DISUSUN OLEH: NAMA: ANISA APRILIA NIM: 2286206045 DOSEN PENGAMPU: YANTI YANDRI KUSUMA,
S.E, M. Pd FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU
TAMBUSAI TAHUN 2022
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
KATA PENGANTAR
BAB 1
HAKIKAT ILMU PENDIDIKAN
a) Tarbiyyah.
Istilah tarbiyah berasal dari kata rabba. Menurut Ibrahim Anis, kata
rabb bermakna tumbuh dan berkembang (Ibrahim Anis, 1972: 321). Selain
itu menurut al-Qurṭubi, rabba juga menunjukkan makna menguasai,
memperbaharui, mengatur dan memelihara (Al-Qurtubi, 2005: 138).
Sementara itu, menurut al-Ragib al-Aṣfahani, kata al-rabba bisa berarti
mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau
membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaan secara bertahap. (Al-
Asfahani, 2005:190)
Di dalam Tafsir al-Maragi dikemukakan bahwa kata rabba dalam surat
al-Fātiḥah/1:2, mengandung arti memelihara dan menumbuhkan.
Pemeliharaan Allah Swt. terhadap manusia ada dua macam, yaitu
pemeliharaan terhadap eksistensi manusia dengan jalan menumbuhkan
sejak kecil hingga dewasa, dan adanya peningkatkan kekuatan jiwa dan
akalnya, serta pemeliharaan terhadap agama dan akhlaknya melalui wahyu
yang diturunkan kepada salah seorang (nabi) agar menyampaikan risalah
yang akan menyempurnakan akal dan membersihkan jiwa mereka (Al-
Maraghi, 1973:30).
Dengan demikian, dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan
Islam yang terkandung dalam kata tarbiyah terdiri atas empat unsur
pendekatan, yaitu:
1) Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa.
2) Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.
3) Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan.
4) Melaksanakan pendidikan secara bertahap. (Salminawati, 2011: 108)
Hakikat Pendidikan
b) Ta’lim.
Istilah ta`līm berasal dari kata ‘alima. Dalam Lisān al-`Arab, kata ini
bisamemiliki beberapa arti, seperti mengetahui atau merasa, dan memberi
kabarkepadanya (Jamaluddin Muhammad, Juz IX: 371). Menurut Rasyid
Riḍa (1273 H: 262), ta’līm merupakan proses transmisi ilmu pengetahuan
pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
Pendapat tersebut berdasarkan ayat Alquran surat al-Baqarah/2: 31
yang artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-
benda) seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para malaikat...”
Dan ayat Alquran surat al-Baqarah/2: 151 yang artinya: “Sebagaimana (Kami
telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus
kepadamuRasūl di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
kamu danmenyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitāb dan al-
Ḥikmah, sertamengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.”
Pada ayat tersebut dijelaskan tentang aktivitas kependidikan yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw. yang tidak hanya terbatas pada mengajarkan
tilāwah al-Qurān tetapi juga mengupayakan proses penyucian al-jism dan ar-
rūh (tazkiyah), sehingga dengan kesucian diri itu manusia dapat memahami
al-Kitāb dan al-Ḥikmah serta meraih pengetahuan-pengetahuan lain yang
belum mereka ketahui. (Al-Rasyidin, 2008: 111). Bukan hanya sekedar
pandai membaca apa yang tertulis, namun Rasulullah Saw. juga membuat
umat Islam dapat membaca dengan renungan, pemahaman, pengertian,
tanggung jawab dan amanah.
c) Ta’dib.
Dalam Lisan al-`Arab dijelaskan bahwa arti dasar kata addaba adalah
ad- du`a’ yang berarti undangan. Dengan demikian kata ini diartikan sebagai
undangan seseorang untuk menghadiri suatu pesta atau perjamuan. (Ibnu
Manżur, t.th. 93). Sementara dalam Mu’jam al-Wasīṭ karya Ibrahim Anis
kata addaba diartikan:
1) Melatihkan perilaku yang baik dan sopan santun.
2) Mengadakan pesta atau perjamuan yang berarti berbuat dan berperilaku
sopan, pelatihan atau pembiasaan.
3) Mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplinkan dan memberi tindakan.
(Ibrahin Anis, 1972: 9)
Menurut Naquib al-Attas (1984: 75), kata ta’dīb merupakan istilah
yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan pendidikan dalam Islam.
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Hasan Langgulung (1992: 5) dengan
alasan bahwa kata ta`līm terlalu dangkal karena ini berarti mengajari
(pengajaran), sedangkan tarbiyah terlalu luas karena kata ini dipakai juga
untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 (2003: 4) diungkapkan bahwa,
“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Secara umumnya, ketiga kalimat ini membawa maksud pendidikan
tetapi jika diteliti secara lebih mendalam ternyata ketiga istilah ini membawa
maksud yang berlainan. Menurut al-Attas (1992), antara ketiga kalimah
tersebut, kalimah ta’dib lebih tepat kerana ia mempunyai makna yang lebih
spesifik untuk menggambarkan proses pendidikan manusia berbanding
dengan kalimah tarbiyyah yang mempunyai maksud yang lebih luas sehingga
meliputi haiwan, di samping penekanannya kepada pengasuhan fizikal lebih
daripada penyuburan mental dan rohani (al-Attas 1992; Rosnani 2006).
Hujahnya diperkuatkan lagi dengan mengambil contoh Rasulullah Saw yang
telah menggunakan perkataan ta’dib untuk merujuk tentang pendidikan yang
diberikan oleh Allah kepada baginda Rasulullah.
Dalam konteks Islam pula, pendidikan merupakan satu pelajaran atau
pendidikan bagi kognitif, fizikal dan roh untuk melahirkan insan yang
berperikemanusiaan. Definisi falsafah ini merujuk kepada pembentukan
individu sehingga menjadi seorang manusia yang benar-benar sempurna
bukan saja dari segi pertambahan ilmu bahkan dari segi pembentukan akhlak
dan rohani (Kurshid 1975). Menurut Thoha (1996), pendidikan Islam adalah
pendidikan yang falsafah dan tujuan serta teori-teorinya dibangun untuk
melaksanakan praktik pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai Islam
yang terkandung dalam al-Quran dan hadis Nabi. Al-Attas (1992) pula
memberikan pengertian bahawa pendidikan Islam adalah usaha yang
dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan
pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu dari aturan
penciptaan sehingga membimbing mereka ke arah kebaikan.
Walau bagaimanapun, Islam tidaklah melihat pendidikan dari skop
yang sempit, ia tidak terbatas kepada pendidikan duniawi semata-mata
bahkan meliputi dua lapangan yaitu di dunia dan akhirat. Dalam konteks ini,
Ibn Khaldun (2000) telah membagi ilmu kepada dua bahagian yang utama.
Pertama, ilmu yang berbentuk fardhu ain yang dituntut ke atas setiap orang
supaya mengetahui dan mempelajarinya dalam melaksanakan tuntutan agama
seperti ilmu tauhid, fiqh, akhlak, akidah dan sebagainya; yang kedua
ialah ilmu fardhu kifayah yaitu ilmu yang mesti ada pada sekumpulan orang
dalam masyarakat tanpa melihat kepada individu tertentu seperti ilmu
pertukangan, kemahiran, perniagaan, kedokteran, ekonomi, fizik, astronomi
dan sebagainya yang boleh mandatangkan manfaat kepada manusia. Ini
membuktikan bahwa agama Islam tidak mementingkan pencapaian
intelektual yang tinggi semata-mata bahkan perlu dilengkapi dengan
kefahaman yang jelas mengenai agama Islam itu sendiri untuk menghasilkan
manusia yang cemerlang di dunia mahupun di akhirat.
Jelasnya pendidikan Islam dijadikan sebagai satu proses mengasuh dan
mendidik, membela, melatih, menyucikan, membaikkan, mengawal hawa
nafsu, membentuk ketaatan kepada Allah Swt membentuk sikap sopan dan
beradab (mempunyai akhlak yang baik) dan memadamkan semua sifat
tercela yang ada dalam diri manusia. Semua definisi ini memberikan
pemahaman bahwa hampir keseluruhan pendidikan yang dikehendaki dalam
Islam ialah merujuk kepada pendidikan rohani manusia selaku hamba Allah
di muka bumi ini bagi memancarkan kejernihan akhlak dan budi pekerti yang
tinggi selain untuk perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri yang
merupakan medium yang amat penting dalam membangunkan ketamadunan
manusia yang hidup di dunia.
BAB 2
MANUSIA DAN PENDIDIKAN
A. Konsep-konsep Manusia
Secara bahasa, manusia berasal dari kata “namu” (Sanskerta) yang berarti berpikir,
berakal budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah, manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok atau
seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai sebuah spesies primate dari
golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Dalam Al-Qur’an, manusia disebut dengan berbagai nama anatara lain, al-basyar, al-
insan, bani adam, al-ins, abdillah, dan khalifatullah.
1. Konsep Al-Basyar
Manusia dalam konsep ini dipandang dalam pendekatan biologis, pada hakikatnya tidak
berbeda dengan makhluk lain yang terdiri dari unsur biotik lainnya walaupun strukturnya
berbeda. Manusia memerlukan makanan serta mengalami pertumbuhan dan perkembangan
dalam mencapai tingkat kematangan dan kedewasaan, selain itu manusia memerlukan pasangan
hidup untuk melanjutkan keturunannya.
2. Konsep Al-Insan
Manusia sebagai makhluk psikis mempunyai potensi rohani, seperti fitrah, kalbu, dan
akal. Potensi itu menjadikan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kedudukan tinggi dan
berbeda dengan makhluk lainnya. Apabila manusia tidak menjalankan fungsi psikisnya ia tidak
bedanya seperti binatang bahkan lebih hina. Selain itu, manusia juga sebagai makhluk yang lalai
sehingga sering lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan manusia
terjerumus dalam penderitaan hidup.
3. Konsep An-Naas
Manusia adalah makhluk sosial, ia diciptakan sebagai makhluk yang bermasyarakat, yang
berawal dari pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang biak menjadi suku bangsa
untuk saling mengenal. Peranan manusia di titik beratkan pada upaya untuk menciptakan
keharmonisan hidup bermasyarakat, sedangkan masyarakat dalam ruang lingkup yang paling
sederhana adalah keluarga, hingga ke ruang lingkup yang lebih luas, yaitu antar negara dan
bangsa.
4. Konsep Bani Adam
Manusia selaku Bani Adam dikaitkan dengan gambaran peran Nabi Adam AS saat awal
diciptakan. Di kala Adam AS akan diciptakan, para malaikat seakan mengkhawatirkan kehadiran
makhluk ini. Mereka memperkirakan dengan penciptaannya, manusia akan menjadi biang
kerusakan dan pertumpahan darah. Kemudian terbukti bahwa Adam AS bersama istrinya Siti
Hawa dikeluarkan karena terjebak hasutan setan.
Mengacu dari latar belakang penciptaan nya tampak manusia sebagai makhluk Bani
Adam memiliki peluang untuk digoda setan. Namun, lebih dari itu konsep Bani Adam dalam
bentuk menyeluruh menitikberatkan pada upaya pembinaan hubungan persaudaraan antara
sesama manusia. Menyatukan visi bahwa manusia pada hakikatnya berawal pada nenek moyang
yang sama, yaitu Nabi Adam AS. Dengan demikian latar belakang sosial, agama, bangsa, dan
bahasa harus dihargai dan dimuliakan.
5. Konsep Khalifatullah
Manusia sebagai khalifatullah fil ardh menjadi wakil tuhan di muka bumi, untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Tugas kekhalifahan pada dasarnya adalah tugas
kebudayaan yang berciri kreatif agar selalu dapat menciptakan sesuatu yang baru sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Manusia di anugerahi kelebihan dan
kemampuan dalam hal pengetahuan konseptual (berpikir), kemampuannya menerima pelajaran
tentang nama-nama benda dan kemampuannya menegaskan nama-nama tersebut. Tujuannya
adalah untuk mencapai kemakmuran kesejahteraan hidup di bumi ini.
B. Konsep-konsep Pendidikan
Pendidikan adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia), yaitu suatu upaya dalam
rangka membantu manusia (peserta didik) agar mampu hidup sesuai martabat kemanusiaannya.
Pendidikan bersifat personalitas atau invidualitas, yaitu bertujuan agar manusia menjadi pribadi
atau individu yang baik.
Pendidikan dalam arti luas adalah hidup. Artinya, pendidikan adalah segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah
segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam arti sempit,
pendidikan adalah sekolah, artinya pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Pendidikan adalah segala pengaruh yang di upayakan sekolah terhadap anak dan remaja
yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh
terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Dan pendidikan merupakan usaha
sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang,
BAB 3
KONSEP PENDIDIKAN
Pengertian pendidikan menurut para pakar atau ahli pendidikan menurut kajian
literatur, sebagai berikut;
1.TUJUAN PENGAJARAN
2.GURU
3.PESERTA DIDIK
5.METODE PENGAJARAN
6.MEDIA PENGAJARAN
Faktor administrasi dan finansial tidak dapat diabaikan karena menjadi penting
dalam berjalan lancarnya suatu aktivitas khususnya aktivitas pembelajaran. Yang
termasuk dalam komponen ini adalah jadwal pelajaran, kondisi gedung dan
ruangan belajar.
BAB 4
1. Pengertian pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan dimaknai sebagai proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam suatu usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran itu sendiri". Dalam konteks formal, makna pendidikan sebagaimana tertulis dalam
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal I adalah:"Usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara".
Fenomena pendidikan dapat dipelajari melalui metode ilmiah dan telah menghasilkan ilmu
pendidikan.adapun ilmu pendidikan itu dapat dijadikan dasar dan petunjuk dalam rangka upaya
pendidikan.dengan dasar ilmu pendidikan para pendidik dapat menyusun desain pembelajaran yang
memuat tujuan,isi,metode,dan teknik mengajar serta evaluasinya atas dasar desain pembelajaran itulah
para guru melaksanakan proses pendidikan. Dengan demikian dapatlah dipahami makna dari
pernyataan pendidikan sebagai suatu ilmu, yaitu bahwa proses/upaya pendidikan tersebut tiada lain
adalah aplikasi dari ilmu pendidikan.implikasinya bahwa untuk menjadi guru atau pendidik,siapapun
untuk mempelajarinya melalui ilmu pendidikan.
Pada dasarnya manusia adalah terobosan yang tidak memadai dan mungkin bersifat
penyimpangan.tentu merupakan suatu keharusan bahwa guru harus teratur dalam merencanakan
pekerjaannya dan cermat dalam berurusan dengan fakta -fakta .tetapi hal itu tidak menyebabkan cara
mengajarnya menjadi ilmiah, mengajar melibatkan emosi ,yang tidak dapat di nilai dan dikerjakan secara
sistematis dan nilai-nilai kemanusiaan adalah nilai-nilai yang berada diluar jangkauan dari ilmu.suatu
pendidikan anak yang dilaksanakan secara ilmiah akan merupakan suatu monster yang
memprihatinkan,mengajar yang ilmiah dengan bahan-bahan yang ilmiah dengan bahan-bahan
pembelajaran yang ilmiah akam menjadi tidak selaras sepanjang guru dan muridnya adalah
manusia.mengajar tidaklah seperti menimbulkan reaksi kimia,mengajar lebih banyak mirip melukis
sebuah gambar atau menggelar sebuah musik atau pada tingkat yang lebih rendah seperti menanam
bunga disuatu taman atau menulis surat persahabatan anda harus melibatkan hati sanubari
didalamnya,anda harus menyadari bahwa mengajar tidak dapat seluruhnya dikerjakan berdasarkan
formula-formula atau anda akan merusak pekerjaan anda,dan murid-murid anda serta diri anda sendiri
(redja mudyahardjo 1995).pendidikan dapat dipelajari melalui ilmu pendidikan namun demikian
pendidikan atau mendidik juga merupakan suatu seni,alasannya bahwa upaya pendidikan melibatkan
perasaan dan nilai yang sebenarnya diluar daerah ilmu.(ilmu yang berparadigma positivisme)
Proses pendidikan diakui sebagai seni ,implikasinya fungsi mendidik yang utama pada proses
pembelajaran di sekolah dasar bagi siswa adalah untuk menghasilkan suatu karya yang utuh,unik,sejati
( bukan pura-pura atau dibuat-buat anak tidak boleh dikorbankan sebagai kelinci percobaan) oleh
karena itu pendidik harus kreatif,skenario/persiapan mengajarnya dijadikan rambu-rambu saja yang
lebih penting adalah improvisasi, pendidik harus memperhatikan minat,perhatian,dan hasrat anak didik.
Pengakuan pendidikan sebagai seni tidak harus menggoyahkan pengakuan bahwa pendidikan dapat
dipelajari secara ilmiah. Idealnya, pendidikan adalah aplikasi ilmu ( ilmu pendidikan) tetapi sekaligus pula
adalah seni. 7
Pengetahuan tidaklah cukup sekedar pengalaman ,teknik tidaklah cukup ini adalah suatu misteri
didalam suatu proses mengajar dan sama dengan misteri yang terdapat dalam proses penyembuhan
(kedokteran) .masing-masing adalah seni lebih dari sekedar pengetahuan atau keterampilan, dan seni
itu melandasi kemampuan untuk berlagu dengan panjang gelombang orang lain.
BAB 5
Landasan dapat diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Dengan mengacu pada arti
dari istilah tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah suatu pijakan, titik tumpu atau titik
tolak, suatu fondasi tempat berdirinya suatu hal
Filsafat dapat diartikan sebagai way of life manusia sepanjang kehidupan di dunia.
Bahkan, nasib suatu bangsa dan negara bergantung pada ideologi yang dianut, dan ideologi pada
hakekatnya diciptakan oleh filsafat. Filsafat bermakna sikap yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara kontemplatif dan menyeluruh.
Kata filsafat berasal dari bahasa Inggris dan bahasa Yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu
philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani philein atau philos dan sofein atau sophi. Adapula
yang mengatakan filosofi berasal dari bahasa arab, yaitu falsafah, yang artinya al-hikmah.
Philos,artinya cinta, sedangkan sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat
diartikan “cinta kebijaksanaan atau al-hikmah.” Orang yang mencintai atau mencari
kebijaksanaan atau kebenaran disebut dengan filsuf.
Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau kelompok agar
menjadi dewasa melalui pengajaran dan pelatihan. Pendidikan pada hakekatnya bertujuan untuk
mewujudkan pribadi yang ideal sesuai dengan nilai dan norma dianut. Contoh manusia ideal
yang menjadi tujuan pendidikan antara lain menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, dll. Oleh karena itu pendidikan
bersifat normatif atau bertanggung jawab. Pendidikan harus dilaksanakan dengan mengacu pada
landasan yang kokoh, dengan tujuan yang jelas, isi kurikulum yang benar, dan metode
pelaksanaan yang efisien dan efektif.
Menurut Cohen, L. N. M. (1999) Filosofi (Filsafat) memiliki tiga cabang yang masing
masing memiliki sub cabang. Ketiga cabang tersebut adalah Metaphysic (Metafisika),
Ephistemology (Epistemologi), dan Axiology (aksiologi). Sedangkan menurut Ornstein, A.C,
dkk (2011), menyebutnya sebagai istilah pendidikan yang terbagi menjadi empat istilah yaitu
Metaphisic (Metafisika), Ephistemologi (Epistemologi), Axiology (Aksiologi), dan Logics
(Logika).
Menurut Tatang (2010), Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau
membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyeluruh (komprehensif).
Epistemologi berasal dari bahasa latin epitesme yang artinya "ilmu pengetahuan" dan
logos yang berarti "teori." Jadi Epistemologi berarti teori ilmu pengetahuan.
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat nilai.
Aksiologi terdiri dari Etika dan merupakan cabang filsafat (bagian dari aksiologi) yang
mempelajari atau membahas sifat baik dan buruk dalam perilaku manusia; dan Estetika adalah
cabang filsafat (bagian dari aksiologi) yang mempelajari atau membahas seni (art) dan esensi
keindahan (beauty).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis pendidikan adalah
asumsi-asumsi filosofi yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktik dalam
pendidikan. Landasan filososi pendidikan berperan dalam memberikan rambu-rambu apa dan
bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut bertolak pada kaidah
metafisika (hakikat relitas dan hakikat manusia), epistemologi ( hakikat pengetahuan), dan
aksiologi (hakikat nilai).
Sebagaimana halnya di dalam filsafat umum, didalam landasan filosofi pendidikan juga
terdapat beberapa aliran pemikiran. Sehingga dalam landasan filosofi pendidikan juga dikenal
dengan adanya landasan filosofi pendidikan idealisme, landasan filosofi pendidikan realisme,
landasan filosofi pendidikan pragmatisme, dan sebagainya.
Dalam landasan filosofi pendidikan juga terdapat beberapa aliran pemikiran. Hal ini
muncul sebagai implikasi aliran aliran yang terdapat dalam filsafat. Maka sistem gagasan atau
asumsi pendidikan aliran idealisme, realisme, dan pragmatisme dapat dirangkum seperti yang di
sajikan pada uraian berikut.
Realisme mendefinisikan manusia sesuai dengan apa yang dapat di kerjakannya. Pikiran
atau jiwa merupakan uatu organisme yang sangat rumit yang mampu berfikir. Tetapi meskipun
manusia memiliki kemampuan berfikir, ia juga merupakan bagian dari alam, oleh karena itu
tugas dan tujuan manusia adalah menyesuaikan diri dengan hukum alam, masyarakat dan
budaya.
Menurut Pragmatisme, hanya realitas fisik yang ada, dan teori umum tentang realitis
tidak mungkin dan tidak perlu.
Karena realitas terus berubah, dan manusia adalah bagian dari perubahan itu. Oleh
karena itu, dengan adanya perubahan tersebut muncul berbagai persoalan dalam kehidupan
individu dan masyarakat.
Pada pragmatisme, nilai tidak bersifat eksklusif dan tidak berdiri sendiri, melainkan ada
dalam suatu proses yakni tindakan atau perbuatan manusia itu sendiri. Karena manusia
merupakan bagian dari masyarakatnya, maka tindakan tindakannya dinilai berdasarkan
hasil-hasilnya didalam masyarakat.
Implikasi Filosofi Pragmatisme Terhadap Pendidikan
Scholastisisme dalam bahasa inggris adalah school yang berarti sekolah atau pengajaran atau
pemikiran. Sedangkan Ahmad dan Mudzakir ( 2004:81) berpendapat bahwa scholastisisme berasal dari
kata schuler yang memiliki arti sama dengan sebelumnya, yaitu sekolah atau pengajaran. Kata "isme"
dalam scholastisisme berarti paham atau aliran. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa scholastisisme
adalah aliran mengenai sekolah.
Dalam pandangan konstruktivisme, manusia dipandang bukan sebagai tabula rasa, tetapi
manusia dituntut untuk aktif membangun pengetahuannya sendiri. Manusia dalam
konstuktivisme dipandang sebagai objek yang menjadi subjek dimana hanya tuhan lah yang tahu
akan makna realits, dan manusia hanya mengetahui sesuatu yang dikontruksikan oleh dirinya.
Implikasi Filosofi Konstruktivisme Terhadap Pendidikan
Tujuan Pendidikan, Tujuan pendidikan konstruktivisme lebih menekankan
pada perkembangan konsep dan pengetahuan yang mendalam sebagai
konstruksiatif dari peserta didik. Tujuan filsafat pendidikan memberikan
inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal.
Praktik pendidikan atau mekanisme pendidikan menerapkan serangkaian
kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara pendidik dan
peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-
rambu dari trori pendidikan.
Kurikulum/ isi pendidikan, Atas dasar pemahamannya, pendidik harus
dituntut untuk merangsang pengalaman belajar dan struktur kognitif anak
didiknya untuk dapat berfikir, dan berinteraksi membangun pengetahuan yang
baru. Sebagai cara mentransfer pengetahuan dari guru kepada murid , dalam
hal ini pendidik bukanlah seorang yang maha tahu, dan peserta didik adalah
sosok yang belum tahu dan meminta pendidik untuk memberi tahu. Dalam
banyak hal pendidik dan peserta didik bersama sama membangun
pengetahuan, dengan begitu hubungan diantara keduanya lebih sebagai mitra
yang bekerja sama membangun sebuah pengetahuan.
Metode Pendidikan, menurut Paul Suparno (1997), setiap pelajar memiliki
caranya masing masing dalam memahami sebuah pengetahuan. Dalam
konteks ini tidak ada metode belahjar yang tepat, satu metode saja tdk akan
cukup membantu peserta didik, sehingga disinilah peran pendidik di
butuhkan. Para pendidik dan pelajar bersama mencari tahu metode apa yang
cocom untuk peserta didik agar dapat membangun pengetahuannya.
Kelompok belajar pun dikembangkan mengingat pengetahuan itu dibentuk
baik secara individual maupun secara sosial.
Peranan pendidik dan peserta didik, penerapan dalam proses pendidikan aliran
kontuktivisme ini memberikan keleluasaan pada peserta didik untuk aktif
dalam proses pembuatan pengetahuan yang bermakna sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki masing-masing peserta didik. Suparno (1997;16),
menyatakan bahwa peran pendidikdalam aliran konstruktivisme adalah
sebagai fasilitatordan mediator yang memiliki tugasmembantu dan mendorong
peserta didik dalam pembentukan suatu pengetahuan. Dalam pemahaman
konstruktivisme peserta didik adalah subjek dalam pendidikan. Dia harus
mampu menciptakan dan membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui
interaksi dengan dunia. Peserta didik diberi kebebasan penuh untuk
membangun kepercayaan dan pengetahuan mereka sendiri, dengan dimonitor
oleh pendidik.
Masyarakat Indonesia percaya bahwa realitas tidak ada dengan sendirinya, tetapi
merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, hakikat kehidupan bangsa Indonesia adalah berkat rahmat
Tuhan Yang Maha Esa dan perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan
mencapai kemerdekaan.
Manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam keberadaannya, manusia memiliki
dimensi individualitas, sosialitas budaya, normalitas, dan agama. Pancasila mengajarkan bahwa
manusia bersifat monarki tetapi satu dimensi, artinya manusia yang serba bisa pada hakikatnya
adalah satu kesatuan yang utuh.
Filosofi Pancasila berpandangan bahwa semua pengetahuan pada hakekatnya berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui keyakinan, pemikiran,
pengalaman empiris, penghayatan dan intuisi. Kebenaran pengetahuan adalah kebenaran mutlak
yang didasarkan atas kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki relativitas, dan
menguji kebenarannya dengan menguji konsistensi logika pemikirannya, kesesuaiannya dengan
data atau fakta empiris, dan nilainya bagi kemanfaatan manusia.Kesejahteraan manusia dicapai
dengan mengacu pada kebenaran dan nilai-nilai mutlak.
Sumber pertama dari segala nilai adalah Tuhan Yang Maha Esa. Karena manusia adalah
ciptaan Tuhan, baik pribadi/individual maupun makhluk sosial, dan hakikat nilai berasal dari
Tuhan, masyarakat dan individu.
BAB 6
PENUTUP
Hakikat pendidikan merupakan tinjauan yang menyeluruh dari segi
kehidupan manusia yang menampakkan konsep-konsep pendidikan. Karena
itu pembahasan hakikat pendidikan meliputi pengertian-pengertian:
pendidikan dan ilmu pendidikan; pendidikan dan sekolah; dan pendidikan
sebagai aktifitas sepanjang hayat. Komponen-komponen pendidikan yang
meliputi: tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, kurikulum dan metode
pembelajaran dan lain-lain.
Hakikat pendidikan berbicara tentang proses pendidikan yang tidak
pernah terpisah dari kehidupan manusia. Pendidikan adalah khas milik dan
alat manusia. Pendidikan sendiri digunakan sebagai alat untuk bertahan
hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Pendidikan juga
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya.
Kullu mawluddin Yuladu ‘ala al-fitrah. itu mengisyaratkan bagi
pentingnya penataan iklim pendidikan yang agamis di lingkungan keluarga, dan
iklim-iklim positif lainnya. Karena lingkungan rumah merupakan proses
awal bagi pertumbuhan anak. Itu sebabnya rumah merupakan lingkungan
pendidikan bagi anak prasekolah. Seluruh iklim yang positif bagi
perkembangan anak dibutuhkan di lingkungan prasekolah ini. Namun iklim
agamis tampaknya harus mendapat prioritas utama, agar mampu
memunculkan perilaku religius pada anak. Karena penciptaan generasi yang
saleh lebih penting dari yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ishak. 1995. Pendidikan Islam dan Pengaruhnya di Malaysia. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Aḥmad Muṣṭafā al-Marāgī, Tafsīr al-Marāgī (Mesir: Musṭafā al-Bābī al-Ḥalabī,
1973), juz I.
Al Rasyidin, 2008. Falsafah Pendidikan Islami: Membangun Kerangka
Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan (Bandung:
Citapustaka Media Perintis).
Al-Abi `Abdullah Muḥammad bin Aḥmad al-Anṣari al-Qurṭubi, Al-Jami` al-
Ahkam al-Qurān (Kairo: Dar al-Ḥadiṡ, 2005), jilid I.
al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1979. Preliminary thoughts on the nature
of knowledge and the definition and aims in educations. al-Attas, S.M.N
(pynt.). Aims and Objectives of Islamic education, hlm. 19-47. London:
Hodder & Stoughton.
al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1992. Tujuan dan Objektif Pendidikan
Islam. Samsudin Jaapar (ptjh.). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
al-Attas, 1984. Konsep Pendidikan dalam Islam (Bandung: Mizan)
Al-Ragib al-Aṣfahani, Al-Mufradat fī Garīb al-Qurān (Beirut: Dār al-Ma`rifah,
2005)
Al-Suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, diterjemahkan Oleh H. Nadjih Ahjad,
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996), Jilid V.
Ashraf, S.H. 1985. New Horizons in Muslim Education. Cambridge: Hodder
and Stoughton, The Islamic Academy.
Hasan Langgulung, 1992. Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-
Husna)
Ibn Khaldun. 2000. Mukaddimah Ibn Khaldun. Terj. Dewan Bahasa dan
Pustaka. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ibrahim Anis, et al., al-Mu’jam al-Wasiṭ (Kairo: Dar al-Ma`arif, 1972).
Kamarul Azmi Jasmi & Ab. Halim Tamuri. 2007. Pendidikan Islam Kaedah
Pengajaran dan Pembelajaran. Johor Bahru: Universiti Teknologi
Malaysia. Hakikat Pendidikan
Al Urwatul Wutsqa: Volume 1, No.1; Juni 2021 | 31
Kurshid Ahmad. 1975. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam. Kuala Lumpur:
Angkatan Belia Islam Malaysia.
M. Rasyīd Riḍā, Tafsīr al-Manār (Beirut: Dār al-Manār, 1273 H)
Mahyuddin Ashaari. 2001. Pendidikan al-Quran menjana keupayaan berfikir.
Jurnal pendidikan Islam.
Mohd. Yusuf Ahmad. 2002. Falsafah dan sejarah pendidikan Islam. Kuala
Lumpur: Penerbit Universiti Malaya.
Muhammad Shadid. 1992. Metodologi al-Quran dalam Pendidikan. Osman
Khalid (ptjh.). Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan
Perdana Menteri.
Musthalah al-Hadis, 1994. (Saudi Arabia: Darl Al-Fatah al-Syariqah)
Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Rosnani Hashim. 2006. Falsafah penyelidikan pendidikan dari perspektif
Islam: Konsep dan matlamat. Jurnal Pendidikan Islam.
Salminawati, 2011. Fisafat Pendidikan Islam: Membangun Konsep
Pendidikan yang Islami (Bandung: Citapustaka Media Perintis).
Simpson, J.A & Weiner. E.S.C. 1989. The Oxford English Dictionary. 2nd ed.
Volume 5. (Dvanda-Follis). Oxford: Clarendon Press.
Tajul Ariffin Noordin dan Nor’Aini Dan. 2002. Pendidikan dan Pembangunan
Manusia: Pendekatan Bersepadu. Bangi. As Syabab Media.
Thoha, Chabib H.M. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional 1993. (Jakarta: Sinar
Grafika.