama. Ada yang tinggi, ada yang sedang dan ada pula yang rendah. Orang yang
tingkat kecerdasannya tinggi dapat mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit
dilakukan dengan cepat tanpa banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang
yang kurang cerdas. Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih
banyak, lebih cepat dengan tenaga yang relatif sedikit. Kecerdasan adalah suatu
kemapuan yang dibawa dari lahir sedangkan pendidikan tidak dapat
meningkatkannya, tetapi hanya dapat mengembangkannya. Namun hal ini tingginya
kecerdasan seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan
pendidikan dengan baik, karena keberhasilan dalam belajar bukan hanya ditentukan
oleh kecerdasan saja tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya.
2.     Faktor Belajar
Faktor belajar disini adalah semua segi kegiatan belajar, misalnya kurang
dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang dihadapi, tidak dapat
menguasai kaidah yang berkaitan sehingga tidak dapat membaca seluruh bahan yang
seharusnya dibaca. Termasuk di sini kurang menguasai cara-cara belajar efektif dan
efisien.
3.     Faktor Sikap
Banyak pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa dalam
belajar. Sikap dapat menentukan apakah seseorang akan dapat belajar dengan lancar
atau tidak, tahan lama belajar atau tidak, senang pelajaran yang di hadapinya atau
tidak dan banyak lagi yang lain.  Diantara sikap yang dimaksud di sini adalah minat,
keterbukaan pikiran, prasangka atau kesetiaan. Sikap yang positif terhadap pelajaran
merangsang cepatnya kegiatan belajar.

4.   Faktor Kegiatan
Faktor kegiatan ialah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran
jasmani dan keadaan fisik seseorang. Sebagaimana telah diketahui, badan yang tidak
sehat membuat konsentrasi pikiran terganggu sehingga menganggu kegiatan belajar.
5.   Faktor Emosi dan Sosial
Faktor emosi seperti tidak senang dan rasa suka dan faktor sosial seperti
persaingan dan kerja sama sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar. Ada
diantara faktor ini yang sifatnya mendorong terjadinya belajar tetapi ada juga yang
menjadi hambatan terhadap belajar efektif.
6.   Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana tempat seseorang belajar.
Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut juga menentukan berhasil atau tidaknya
kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk dan nyamuk yang menganggu pada waktu
belajar dan keadaan yang serba kacau di tempat belajar sangat besar pengaruhnya
terhadap keberhasilan belajar. Hubungan yang kurang serasi dengan teman dapat
menganggu kosentrasi dalam belajar.
7.   Faktor Guru
kemampuan guru mengajar, hubungan guru dengansiswasertakepribadian
guru dan perhatian guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi
keberhasilan belajar. Guru yang kurang mampu dengan baik dalam mengajar dan
yang kurang menguasai bahan yang diajarkan dapat menimbulkan rasa tidak suka
kepada yang diajarkan dan kurangnya dorongan untuk menguasainya dipihak siswa.
Sebaliknya guru yang pandai mengajar yang dapat menimbulkan pada diri siswa rasa
menggemari bahan yang diajarkannya sehingga tanpa disuruh pun siswa banyak
menambah pengetahuannya dibidang itu dengan membaca buku-buku, majalah dan
bahan cetak lainnya. Guru dapat juga menimbulkan semangat belajar yang tinggi dan
dapat juga mengendorkan keinginan belajar yang sungguh-sungguh. Siswa yang baik
berusaha mengatasi kesulitan ini dengan memusatkan perhatian kepada bahan
pelajaran, bukan kepada kepribadian gurunya.[11]

C. Istilah – istilah dalam proses pembelajaran


 Pendekatan
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Dilihatdari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach).
Pendekatan Expository
Pendekatan Expository menekankan pada penyampaian informasi yang
disampaikan sumber belajar kepada warga belajar. Melalui pendekatan ini sumber
belajar dapat menyampaikan materi sampai tuntas. Pendekatan Expository lebih tepat
digunakan apabila jenis bahan belajar yang bersifat informatif yaitu berupa konsep-
konsep dan prinsip dasar yang perlu difahami warga belajar secara pasti. Pendekatan ini
juga tepat digunakan apabila jumlah warga belajar dalam kegiatan belajar itu relatif
banyak. Pendekatan expository dalam pembelajaran cenderung berpusat pada sumber
belajar, dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) adanya dominasi sumber belajar
dalam pembelajaran, 2) bahan belajar terdiri dari konsep-konsep dasar atau materi yang
baru bagi warga belajar, 3) materi lebih cenderung bersifat informasi, 4) terbatasnya
sarana pembelajaran.
Pendekatan Inquiry
Istilah Inquiry mempunyai kesamaan konsep dengan istilah lain seperti
Discovery, Problem solving dan Reflektif Thinking. Semua istilah ini sama dalam
penerapannya yaitu berusaha untuk memberikan kesempatan kepada warga belajar
untuk dapat belajar melalui kegiatan pengajuan berbagai permasalahan secara sistimatis,
sehingga dalam pembelajaran lebih berpusat pada keaktifan warga belajar. Dalam
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Inquiry, sumber belajar
menyajikan bahan tidak sampai tuntas, tetapi memberi peluang kepada warga belajar
untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan menggunakan berbagai cara
pendekatan masalah. Sebagaimana dikemukakan oleh Bruner bahwa landasan yang
mendasari pendekatan inquiry ini adalah hasil belajar dengan cara ini lebih mudah
diingat, mudah ditransfer oleh warga belajar.
 Strategi Pembelajaran

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam


strategi pembelajaran. Strategi dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan
dalammpengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Dalam pengertian sempit
bahwa istilah strategi itu sama dengan pengertian metode yaitu sama-sama merupakan
cara dalam rangka pencapaian tujuan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi


pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan
mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam
strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada
dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil
dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.

Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian


pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning
(Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara
pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran
induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

 Metode Pembelajaran
Metode merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dipilih
dalam mencapai tujuan belajar, sehingga bagi sumber belajar dalam menggunakan suatu
metode pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan.
Ketepatan penggunaan suatu metode akan menunjukkan fungsionalnya strategi dalam
kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.
Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something”
sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008).
Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran
yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya:
(1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6)
pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

 TEKNIK PEMBELAJARAN

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya


pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang
dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif
banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda
dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.
Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang
berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama.

 TAKTIK PEMBELAJARAN

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan


metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat
dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangatM
berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung
banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang
tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih
banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai
bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari
masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari
guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu
sekalkigus juga seni (kiat)

 MODEL PEMBELAJARAN

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik


pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa
yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan
secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penera pan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

2.      Hubungan Pembelajaran dan belajar


Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan 2 pelaku aktif, yaitu
siswa dan guru. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa
yang didesain secara sengaja, sistematis, dan berkesinambungan. Sedangkan siswa
sebagai subyek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar
yang diciptakan guru. Perpaduan dari kedua unsur tadi melahirkan interaksi
edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya.
Sesuai dengan UU No.23 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS bahwa
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik, guru, dan sumber
belajar dalam lingkungan belajar. Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan
yang paling pokok, berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung
dari Kegiatan belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara profesional
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran
membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta
didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran oleh peserta didik
(student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching)
(Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus
pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses
yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.

3. KOMPONEN PERANGKAT PEMBELAJARAN DALAM RPP


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari
silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya
mencapai Kompetensi Dasar (KD).
Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan dalam
satu kali pertemuan atau lebih.
Komponen RPP terdiri atas:
 identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan
 identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
 kelas/semester;
 materi pokok;
 alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan
beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
 kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi yang diturunkan dari
tujuan pembelajaran;
 tujuan pembelajaran, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
 materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
ketercapaian kompetensi;
 metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
 media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran;
 sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,
atau sumber belajar lain yang relevan;
 langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti,
dan penutup; dan
 penilaian hasil pembelajaran.

Prinsip Penyusunan RPP

Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :


 Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual,
bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar,
kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau
lingkungan peserta didik.
 Partisipasi aktif peserta didik.
 Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat,
kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.
 Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan
kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai
bentuk tulisan.
 Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian
umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
 Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber
belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
 Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran,
lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
 Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan
efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

4. CARA MENYUSUN RUMUSAN INDIKATOR DAN TUJUAN


PEMBELAJARAN
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar secara spesifik
yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran.
Indikator dirumuskan dengan kata kerja operasional yang bisa diukur dan dibuat
instrumen penilaiannya. Dalam merumuskan indikator perlu diperhatikan
karakteristik SK-KD melalui telaah kata kerja operasional yang digunakan. Untuk
kompetensi yang menuntut penguasaan konsep dan prinsip menggunakan kata kerja
operasional yang sesuai dan berbeda untuk kompetensi yang menuntut kemapuan
opersional atau prosedural.
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh
perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik,
mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja
operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai
dasar untuk menyusun alat penilaian.
Indikator merupakan Kompetensi Dasar yang lebih spesifik. Apabila
serangkaian indikator dalam satu Kompetensi Dasar sudah dapat dicapai oleh siswa,
berarti target Kompetensi Dasar tersebut sudah terpenuhi. Untuk merumuskan
indikator perlu diperhatikan:
 Mengacu pada kompetensi dasar dan materi pembelajaran
 Kata kerja operasional sama atau lebih rinci dari kata kerja operasional pada
kompetensi dasar
 Tiap kompetensi dasar bisa dibuat tiga atau lebih indikator
 Cakupan lebih sempit dibanding kompetensi dasar
 Cakupan materi lebih sedikit dibanding dengan standar kompetensi.
 Tiap indikator dapat dibuat tiga atau lebih butir soal
Perbendaharaan kata kerja operasional yang beragam akan sangat membantu
guru dalam merumuskan indikator berdasarkan kompetensi dasarnya.
Rumusan indicator yang baik itu harus memenuhi beberapa persyaratan
antaralain adalah :
 Dirumuskan dalam kalimat yang simpel, jelas dan mudah dipahami.

 Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.


 Tidak menggunakan kata yang bermakna ganda
 Hanya mengandung satu tindakan.
 Menggunakan kata kerja operasional (KKO) yang dapat diukur.
 Mengunakan KKO yang lebih rendah tingkatnya dan atau sama dengan KKO
yang terdapat pada KD.
 Jumlah indicator minimal untuk satu KD sama dengan jumlah amanat yang
terdapat pada KD tersebut.
 Dalam satu KD harus ada indicator yang mengacu sekurangnya pada 2 dari 3
aspek kompetensi ( cognitive, affektif dan psychomotor )
Dalam merumuskan indicator pembelajaran langkah kerja yang harus
ditempuh seorang guru adalah :
 Menganalisis Standar Kompetensi. Apabila KD yang tersedia pada Standar
Kompetensi tersebut belum mampu mengakomodir seluruh amanat yang
terdapat pada Standar Kompetensi, guru harus merunambah rumusan KD
hingga semua amanat dalam Standar Kompetensi dapat diakomodir.
 Menganalisis Kompetensi Dasar. Ada beberapa hal yang harus menjadi
perhatian dalam menganalisis KD, antara lain dalah : 1). Kata Kerja Operasi
(KKO) yang digunakan. KKO yang digunakan berada pada ranah cognitive,
ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), anaslisis (C4), sintesis (C5) atau
evaliatif (C6). Hal ini diperlukan karena KKO pada indicator tidak boleh lebih
tinggi dari KKO pada KD, paling tinggi hanya sama. Karena indicator
fungsinya dalah menjabarkan KD. 2). Menggaris bawahi amanat yang terdapat
dalam KD. Hal ini diperlukan karena indicator dirumuskan berdasarkan
amanat yang terdapat dalam KD tersebut. 3). Menganalisis amanat yang telah
digaris bawahi. Hal ini diperlukan karena apabila amanat tersebut tidak dapat
dicapai dalam satu langkah perlu dirumuskan indicator perantara atau indicator
penunjang.
 Menganalisis materi pembelajaran. Hal ini diperlukan karena dalam memilih
dan menetapkan materi ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan, 1).
Kontektual, artinya materi tersebut harus punya korelasi dengan keseharian
peserta didik. 2). Visi dan misi sekolah, artinya bahwa materi yang ditetapkan
memiliki titik singgung dengan visi sekolah. 3). Perluasan dan pengembangan
materi. Ketiga aspek ini tentu memerlukan evaluasi untuk itu perlu dirumuskan
indakator yang berkaitan dengan masalah tersebut.
 Merumuskan indicator dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, simple jelas dan mudah dipahami.

Penyusunan Tujuan Pembelajaran (TP) yang baik perlu melibatkan


unsur-unsur yang dikenal dengan ABCD, yang berasal dari empat kata sebagai
berikut:
A = Audience
B = Behavior
C = Condition
D = Degree
A = Audience adalah pelaku yang menjadi kelompok sasaran pembelajaran,
yaitu siswa. Dalam TP harus dijelaskan siapa siswa yang mengikuti pelajaran itu.
Keterangan mengenai kelompok siswa/mahasiswa yang akan manjadi kelompok
sasaran pembelajaran diusahakan sespesifik mungkin. Misalnya, siswa/mahasiswa
jenjang pendidikan apa, kelas berapa, semester berapa, dan bahkan klasifikasi
pengelompokan siswa/mahasiswa tertentu. Batasan yang spesifik ini penting artinya
agar sejak awal mereka yang tidak termasuk dalam batasan tersebut sadar bahwa
bahan pembelajaran yang dirumuskan atas dasar TP itu belum tentu sesuai bagi
mereka. Mungkin bahan pembelajarannya terlalu mudah, terlalu sulit. Atau tidak
sesuai dengan kebutuhannya.
B = Behavior adalah perilaku spesifik khusus yang diharapkan dilakukan
peserta didik setelah selesai mengikuti proses pembelajaran. Perilaku ini terdiri atas
dua bagian penting, yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja menunjukkan bagaimana
peserta didik mempertunjukkan sesuatu, seperti: menyebutkan, menganalisis,
menyusun, dan sebagainya.
C = Condition adalah kondisi yang dijadikan syarat atau alat yang digunakan
pada saat peserta didik diuji kinerja belajarnya. TP yang baik di samping memuat
unsur penyebutan audens (peserta didik sebagai subyek belajar) dan perilaku,
hendaknya pula mengandung unsur yang memberi petunjuk kepada penyusun tes
mengenai kondisi atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan
mempertunjukkan perilaku yang dikehendaki pada saat diuji.
D = Degree adalah derajat atau tingkatan keberhasilan yang ditargetkan harus
dicapai peserta didik dalam mempertunjukkan perilaku hasil belajar. Target perilaku
yang diharapkan dapat berupa: melakukan tanpa salah, dalam batas waktu tertentu,
pada ketinggian tertentu, atau ukuran tingkatan keberhasilan lainnya.

Berikut adalah contoh perumusan TP :

Diberikan gambar, bahan dan alat-alat


C
Mahasiswa Jurusan Bangunan FT UNYdapat membuat
A B B
sebuah kusen pintu yang harus selesai dalam waktu 180 menit dan hasilnya
D
memenuhi standar Industri
5. CARA MENGAJAR MATERI PAI KEPADA SISWA DI SEKOLAH
Dalam menyampaikan materi kepada siswa, perlu diperhatikan beberapa hal,
pertama adalah pendekatan yang digunakan, strategi, metode, teknik, taktik, dan
model pembelajaran yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik perkembangan
peserta didik, karakteristik materi itu sendiri, dan ketersediaan sarana prasarana yang
menunjang dan kemampuan guru sehingga diharapkan tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara optimal.
6. METODE PEMBINAAN AKHLAK TERHADAP ANAK DALAM
KELUARGA
Salah satu alasan pentingnya pembinaan keagamaan anak dalam rumah tangga
karena dari ibu dan ayahnya, seorang anak pertama kalinya memperoleh bimbingan
dan pendidikan. Tugas merekalah sebagai guru atau pendidikan tama bagi anak-anak
dalam menumbuhkan dan mengembangkan kekuatan mental, fisik dan rohani anak-
anak.[5]
Bagi orang tua yang sadar tentunya memahami arti pentingnya pembinaan
keagamaan anak di dalam rumah tangganya, karena anak adalah makhluk berakal
yang sedang tumbuh, bergairah dan ingin menyelidiki segala sesuatu yang ada di
sekitarnya. Dengan adanya kesadaran semacam itu, tentunya ibu dan bapak merasa
terpanggil untuk membina anak-anaknya sejak kecil demi mengembangkan segala
potensi yang masih terpendam dalam diri mereka.[6]
Dalam ajaran Islam, anak adalah amanat dan cobaan. Kelak amanat dan
cobaan ini akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah SWT. Hal ini sebagaimana
dalam firman Allah [7]yang artinya :

Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan…[8]

Adanya kekhawatiran Allah terhadap amanat yang diberikan kepada kedua


orang tua, maka Allah menegaskan agar tidak memandang enteng dan terlena dengan
cobaan tersebut. Oleh karena itu Allah kembali menegaskan dalam firman-Nya[9]
yang artinya :

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…[10]

Berdasarkan kedua ayat di atas, kini Allah memberikan ultimatum kepada


orang tua agar mengingat selalu pesan Allah[11] yang artinya:
       
         
    
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…[12]
Pedihnya siksaan yang telah dijanjikan Allah itu, tentunya apabila berkaitan
dengan masalah pembinaan keagamaan anak dalam rumah tangga, maka yang
menjadi sorotan utama adalah ibu dan ayah karena dari keduanya anak dilahirkan.
Anak sendiri dalam ajaran Islam ketika dilahirkan ibarat kertas yang siap dijadikan
sebagaimana yang diinginkan orang tua, baik keinginan tersebut disadari ataupun
tidak. Walaupun anak sedikit banyaknya dipengaruhi oleh faktor heredities
(keturunan), tetapi ia juga akan siap dipengaruhi oleh keadaan alam sekitar tempat ia
tumbuh. Teori konvergensi inilah yang tampaknya mendekati dengan sabda Nabi
berikut ini :
]13[ )‫كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يه ّودانه او ينصرانه او يمجسانه (رواه البخارى‬
Setiap orang yang dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), hanya ayah dan ibunyalah
yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi. (H. R. Bukhari)
Apabila orang tua mencintai anaknya dan menjaga amanat yang diberikan
kepada mereka tentunya akan secara suka rela dan tidak menemukan kesulitan –
walaupun kesulitan tersebut dipastikan ada, namun dapat dianggap sebagai warna
warni hidup- dalam mendidik dan membina anak dan keagamaannya.[14]

Tujuan Pembinaan Keagamaan Anak dalam Rumah Tangga


Tujuan pembinaan keagamaan dalam rumah tangga menurut Athiyyah al-
Abrasy adalah untuk pembinaan akhlak anak, menyiapkan anak untuk hidup di dunia
dan akhirat, menguasai ilmu, dan memiliki keterampilan bekerja dalam masyarakat.
[15] Tujuan lain dapat dilihat dalam kutipan berikut ini :
Agar anak mampu berkembang secara maksimal. Itu meliputi seluruh aspek
perkembangan anak, yaitu jasmani, akal dan rohani. Tujuan lain adalah membantu
sekolah atau lembaga kursus dalam mengembangkan pribadi anak didiknya. [16]
Selanjutnya Ahmad Tafsir mengatakan bahwa inti dari pembinaan yang harus
dilakukan pada setiap keluarga adalah pembinaan qalbu (hati) atau dalam istilah yang
spesifik adalah pembinaan agama pada anak. Adanya pembinaan agama seperti ini,
menurutnya orang tua dapat menanamkan nilai-nilai agama dalam pandangan hidup
yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akal anak. Selain itu penanaman
sikap kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan sekolah. [17]
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, di sini dapat dikatakan bahwa pembinaan
keagamaan anak dalam keluarga adalah pembinaan agama anak. Anak akan
mengetahui bagaimana hidup dengan baik, berdisiplin, menghormati orang tua dan
berikutnya menghormati guru. Semuanya itu ada dalam pembinaan agama
Beberapa Metode Pembinaan Keagamaan Anak
1. Metode Hiwar (Percakapan) Qurani dan Nabawi
  Topik yang digunakan dalam percakapan seperti ini tidak dibatasi, ilmu
pengetahuan ataupun ilmu agama juga termasuk di dalamnya. Kadang dalam
percakapan seperti ini tidak harus diakhiri dengan kesimpulan yang jelas masing-
masing pihak mengambil pelajaran untuk menentukan sikap bagi dirinya sesuai
dengan topik percakapan tersebut. 6[18]
Menurut Nahlawi dalam Alquran dan Hadits terdapat berbagai jenis percakapan yakni
: hiwar khitabi atau ta'abbudi, hiwar washfi, hiwar qishashi (percakapan tentang
sesuatu melalui kisah), hiwar jadali dan hiwar nabawi. 7[19]
a. Hiwar Khitabi atau Ta'abbudi
Model percakapan seperti ini adalah percakapan antara Tuhan dengan haba-
Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan mengatakan "wahai orang-orang yang
beriman". Orang yang beriman menjawab dalam qalbunya "kusambut panggilan
Engkau ya rabb". Maksud dialog antara Tuhan dengan hamba-Nya ini merupakan
suatu petunjuk bahwa dalam pembinaan anak dalam rumah tangga dapat dijadikan
sebuah contoh pada anak. 8[20] Diharapkan melalui dialog ini, orang tua dapat
mengambil pelajaran bahwa Alquran menanamkan hal-hal penting untuk dijadikan
suatu pelajaran supaya anak :
1) Tanggap terhadap persoalan yang diajukan Alquran, merunungkannya,
menghadirkan jawaban sekurang-kurangnya di dalam qalbu;
2) Menghayati makna kandungan Alquran;
3) Mengarahkan tingkah laku anak agar sesuai dengan petunjuk Alquran
4) Menanamkan rasa bangga karena dipanggil oleh Tuhan, "hai orang-orang
yang beriman…"9[21]

b. Hiwar Washfi
6

9
Hiwar Washfi adalah dialog antara Tuhan dengan para malaikat atau dengan
makhluk gaib lainnya. Dialog semacam ini dapat dijadikan contoh dalam pembinaan
keagamaan anak dalam keluarga untuk menghadirkan kejadian-kejadian makhluk-
makhluk Tuhan yang telah membangkang perintah-Nya dan makhluk-makhluk Tuhan
yang taat kepada-Nya. Akibat dari pembangkangan ini, anak akan dapat
membayangkan dengan rasa dan emosional yang dimilikinya betapa pedihnya siksaan
dari Tuhan dan betapa nikmatnya balasan Tuhan bagi orang yang taat. 10
[22] Oleh
karena itu, orang tua perlu membangkitkan semangat anak-anaknya supaya tidak
terjerumus sebagaimana orang-orang yang membangkang tersebut.

c. Hiwar Qishashi
Hiwar Qishashi adalah percakapan Tuhan dengan hamba-hamba-Nya seraya
menceritakan kisah-kisah yang memang benar terjadi pada masa lampau. Kisah-kisah
tersebut dapat dilihat sebagaimana yang terjadi pada umat Nabi Luth, umat Nabi Nuh,
kedurhakaan Fir'aun dan Namruzh. Berdasarkan hiwar ini, anak diajak untuk selalu
hidup di jalan yang benar dan membela untuk kepentingan yang benar sesuai dengan
tuntutan dan tuntunan Tuhan. 11[23]
 
d. Hiwar Jadali
Hiwar Jadali adalah dialog Tuhan kepada hamba-hamba-Nya yang dengan
serta merta Tuhan menghadirkan beberapa argumentasi atau hujjah bahwa Wahyu
yang diturunkan kepada Muhammad beserta ajarannya adalah benar jika
dibandingkan dengan kepercayaan masyarakat kala itu bahwa Latta, Uzza dan Manat
adalah Tuhan mereka. Dialog semacam ini dapat dijadikan petunjuk kepada orang tua
perlunya anak-anak terbiasa dapat mempertahankan argumentasi yang didasari akal
yang sehat dan dalil-dalail yang telah tertulis dalam Alquran. 12[24]
Ahmad tafsir menyatakan bahwa hiwar jadali mengandung nilai pendidikan
agar anak terdidik untuk menegakkan kebenaran dengan menggunakan hujjah yang
kuat, kemudian berdasarkan hujjah tersebut anak akan terdidik untuk menolak
kebatilan, karena hal tersebut adalah sangat rendah, dan anak juga anak terdidik selalu

10

11

12
menggunakan gaya berpikir yang sehat, mengambil keputusan di antara banyak
keputusan berdasarkan akal yang sehat. 13[25]
 
e. Hiwar Nabawi
Hiwar Nabawi adalah percakapan yang digunakan Nabi dalam mendidik
sahabat-sahabatnya. Nabi menghendaki agar para sahabat mengajukan pertanyaan
kepadanya yang selanjutnya Nab akan memeberikan jawaban kepada mereka. Namun
pada saat itu tidak ada yang bertanya, maka untuk mengajar para sahabat Jibri diutus
Allah dan bertanya seraya mengajarkan para sahabat bagaimana caranya bertanya. 14
[26]
Berdasarkan dialog ini, orang tua perlu mengajarkan kepada anaknya untuk
berani bertanya sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Begitu jgua orang tua
tentunya tidak merasa bosan dan selalu siap dengan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan anak sebagaimana Nabi menginginkan para sahabatnya bertanya kepadanya.
2. Metode Kisah Qurani dan Nabawi
  Metode ini amat mengandung unsur pedagogis karena apabila orang tua dapat
menghadirkan cerita-cerita yang di yang dikisahkan oleh Alquran sendiri atau yang
disampaikan Nabi, maka sebenarnya dapat membangkitkan semangat anak untuk
mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya sehingga dengan timbulnya
sikap seperti ini akan merasa terkesan dan selalu terukir di dalam hatinya tentang
kisah-kisah tersebut. 15
[27] Karena adanya kesan di dalam hati, maka anak akan
mudah menghayati kisah-kisah tersebut yang seolah-olah ia sendiri menjadi tokoh
utamanya.
Selanjutnya, kisah qurani atau nabawi ini dapat dijadikan sebagai media untuk
mendidik dan membina dalam artian penanaman rasa keimanan dengan cara :
a. Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf (takut), ridha dan cinta;
b. Mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak yaitu
kesimpulan kisah;

13

14

15
c. Melibatkan pembaca atau pendengar –anak- ke dalam kisah itu sehingga ia
terlibat secara emosional. 16[28]

3. Metode Amtsal
Dalam memberikan pelajaran akalannya Tuhan membuat perumpamaan. Hal
ini dapat dilihat sebagaimana perumpamaan Tuhan bahwa orang kafir adalah seperti
orang yang menyalakan api untuk membakar dirinya sendiri dan orang-orang yang
berlindung selain kepada-Nya, laksana laba-laba membuat rumah, padahal rumah
yang paling lemah adalah rumah laba-laba. 17[29]
Metode seperti itu dapat digunakan orang tua sewaktu membina keagamaan
anaknya di rumah. Bahasa yang santun dan halus serta dengan perumpamaan akan
menguntungkan dalam memberikan pembinaan, selain anak tidak merasa bahwa pada
saat itu ia sedang disinggung, juga anak akan terbiasa menggunakan daya nalar yang
dimilikinya untuk membaca dan menangkap makna-makna abstrak.
4. Metode Teladan
Secara psikologis, anak pada masa pertumbuhan dan perkembangannya adalah
masa-masa suka meniru, baik perilaku yang baik ataupun perilaku yang buruk. Oleh
karena itu, contoh atau perilaku teladan dari orang tua dipandang penting untuk
memberikan pembinaan kepada anak. Salah satu contoh yang dikemukakan, apabila
orang tua menginginkan anaknya taat beribadah, tentunya orang tua harus lebih
dahulu mencontohkan hal tersebut. 18[30]

5. Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan identik dengan pengulangan yang dilakukan secara
kontinyu atau dalam bahasa lain merupakan suatu amalan yang nantinya akan berurat
akar dan menjadi pola gaya hidup. 19[31] Kaitannya dengan pembinaan keagamaan
anak dalam rumah tangga, tentunya perlu adanya pembiasaan yang awalnya telah
dilakukan orang tua sehingga dapat menularkannya kepada anak, seperti
mengucapkan salam ketika masuk ke dalam atau ke luar rumah, bangun pagi untuk
16

17

18

19
mengerjakan shalat shubuh dan masih banyak lagi hal-hal yang perlu dibiasakan.
Apabila anak dibiasakan bangun pagi, maka akan merefleksi pada kegiatan anak yang
lain, artinya anak akan cenderung terbiasa melakukan aktivitasnya di pagi hari. 20[32]
6. Metode 'Ibrah dan Mau'izhah
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, metode 'ibrah dan mau'izhah adalah
sebagai berikut :
'Ibrah atau I'tibar adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada
intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar yang
menyebabkan hati mengakuinya. Adapun mau'izhah adalah nasehat yang lembut yang
diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya. 21[33]
Orang tua diharuskan mampu mengambil 'ibrah-'ibrah yang ada dalam
Alquran yang kemudian dapat disalurkan kepada anak sebagai binaannya.
Pengambilan 'ibrah tersebut dapat dikaji melalui kisah-kisah yang telah disediakan
Alquran, sehingga dengan perantara metode ini anak akan dapat meresapi makna dan
hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut.
Begitu juga dengan mau'izah, tentunya juga orang tua harus memilki
keterampilan menggunakan bahasa yang dapat menyentuh ke hati anak. Dengan
nasihat-nasihat keagamaan, anak akan merasa terbina dengan getaran-getaran dari
esensi nasihat tersebut. Semua ini tidak akan berhasil apabila orang tua sebagai
pemberi nasihat tidak terlibat di dalamnya, tidak prihatin terhadap nasib anak yang
dinasihatinya, dan tanpa disertai rasa ikhlas (lepas dari kepentingan duniawi), serta
materi nasihat tersebut tidak diterapkan secara berulang kali. 22[34]

7. Metode Targhib dan Tarhib


Targhib adalah janji kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan
bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar
orang mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga, akan tetapi tekanannya ia
targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.23[35]

20

21

22

23
Dua metode di atas dapat diterapkan di dalam pembinaan keagamaan anak di
rumah tangga. Bermodal metode 'ibrah dan mau'izhah orang tua dapat
mendeskripsikan adanya targhib dan tarhib dari Tuhan. Selain itu orang tua dapat
menyakinkan kepada anak bahwa apa yang telah dijanjikan Allah baik yang berupa
targhib atau tarhib benar-benar ditepati Allah di akhirat kelak. 

7. METODE-METODE PEMBELAJARAN
Terdapat dua metode Pembelajaran Agama Islam yang dapat diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran yaitu metode klasik dan metode PAIKEM (Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Metode Klasik yaitu metode yang sudah diterapkan sejak dahulu kala dalam
proses pembelajaran antara pendidik dan peserta didik. Adapun metode klasik ini
dibagi menjadi:
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode memberikan uraian atau penjelasan kepada
sejumlah murid pada waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain metode ini adalah
sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara
lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia metode ceramah adalah cara belajar atau mengajar
yg menekankan pemberitahuan satu arah dr pengajar kpd pelajar (pengajar aktif,
pelajar pasif). Metode ini disebut juga dengan metode kuliah atau metode pidato.
2. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar dengan cara memecahkan masalah
yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan
argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia metode diskusi adalah cara belajar atau mengajar yang melakukan tukar
pikiran antara murid dengan guru, murid dengan murid sebagai peserta diskusi;
Tujuan metode ini adalah
a. Memotivasi atau memberi stimulasi kepada siswa agar berfikir kritis,
mengeluarkan pendapatnya, serta menyumbangkan pikiran-pikirannya.
b. Mengambil suatu jawaban actual atau satu rangkaian jawaban yang
didasarkan atas pertimbangan yang saksama
Macam-macam diskusi yaitu
a. Diskusi informal
b. Diskusi formal
c. Diskusi panel
d. Diskusi simpusium
Metode ini dapat digunakan pada Standar Kompetensi Iman Kepada Rasul
Alloh, Dendam dan munafiq.

3. Metode Demonstrasi
Metode ini adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang,
kejadian, aturan, dan urutan melakukan sesutau kegiatan, baik secara langsung
maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
yang sedang disajikan.
Tujuan metode ini adalah memperjelas pengertian konsep atau suatu teori.
Diantara keuntungan metode ini adalah
a. Perhatian anak dapat dipusatkan dan titik berat yang dianggap penting
dapat diamati secara tajam
b. Proses belajar anak akan semakin terarah karena perhatiannya akan lebih
terpusat kepada apa yang didemonstrasikan
c. Apabila anak terlibat aktif, maka mereka akan memperoleh pengalaman
atau pengetahuan yang melekat pada jiwanya dan ini berguna dalam pengembangan
kecakapannya.
Metode ini dapat dipraktikkan pada Standar Kompetensi Hukum bacaan Mad
dan Waqof, Adab Makan dan Minum, Hewan yang halal dan haram dimakan.
4. Metode Penugasan
Suatu cara mengajar dengan cara memberikan sejumlah tugas yang diberikan
guru kepada murid dan adanya pertanggungjawaban terhadap hasilnya. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia metode pemberian tugas adalah cara belajar atau
mengajar yang menekankan pada pemberian tugas oleh pengajar kepad murid yang
harus melakukan tugas yang diberikan kepadanya. Tugas tersebut dapat berupa:
a. Mempelajari bagian dari suatu teks buku
b. Melaksanakan sesuatu yang tujuannya untuk melatih kecakapannya
c. Melaksanakan eksperimen
d. Mengatasi suatu permasalahan tertentu
e. Melaksanakan suatu proyek
f. Metode ini dapat diterapkan pada semua Standar Kompetensi.
5. Metode Sosiodrama
Suatu cara mengajar dengan cara pementasan semacam drama atau sandiwara
yang diperankan oleh sejumlah siswa dan dengan menggunakan naskah yang telah
disiapkan terlebih dahulu.
Tujuan metode ini adalah
- Melatih keterapilan social
- Menghilangkan perasaan-perasaan malu dan renda diri
- Mendidik dan mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat
- Membiasakan diri untuk sanggup menerima pendapat orang lain.
Metode ini dapat digunakan misalnya pada Standar kompetensi Adab Makan
dan Minum, Hewan yang halal dan haram dimakan, Menghindari Prilaku tercela, dan
Memahami Sejarah Dakwah Islam.
6. Metode Latihan (drill)
Suatu cara mengajar yang digunakan dengan cara memberikan latihan yang
diberikan guru kepada murid agar pengetahuan dan kecakapan terentu dapat menjadi
atau dikuasi oleh anak.
7. Metode Kerja Kelompok
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode kelompok adalah metode
untuk mengubah pandangan dan sikap seseorang dengan jalan memasukkan orang itu
ke dalam kelompok.
Kerja kelompok elompok itu ada dua macam
· Kerja kelompok jangka pendek
Kelompok ini dapat dilaksanakan dalam kelas dalam waktu yang singkat
kurang lebih 20 menit.
· Kerja kelompok jangka menengah
Dilaksanakan dalam beberapa hari karena adanya tugas yang cukup memakan
waktu yang agak panjang.
Metode ini dapat digunakan pada semua Standar Kompetensi.
8. Metode Proyek
Metode mengajar dengan cara memberikan bermacam-macam permasalahan
dan anak didik bersama-sama menghadapi masalah tersebut dan memecahkannya
secara bersama-sama dengan mengikuti langkah-langkah secara ilmiah, logis, dan
sistemastis.
Metode ini disebut juga dengan metode pengajaran unit
Tujuan metode ini adalah untuk melatih anak didik agar berfikir ilmiah, logis,
dan sistematis.
Metode ini dapat digunakan pada semua Standar Kompetensi.
9. Metode Karyawisata
Metode ini adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa
ke suatu tempat atau objek yang bersejarah atau memiliki nilai pengetahuan untuk
mempelajari dan menelilti sesuatu. Metode ini dapat digunakan pada Standar
Kompetensi 15 ( Hewan yang halal dan Haram dimakan) dengan mengajak
karyawisata ke kebun binatang.
10. Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk sejumlah
pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi ada pula dari
siswa kepada guru. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode tanya jawab
adalah cara belajar atau mengajar yg menekankan pd pemberian pertanyaan oleh
pengajar, sedangkan murid harus menjawab pertanyaan tersebut. Metode ini dapat
digunakan pada semua Standar Kompetensi
11. Metode Eksperimen
Suatu metode yang dilakukan dalam suatu pelajaran tertentu terutama yang
bersifat objektif, seperti ilmu pengetahuan alam, baik dilakukan di dalam/di luar
kelas maupun dalam suatu laboratorum tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, metode penelitian cara mencari kebenaran dan asas-asas gejala alam,
masyarakat, atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu yg bersangkutan.
12. Metode Kisah Atau Cerita
Merupakan suatu cara mengajar dengan cara meredaksikan kisah untuk
menyampaikan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.Metode ini dapat
digunakan pada Standar Kompetensi Iman kepada Rosul Alloh dan Sejarah
Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan dalam Islam.
13. Metode Tutorial
Metode ini adalah cara mengajar dengan memberikan bantuan tutor. Setelah
siswa diberikan bahan ajar, kemudian siswa diminta untuk mempelajari bahan ajar
tersebut.
Metode ini dapat digunakan pada Standar kompetensi Memahami Sejarah
Dakwah Islam.
14. Metode Perumpamaan
Suatu metode yang digunakan untuk mengungkapkan suatu sifat dan hakikat
dari realitas sesuatu atau dengan cara menggambarkan seseuatu dengan seseuatu
yang lain yang serupa.
Metode ini dapat digunakan pada Standar Kompetensi mengenai menghindari
perilaku tercela.

15. Metode Suri Tauladan


Metode mengajar dengan cara memberikan contoh dalam ucapan, perbuatan,
atau tingkah laku yang baik dengan harapan menumbuhkan hasrat bagi anak didik
untuk meniru atau mengikutinya.
Metode ini dapat digunakan pada Standar kompetensi Iman kepada Rasul
Allah dan juga mengenai menghindar perilaku tercela.
16. Metode Peringatan dan Pemberian Motivasi
Metode mendidik dengan cara memberikan peringatan kepada anak tentang
sesuatu dan memberikan motivasi agar memiliki semangat dan keinginan untuk
belajar dan mempelajari sesuatu. Metode ini dapat digunakan pada semua Standar
kompetensi.
17. Metode Praktek
Metode mendidik dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan
alat atau benda dengan harapan anak didik mendapatkan kejelasan dan kemudahan
dalam mempraktekan materi yang dimaksud.
Metode ini dapat digunakan pada aspek fikih seperti berwudhu, sholat dan
sebagainya.
18. Metode Pemberian Ampunan dan Bimbingan
Metode mengajar dengan cara memberikan kesempatan kepada anak didik
memperbaiki tingkah lakunya dan mengembangkan dirinya. Metode ini dapat
digunakan pada semua aspek pembelajaran PAI.
Berikut ini adalah contoh-contoh praktis model kegiatan pembelajaran yang
mampu membuat siswa aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
(PAIKEM). Dalam disain model-model ini digunakan variasi metode pembelajaran
secara kombinatif, memanfaatkan tipe-tipe belajar siswa baik auditif, visual, maupun
kinestetik; demikian juga fungsi intelek dan perasaannya sehingga kompetensi siswa
dapat berkembang secara terpadu.
1. Jigsaw Learning
Model pembelajaran yang memiliki kesamaan dengan model “pertukaran dari
kelompok” (group-to-group exchange), dengan suatu perbedaan penting: setiap siswa
mengajarkan sesuatu.
Ini adalah alternatif menarik, ketika ada materi pelajaran yang banyak, dapat
dipelajari dengan disingkat atau “dipotong”, dengan ketentuan tidak ada bagian yang
harus diajarkan sebelum bagian yang lain.
Setiap kali siswa mempelajari sesuatu yang dipadukan dengan materi yang
telah dipelajari oleh siswa lain, dibuat sebuah kumpulan pengetahuan yang bertalian.
2. Everyone Is a Teacher Here (Everyone can be a teacher)
Setiap Orang adalah Guru; ini merupakan sebuah model strategi yang mudah
memperoleh partisipasi kelas yang besar dan tanggung jawab individu. Model
pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk bertindak
sebagai seorang ”pengajar” terhadap siswa lain.
3. Team Quiz (Menguji Tim)
Teknik ini meningkatkan kemampuan tanggung jawab siswa terhadap apa
yang mereka pelajari melalui cara yang menyenangkan dan tidak menakutkan.
Sebagai contoh, Teknik ini bisa digunakan untuk membahas “Isi Kandungan
Ayat/Surat Pendek al-Qur’an, penerapan isi kandungan ayat, atau hukum tajwid”
4. Poster Session (Membahas Poster)
Merupakan Metode presentasi alternatif ini merupakan sebuah cara yang tepat
untuk menginformasikan kepada siswa secara cepat, menangkap imajinasi mereka,
dan mengundang pertukaran ide di antara mereka. Teknik ini juga sebuah cara cerita
dan grafik yang memungkinkan siswa mengekspresikan persepsi dan perasaan
mereka tentang topik yang sekarang sedang dibahas.
5. Information Search (Pencarian Informasi)
Metode ini sama dengan ujian open book. Tim mencari informasi (normalnya
dilakukan dalam pelajaran dengan metode ceramah) untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan kepadanya. Metode ini khususnya sangat membantu dalam materi
yang membosankan. Misal: ”Beriman kepada Zat dan Af’al Allah melalui Telaah
QS. Al-Fatihah dan Al-Nas”.
6. Card Sort (Memilah dan Memilih Kartu)
Ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan
konsep, penggolongan sifat, fakta tentang suatu obyek, atau mengulangi informasi.
Gerakan fisik yang diutamakan dapat membantu untuk memberi energi kepada kelas
yang telah letih.

Anda mungkin juga menyukai