1
H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta : kalam mulia, 2002), hal 33
Ketiga kata tersebut memiliki makna yang saling berkaitan saling cocok untuk
pemaknaan pendidikan dalam Islam. Ketiga makna itu mengandung makna yang
amat dalam, menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam
hubungannya dengan Tuhan berkaitan dengan satu sama lain.
At-tarbiyah ( )التربيةberakar dari tiga kata, yakni pertama, berasal dari kata
rabba yarbu ( )يربو – رباyang artinya bertambah dan bertumbuh. Kedua, berasal dari
kata rabiya yarbi ( )يربى – ربيyang artinya tumbuh dan berkembang. Ketiga, berasal
dari kata rabba yarubbu (و – ربNN )يربyang artinya memperbaiki, membimbing,
menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Al-ta’lim ( )التعليمsecara ligahwy
berasala dari kata fi’il tsulasi mazid biharfin wahid, yaitu ‘allama yu ‘allimu (– يعلم
)علم. Jadi ‘alama ( )علمartinya mengajar. Al-ta’adib ( )التأديبberasal dari kata tsulasi
maszid bihaijmn wahid, yaitu ‘addaba yu ‘addibu ()يأدب – أدب. Jadi ‘addaba ()أدب
artinya memberi adab. Elain yang tiga disebutkan diatas ada lagi istilah “riadhah”
yang berarti pelatihan.
Menurut Abu ‘Ala al-Mardudi kata rabbun ( )ربterdiri atas dua huruf ra dan
ba tasydid yang merupakan pecahan dari kata tarbiyah yang berarti pendidikan,
pengasuhan dan sebagainya. Selain itu kata ini mencakup banyak arti seperti
“kekuasaan, perlengkapan pertanggung jawaban, perbaikan, penyempurnaan, dan
lain-lain.” Kata ini juga merupakan predikat bagi suatu kebesaran, keagungan,
kekuasaan, dan kepemimpinan. Didalam al-qur’an misalnya kata rabbun ()رب
terdapat dalam surat alfatihah ayat ke dua.
Pengertian ta’lim menurut Abd. al-Rahman sebatas proses penstrasferan
pengetahuan antar manusia. Ia hanya dituntut untuk menguasai pengetahuan yang
ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, atau tetapi tidak dituntut pada domain
afektif. Ia hanya sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak
mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan arah
pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberian pengetahuan. Selanjutnya kata
ta’lim juga terdapat dalam al-qur’an surat Al-baarah : 31.
Selanjutnya kata ta’dib menurut al-Atas adalah pengenalan dan pengakuan
tempat-tempat yang tepat dan segala sesuatu yang didalam tatanan penciptaan
sedemikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan
kekuasaan dan keagungan Tuhan didalam tatanan wujud dan kebenarannya. Kata
ta’dib terdapat didalam hadits Rasulullah SAW : “Tuhanku telah menta’dib
(mendidik)ku maka ia sempurnakan ta’dib (pendidikan)ku.”
Sedangkan kata riyadhah hanya dipopulerkan oleh al-Ghazali. Baginya
riyadhah adalah proses pelatihan individu pada masa kanak-kanak. Berdasarkan
pengertian tersebut, al-Ghazali hanya menghususkan penggunaan al-riyadhah untuk
fase kanak-kanak, sedang fase yang lain tidak tercakup didalamnya.
Pendidikan Islam adalah proses transisternalisasi atau transaksi pengetahuan
dan nilai-nilai Islam kepada peserta didik malalui upaya pengajaran, pembiasaan,
bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensi, guna mencapai
keselarasan dan kesempurnaan hidup didunia dan akhirat. 2 Yusuf al-Qardhawi
memberi pengertian pendidikan Islam sebagai Pendidikan manusia seutuhnya, akal
dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.3
Ahmad Tafsir (2011: 32) mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai bimbingan
yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Tayar Yusuf (1986: 35) mendefinisikan Pendidikan Agama Islam sebagai
berikut: Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan
pengalaman pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar
kelak menjadi manusia Muslim, bertaqwa kepada Allah swt. berbudi luhur dan
berkepribadian luhur yang memahami, mengahayati dan mengamalkan ajaran agama
Islam dalam kehidupannya.
Didalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama
islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain
dalam hubungan antara umat beragama dalaml masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional.
3. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam
Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa
2
H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta : kalam mulia, 2002), hal 38
3
http://danimenk46.blogspot.com/2013/04/penertian-dan-tujuan-pendidikan-islam.html
kepada Nya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.
(lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya
manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan
seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan
diri ialah beribadah kepada Allah. Marimba (1962:43) bahwa bahwa “Tujuan
pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim”.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa
pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di
akhirat.
Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan
masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai
ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
4. Kompetensi Pendidik
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi”
Standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang dikembangkan
menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran
pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK*.
a. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Sub kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah :
Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta
didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-
prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
Merancang pembelajaran,teermasuk memahami landasan pendidikan untuk
kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi landasan pendidikan,
menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin
dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan
strategi yang dipilih.
Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar ( setting)
pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi
merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar
secara berkesinambungan denga berbagai metode,menganalisis hasil evaluasi
proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery
level), dan memamfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan
kualitas program pembelajaran secara umum.
Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya
meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
akademik, dan memfasilitasipeserta didik untuk mengembangkan berbagai
potensi nonakademik.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan
bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi
kepribadian meliputi :
Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan
norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma.
Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etod kerja sebagai guru.
Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan
pada kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yangh
disegani.
Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputibertindak sesuai
dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki
perilaku yang diteladani peserta didik.
c. Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung
pelajaran yang dimampu
Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang dimampu
Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif.
Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif
Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agara, raskondisifisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial keluarga.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki
keragaman social budaya.
Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan
5. Komponen Pendidikan Islam
Menurut Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat4 ada beberapa komponen
dalam pendidikan Islam:
Pendidik
Peserta Didik
Tujuan Pendidikan
Materi Pendidikan
Perbuatan Mendidik
Metode Pendidikan
Evaluasi Pendidikan
Alat-alat/media Pendidikan
Lingkungan Pendidikan
6. Lembaga-lembaga Formal dan Non-Formal dalam Pendidikan Islam
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI membahas mengenai
Jalur,Jenjang dan Jenis Pendidikan.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
b. Pendidikan Non-formal
Pendidikan Non-formal di jelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pasal
26. Pendidikan Non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
4
Hlm.47. 2009. Ilmu Pendidikan Islam, CV.Pustaka Setia. Bandung,
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan.
c. Pendidikan Informal
Pendidikan Non-formal di jelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pasal
27. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan ingkungan. Kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan Informal dapat diakui sama dengan
peendidikan formal dan noformal.
Menurut Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat5 lembaga pendidikan formal
berupa sekolah seperti pondok pesantren yang sederajat dengan madrasah yang
diakui, bahkan diakreditasi oleh Dinas Pendidikan Nasional. Lembaga pendidikan
non formal dengan memanfaatkan berbagai fasilitas umu yang dimiliki masyarakat,
seperti mesjid, mushola, balai musyawarah, dan sebagainya untuk melaksanakan
pendidikan Islam. Sedangkan lembaga pendidikan informal berada dalam lingkungan
keluarga.
7. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (dasar dan tujuan)
Undang-undang No.20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 2 dan Pasal 3
membicarakan mengenai Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
a. Dasar Pendidikan Nasional
Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 Pasal 2 Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
5
Hlm.47. 2009. Ilmu Pendidikan Islam, CV.Pustaka Setia. Bandung,
b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 Pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujaun
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
8. Problematika Pendidikan Islam
Masalah-Masalah Pendidikan Islam di Era Globalisasi
a. Masalah Kualitas Pendidikan
Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan.
Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output
pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran
paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif
(Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara
keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut,
pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena
harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan
kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana
anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai
tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri
secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah).
b. Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran
adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan
berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran,
namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan
variable penting bagi keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah
kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar
baca tulis yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan
bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru
sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “di
ditiru”
Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan,
atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan
menunjukkan adanya guru terlebih terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari
pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system
seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak
mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu
permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan
nasional masa kini.
c. Masalah kebudayaan (alkulturasi)
Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun
mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan
kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh
kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi
yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu
dengan adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi
kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan
bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan
oleh pengaruh budaya-budaya barat. (Arifin, 1994:42)
d. Permasalahan Strategi Pembelajaran
Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta
didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma
pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan
paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal,
berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan
pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.
Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model
tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek
pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari
pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya
professionalisme guru.
e. Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagaimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan
teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi
menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.
Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan
mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang
sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya. Pengaruh
negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi
kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi)
diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan
informatika seperti Komputer, foto copy dan sebagainya.(Arifin,1991,hal: 9 )
Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu
dampak positif dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak
didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa
lewat komputer penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah
nampak jelas bahwa pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan
negatif
8.1 Tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya,
krisis moral.
Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada
perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah,
penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan
tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.
8.2 Dampak negatif dari era globalisasi adalah krisis kepribadian.
Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di suatu negara yang
menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda kepribadian
seseorang. Nilai kejujuran, kesederhanaan, kesopanan, kepedulian sosial akan
terkikis . Untuk ini sangat mutlak diperlukan bekal pendidikan agama, agar kelak
dewasa akan tidak menjadi manusia yang berkepribadian rendah, melakuan korupsi,
kolusi dan nepotisme , melakukan kejahatan intelektual, merusak alam untuk
kepentingan pribadi, menyerang kelompok yang tidak sepaham, percaya perdukunan,
menjadi budak setan dan lain-lain. Faktor pendorong adanya tantangan di atas
dikarenakan longgarnya pegangan terhadap agama dengan mengedepankan ilmu
pengetahuan, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh kepala rumah
tangga yaitu dengan keteladanan dan pembiasaan, derasnya arus informasi budaya
negatif global diantaranya, hedonisme, sekulerisme, purnografi dan lain-lain, Selain
adanya hambatan akibat dampak negatif era global juga terdapat tantangan
pendidikan agama Islam untuk membekali generasi muda mempunyai kesiapan
dalam persaingan.
Kesiapan itu Deliar Noer memberikan ilustrasi ciri-ciri manusia yang hidup di
jaman global adalah masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari manusia
modern dengan sifatnya yang rasional, berorientasi ke depan, terbuka, menghargai
waktu, kreatif, mandiri dan inovatif juga mampu bersaing serta menguasai berbagai
metode dalam memecahkan masalah . Dengan demikian pendidikan agama Islam
dituntut untuk mampu membekali peserta didik moral, kepribadian, kualitas dan
kedewasaan hidup guna menjalani kehidupan bangsa yang multi cultural, yang
sedang dilanda krisis ekonomi agar dapat hidup damai dalam komunitas dunia di era
globalisasi.
B. Metodologi
1. PENGERTIAN METODOLOGI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Metodologi Pembelajaran PAI
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, metodologi berarti ilmu tentang metode
atau uraian tentang metode.[6] Dan dalam bahasa Arab disebut minhaj, wasilah,
kaipiyah, dan thoriqoh, semuanya adalah sinonim, namun yang paling populer
digunakan dalam dunia pendidikan Islam adalah thoriqoh, bentuk jama’ dari thuruq
yang berarti jalan atau cara yang harus ditempuh.[7] Menurut M. Arifin, Metodologi
berasal dari dua kata yaitu metode dan logi. Adapun metode berasal dari dua kata
yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan atau cara), dan logi yang berasal dari bahasa
Greek (Yunani) yaitu logos (akal atau ilmu), maka metodologi adalah ilmu
pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan demikian, metodologi pendidikan adalah sesuatu ilmu pengetahuan tentang
metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.[8] Hanya saja, Mahmud
Yunus menambahkan baik dalam lingkungan perusahaan atau perniagaan, maupun
dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya.[9]
Dalam bahasa Inggris, metode di sebut method dan way, keduanya diartikan
cara. Sebenarnya yang lebih layak diterjemahkan cara adalah kata way itu, bukan
kata method. Karena metode istilah yang digunakan untuk mengungkapkan
pengertian “cara yang paling tepat (efektif) dan cepat (efisien)” dalam melakukan
sesuatu.[10] Maka metodologi dalam pengertian ini adalah ilmu tetang metode yaitu
ilmu yang mempelajari cara yang paling tepat (efektif) dan cepat (efisien) untuk
mencapaian tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Berdasarkan pengertian
di tersebut, maka dijumpai dalam buku metodologi pengajaran lebih banyak
membahas bermacam-macam metode, seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi,
demontrasi dan lain-lain.
Pengertian yang lebih luas tentang metodologi adalah pendapat Hasan
Langgulung, yang menyatakan bahwa metodologi pengajaran ialah ilmu yang
mempelajari segala hal yang akan membawa proses pengajaran bisa lebih efektif.
Dengan kata lain metodologi ini menjawab pertanyaan how, what, dan who yaitu
pertanyaan bagaimana mempelajari sesuatu (metode)?, apa yang harus dipelajari
(ilmu)?, serta siapa yang mempelajari (peserta didik) dan siapa yang mengajarkan
(guru)?.[11] Pendapat yang semakna dengan di atas dikemukakan oleh Omar
Mohmmad Al-Toumy Al-Syaibany yang menyatakan bahwa :[12]
“metode mengajar bermakna segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh
guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkan, ciri-ciri
perkembangan murid-muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong
murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang
dikehendaki pada tingkah laku mereka. Selanjutnya menolong mereka memperoleh
maklumat, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang
diinginkan.
Pendapat di atas diperkuat dengan fiman Allah dalam surah An-Nahl : 125,
yang artinya sebagai berikut :
Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik,
serta berbantahlah mereka dengan cara yang baik (QS.An-Nahl : 125).
Dengan demikian, metodologi pembelajaran tidak hanya membahas metode
semata, tapi kajiannya lebih luas yaitu mengaitkan cara mengunakan metode dengan
bahan yang diajarkan, peserta didik dan guru bahkan lingkungan.
Adapun pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli, sebagai berikut :[13]
Pendapat Gagne, bahwa pembelajaran diartikan seperangkat acara pristiwa
eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar yang
bersifat internal.
J. Drost (1999), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha yang
dilakukan untuk menjadikan orang lain belajar.
Mulkan (1993), memahami pembelajarann sebagai suatu aktifitas guna
menciptakan kreativitas siswa.
Pada Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dengan demikian,
dapat dikemukakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan atau situasi
yang sengaja dirancang agar interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar dapat melakukan aktifitas belajar.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikemukankan beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam memahami metodologi pembelajaran, yaitu sebagai
berikut :
a. metodologi pembelajaran adalah sebuah ilmu dalam mengembangkan cara yang
dilalui dalam proses pembelajaran yang berupa prinsip-prinsip umum dalam
mengajar dan belajar (didaktik umum).
b. metodologi pembelajaran adalah sebuah ilmu yang membahas cara yang paling
cepat (efektif) dan cepat (efisian) yang dapat digunakan guru dalam menyajikan
materi dalam kegiatan proses pembelajaran dikelas (Didaktik khusus).
3. Prinsip- Prinsip Metodologi Pembelajaran PAI
Metodologi pembelajaran merupakan ilmu bantu yang tidak dapat berdiri
sendiri, tetapi berfungsi membantu dalam proses pembelajaran, karena memberikan
alternatif dan mengandung unsur-unsur inovatif.
Menurut Mulyasa (2004), tugas guru yang paling utama adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan prilaku peserta
didik. Oleh karena itu, Firdaus (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran pada
dasarnya merupakan proses pengalaman belajar yang sistematis yang bermanfaat
untuk siswa dalam kehidupannya kelak dan pengalaman belajar yang diperoleh
siswa juga sekaligus mengilhami mereka ketika menghadapi problem dalam
kehidupan sesungguhnya.[23] Dalam kontek pemberian pengalaman belajar yang
dimaksud di atas, maka implementasi metodologi pembelajaran yang selama
konvensional (terpusat pada guru), sudah saatnya untuk diganti dengan metodologi
pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran.
Menurut Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Saibany, prinsip-prinsip
metodologi pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
menjaga motivasi, kebutuhan, dan minat dan keinginan pelajar pada proses
belajar.
menjaga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
memelihara tahap kematangan, perkembangan, dan perubahan anak didik.
menjaga perbedaan-perbedaan individu dalam anak didik.
mempersiapkan peluang partisipasi praktikal; sehingga menjadi keterampilan,
adat kebiasaan, sikap dan nilai.
memperhatikan kepahaman, dan mengetahui hubungan-hubungan, integrasi
pengalaman dan kelanjutannya, keaslian, pembaharuan, dan kebebasan
berpikir.
menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan
bagi anak didik.[24]
Maka menurut Syaiful Bahri, dalam penggunaan metode hendaknya didasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Selalu beroritentasi pada tujuan.
b. Tidak terikat pada satu alternatif saja.
c. Kerap dipergunakan sebagai suatu kombinasi dari berbagai metode.
d. Kerap dipergunakan berganti-ganti dari satu metode ke metode lain.[26]
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, cara yang paling tepat dan cepat dalam
pembelajaran agama Islam yaitu dengan memperhatikan beberapa pertanyaan yang
harus dijawab ketika metodologi pembelajaran PAI mau diterapkan, yaitu : siapa
yang diajar?, berapa jumlahnya?, seberapa dalam agama itu akan diajarkan?,
seberapa luas yang akan diajarkan?, dimana pelajaran itu berlangsung? dan peralatan
apa saja yang tersedia?. [27]
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip
metodologi pembalajaran PAI harus dapat memungkinkan pembelajaran PAI terpusat
pada guru dan siswa yang menjadi komponen penentu dalam pembelajaran, yaitu
terjadinya interaksi antara guru dan siswa bersama-sama dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan pembelajaran PAI. Dalam hubungan ini tugas guru PAI bukan
hanya menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan pemahaman sikap
dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar, dengan kata lain meliputi ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik.
4. Manfaat Metodologi Pembelajaran PAI
Metode-metode pembelajaran PAI memiliki manfaat bagi pendidik dan
peserta didik, baik dalam proses belajar dan pembelajaran maupun dalam kehidupan
sehari-hari, bahkan untuk hari esok. Sehubungan dengan itu, Omar Muhammad Al-
Thoumy Al-Saibany mengatakan bahwa kegunaan metodologi pendidikan Islam
adalah sebagai berikut :
menolong siswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pengalaman,
keterampilan, terutama berpikir ilmiah dan sikap dalm satu kesatuan.
membiasakan pelajar berpikir sehat, rajin, sabar, dan teliti dalam menuntut
ilmu.
memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif, komunikatif, sehingga
dapat meningkatkan motivasi peserta didik.[28]
Dengan demikian, keberadaan metodologi pembelajaran menunjukkan
pentingnya metode dalam sistem pengajaran. Tujuan dan materi yang baik tanpa
didukung dengan metode penyampaian yang baik dapat menghasilkan yang tidak
baik. Atas dasar itu, pendidikan agama Islam sangat memperhatikan terhadap
masalah metodologi pembelajaran ini. Sebagaimana hadits nabi, yang artinya sebagai
berikut :
Bagi segala sesuatu itu ada caranya (metodenya). Dan metode masuk surga,
adalah ilmu (H.R. Dailami).[29]
2. BELAJAR, PENGAJARAN, DAN PEMBELAJARAN
Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang
mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat
(W. Gulö, 2002: 23).
Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang
menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara
langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam
interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007: 62).
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik
tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
h. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya.
Artinya harus diperoleh dengan usaha sendiri.
Dari berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa
ciri belajar, yaitu:
bertingkat.
2. Hakikat Pembelajaran
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian,
maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih
baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran
adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain
bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan
proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki
dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128).
Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga
dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran
dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak
tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik
tidak merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).
Teori belajar ini membantu guru untuk memahami proses belajar yang terjadi di
dalam diri siswa, Dengan kondisi ini guru dapat mengerti kandisi-kondisi dan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses
belajar;
Teori ini memungkinkan guru melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil
yang dapat diharapkan suatu aktifitas belajar;
a. Individu akan dapat belajar dengan baik apabila tugas yang diberkan kepadanya
sesuai dengan kesiapan (kematangan usia, kemampuan, minat, dan latar belakang
pengalaman)
b. Kesiapan belajar harus dikaji lebih dulu untuk memperoleh gambaran kesiapan
belajar siswanya dengan jalan mengetes kesiapan atau kemampuan.
c. Jika individu tidak siap untuk melaksanakan suatu tugas belajar maka akan
menghambat proses pengaitan pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang
dimilikinya.
d. Kesiapan belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan untuk menerima sesuatu
yang baru dalam membentuk atau mengembangkan kemampuan yang lebih
mantap.
e. Bahan dan tugas-tugas belajar akan sangat baik kalau divariasi sesuai dengan
factor kesiapan kognitif, efektif dan psikomotorik peserta didik yang akan belajar.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)
a. Motivasi intrinsic.
Yaitu: motivasi yang dating dari dalam diri peserta didik.
b. Motivasi ekstrinsik.
Yaitu: motivasi yang dating dari lingkungan diluar peserta didik.
3. Prinsip Perhatian
4. Prinsip Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang bersifat komplek yang menyebabkan orang
dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Pada
umumnya, seseorang itu lebih cenderung percaya pada sesuatu sesuai dengan
bagaimana ia memahami sesuatu itu pada sitiasi tertentu. Persepsi bersifat relative,
selektif dan teratur. Karena itu sejak dini seseorang pesertra didik perlu ditanamkan
rasa memilki persepsi yang baik dan akurat mengenai apa yang dipelajari.
5. Prinsip Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang
mempelajari sesuatu. Kebanyaan apabila seseorang belajar, maka setelah selang
beberapa waktu apa yang akan dipelajari akan banyak yang terlupakan.
Usahakan agar isi pembelajaran yang dipelajari disusun dengan baik dan
bermakna.
Pembelajaran dibuat dengan bantuan jembatan keledai (macmonic)
Berikan resitasi, karena hal itu akan meningkatkan aktivitas peserta didik.
Berikan latihan pengulangan terutama untuk pembelajaran keterampilan motorik.
Susun dan sajikan konsep yang jelas.
6. Prinsip Transfer
Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari dapat
mempengaruhi proses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Ada beberapa bentuk
transfer, yaitu:
Transfer Positif
Terjadi apabila pengalaman sebelumnya dapat membantu mempermudah
pembentukan untuk kerja peserta didik dalam tugas-tugas selanjutnya.
Transfer Negatif
Terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya menghambat atau
mempersulit untuk kerja dalam tugas-tugas baru.
Transfer Nol
Terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya tidak mempengaruhi
unjuk kerja dalam tugas-tugas barunya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan pembelajaran adalah salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan
dalam merencanakan pembelajaran. Segala kegiatan pembelajaran muaranya pada
tercapainya tujuan tersebut.
Dilihat dari sejarahnya, tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh
B. F Skinner pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam ilmu perilaku (Behavioural
science) dengan maksud untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kemudian diikuti
oleh Robert Mager yang menulis buku yang berjudul: “Preparing Instructional
Objective” padatahun 1970 diseluruh lembaga pendidikan termasuk di
Indonesia. Tujuan pembelajaran ini bukan saja memperjelas arah yang ingin dicapai
dalam suatu kegiatan belajar, tetapi dari segi efisiensi diperoleh hasil belajar yang
maksimal.[9]
Pengertian yang diberikan para ahli pembelajaran tentang tujuan
pembelajaran, yang satu sama lain memiliki kesamaan disamping ada perbedaan
sesuai dengan sudut pandang garapannya. Robert F. Mager (1962) misalnya
memberikan pengertian tujuan pembelajaran sebagai tujuan perilaku yang hendak
dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa ataupesertadidik pada kondisi dan
tingkat kompetensi tertentu. Pengertian kedua dikemukakan oleh Edwar L. Dejnozka
dan David E. Kapel (1981), juga Kemp (1977) yang memandang bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku
atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisna untuk menggambrkan hasil
belajar yang diharapakan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang samar. Definisi ke tiga
dikemukakan oleh Fred Percival dan Henry Ellington (1984) yakni tujuan
pembelajaran adalah suatu pernyataan yang jelas dan menunjukan penampilan atau
keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar
Peserta didik ini dituntut keaktifannya bukan hanya dituntut secara fisik saja,
tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi
pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran
tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik
tidak merasakan perubahan di dalam dirinya .
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan,
sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas
guruataupendidikadalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai
dengan kebutuhan dan minatnya. Pentingnyaperananseorangpendidik sebagai
fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung
peningkatan kemampuan belajar siswa .[10]
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembelajaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Faktor Kecerdasan
Kecerdasan ialah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan berfikir
yang bersifatnya rumit dan abstrak. Tingkat kecerdasan dari masing-masing tidak
sama. Ada yang tinggi, ada yang sedang dan ada pula yang rendah. Orang yang
tingkat kecerdasannya tinggi dapat mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit
dilakukan dengan cepat tanpa banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang
yang kurang cerdas. Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih
banyak, lebih cepat dengan tenaga yang relatif sedikit. Kecerdasan adalah suatu
kemapuan yang dibawa dari lahir sedangkan pendidikan tidak dapat
meningkatkannya, tetapi hanya dapat mengembangkannya. Namun hal ini tingginya
kecerdasan seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan
pendidikan dengan baik, karena keberhasilan dalam belajar bukan hanya ditentukan
oleh kecerdasan saja tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya.
2. Faktor Belajar
Faktor belajar disini adalah semua segi kegiatan belajar, misalnya kurang
dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang dihadapi, tidak dapat
menguasai kaidah yang berkaitan sehingga tidak dapat membaca seluruh bahan yang
seharusnya dibaca. Termasuk di sini kurang menguasai cara-cara belajar efektif dan
efisien.
3. Faktor Sikap
Banyak pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa dalam
belajar. Sikap dapat menentukan apakah seseorang akan dapat belajar dengan lancar
atau tidak, tahan lama belajar atau tidak, senang pelajaran yang di hadapinya atau
tidak dan banyak lagi yang lain. Diantara sikap yang dimaksud di sini adalah minat,
keterbukaan pikiran, prasangka atau kesetiaan. Sikap yang positif terhadap pelajaran
merangsang cepatnya kegiatan belajar.
4. Faktor Kegiatan
Faktor kegiatan ialah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran
jasmani dan keadaan fisik seseorang. Sebagaimana telah diketahui, badan yang tidak
sehat membuat konsentrasi pikiran terganggu sehingga menganggu kegiatan belajar.
5. Faktor Emosi dan Sosial
Faktor emosi seperti tidak senang dan rasa suka dan faktor sosial seperti
persaingan dan kerja sama sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar. Ada
diantara faktor ini yang sifatnya mendorong terjadinya belajar tetapi ada juga yang
menjadi hambatan terhadap belajar efektif.
6. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana tempat seseorang belajar.
Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut juga menentukan berhasil atau tidaknya
kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk dan nyamuk yang menganggu pada waktu
belajar dan keadaan yang serba kacau di tempat belajar sangat besar pengaruhnya
terhadap keberhasilan belajar. Hubungan yang kurang serasi dengan teman dapat
menganggu kosentrasi dalam belajar.
7. Faktor Guru
kemampuan guru mengajar, hubungan guru dengansiswasertakepribadian
guru dan perhatian guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi
keberhasilan belajar. Guru yang kurang mampu dengan baik dalam mengajar dan
yang kurang menguasai bahan yang diajarkan dapat menimbulkan rasa tidak suka
kepada yang diajarkan dan kurangnya dorongan untuk menguasainya dipihak siswa.
Sebaliknya guru yang pandai mengajar yang dapat menimbulkan pada diri siswa rasa
menggemari bahan yang diajarkannya sehingga tanpa disuruh pun siswa banyak
menambah pengetahuannya dibidang itu dengan membaca buku-buku, majalah dan
bahan cetak lainnya. Guru dapat juga menimbulkan semangat belajar yang tinggi dan
dapat juga mengendorkan keinginan belajar yang sungguh-sungguh. Siswa yang baik
berusaha mengatasi kesulitan ini dengan memusatkan perhatian kepada bahan
pelajaran, bukan kepada kepribadian gurunya.[11]
Metode Pembelajaran
Metode merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dipilih
dalam mencapai tujuan belajar, sehingga bagi sumber belajar dalam menggunakan suatu
metode pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan.
Ketepatan penggunaan suatu metode akan menunjukkan fungsionalnya strategi dalam
kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.
Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something”
sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008).
Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran
yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya:
(1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6)
pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
TEKNIK PEMBELAJARAN
TAKTIK PEMBELAJARAN
MODEL PEMBELAJARAN
Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan…[8]
b. Hiwar Washfi
6
9
Hiwar Washfi adalah dialog antara Tuhan dengan para malaikat atau dengan
makhluk gaib lainnya. Dialog semacam ini dapat dijadikan contoh dalam pembinaan
keagamaan anak dalam keluarga untuk menghadirkan kejadian-kejadian makhluk-
makhluk Tuhan yang telah membangkang perintah-Nya dan makhluk-makhluk Tuhan
yang taat kepada-Nya. Akibat dari pembangkangan ini, anak akan dapat
membayangkan dengan rasa dan emosional yang dimilikinya betapa pedihnya siksaan
dari Tuhan dan betapa nikmatnya balasan Tuhan bagi orang yang taat. 10
[22] Oleh
karena itu, orang tua perlu membangkitkan semangat anak-anaknya supaya tidak
terjerumus sebagaimana orang-orang yang membangkang tersebut.
c. Hiwar Qishashi
Hiwar Qishashi adalah percakapan Tuhan dengan hamba-hamba-Nya seraya
menceritakan kisah-kisah yang memang benar terjadi pada masa lampau. Kisah-kisah
tersebut dapat dilihat sebagaimana yang terjadi pada umat Nabi Luth, umat Nabi Nuh,
kedurhakaan Fir'aun dan Namruzh. Berdasarkan hiwar ini, anak diajak untuk selalu
hidup di jalan yang benar dan membela untuk kepentingan yang benar sesuai dengan
tuntutan dan tuntunan Tuhan. 11[23]
d. Hiwar Jadali
Hiwar Jadali adalah dialog Tuhan kepada hamba-hamba-Nya yang dengan
serta merta Tuhan menghadirkan beberapa argumentasi atau hujjah bahwa Wahyu
yang diturunkan kepada Muhammad beserta ajarannya adalah benar jika
dibandingkan dengan kepercayaan masyarakat kala itu bahwa Latta, Uzza dan Manat
adalah Tuhan mereka. Dialog semacam ini dapat dijadikan petunjuk kepada orang tua
perlunya anak-anak terbiasa dapat mempertahankan argumentasi yang didasari akal
yang sehat dan dalil-dalail yang telah tertulis dalam Alquran. 12[24]
Ahmad tafsir menyatakan bahwa hiwar jadali mengandung nilai pendidikan
agar anak terdidik untuk menegakkan kebenaran dengan menggunakan hujjah yang
kuat, kemudian berdasarkan hujjah tersebut anak akan terdidik untuk menolak
kebatilan, karena hal tersebut adalah sangat rendah, dan anak juga anak terdidik selalu
10
11
12
menggunakan gaya berpikir yang sehat, mengambil keputusan di antara banyak
keputusan berdasarkan akal yang sehat. 13[25]
e. Hiwar Nabawi
Hiwar Nabawi adalah percakapan yang digunakan Nabi dalam mendidik
sahabat-sahabatnya. Nabi menghendaki agar para sahabat mengajukan pertanyaan
kepadanya yang selanjutnya Nab akan memeberikan jawaban kepada mereka. Namun
pada saat itu tidak ada yang bertanya, maka untuk mengajar para sahabat Jibri diutus
Allah dan bertanya seraya mengajarkan para sahabat bagaimana caranya bertanya. 14
[26]
Berdasarkan dialog ini, orang tua perlu mengajarkan kepada anaknya untuk
berani bertanya sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Begitu jgua orang tua
tentunya tidak merasa bosan dan selalu siap dengan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan anak sebagaimana Nabi menginginkan para sahabatnya bertanya kepadanya.
2. Metode Kisah Qurani dan Nabawi
Metode ini amat mengandung unsur pedagogis karena apabila orang tua dapat
menghadirkan cerita-cerita yang di yang dikisahkan oleh Alquran sendiri atau yang
disampaikan Nabi, maka sebenarnya dapat membangkitkan semangat anak untuk
mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya sehingga dengan timbulnya
sikap seperti ini akan merasa terkesan dan selalu terukir di dalam hatinya tentang
kisah-kisah tersebut. 15
[27] Karena adanya kesan di dalam hati, maka anak akan
mudah menghayati kisah-kisah tersebut yang seolah-olah ia sendiri menjadi tokoh
utamanya.
Selanjutnya, kisah qurani atau nabawi ini dapat dijadikan sebagai media untuk
mendidik dan membina dalam artian penanaman rasa keimanan dengan cara :
a. Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf (takut), ridha dan cinta;
b. Mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak yaitu
kesimpulan kisah;
13
14
15
c. Melibatkan pembaca atau pendengar –anak- ke dalam kisah itu sehingga ia
terlibat secara emosional. 16[28]
3. Metode Amtsal
Dalam memberikan pelajaran akalannya Tuhan membuat perumpamaan. Hal
ini dapat dilihat sebagaimana perumpamaan Tuhan bahwa orang kafir adalah seperti
orang yang menyalakan api untuk membakar dirinya sendiri dan orang-orang yang
berlindung selain kepada-Nya, laksana laba-laba membuat rumah, padahal rumah
yang paling lemah adalah rumah laba-laba. 17[29]
Metode seperti itu dapat digunakan orang tua sewaktu membina keagamaan
anaknya di rumah. Bahasa yang santun dan halus serta dengan perumpamaan akan
menguntungkan dalam memberikan pembinaan, selain anak tidak merasa bahwa pada
saat itu ia sedang disinggung, juga anak akan terbiasa menggunakan daya nalar yang
dimilikinya untuk membaca dan menangkap makna-makna abstrak.
4. Metode Teladan
Secara psikologis, anak pada masa pertumbuhan dan perkembangannya adalah
masa-masa suka meniru, baik perilaku yang baik ataupun perilaku yang buruk. Oleh
karena itu, contoh atau perilaku teladan dari orang tua dipandang penting untuk
memberikan pembinaan kepada anak. Salah satu contoh yang dikemukakan, apabila
orang tua menginginkan anaknya taat beribadah, tentunya orang tua harus lebih
dahulu mencontohkan hal tersebut. 18[30]
5. Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan identik dengan pengulangan yang dilakukan secara
kontinyu atau dalam bahasa lain merupakan suatu amalan yang nantinya akan berurat
akar dan menjadi pola gaya hidup. 19[31] Kaitannya dengan pembinaan keagamaan
anak dalam rumah tangga, tentunya perlu adanya pembiasaan yang awalnya telah
dilakukan orang tua sehingga dapat menularkannya kepada anak, seperti
mengucapkan salam ketika masuk ke dalam atau ke luar rumah, bangun pagi untuk
16
17
18
19
mengerjakan shalat shubuh dan masih banyak lagi hal-hal yang perlu dibiasakan.
Apabila anak dibiasakan bangun pagi, maka akan merefleksi pada kegiatan anak yang
lain, artinya anak akan cenderung terbiasa melakukan aktivitasnya di pagi hari. 20[32]
6. Metode 'Ibrah dan Mau'izhah
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, metode 'ibrah dan mau'izhah adalah
sebagai berikut :
'Ibrah atau I'tibar adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada
intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar yang
menyebabkan hati mengakuinya. Adapun mau'izhah adalah nasehat yang lembut yang
diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya. 21[33]
Orang tua diharuskan mampu mengambil 'ibrah-'ibrah yang ada dalam
Alquran yang kemudian dapat disalurkan kepada anak sebagai binaannya.
Pengambilan 'ibrah tersebut dapat dikaji melalui kisah-kisah yang telah disediakan
Alquran, sehingga dengan perantara metode ini anak akan dapat meresapi makna dan
hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut.
Begitu juga dengan mau'izah, tentunya juga orang tua harus memilki
keterampilan menggunakan bahasa yang dapat menyentuh ke hati anak. Dengan
nasihat-nasihat keagamaan, anak akan merasa terbina dengan getaran-getaran dari
esensi nasihat tersebut. Semua ini tidak akan berhasil apabila orang tua sebagai
pemberi nasihat tidak terlibat di dalamnya, tidak prihatin terhadap nasib anak yang
dinasihatinya, dan tanpa disertai rasa ikhlas (lepas dari kepentingan duniawi), serta
materi nasihat tersebut tidak diterapkan secara berulang kali. 22[34]
20
21
22
23
Dua metode di atas dapat diterapkan di dalam pembinaan keagamaan anak di
rumah tangga. Bermodal metode 'ibrah dan mau'izhah orang tua dapat
mendeskripsikan adanya targhib dan tarhib dari Tuhan. Selain itu orang tua dapat
menyakinkan kepada anak bahwa apa yang telah dijanjikan Allah baik yang berupa
targhib atau tarhib benar-benar ditepati Allah di akhirat kelak.
7. METODE-METODE PEMBELAJARAN
Terdapat dua metode Pembelajaran Agama Islam yang dapat diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran yaitu metode klasik dan metode PAIKEM (Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Metode Klasik yaitu metode yang sudah diterapkan sejak dahulu kala dalam
proses pembelajaran antara pendidik dan peserta didik. Adapun metode klasik ini
dibagi menjadi:
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode memberikan uraian atau penjelasan kepada
sejumlah murid pada waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain metode ini adalah
sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara
lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia metode ceramah adalah cara belajar atau mengajar
yg menekankan pemberitahuan satu arah dr pengajar kpd pelajar (pengajar aktif,
pelajar pasif). Metode ini disebut juga dengan metode kuliah atau metode pidato.
2. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar dengan cara memecahkan masalah
yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan
argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia metode diskusi adalah cara belajar atau mengajar yang melakukan tukar
pikiran antara murid dengan guru, murid dengan murid sebagai peserta diskusi;
Tujuan metode ini adalah
a. Memotivasi atau memberi stimulasi kepada siswa agar berfikir kritis,
mengeluarkan pendapatnya, serta menyumbangkan pikiran-pikirannya.
b. Mengambil suatu jawaban actual atau satu rangkaian jawaban yang
didasarkan atas pertimbangan yang saksama
Macam-macam diskusi yaitu
a. Diskusi informal
b. Diskusi formal
c. Diskusi panel
d. Diskusi simpusium
Metode ini dapat digunakan pada Standar Kompetensi Iman Kepada Rasul
Alloh, Dendam dan munafiq.
3. Metode Demonstrasi
Metode ini adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang,
kejadian, aturan, dan urutan melakukan sesutau kegiatan, baik secara langsung
maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
yang sedang disajikan.
Tujuan metode ini adalah memperjelas pengertian konsep atau suatu teori.
Diantara keuntungan metode ini adalah
a. Perhatian anak dapat dipusatkan dan titik berat yang dianggap penting
dapat diamati secara tajam
b. Proses belajar anak akan semakin terarah karena perhatiannya akan lebih
terpusat kepada apa yang didemonstrasikan
c. Apabila anak terlibat aktif, maka mereka akan memperoleh pengalaman
atau pengetahuan yang melekat pada jiwanya dan ini berguna dalam pengembangan
kecakapannya.
Metode ini dapat dipraktikkan pada Standar Kompetensi Hukum bacaan Mad
dan Waqof, Adab Makan dan Minum, Hewan yang halal dan haram dimakan.
4. Metode Penugasan
Suatu cara mengajar dengan cara memberikan sejumlah tugas yang diberikan
guru kepada murid dan adanya pertanggungjawaban terhadap hasilnya. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia metode pemberian tugas adalah cara belajar atau
mengajar yang menekankan pada pemberian tugas oleh pengajar kepad murid yang
harus melakukan tugas yang diberikan kepadanya. Tugas tersebut dapat berupa:
a. Mempelajari bagian dari suatu teks buku
b. Melaksanakan sesuatu yang tujuannya untuk melatih kecakapannya
c. Melaksanakan eksperimen
d. Mengatasi suatu permasalahan tertentu
e. Melaksanakan suatu proyek
f. Metode ini dapat diterapkan pada semua Standar Kompetensi.
5. Metode Sosiodrama
Suatu cara mengajar dengan cara pementasan semacam drama atau sandiwara
yang diperankan oleh sejumlah siswa dan dengan menggunakan naskah yang telah
disiapkan terlebih dahulu.
Tujuan metode ini adalah
- Melatih keterapilan social
- Menghilangkan perasaan-perasaan malu dan renda diri
- Mendidik dan mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat
- Membiasakan diri untuk sanggup menerima pendapat orang lain.
Metode ini dapat digunakan misalnya pada Standar kompetensi Adab Makan
dan Minum, Hewan yang halal dan haram dimakan, Menghindari Prilaku tercela, dan
Memahami Sejarah Dakwah Islam.
6. Metode Latihan (drill)
Suatu cara mengajar yang digunakan dengan cara memberikan latihan yang
diberikan guru kepada murid agar pengetahuan dan kecakapan terentu dapat menjadi
atau dikuasi oleh anak.
7. Metode Kerja Kelompok
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode kelompok adalah metode
untuk mengubah pandangan dan sikap seseorang dengan jalan memasukkan orang itu
ke dalam kelompok.
Kerja kelompok elompok itu ada dua macam
· Kerja kelompok jangka pendek
Kelompok ini dapat dilaksanakan dalam kelas dalam waktu yang singkat
kurang lebih 20 menit.
· Kerja kelompok jangka menengah
Dilaksanakan dalam beberapa hari karena adanya tugas yang cukup memakan
waktu yang agak panjang.
Metode ini dapat digunakan pada semua Standar Kompetensi.
8. Metode Proyek
Metode mengajar dengan cara memberikan bermacam-macam permasalahan
dan anak didik bersama-sama menghadapi masalah tersebut dan memecahkannya
secara bersama-sama dengan mengikuti langkah-langkah secara ilmiah, logis, dan
sistemastis.
Metode ini disebut juga dengan metode pengajaran unit
Tujuan metode ini adalah untuk melatih anak didik agar berfikir ilmiah, logis,
dan sistematis.
Metode ini dapat digunakan pada semua Standar Kompetensi.
9. Metode Karyawisata
Metode ini adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa
ke suatu tempat atau objek yang bersejarah atau memiliki nilai pengetahuan untuk
mempelajari dan menelilti sesuatu. Metode ini dapat digunakan pada Standar
Kompetensi 15 ( Hewan yang halal dan Haram dimakan) dengan mengajak
karyawisata ke kebun binatang.
10. Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk sejumlah
pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi ada pula dari
siswa kepada guru. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode tanya jawab
adalah cara belajar atau mengajar yg menekankan pd pemberian pertanyaan oleh
pengajar, sedangkan murid harus menjawab pertanyaan tersebut. Metode ini dapat
digunakan pada semua Standar Kompetensi
11. Metode Eksperimen
Suatu metode yang dilakukan dalam suatu pelajaran tertentu terutama yang
bersifat objektif, seperti ilmu pengetahuan alam, baik dilakukan di dalam/di luar
kelas maupun dalam suatu laboratorum tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, metode penelitian cara mencari kebenaran dan asas-asas gejala alam,
masyarakat, atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu yg bersangkutan.
12. Metode Kisah Atau Cerita
Merupakan suatu cara mengajar dengan cara meredaksikan kisah untuk
menyampaikan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.Metode ini dapat
digunakan pada Standar Kompetensi Iman kepada Rosul Alloh dan Sejarah
Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan dalam Islam.
13. Metode Tutorial
Metode ini adalah cara mengajar dengan memberikan bantuan tutor. Setelah
siswa diberikan bahan ajar, kemudian siswa diminta untuk mempelajari bahan ajar
tersebut.
Metode ini dapat digunakan pada Standar kompetensi Memahami Sejarah
Dakwah Islam.
14. Metode Perumpamaan
Suatu metode yang digunakan untuk mengungkapkan suatu sifat dan hakikat
dari realitas sesuatu atau dengan cara menggambarkan seseuatu dengan seseuatu
yang lain yang serupa.
Metode ini dapat digunakan pada Standar Kompetensi mengenai menghindari
perilaku tercela.