Anda di halaman 1dari 42

LANDASAN PENDIDIKAN

DISUSUN OLEH: NAMA: ANISA APRILIA NIM: 2286206045 DOSEN PENGAMPU: YANTI YANDRI KUSUMA,
S.E, M. Pd FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU
TAMBUSAI TAHUN 2022
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
KATA PENGANTAR
BAB 1
HAKIKAT ILMU PENDIDIKAN

I. Definisi dan Konsep Pendidikan

Perkataan pendidikan dalam Bahasa Melayu ialah kata nama


terbitandaripada kata akar didik yang membawa maksud jaga, pelihara dan
ajar. Perkataan pendidikan juga bersinonim dengan ajaran, latihan, tarbiah,
pelajaran, bimbingan, asuhan dan tunjuk ajar. Dalam Bahasa Inggris,
pendidikan disebut sebagai education (Simpson dan Weiner 1989) yang
dikatakan berasal daripada cantuman dua kalimah dalam bahasa latin yaitu
e’ex dan ducereduc berarti ‘memimpin’ yang dapat diinterpretasikan sebagai
mengumpul maklumat ke dalam diri bagi membentuk bakat (Abdullah Ishak
1995). Dalam bahasa Arab pula terdapat beberapa kalimah yang merujuk
kepada pendidikan. Antara kalimah yang selalu digunakan ialah (Rosnani
Hashim 2006; al-Attas 1979):

a) Tarbiyyah.

Istilah tarbiyah berasal dari kata rabba. Menurut Ibrahim Anis, kata
rabb bermakna tumbuh dan berkembang (Ibrahim Anis, 1972: 321). Selain
itu menurut al-Qurṭubi, rabba juga menunjukkan makna menguasai,
memperbaharui, mengatur dan memelihara (Al-Qurtubi, 2005: 138).
Sementara itu, menurut al-Ragib al-Aṣfahani, kata al-rabba bisa berarti
mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau
membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaan secara bertahap. (Al-
Asfahani, 2005:190)
Di dalam Tafsir al-Maragi dikemukakan bahwa kata rabba dalam surat
al-Fātiḥah/1:2, mengandung arti memelihara dan menumbuhkan.
Pemeliharaan Allah Swt. terhadap manusia ada dua macam, yaitu
pemeliharaan terhadap eksistensi manusia dengan jalan menumbuhkan
sejak kecil hingga dewasa, dan adanya peningkatkan kekuatan jiwa dan
akalnya, serta pemeliharaan terhadap agama dan akhlaknya melalui wahyu
yang diturunkan kepada salah seorang (nabi) agar menyampaikan risalah
yang akan menyempurnakan akal dan membersihkan jiwa mereka (Al-
Maraghi, 1973:30).
Dengan demikian, dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan
Islam yang terkandung dalam kata tarbiyah terdiri atas empat unsur
pendekatan, yaitu:
1) Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa.
2) Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.
3) Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan.
4) Melaksanakan pendidikan secara bertahap. (Salminawati, 2011: 108)
Hakikat Pendidikan

b) Ta’lim.

Istilah ta`līm berasal dari kata ‘alima. Dalam Lisān al-`Arab, kata ini
bisamemiliki beberapa arti, seperti mengetahui atau merasa, dan memberi
kabarkepadanya (Jamaluddin Muhammad, Juz IX: 371). Menurut Rasyid
Riḍa (1273 H: 262), ta’līm merupakan proses transmisi ilmu pengetahuan
pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
Pendapat tersebut berdasarkan ayat Alquran surat al-Baqarah/2: 31
yang artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-
benda) seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para malaikat...”
Dan ayat Alquran surat al-Baqarah/2: 151 yang artinya: “Sebagaimana (Kami
telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus
kepadamuRasūl di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
kamu danmenyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitāb dan al-
Ḥikmah, sertamengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.”
Pada ayat tersebut dijelaskan tentang aktivitas kependidikan yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw. yang tidak hanya terbatas pada mengajarkan
tilāwah al-Qurān tetapi juga mengupayakan proses penyucian al-jism dan ar-
rūh (tazkiyah), sehingga dengan kesucian diri itu manusia dapat memahami
al-Kitāb dan al-Ḥikmah serta meraih pengetahuan-pengetahuan lain yang
belum mereka ketahui. (Al-Rasyidin, 2008: 111). Bukan hanya sekedar
pandai membaca apa yang tertulis, namun Rasulullah Saw. juga membuat
umat Islam dapat membaca dengan renungan, pemahaman, pengertian,
tanggung jawab dan amanah.

c) Ta’dib.

Dalam Lisan al-`Arab dijelaskan bahwa arti dasar kata addaba adalah
ad- du`a’ yang berarti undangan. Dengan demikian kata ini diartikan sebagai
undangan seseorang untuk menghadiri suatu pesta atau perjamuan. (Ibnu
Manżur, t.th. 93). Sementara dalam Mu’jam al-Wasīṭ karya Ibrahim Anis
kata addaba diartikan:
1) Melatihkan perilaku yang baik dan sopan santun.
2) Mengadakan pesta atau perjamuan yang berarti berbuat dan berperilaku
sopan, pelatihan atau pembiasaan.
3) Mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplinkan dan memberi tindakan.
(Ibrahin Anis, 1972: 9)
Menurut Naquib al-Attas (1984: 75), kata ta’dīb merupakan istilah
yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan pendidikan dalam Islam.
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Hasan Langgulung (1992: 5) dengan
alasan bahwa kata ta`līm terlalu dangkal karena ini berarti mengajari
(pengajaran), sedangkan tarbiyah terlalu luas karena kata ini dipakai juga
untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 (2003: 4) diungkapkan bahwa,
“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Secara umumnya, ketiga kalimat ini membawa maksud pendidikan
tetapi jika diteliti secara lebih mendalam ternyata ketiga istilah ini membawa
maksud yang berlainan. Menurut al-Attas (1992), antara ketiga kalimah
tersebut, kalimah ta’dib lebih tepat kerana ia mempunyai makna yang lebih
spesifik untuk menggambarkan proses pendidikan manusia berbanding
dengan kalimah tarbiyyah yang mempunyai maksud yang lebih luas sehingga
meliputi haiwan, di samping penekanannya kepada pengasuhan fizikal lebih
daripada penyuburan mental dan rohani (al-Attas 1992; Rosnani 2006).
Hujahnya diperkuatkan lagi dengan mengambil contoh Rasulullah Saw yang
telah menggunakan perkataan ta’dib untuk merujuk tentang pendidikan yang
diberikan oleh Allah kepada baginda Rasulullah.
Dalam konteks Islam pula, pendidikan merupakan satu pelajaran atau
pendidikan bagi kognitif, fizikal dan roh untuk melahirkan insan yang
berperikemanusiaan. Definisi falsafah ini merujuk kepada pembentukan
individu sehingga menjadi seorang manusia yang benar-benar sempurna
bukan saja dari segi pertambahan ilmu bahkan dari segi pembentukan akhlak
dan rohani (Kurshid 1975). Menurut Thoha (1996), pendidikan Islam adalah
pendidikan yang falsafah dan tujuan serta teori-teorinya dibangun untuk
melaksanakan praktik pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai Islam
yang terkandung dalam al-Quran dan hadis Nabi. Al-Attas (1992) pula
memberikan pengertian bahawa pendidikan Islam adalah usaha yang
dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan
pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu dari aturan
penciptaan sehingga membimbing mereka ke arah kebaikan.
Walau bagaimanapun, Islam tidaklah melihat pendidikan dari skop
yang sempit, ia tidak terbatas kepada pendidikan duniawi semata-mata
bahkan meliputi dua lapangan yaitu di dunia dan akhirat. Dalam konteks ini,
Ibn Khaldun (2000) telah membagi ilmu kepada dua bahagian yang utama.
Pertama, ilmu yang berbentuk fardhu ain yang dituntut ke atas setiap orang
supaya mengetahui dan mempelajarinya dalam melaksanakan tuntutan agama
seperti ilmu tauhid, fiqh, akhlak, akidah dan sebagainya; yang kedua
ialah ilmu fardhu kifayah yaitu ilmu yang mesti ada pada sekumpulan orang
dalam masyarakat tanpa melihat kepada individu tertentu seperti ilmu
pertukangan, kemahiran, perniagaan, kedokteran, ekonomi, fizik, astronomi
dan sebagainya yang boleh mandatangkan manfaat kepada manusia. Ini
membuktikan bahwa agama Islam tidak mementingkan pencapaian
intelektual yang tinggi semata-mata bahkan perlu dilengkapi dengan
kefahaman yang jelas mengenai agama Islam itu sendiri untuk menghasilkan
manusia yang cemerlang di dunia mahupun di akhirat.
Jelasnya pendidikan Islam dijadikan sebagai satu proses mengasuh dan
mendidik, membela, melatih, menyucikan, membaikkan, mengawal hawa
nafsu, membentuk ketaatan kepada Allah Swt membentuk sikap sopan dan
beradab (mempunyai akhlak yang baik) dan memadamkan semua sifat
tercela yang ada dalam diri manusia. Semua definisi ini memberikan
pemahaman bahwa hampir keseluruhan pendidikan yang dikehendaki dalam
Islam ialah merujuk kepada pendidikan rohani manusia selaku hamba Allah
di muka bumi ini bagi memancarkan kejernihan akhlak dan budi pekerti yang
tinggi selain untuk perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri yang
merupakan medium yang amat penting dalam membangunkan ketamadunan
manusia yang hidup di dunia.

II. Hakikat Pendidikan

Pendidikan tidak pernah terpisah dari kehidupan manusia. Semenjak


masih di dalam kandungan hingga dewasa, pendidikan terus berlangsung
selama manusia itu hidup. Pendidikan adalah khas milik dan alat manusia.
Pendidikan dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar oleh manusia.
Pendidikan sendiri digunakan sebagai alat untuk bertahan hidup dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Pendidikan juga
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya (UU No. 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Secara umum, pendidikan dilakukan semenjak manusia diciptakan.
Pendidikan ini merupakan pendidikan yang bersifat umum pada masyarakat.
Pendidikan secara umum didasarkan pada insting seorang manusia. Mendidik
secara insting diikuti oleh mendidik yang bersumber dari pikiran dan
pengalaman manusia. Manusia mampu menciptakan cara-cara dalam
mendidik karena perkembangan pikirannya. Semakin maju perkembangan
pikiran, semakin pula variasi orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
Pendidikan mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan
perkembangan manusia. Pendidikan bermaksud membuat manusia
meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiah menjadi berbudaya.
Pendidikan erat kaitannya dengan membudayakan manusia. Membudayakan
manusia sendiri merupakan proses atau upaya meningkatkan hidup dan
kehidupan manusia atau kelompok. Secara sederhana adalah cara hidup yang
dikembangkan oleh masyarakat.
Insting, pendidikan, dan kebudayaan saling berkatian. Insting dibawa
oleh manusia sejak lahir. Pendidikan dan kebudayaan didapat melalui proses
pembelajaran yang didasarkan pada insting itu sendiri. Pendidikan dan
budaya berjalan bersama untuk saling memajukan. Makin tinggi kebudayaan,
makin tinggi pula pendidikan dan cara mendidiknya. Pendidikan merupakan
aspek dari kehidupan manusia dan ada dalam kebudayaan akan tetapi,
kebudayaan hanya bisa dibentuk melalui pendidikan. Oleh karena itu,
pendidikan diperlukan untuk membudayakan atau memanusiakan manusia.

1) Pendidikan sebagai suatu ilmu

Pendidikan dikatakan sebagai suatu ilmu jika memenuhi persyaratan-


nya sebagai ilmu itu sendiri (Pidarta, 2009: 6), yaitu:
a) Memiliki objek
Objek pendidikan ada dua macam, yaitu objek materi dan objek formal.
Objek materi berkaitan dengan peserta didik dan warga belajarnya. Objek
formal merupakan gejala yang tampak, dirasakan, dihayati, dan
diekpresikan dalam kehidupan manusia.
b) Mempunyai metode penyelidikan
Secara umum, pendidikan dikatakan sebagai suatu ilmu jika pendidikan
itu mempunyai metode penyelidikan yang mencakup ruang lingkup,
masalah, tujuan, hipotesis, tempat penelitian, subjek penelitian, objek
penelitian, instrumen pengambilan data tentang variabel yang diteliti, dan
analisis data berserta simpulannya.
c) Sistematis
Adanya keterkaitan antara pokok-pokok yang terdapat pada pendidikan.
Pokok-pokok itu berbicara mengenai pendidikan sebagai ilmu secara
global, bahan dan proses dalam pendidikan, faktor-faktor yang
menjunjang proses pendidikan, pendidik, penyelenggaraan pendidikan,
dan alat-alat yang digunakan untuk mengembangkan pendidikan itu
sendiri. Pokok-pokok pendidikan dibahas secara sistematis tanpa
mengurangi atau memindahkan urutan.
d) Mempunyai tujuan
Pendidikan untuk mengembangkan individu baik jasmani maupun rohani
secara optimal agar mampu meningkatkan hidup dan kehidupan diri,
keluarga, dan masyarakat di sekitarnya, Tujuan pendidikan juga
memperhatikan aspek ontologis (apa), epistimologis (bagaimana), dan
aksiologis (untuk apa) agar pendidikan dapat berjalan secara selaras.
2) Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan di Indonesia tertulis pada Undang-Undang Republik


Indonesia (UURI) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang bertalian dengan
pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 ayat 1
disebutkan pendidikan bertujuan untuk meletakkan dasar: Kecerdasan;
Pengetahuan; Kepribadian; Akhlak mulia; Keterampilan untuk hidup mandiri;
Megikuti pendidikan lebih lanjut
Secara umum tujuan pendidikan di Indonesai sudah mencakup ranah
perkembangan manusia, yaitu: Afeksi, Kognisi, Psikomotor. Disamping itu
peserta didik tidak dipaksakan untuk mengikuti pendidikan tertentu,
melainkan diberi kebebasan untuk memilih sendiri sesuai dengan bakat dan
kemampuannya masing-masing. Hal ini dapat ditangkap dari kalimat yang
berbunyi untuk dapat berkembangnya potensi peserta didik.
Pelayanan dalam pendidikan itupun tetap memberikan kebebasan
kepada peserta didik dalam mengembangkan dirinya. Dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Pasal 19 tertulis sebagai berikut: “proses
pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, kreatif, berpeluang untuk berprakasa, dan mandiri sesuai dengan
bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologisnya.
Namun ada yang belum terurai secara eksplisit dalam tujuan
pendidikan, yaitu bertalian dengan Pancasila, walaupun dalam UURI No. 20
Tahun 2003 Pasal 2 disebutkan pendidikan nasional berdasarkan pancasila.
Pancasila inilah yang mewarnai perkembangan peserta didik. Untuk
keperluan itu pendidik harus paham dan terampil memasukkan sila-sila
pancasila ke dalam diri peserta didik ketika melaksanakan proses
pembelajaran.
Dalam suatu hasil penelitian tentang konsep-konsep baru dalam
pendidikan (Made Pidarta, 1991) ditemukan bahwa para ahli pendidik
mutakhir menyerang system pendidikan sekarang yang dikatakannya
sebagai upaya mempertahankan kaum kapitalis dengan cara mendidik anak-
anak agar siap melayani industry, perdagangan, dan jasa tanpa
memperhatikan kebebasan dan hak-hak mereka sebagai anak manusia yang
mempunyai bakat dan harkat pada diri masing-masing.
Beberapa ahli mengemukakan pandangan tentang tujuan pendidikan.
Paulo Freire (dalam Made Pidarta, 1991) mengemukakan bahwa pendidikan
hendaknya membuat manusia menjadi transitif, yaitu suatu kemampuan
menangkap dan menanggapi masalah-masalah lingkungan serta kemampuan
berdialog tidak hanya dengan sesame, tetapi juga dengan dunia beserta
segala isinya. Selanjutnya dikatakan pendidikan harus pula membekali
manusia suatu kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap
kecenderungan semakin kuatnya kebudayaan industri, walaupun
kebudayaan itu dapat menaikkan standar hidup manusia.
Alvin Toffler (dalam Made Pidarta, 1991) berpendapat bahwa masa
sekarang tidak sama dengan masa yang akan datang. Teknologi dan manusia
mempunyai peranan yang berbeda. Teknologi masa depan akan menangani
arus materi fisik, sementara itu manusia akan menangani arus informasi dan
wawasan. Sebab itu kegiatan manusia akan semakin terarah kepada tugas
intelektual sebagai pemikir dan kreatif. Bukan hanya melayani mesin-mesin.
Beberapa pandangan ahli mutakhir menyatakan bahwa pendidikan
merupakan usaha memberikan pengalaman hidup bagi para peserta didik,
kegiatan ilmiah, pelayanan terhadap pengembangan kemampuan dan minat,
metode belajar yang baik, kebebasan individu, cinta kasih terhadap sesama,
sampai dengan pentingnya hubungan antara guru dengan peserta didik. Jadi,
tujuan pendidikan tidak lain hanyalah mengembangkan potensi peserta didik
secara alamiah, dalam arti memberi kesempatan kepada mereka untuk
mengembangkan potensi mereka apa adanya. Tidak perlu diarahkan ke arah
tertentu untuk kepentingan kelompok. Dengan demikian pendidikan hanya
memberikan bantuan atau layanan dengan menyiapkan segala sesuatu yang
diperlukan serta bimbingan yang secukupnya. Diharapkan peserta didik
dapat mencapai tujuan pendidikan yang seutuhnya.
Di dalam praktik pendidikan, khusunya pada lembaga pendidkan
terdapat beberapa tujuan yang menjembatani terlaksananya tujuan
pendidikan nasional di antaranya:
a. Tujuan umum pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta mempunyai tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan
b. Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga
pendidikan tertentu untuk mencapainya. Misalnya tujuan pendidikan
tingkat SD berbeda dari tujuan tingkat menengah, dan seterusnya. Jika
semua lembaga (institusi) dapat mencapai tujuannya berarti tujuan
nasional tercapai.
c. Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau mata pelajaran, misalnya
tujuan pembelajaran IPA, IPS, atau Matematika. Setiap lembaga
pendidikan menggunakan kurikulum tertentu untuk mencapai tujuan
yang diinginkan

3) Pendidikan Dalam Al-Qur’an


Al-Quran telah diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad
Sawmelalui perantaraan Jibrail a.s untuk dijadikan panduan bagi umat
manusia.Al-Quran juga diturunkan untuk mendidik manusia khususnya
masyarakatIslam dalam menjalani kehidupan di dunia dengan sebaik
mungkin keranamereka yakin adanya hari pembalasan kelak. Al-Quran juga
mengajakmanusia supaya sentiasa memerhati serta merenungi tanda-tanda
kekuasaanAllah yang ada di langit dan di bumi. Alam ini merupakan bahan
untukberfikir, sebagai lembaran buku pengetahuan di samping menjadi bukti
bagikesatuan pentadbiran dan peraturan (Muhammad Shadid 1994).
Secara umum, proses pendidikan terhadap manusia berlaku sejak azali,
takkalah Allah Swt menciptakan Nabi Adam as seperti firman-Nya (al-
Baqarah 2: 31) yang bermaksud “Dan Ia telah mengajarkan Nabi Adam akan
segala nama benda dan gunanya, kemudian ditunjukkannya kepada malaikat
lalu ia berfirman “Terangkanlah kepadaKu nama benda ini semuanya jika
kamu golongan yang benar.””
Ayat ini jelas menggambarkan bagaimana Allah Swt mengajar Nabi
Adam segala nama benda yang terdapat di dalam dunia ini yang bakal
dihuninya. Tujuan pengajaran ini ialah untuk kemudahan Nabi Adam dan
zuriatnya tinggal di dunia sehingga hari kiamat (Ashraf 1985; Kamarul Azmi
dan Abd. Halim, 2007). Menurut Mahyuddin (2001), al-Asma ialah nama-
nama sesuatu benda atau perkara yang mana dengan mengenali atau
mengetahui nama sesuatu perkara atau benda merupakan kunci atau asas
kepada pembentukan ilmu kepada seseorang manusia. Oleh yang demikian,
manusia dipertanggungjawabkan sebagai khalifah atau pemimpin untuk
memakmurkan bumi ini kerana manusia dibekalkan dengan akal yang
berpotensi untuk berfikir dan mencari ikhtiar bagi mengatur kehidupan
mereka di dunia ini (Ashraf 1985).
Sehubungan dengan itu, paradigma pendidikan dalam al-Quran juga
tidak lepas dari tujuan Allah menciptakan manusia itu sendiri iaitu
penyerahan diri secara ikhlas kepada Pencipta yang terarah kepada
tercapainya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sebagaimana firman
Allah (al-Zariyyat 51: 56) yang bermaksud “Dan (ingatlah) Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka menyembah dan
beribadat kepadaKu.” Bahkan al-Quran telah memainkan peranan yang
cukup penting dalampembinaan tamadun Islam agar umatnya terus belajar
dan belajar sertasering menyelidiki sesuatu perkara. Perkara ini dibuktikan di
dalam wahyuyang pertama diturunkan kepada Rasulullah saw dalam firman
Allah dalamSurah al-Alaq (96) ayat 1-5 yang terjemahnya:
Bacalah (Wahai Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang
menciptakan (sekalian makhluk), Ia menciptakan manusia dari sebuku darah
beku. Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang mengajar manusia
melalui pena dan tulisan, ia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Ayat ini memberi isyarat dan perintah yang amat jelas dalam bidang
pendidikan. Perkataan iqra’ (bacalah) yang disebutkan oleh malaikat Jibrail
as berulang-ulang kali kepada Rasulullah Saw menegaskan supaya umat
manusia belajar, mengkaji dan mencari ilmu. Jika diteliti secara lebih
mendalam, ayat ini mendidik dan mengajak orang yang beriman supaya
menjadi orang yang berilmu (Mohd.Yusuf 2002).
Berdasarkan ayat ini juga, ulama membuat kesimpulan bahwa belajar
atau mencari ilmu itu adalah wajib terutamanya ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan agama Islam (Mohd. Yusuf 2002). Penguasaan ilmu adalah amat
dituntut oleh Islam. Justeru itu, Islam mewajibkan setiap umatnya, lelaki atau
perempuan menuntut ilmu. Kewajipan ini juga bertujuan supaya umat Islam
itu tergolong dalam umat Islam yang cerdas dan terhindar dari kejahilan.
Tajul Ariffin (2002) menyatakan, untuk mewujudkan kekuatan sesebuah
bangsa dan negara, kekuatan agama hendaklah dibina dan dikembangkan di
semua peringkat pendidikan.

BAB 2
MANUSIA DAN PENDIDIKAN
A. Konsep-konsep Manusia
Secara bahasa, manusia berasal dari kata “namu” (Sanskerta) yang berarti berpikir,
berakal budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah, manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok atau
seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai sebuah spesies primate dari
golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Dalam Al-Qur’an, manusia disebut dengan berbagai nama anatara lain, al-basyar, al-
insan, bani adam, al-ins, abdillah, dan khalifatullah.
1. Konsep Al-Basyar
Manusia dalam konsep ini dipandang dalam pendekatan biologis, pada hakikatnya tidak
berbeda dengan makhluk lain yang terdiri dari unsur biotik lainnya walaupun strukturnya
berbeda. Manusia memerlukan makanan serta mengalami pertumbuhan dan perkembangan
dalam mencapai tingkat kematangan dan kedewasaan, selain itu manusia memerlukan pasangan
hidup untuk melanjutkan keturunannya.
2. Konsep Al-Insan
Manusia sebagai makhluk psikis mempunyai potensi rohani, seperti fitrah, kalbu, dan
akal. Potensi itu menjadikan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kedudukan tinggi dan
berbeda dengan makhluk lainnya. Apabila manusia tidak menjalankan fungsi psikisnya ia tidak
bedanya seperti binatang bahkan lebih hina. Selain itu, manusia juga sebagai makhluk yang lalai
sehingga sering lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan manusia
terjerumus dalam penderitaan hidup.
3. Konsep An-Naas
Manusia adalah makhluk sosial, ia diciptakan sebagai makhluk yang bermasyarakat, yang
berawal dari pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang biak menjadi suku bangsa
untuk saling mengenal. Peranan manusia di titik beratkan pada upaya untuk menciptakan
keharmonisan hidup bermasyarakat, sedangkan masyarakat dalam ruang lingkup yang paling
sederhana adalah keluarga, hingga ke ruang lingkup yang lebih luas, yaitu antar negara dan
bangsa.
4. Konsep Bani Adam
Manusia selaku Bani Adam dikaitkan dengan gambaran peran Nabi Adam AS saat awal
diciptakan. Di kala Adam AS akan diciptakan, para malaikat seakan mengkhawatirkan kehadiran
makhluk ini. Mereka memperkirakan dengan penciptaannya, manusia akan menjadi biang
kerusakan dan pertumpahan darah. Kemudian terbukti bahwa Adam AS bersama istrinya Siti
Hawa dikeluarkan karena terjebak hasutan setan.
Mengacu dari latar belakang penciptaan nya tampak manusia sebagai makhluk Bani
Adam memiliki peluang untuk digoda setan. Namun, lebih dari itu konsep Bani Adam dalam
bentuk menyeluruh menitikberatkan pada upaya pembinaan hubungan persaudaraan antara
sesama manusia. Menyatukan visi bahwa manusia pada hakikatnya berawal pada nenek moyang
yang sama, yaitu Nabi Adam AS. Dengan demikian latar belakang sosial, agama, bangsa, dan
bahasa harus dihargai dan dimuliakan.
5. Konsep Khalifatullah
Manusia sebagai khalifatullah fil ardh menjadi wakil tuhan di muka bumi, untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Tugas kekhalifahan pada dasarnya adalah tugas
kebudayaan yang berciri kreatif agar selalu dapat menciptakan sesuatu yang baru sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Manusia di anugerahi kelebihan dan
kemampuan dalam hal pengetahuan konseptual (berpikir), kemampuannya menerima pelajaran
tentang nama-nama benda dan kemampuannya menegaskan nama-nama tersebut. Tujuannya
adalah untuk mencapai kemakmuran kesejahteraan hidup di bumi ini.

B. Konsep-konsep Pendidikan
Pendidikan adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia), yaitu suatu upaya dalam
rangka membantu manusia (peserta didik) agar mampu hidup sesuai martabat kemanusiaannya.
Pendidikan bersifat personalitas atau invidualitas, yaitu bertujuan agar manusia menjadi pribadi
atau individu yang baik.
Pendidikan dalam arti luas adalah hidup. Artinya, pendidikan adalah segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah
segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam arti sempit,
pendidikan adalah sekolah, artinya pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Pendidikan adalah segala pengaruh yang di upayakan sekolah terhadap anak dan remaja
yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh
terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Dan pendidikan merupakan usaha
sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang,

C. Tujuan Dan Fungsi Pendidikan


Pendidikan diupayakan dengan berawal dari manusia apa adanya (aktualitas) dengan
mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada padanya (potensialitas) dan diarahkan
menuju terwujudnya manusia yang seharusnya atau di cita-citakan (idealitas). Maka sosok
manusia yang dicita-citakan atau yang menjadi tujuan pendidikan itu tiada lain adalah manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berperasaan,
berkemauan, dan mampu berkarya, mampu memenuhi berbagai kebutuhannya secara wajar,
mampu mengendalikan hawa nafsu nya, berkpribadian, bermasyarakat, dan berbudaya. Implikasi
nya, pendidikan harus berfungsi untuk mewujudkan (mengembangkan) berbagai potensi yang
ada pada manusia dalam konteks dimensi keberagaman, moralitas, invidualitas/personalitas,
sosialitas, dan keberbudayaan secara menyeluruh dan terintegrasi.

D. Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia


Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia karena dengan
berpendidikan terciptalah manusia yang berkualitas, berintelektual, dan terhindar dari
kebodohan. Negara juga telah mengatur hak setiap warga Negara Indonesia untuk mendapatkan
pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan kualitas hidupnya. Walaupun
pendidikan sangat penting karena sekarang kita sudah masuk ke dalam globalisasi dan Negara
telah mengatur hak setiap warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan tidak sedikit
orang berpendapat bahkan meyakini bahwa pendidikan bukanlah dalam kehidupan ini, hal itu
disebabkan mereka memiliki alasan antara lain karena :
1. Merasa rugi karena pendidikan memerlukan biaya.
2. Tidak ada waktu untuk menjalani pendidikan.
3. Lebih baik bekerja karena bekerja menghasilkan uang.
4. Rendahnya kesadaran yang menjadikan “prinsip” bahwa pendidikan tidak penting.

Adapun kerugian-kerugian tidak memperoleh pendidikan :


1. Tidak bisa membaca, menulis, dan menghitung.
2. Tidak punya pengalaman.
3. Menjadi malas.
4. Mudah terpengaruh untuk melakukan tindak kejahatan.
5. Menjadi pengangguran.
Manusia yang berpendidikan atau berilmu tentu berbeda dengan manusia yang tidak
berpendidikan atau tidak berilmu, kita dapat membedakan dari cara bersikap, bertutur, cara
berpikir dan dalam menjaga emosi.
Betapa pentingnya pendidikan terhadap masyarakat sebagai seorang pendidik yang baik
kita harus pintar-pintar dalam berpendidikan agar ilmu yang kita peroleh bisa bermanfaat untuk
kita maupun orang lain, karena pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,
ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu
berkembang didalamnya.

E. Hubungan Manusia dan Pendidikan


Manusia sebagai makhluk yang diberikan kelebihan oleh Allah dengan bentuk akal pada
diri manusia yang tidak dimiliki makhluk Allah yang lain dalam kehidupannya bahwa untuk
mengolah akal pikirannya manusia memerlukan pola pendidikan melalui suatu proses
pembelajaran, Hubungan manusia dengan pendidikan sangat erat karena mempunyai ikatan yang
tidak dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan
pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam
rangka mempertahankan hidupnya.
Manusia disebut juga dengan “Homo Sapiens” yang artinya sebagai makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah selalu
cenderung ingin mengetahui segala sesuatu disekelilingnya yang belum diketahuinya. Berawal
dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Dari rasa ingin tahu maka
timbullah ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk manusia itu sendiri.
Dalam ajaran agama Islam memandang bahwa manusia sebagai tubuh, akal, dan hati
nurani. Potensi dasar manusia yang dikembangkan itu tidak lain adalah berTuhan dan cenderung
kepada kebaikan bersih dari dosa, berilmu pengetahuan serta bebas memilih dan berkreasi.
Kemampuan kreatif manusia pun berkembang secara bertahap sesuai ukuran tingkat kekuatan
dan kelemahan unsur penunjang kreativitas seperti pendengaran, penglihatan, dan pola pikir
manusia tersebut.

BAB 3
KONSEP PENDIDIKAN

2.1 Konsep Pendidikan


1. Pengertian Pendidikan

Pengertian pendidikan menurut Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional


No.20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. Pendidikan memiliki dua pengertian. Pertama, hanya dalam satu
kata, yaitu pendidikan adalah “latihan”. Bahwa segala sesuatu dapat kita ketahui,
pahami, dan memperoleh keterampilan, serta sikap dan dilaksanakan hanya
dengan melakukan latihan terus menerus dan berkelanjutan. Untuk memperoleh
kompetensi atau seseorang yang dikatakan kompeten, harus memiliki
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sikap kerja (attitude).
Kompetensi pengetahuan akan bertambah apabila latihan membaca buku – buku
yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan kita atau sesuai program studi yang
kita sudah miliki. Peningkatan kompetensi keterampilan dilakukan melalui banyak
latihan. Adapun untuk sikap dan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya
ada peserta didik yang sering terlambat datang sekolah, maka dapat diperbaiki
dengan cara latihan untuk datang lebih cepat atau lebih awal. Kedua, yaitu;
pendidikan adalah proses atau kegiatan membelajarkan peserta didik untuk
mengenal diri-nya sendiri bahwa dia memiliki potensi dalam dirinya.

Pengertian pendidikan menurut para pakar atau ahli pendidikan menurut kajian
literatur, sebagai berikut;

a. John Dewey, pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan – kecakapan


fundamental, emasional ke arah alam dan sesama manusia.
b. Thompson, pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk
menghasilkan perubahan – perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku,
pikiran dan sifatnya
c. Frederick J.McDonald, pendidikan adalah sesuai proses atau kegiatan yang
diarahkan untuk mengubah tabiat (behavior) manusia
d. H.Horne, pendidikan proses yang terus menerus dari penyesuaian yang
berkembang secara fisik dan mental yang sadar dan
bebas kepada tuhan
e. Ki Hajar Dewantara,menyatakan pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras
dengan alam dan masyarakat
f. Ahmad D.Marimba, pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya
kepribadian yang utama
g. Insan Kamil, pendidikan adalah usaha sadar yang sistematis dalam
mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia untuk menjadi
manusia yang seutuhnya
h. Edgar Dalle, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga,masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
prengajaran, dan latihan, yang berlangsung disekolah dan diluar sekolah
sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap
untuk masa yang akan dating
i. Menurut UU No.2/1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,dan pelatihan bagi
peranannya di masa yang akan datang
2.2 Fungsi Pendidikan
Pendidikan dalam arti mendidik adalah memberi bantuan pada anak agar anak
yang berusia muda ini bertumbuh normal sebagai manusia lainnya. Mendidik
pada lazimnya adalah memberi tuntunan, pertolongan, bantuan kepada peserta
didik untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya untuk berkembang, dan
cintaberkembang terus melalui pendidikan sekolah, dan tetap terus berkembang
melalui pendidikan lanjutan sehingga dapat hidup mandiri, dan dapat
mengaktualisasikandirinya dalam kehidupan nyata sebagai manusia normal. Di
tarik kesimpulan dari penjelasan tersebut bahwa fungsi pendidikan adalah
membantu peserta didik untuk hidup mandiri sebagai manusia normal. Secara
spesifik dalam pengertian sempit atau mikro, fungsi pendidikan adalah memberi
bantuan secara sadar untuk terjadinya perkembangan jamaniah dan rohaniah
dalam diri peserta didik. Perkembangan jasmaniah adalah mengenal diri
jasmaninya, untuk sehat fisik harus disiplin dalam makanan dan minuman,
olahraga yang teratur, danlain sebagainya. Adapun perkembangan rohaniah
adalah mulai mengenal dirinya sendiri, diajari untuk mengenal dirinya dan Tuhan.
Selanjutnya, fungsi pendidikan secara luas atau makro, yaitu cinta kasih pada
teman – teman dan sesamanya, mencintai keluarga, mencintai lingkungan, dan
mengenal pencipta alam semesta.

Fungsi pendidikan pada kajian literature lain, sebagai berikut;

(1) Transmisi (pemindahan) kebudayaan


(2) Memilih dan mengajarkan peranan sosial
(3) Menjamin integrasi sosial
(4) Sekolah mengajarkan corak kepribadian
(5) Sekolah menjadi sumber inovasi sosial

2.3 SASARAN PENDIDIKAN

Pendidikan pada dasarnya bermaksud membantu peserta didik untuk


memberdayakan potensi dalam dirinya atau menumbuhkembangkan potensi-
potensi kemanusiannya. Oleh karena itu,maka sasaran pendidikan adalah
manusia.Jadi,pengertian pendidikan sering diartikan sebagai proses
memanusiakan manusia.Profesor Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo (2005:1)
menyatakan bahwa potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk
menjadi manusia.Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsip berbeda dengan
hewan.Ciri khas yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan
terpadu dari apa yang disebut sifat hakikat manusa.Di sebut sifat hakikat manusia
karena secara hakiki sifat tersebut hanya di miliki oleh manusia dan tidak dapat
dimiliki oleh hewan. Pemahaman pendidik terhadap sifat hakikat manusia akan
membentuk peta tentang karakteristik manusia, dan memberi acuan baginya
dalam bersikap,menyusun strategi,metode dan teknik,serta memilih pendekatan
dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komuikasi transaksional di
dalam interaksi edukatif.

2.4 KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN


Dalam pelaksanakan pendidikan dibutuhkan komponen-komponen pendidikan
agar pendidikan itu berjalan dengan lancar. Belajar adalah proses yang
berlangsung dalam diri peserta didik untuk mengubah tingkah lakunya ,yaitu:
tingkah laku dalam berpikir,bersikap dan bertindak.Sistem lingkungan belajar
yang dimaksud terdiri dari beberapa komponen atau faktor pendidikan
(Gulo,W.,2004:8 & Ihsan Fuad,2011:7) Komponen atau faktor pendidikan yang di
maksud,sebagai berikut:

1.TUJUAN PENGAJARAN

Tujuan pengajaran merupakan pedoman atau acuan yang di perlakukan untuk


memilih strategi pembelajaran (belajar mengajar). Tujuan pengajaran yang
berorientasi pada pembentukan sikap tentu tidak akan tercapai jika strategi
pembelajaran berorientasi pada dimensi kognitif. Ada berbagai tujuan
pengajaran,misalnya tujuan umum,tujuan khusus,tujuan sementara,tujuan
perantara,tujuan insidental.

2.GURU

Guru merupakan komponen yang sangat penting,karena gurulah yang


menciptakan suasana belajar yang nyaman untuk peserta didik beraktivitas yaitu
belajar.Guru harus mengenal peserta didiknya. Artinya,guru harus tahu bahwa
dirinya jujur,adil,penyayang,sopan.Karakter seorang guru menjadi penting karena
guru harus menjadi contoh teladan bagi pesera didiknya.

3.PESERTA DIDIK

Di dalam pelaksanaan kegiatan pembeajaran para peserta berasal dari latar


yang berbeda-beda,misalnya:lingkungan sosial budaya,tingkat ekonomi,tingkat
pendidikan orang tua,dan tingkat kecerdasan.Makin tinggi kemajemukan
masyaratakat,makin tinggi pula perbedaan yang terdapat di dalam kelas.
4.MATERI PELAJARAN

Materi pelajaran dapat merupakan materi formal dan materi informal.Materi


formal adalah materi pelajaran atau isi pelajaran yang terdapat dalam buku teks
resmi,yaitu berupa buku paket. Materi informal adalah bahan-bahan pelajaran
yang bbersumber dari lingkungan sekolah yang bersangkutan.Bahan ajar yang
bersifat informal ini dibutuhkan agar proses pembelajaran lebih relevan dan
aktual.

5.METODE PENGAJARAN

Di dalam kegiatan pembelajaran diperlukan interaksi edukatif,dan agar interaksi


dapat berjalan efektif dalam mencapai tujuan,maka dibutuhkan metode
pengajaran yang tepat. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan.

6.MEDIA PENGAJARAN

Media termsuk sarana pendidikan yang tersedia karena sangat berpengaruh


dalam pemilihan strategi pembelajaran. Keberhasilan pengajaran tidak
tergantung pada canggih/modernnya media yang digunakan.

7.FAKTOR ADMINISTRASI DAN FINANSIAL

Faktor administrasi dan finansial tidak dapat diabaikan karena menjadi penting
dalam berjalan lancarnya suatu aktivitas khususnya aktivitas pembelajaran. Yang
termasuk dalam komponen ini adalah jadwal pelajaran, kondisi gedung dan
ruangan belajar.

2.4 Jenis Pendidikan


Pada pasal 15,dikatakan jenis pendidikan mencakup pendidikan
umum,kejujuran,akademik,profesi,vokasi,keagamaan,dan khusus.

Demikian juga yang menjadi perhatian untuk perluasan, yaitu;

a. Perluasan pertanian dan perluasan pengetahuan petani;


b. Kedokteran hewan dan perluasan peternakan yaitu memperluas
pengetahuan tentang peternakan, mengelola, makan dan
perawatan hewan, dan burung.
c. Rekayasa pertanian penyuluhan, yaitu memperluas pengetahuan
tentang mesin pertanian seperti traktor dan pompa, yang
meratakan tanah, penggunaan air, dan tanah.
d. Perluasan rumah sains.
Perluasan industry, yaitu memperluas pengetahuan tentang mengelola
dan menjalankan industry, mengelola limbah industry agar tidak
mencemari lingkungan.

BAB 4

MENDIDIK SEBAGAI ILMU DAN SENI

1. Pengertian pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan dimaknai sebagai proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam suatu usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran itu sendiri". Dalam konteks formal, makna pendidikan sebagaimana tertulis dalam
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal I adalah:"Usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara".

2.PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU PADA PROSES PEMBELAJARAN

Fenomena pendidikan dapat dipelajari melalui metode ilmiah dan telah menghasilkan ilmu
pendidikan.adapun ilmu pendidikan itu dapat dijadikan dasar dan petunjuk dalam rangka upaya
pendidikan.dengan dasar ilmu pendidikan para pendidik dapat menyusun desain pembelajaran yang
memuat tujuan,isi,metode,dan teknik mengajar serta evaluasinya atas dasar desain pembelajaran itulah
para guru melaksanakan proses pendidikan. Dengan demikian dapatlah dipahami makna dari
pernyataan pendidikan sebagai suatu ilmu, yaitu bahwa proses/upaya pendidikan tersebut tiada lain
adalah aplikasi dari ilmu pendidikan.implikasinya bahwa untuk menjadi guru atau pendidik,siapapun
untuk mempelajarinya melalui ilmu pendidikan.

3.PENDIDIKAN SEBAGAI SENI PADA PROSES PEMBELAJARAN

Pada dasarnya manusia adalah terobosan yang tidak memadai dan mungkin bersifat
penyimpangan.tentu merupakan suatu keharusan bahwa guru harus teratur dalam merencanakan
pekerjaannya dan cermat dalam berurusan dengan fakta -fakta .tetapi hal itu tidak menyebabkan cara
mengajarnya menjadi ilmiah, mengajar melibatkan emosi ,yang tidak dapat di nilai dan dikerjakan secara
sistematis dan nilai-nilai kemanusiaan adalah nilai-nilai yang berada diluar jangkauan dari ilmu.suatu
pendidikan anak yang dilaksanakan secara ilmiah akan merupakan suatu monster yang
memprihatinkan,mengajar yang ilmiah dengan bahan-bahan yang ilmiah dengan bahan-bahan
pembelajaran yang ilmiah akam menjadi tidak selaras sepanjang guru dan muridnya adalah
manusia.mengajar tidaklah seperti menimbulkan reaksi kimia,mengajar lebih banyak mirip melukis
sebuah gambar atau menggelar sebuah musik atau pada tingkat yang lebih rendah seperti menanam
bunga disuatu taman atau menulis surat persahabatan anda harus melibatkan hati sanubari
didalamnya,anda harus menyadari bahwa mengajar tidak dapat seluruhnya dikerjakan berdasarkan
formula-formula atau anda akan merusak pekerjaan anda,dan murid-murid anda serta diri anda sendiri
(redja mudyahardjo 1995).pendidikan dapat dipelajari melalui ilmu pendidikan namun demikian
pendidikan atau mendidik juga merupakan suatu seni,alasannya bahwa upaya pendidikan melibatkan
perasaan dan nilai yang sebenarnya diluar daerah ilmu.(ilmu yang berparadigma positivisme)
Proses pendidikan diakui sebagai seni ,implikasinya fungsi mendidik yang utama pada proses
pembelajaran di sekolah dasar bagi siswa adalah untuk menghasilkan suatu karya yang utuh,unik,sejati
( bukan pura-pura atau dibuat-buat anak tidak boleh dikorbankan sebagai kelinci percobaan) oleh
karena itu pendidik harus kreatif,skenario/persiapan mengajarnya dijadikan rambu-rambu saja yang
lebih penting adalah improvisasi, pendidik harus memperhatikan minat,perhatian,dan hasrat anak didik.

Pengakuan pendidikan sebagai seni tidak harus menggoyahkan pengakuan bahwa pendidikan dapat
dipelajari secara ilmiah. Idealnya, pendidikan adalah aplikasi ilmu ( ilmu pendidikan) tetapi sekaligus pula
adalah seni. 7

4. PENDIDIKAN SEBAGAI PADUAN ILMU DAN SENI

Pengetahuan tidaklah cukup sekedar pengalaman ,teknik tidaklah cukup ini adalah suatu misteri
didalam suatu proses mengajar dan sama dengan misteri yang terdapat dalam proses penyembuhan
(kedokteran) .masing-masing adalah seni lebih dari sekedar pengetahuan atau keterampilan, dan seni
itu melandasi kemampuan untuk berlagu dengan panjang gelombang orang lain.

BAB 5

LANDASAN FILOSOFI DAN PENDIDIKAN

A.Pengertian Landasan Filosofi Pendidikan dan Jenis Landasan Filosofi


Pendidikan.
1. Pengertian Landasan Filosofi Pendidikan.

Landasan dapat diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Dengan mengacu pada arti
dari istilah tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah suatu pijakan, titik tumpu atau titik
tolak, suatu fondasi tempat berdirinya suatu hal

Filsafat dapat diartikan sebagai way of life manusia sepanjang kehidupan di dunia.
Bahkan, nasib suatu bangsa dan negara bergantung pada ideologi yang dianut, dan ideologi pada
hakekatnya diciptakan oleh filsafat. Filsafat bermakna sikap yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara kontemplatif dan menyeluruh.

Kata filsafat berasal dari bahasa Inggris dan bahasa Yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu
philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani philein atau philos dan sofein atau sophi. Adapula
yang mengatakan filosofi berasal dari bahasa arab, yaitu falsafah, yang artinya al-hikmah.
Philos,artinya cinta, sedangkan sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat
diartikan “cinta kebijaksanaan atau al-hikmah.” Orang yang mencintai atau mencari
kebijaksanaan atau kebenaran disebut dengan filsuf.

Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau kelompok agar
menjadi dewasa melalui pengajaran dan pelatihan. Pendidikan pada hakekatnya bertujuan untuk
mewujudkan pribadi yang ideal sesuai dengan nilai dan norma dianut. Contoh manusia ideal
yang menjadi tujuan pendidikan antara lain menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, dll. Oleh karena itu pendidikan
bersifat normatif atau bertanggung jawab. Pendidikan harus dilaksanakan dengan mengacu pada
landasan yang kokoh, dengan tujuan yang jelas, isi kurikulum yang benar, dan metode
pelaksanaan yang efisien dan efektif.

Menurut Cohen, L. N. M. (1999) Filosofi (Filsafat) memiliki tiga cabang yang masing
masing memiliki sub cabang. Ketiga cabang tersebut adalah Metaphysic (Metafisika),
Ephistemology (Epistemologi), dan Axiology (aksiologi). Sedangkan menurut Ornstein, A.C,
dkk (2011), menyebutnya sebagai istilah pendidikan yang terbagi menjadi empat istilah yaitu
Metaphisic (Metafisika), Ephistemologi (Epistemologi), Axiology (Aksiologi), dan Logics
(Logika).

Menurut Tatang (2010), Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau
membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyeluruh (komprehensif).

Epistemologi berasal dari bahasa latin epitesme yang artinya "ilmu pengetahuan" dan
logos yang berarti "teori." Jadi Epistemologi berarti teori ilmu pengetahuan.

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat nilai.
Aksiologi terdiri dari Etika dan merupakan cabang filsafat (bagian dari aksiologi) yang
mempelajari atau membahas sifat baik dan buruk dalam perilaku manusia; dan Estetika adalah
cabang filsafat (bagian dari aksiologi) yang mempelajari atau membahas seni (art) dan esensi
keindahan (beauty).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis pendidikan adalah
asumsi-asumsi filosofi yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktik dalam
pendidikan. Landasan filososi pendidikan berperan dalam memberikan rambu-rambu apa dan
bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut bertolak pada kaidah
metafisika (hakikat relitas dan hakikat manusia), epistemologi ( hakikat pengetahuan), dan
aksiologi (hakikat nilai).

Sebagaimana halnya di dalam filsafat umum, didalam landasan filosofi pendidikan juga
terdapat beberapa aliran pemikiran. Sehingga dalam landasan filosofi pendidikan juga dikenal
dengan adanya landasan filosofi pendidikan idealisme, landasan filosofi pendidikan realisme,
landasan filosofi pendidikan pragmatisme, dan sebagainya.

2. Landasan Filosofi Pendidikan Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme.

Dalam landasan filosofi pendidikan juga terdapat beberapa aliran pemikiran. Hal ini
muncul sebagai implikasi aliran aliran yang terdapat dalam filsafat. Maka sistem gagasan atau
asumsi pendidikan aliran idealisme, realisme, dan pragmatisme dapat dirangkum seperti yang di
sajikan pada uraian berikut.

(a) Landasan Filososfi Pendidikan Idealisme

 Konsep Umum Filosofi Idealisme


Berdasarkan pandangan Metafisika Idealisme merupakan aliran filsafat yang perpendapat
bahwa objek pengetahuan yang sebenarnya adalah ide. Menurut penganut idealisme, realitas
pada hakikatnya di turunkan dari suatu subtansi yang fundamental yaitu pikiran/ jiwa/ roh.
Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata, sesungguhnya diturunkan dari pikiran.

Berdasarkan penjelasan diatas, idealisme berpandangan bahwa hakikat manusia bukanlah


fisiknya melainkan pikiran atau jiwanya. Manusia adalah makhluk yang berfikir, mampu mimilih
atau bebas hidup dengan suatu moral yang jelas dan bertujuan. Berkaitan dengan hakikat
pengetahuan, idealisme berpandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak
pasti dan tidak lengkap karena dunia bersifat tiruan yang menyimpang dari keadaan sebenarnya.
Pengetahuan yang benar hanya akal pikiran karena akal mampu membedakan antara bentuk
spritual dan benda-benda material. Menurut aksiologi nilai itu hakikatnya adalah tetap dan
absolut (tidak dapat berubah). Nilai tidak diciptakan oleh manusia melainkan merupakan bagian
dari alam semesta.

 Implikasi Filosofi Idialisme Terhadap Pendidikan


 Tujuan pendidikan adalah pembentukan karakter, pengembangan bakat insani,
dan kebijakan sosial. Dengan kata lain, pendidikan bertujuan untuk membantu
pengembangan karakter serta mengembangkan bakat manusia dan kebajikan
sosial. Mengingat bakat-bakat manusia yang berbeda-beda maka pendidikan
yang di berikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya masing
masing.
 Kurikulum/isi pendidikan adalah pengembangan kemampuan berfikir melalui
pendidikan liberal, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian
melalui pendidikan praktis. Kurikulum disusun menurut mata pelajaran dan
berpusat pada materi pelajaran, isi kurikulum harus merupakan nilai-nilai
kebudayaan yang esensial dalam segala zaman, sehingga cenderung berlaku
sama untuk semua peserta didik.
 Metode pembelajaran, metode yang diutamakan adalah metode dialektik
namum demikian tiap metode yang mendorong belajar dapat diterima, dan
cenderung mengabaikan dasar-dasar phisiologis untuk belajar.
 Peranan pendidik dan peserta didik, pendidik bertanggung jawab untuk
menciptakan lingkungan pendidikan bagi peserta didik. pendidik harus unggul
agar dapat menjadi teladan baik dalam hal moral maupun intelektual.
Sedangkan peserta didik bebas mengembangkan kepribadian dan bakatnya,
bekerja sama, danmengikuti proses alami dari perkembangan insani. Orientasi
pendidikan idealisme adalah esensialisme.

(b) Landasan Filosofi Pendidikan Realisme

 Konsep Umum Filosofi Realisme

Berdasarkan pandangan Metafisika para filosof Realisme umumnya memandang dunia


dalam pengertian materi yang hadir dengan sendirinya, tertata dalam hubungan-hubungan yang
teratur diluar campur tangan manusia. Jika penganut idealisme menekankan bahwa pikiran dan
jiwa esensi dari realitas, sebaliknya penganut realisme percaya bahwa realitas pada dasarnya
terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu
subjek yang menyadari dan mengetahui dan tealita diluar manusia yang dapat dijadikan sebagai
objek pengetahuan manusia.

Realisme mendefinisikan manusia sesuai dengan apa yang dapat di kerjakannya. Pikiran
atau jiwa merupakan uatu organisme yang sangat rumit yang mampu berfikir. Tetapi meskipun
manusia memiliki kemampuan berfikir, ia juga merupakan bagian dari alam, oleh karena itu
tugas dan tujuan manusia adalah menyesuaikan diri dengan hukum alam, masyarakat dan
budaya.

Berdasarkan pandangan epistemologi pengetahuan pada filosofi realisme pada hakikatnya


diperoleh manusia melalui pengalaman diri dan penggunaan akal. Dunia yang hadir tidak
tergantung pada pikiran, atau pengetahuan manusia tidak dapat mengubah esensi realitas. Uji
kebenaran pengetahuan didasarkan atas teori korespondensi.
Karena manusia merupakan bagian dari alam, maka manusia harus tunduk kepada hukum-
hukum alam, demikian pula masyarakat. Nilai individual akan dapat di terima apabila sesuai
dengan hukum alam yang di peroleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh
kebiasaan atau adat istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.

 Implikasi Filosofi Realisme Terhadap Pendidikan

 Tujuan Pendidikan, Pendidikan bertujuan untuk penyesuaian diri dalam hidup


dan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial
 Kurikulum/isi pendidikan. Kurikulum harus bersifat kompehensif yang berisi
sains, matematika, ilmu-ilmu kemanusian dn ilmu sosial serta nilai-nilai.
kurikulum mengandung unsur-unsur pendidikan liberal dan pendidikan
praktis. Kurikulum dioganisasi menurut mata pelajaran (subject matter) dab
berpusat pada materi pelajaran (subject centered).
 Metode pembelajaran, metode yang digunakan hendaknya bersifat logisdan
psikologis, pembiasaan merupakan metodeutama bagi penganut realisme.
 Peranan pendidik dan peserta didik, pendidik merupakan pengelola kegiatan
belajar mengajar (classroom is teacher-centered). Pendidik harus menguasai
pengetahuanyang mungkin berubah, menguasaiketerampilan teknik-teknik
mengajar dan kewenangan menuntut prestasi siswa. Sedangkan peserta didik
berperan untuk mengetahui pengetahuan, taat pada aturan dan disiplin.
Orientasi pendidikan realismeadalah esensialisme.

(c) Landasan Filosofi Pendidikan Pragmatisme

 Konsep Umum Filosofi Pragmatisme

Berdasarkan pandangan Metafisika Pragmatisme anti Metafisika. Suatu teori umum


tentang kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah
kenyataan fisik, plural dan berubah. Aliran pragmatisme berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki manfaat bagi kehidupan nyata. Dengan demikian
patokan pragmatisme adalah manfaat bagi hidup yang praktis.

Menurut Pragmatisme, hanya realitas fisik yang ada, dan teori umum tentang realitis
tidak mungkin dan tidak perlu.

Karena realitas terus berubah, dan manusia adalah bagian dari perubahan itu. Oleh
karena itu, dengan adanya perubahan tersebut muncul berbagai persoalan dalam kehidupan
individu dan masyarakat.

Pada pragmatisme, nilai tidak bersifat eksklusif dan tidak berdiri sendiri, melainkan ada
dalam suatu proses yakni tindakan atau perbuatan manusia itu sendiri. Karena manusia
merupakan bagian dari masyarakatnya, maka tindakan tindakannya dinilai berdasarkan
hasil-hasilnya didalam masyarakat.
 Implikasi Filosofi Pragmatisme Terhadap Pendidikan

 Tujuan pendidikan ialah untuk memberikan pengalaman yang berguna dalam


memecahkan masalah atau menemukan hal baru dalam kehidupan individu
maupun sosial. Pendidikan harus mengajarkan seseorang bagaimana berfikir
dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam lingkungan
masyarakat.
 Kurikulum/ isi pendidikan, kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang
telah teruji, yangsesuia dengan minat siswa, serta tidak memisahkan
pendidikan liberal dan praktis. Kurikulum mungkin berubah, warisan-warisan
sosial dari masa lalu tidak lagi menjadi fokus perhatian. Pendidikan terfokus
pada kehidupan yang baik pada saat ini dan masa yang akan datang. Dalam
pandangan pragmatisme. Kurikulum sekolah seharusnya tidak terpisahkan
dari keadaan masyarakat.
 Metode pembelajaran, Penganut pragmatisme mengutamakan penggunaan
metode pemecahan masalah (problem solving), metode penyelidikan dan
penemuan (Inquiry and Discovery). Dalam prakteknya, metode ini
membutuhkan seorang pendidik yang memiliki sifat: permissive (pemberi
kesempatan), friendly (bersahabat), a guide (seorang pembimbing), open
minded (berpandangan terbuka), enthusiastic (bersifat antusias), creative
(kreatif), sosialy aware (sadar bermasyarakat), alert (siap siaga), patient
(sabar), cooperative and sincere (bekerjasama dan ikhlas atau bersungguh-
sungguh).
 Peranan pendidik dan peserta didik, peranan pendidik adalah memimpin dan
membimbing peserta didik belajar tanpa ikut campur terlaluatas minat dan
kebutuhan siswa. Sedangkan peserta didik berperan sebagai organisme yang
rumit dan mampu tumbuh. Orientasi pendidikan pragmatisme adalah
progresivisme.

3. Landasan filosofi pendidikan Sholastisisme

Scholastisisme dalam bahasa inggris adalah school yang berarti sekolah atau pengajaran atau
pemikiran. Sedangkan Ahmad dan Mudzakir ( 2004:81) berpendapat bahwa scholastisisme berasal dari
kata schuler yang memiliki arti sama dengan sebelumnya, yaitu sekolah atau pengajaran. Kata "isme"
dalam scholastisisme berarti paham atau aliran. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa scholastisisme
adalah aliran mengenai sekolah.

 Konsep Umum Filosofi Scholastisisme


Berdasarkan pandangan Metafisika, dalam kaitannya mengenai kenyataan, dikenal dua
kenyataan dalam filosofi pendidikan Scholastisisme yaitu: Bentuk/Potentia/Morphe (form) dan
Mater/Actu/hyle (materi). Kenyataan yang tersusun secara hierarkis dari tuhan sebagai kenyataan
tertinggi dan materi sebagai kenyataan terendah. Tuhan sebagai kenyataan tertinggi, karena
tuhan-lah yang menciptakan dan memberikan kemampuan kepada manusia.
Manusia, sebagai makhluk ciptaan tuhan yang dibekali akal pikiran, hendaklah mampu
memanfaatkan fasilitas tersebut. Bukan hanya untuk membuktikan bahwa manusia bukanlah
binatang, tapi juga untuk membuktikan bahwa manusia sebagai khalifah dapat menjaga alam ini.

Pertama-tama, untuk melakukan kebaikan, seseorang harus mengetahui kebaikan, dan


kebaikan atau kebajikan tertinggi adalah kebahagiaan dan cinta tuhan.

 Implikasi Filosofi Scholastisisme Terhadap Pendidikan


 Tujuan Pendidikan, pendidikan tidak semata mata untuk mencapai kebahagiaan
hidup didunia, tetapi untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat dalam
pengenalan jiwa dengan tuhan. Untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan
harus tertuju pada pengembangan keseluruhan potensi manusia yang mencakup
intelektual, fisik (jasmani), volitional (kemauan) dan vokasional (bekerja).
 Kurikulum/isi Pendidikan, isi pendidikan harus mencakup agama dan
humaniora sebagai bagian pendidikan liberal atau pendidikan umum.
Pendidikan liberal tersebut terdiri atas mata pelajaran fundanmental yang
berhubungan dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan mata
pelajaran instrumental yang berhubungan dengan pengembangan vokasional
dan penunjang bagi mata pelajarang fundamental. Kurikulum dalam filosofi
pendidikan scholastiisisme tentu harus mencakup agama karena sebagaimana
yang diketahui bahwa scholastisisme mengarah kepada agama itu sendiri.
 Metode Pendidikan, dalam setiap pendidikan pasti akan ditemui mengenai
bagaimana metode pendidikannya itu disampaikan. Ada dua cara memperoleh
pengetahuan yaitu: melalui penemuan atau rasio alami yang tertuju pada
pengetahuan yang tidak diketahui; dan melalui instruksi atau latihan, yakni
orang lain memberi bantuan kepad rasio alami untuk tertuju pada pengetahuan
yang tidak diketahui, bantuan itu disebut pengajaran. Selanjutnya, mengenai
metode-metode pendidikan yang digunakan dalam filosofi pendidikan
scholastisisme, yaitu: metode dialektik; metode ceramah; metode debat, diskusi
atau tanya jawab.
 Peranan Pendidik dan Peserta Didik, pengajaran berpusat pada guru yang
diberikan melalui ceramah, latihan yang teratur dan terarah seta tanya jawab.
Tak seorang pun yang dapat mengajar dengan berhasil tanpa kebijakan dari
cahaya pikirab dari tuhan. Oleh karena itu, tuhan memberikan dalam diri
manusia berupa potensi-potensi berfikir tuhan adalah guru bhatiniyah manusia.
Guru memberikan teladan yang baik serta peserta didik penerapan fasif.

4. Landasan Filosofi Pendidikan Konstruktivisme.


Konstruktivisme adalah sebuah pengetahuan yang dianggap benar apabila pengetahuan
itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang tidak
sesuai. Filsafat Konstruktivisme adalah sebuah aliran filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kita sendiri.

 Konsep Umum Filosofi Konstruktivisme.

Menurut pemahaman konstruktivisme, bahwa manusia tidak dapat mengerti realitas


sesungguhnya secara ontologis (hakikat keberadaan). Kita hanya dapat mengerti mengenai
struktur konstruksi dari suatu objek. Bentukan atau konstruksi itu harus berjalan dan tidak selalu
merupakan representasi dunia nyata.

Dalam pandangan konstruktivisme, manusia dipandang bukan sebagai tabula rasa, tetapi
manusia dituntut untuk aktif membangun pengetahuannya sendiri. Manusia dalam
konstuktivisme dipandang sebagai objek yang menjadi subjek dimana hanya tuhan lah yang tahu
akan makna realits, dan manusia hanya mengetahui sesuatu yang dikontruksikan oleh dirinya.
 Implikasi Filosofi Konstruktivisme Terhadap Pendidikan
 Tujuan Pendidikan, Tujuan pendidikan konstruktivisme lebih menekankan
pada perkembangan konsep dan pengetahuan yang mendalam sebagai
konstruksiatif dari peserta didik. Tujuan filsafat pendidikan memberikan
inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal.
Praktik pendidikan atau mekanisme pendidikan menerapkan serangkaian
kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara pendidik dan
peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-
rambu dari trori pendidikan.
 Kurikulum/ isi pendidikan, Atas dasar pemahamannya, pendidik harus
dituntut untuk merangsang pengalaman belajar dan struktur kognitif anak
didiknya untuk dapat berfikir, dan berinteraksi membangun pengetahuan yang
baru. Sebagai cara mentransfer pengetahuan dari guru kepada murid , dalam
hal ini pendidik bukanlah seorang yang maha tahu, dan peserta didik adalah
sosok yang belum tahu dan meminta pendidik untuk memberi tahu. Dalam
banyak hal pendidik dan peserta didik bersama sama membangun
pengetahuan, dengan begitu hubungan diantara keduanya lebih sebagai mitra
yang bekerja sama membangun sebuah pengetahuan.
 Metode Pendidikan, menurut Paul Suparno (1997), setiap pelajar memiliki
caranya masing masing dalam memahami sebuah pengetahuan. Dalam
konteks ini tidak ada metode belahjar yang tepat, satu metode saja tdk akan
cukup membantu peserta didik, sehingga disinilah peran pendidik di
butuhkan. Para pendidik dan pelajar bersama mencari tahu metode apa yang
cocom untuk peserta didik agar dapat membangun pengetahuannya.
Kelompok belajar pun dikembangkan mengingat pengetahuan itu dibentuk
baik secara individual maupun secara sosial.
 Peranan pendidik dan peserta didik, penerapan dalam proses pendidikan aliran
kontuktivisme ini memberikan keleluasaan pada peserta didik untuk aktif
dalam proses pembuatan pengetahuan yang bermakna sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki masing-masing peserta didik. Suparno (1997;16),
menyatakan bahwa peran pendidikdalam aliran konstruktivisme adalah
sebagai fasilitatordan mediator yang memiliki tugasmembantu dan mendorong
peserta didik dalam pembentukan suatu pengetahuan. Dalam pemahaman
konstruktivisme peserta didik adalah subjek dalam pendidikan. Dia harus
mampu menciptakan dan membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui
interaksi dengan dunia. Peserta didik diberi kebebasan penuh untuk
membangun kepercayaan dan pengetahuan mereka sendiri, dengan dimonitor
oleh pendidik.

5. Landasan filosofi pendidikan nasional: pancasila

Bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam sistem


pendidikan nasionalnya, yaitu Pancasila. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 2 Undang Undang
RI No. 20 Tahun 2003 tentang "Sistem Pendidikan Nasional", yang menyatakan bahwa
pendidikan nasional adalah "pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". Pancasila merupakan sumber dari segala
gagasan mengenai wujud bangsa dan sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal
dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan. Dengan kata lain, Pancasila merupakan
sumber sistem nilai dalam pendidikan.

 Konsep Umum Filosofi Pancasila

Masyarakat Indonesia percaya bahwa realitas tidak ada dengan sendirinya, tetapi
merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, hakikat kehidupan bangsa Indonesia adalah berkat rahmat
Tuhan Yang Maha Esa dan perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan
mencapai kemerdekaan.

Manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam keberadaannya, manusia memiliki
dimensi individualitas, sosialitas budaya, normalitas, dan agama. Pancasila mengajarkan bahwa
manusia bersifat monarki tetapi satu dimensi, artinya manusia yang serba bisa pada hakikatnya
adalah satu kesatuan yang utuh.

Filosofi Pancasila berpandangan bahwa semua pengetahuan pada hakekatnya berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui keyakinan, pemikiran,
pengalaman empiris, penghayatan dan intuisi. Kebenaran pengetahuan adalah kebenaran mutlak
yang didasarkan atas kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki relativitas, dan
menguji kebenarannya dengan menguji konsistensi logika pemikirannya, kesesuaiannya dengan
data atau fakta empiris, dan nilainya bagi kemanfaatan manusia.Kesejahteraan manusia dicapai
dengan mengacu pada kebenaran dan nilai-nilai mutlak.

Sumber pertama dari segala nilai adalah Tuhan Yang Maha Esa. Karena manusia adalah
ciptaan Tuhan, baik pribadi/individual maupun makhluk sosial, dan hakikat nilai berasal dari
Tuhan, masyarakat dan individu.

 Implikasi Terhadap Sistem Pendidikan Nasional

 Tujuan pendidikan, Pandangan Pancasila tentang hakikat realitas, hakekat


manusia, hakekat ilmu pengetahuan, dan hakekat nilai menyiratkan bahwa
pendidikan harus menitikberatkan pada penyiapan peserta didik menjadi
manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, dan cakap yang beriman
dan bertakwa. takut akan potensi Tuhan Yang Maha Esa. warga negara
yang kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 3 UU RI No. Peraturan Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyelenggaraan pendidikan adalah
untuk mengembangkan potensi peserta didik secara holistik dalam segala
aspek kehidupan
 Kurikulum/ isi pendidikan, Kurikulum dikembangkan sesuai dengan
jenjang pendidikan dalam kerangka kesatuan nasional Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dengan memperhatikan: a) peningkatan keimanan dan
ketakwaan ; b) peningkatan akhlak mulia; c) peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat peserta didik d) keragaman daerah dan lingkungan;
e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional untuk kebutuhan dunia
kerja; f) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h) agama;
i) perkembangan global; j) dan persatuan bangsa dan nilai-nilai
kebangsaan. Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum di atas akan
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal 36 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
 Metode Pendidikan, Dalam konteks pendidikan, tidak ada satupun metode
pembelajaran yang lebih baik dari yang lain. Berbagai metode
pembelajaran yang ada tersedia untuk diterapkan. Pemilihan dan
penerapan metode pendidikan harus mempertimbangkan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai, hakikat manusia atau peserta didik,
karakterisktik isi/ materi pendidikan dan alat bantu pendidikan yang
tersedia. Penggunaan metode pendidikan diharapkan mengacu pada
prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat
multimetode.
Peran Pendidik dan Peserta Didik, Terdapat berbagai peranan pendidik dan peserta didik yang
harus dilaksanakan. Namun, pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam
semboyan: "ing ngarso sung tuludo" artinya pendidik harus memberikan atau menjadi teladan
bagi peserta didiknya; "ing madya mangun karso" artinya pendidik harus mampu membangun
karsa pada diri peserta didiknya; dan " tut wuri handayani" artinya bahwa sepanjang tidak
berbahaya pendidik harus memberikan kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk
belajar mandiri.

BAB 6

PENUTUP
Hakikat pendidikan merupakan tinjauan yang menyeluruh dari segi
kehidupan manusia yang menampakkan konsep-konsep pendidikan. Karena
itu pembahasan hakikat pendidikan meliputi pengertian-pengertian:
pendidikan dan ilmu pendidikan; pendidikan dan sekolah; dan pendidikan
sebagai aktifitas sepanjang hayat. Komponen-komponen pendidikan yang
meliputi: tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, kurikulum dan metode
pembelajaran dan lain-lain.
Hakikat pendidikan berbicara tentang proses pendidikan yang tidak
pernah terpisah dari kehidupan manusia. Pendidikan adalah khas milik dan
alat manusia. Pendidikan sendiri digunakan sebagai alat untuk bertahan
hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Pendidikan juga
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya.
Kullu mawluddin Yuladu ‘ala al-fitrah. itu mengisyaratkan bagi
pentingnya penataan iklim pendidikan yang agamis di lingkungan keluarga, dan
iklim-iklim positif lainnya. Karena lingkungan rumah merupakan proses
awal bagi pertumbuhan anak. Itu sebabnya rumah merupakan lingkungan
pendidikan bagi anak prasekolah. Seluruh iklim yang positif bagi
perkembangan anak dibutuhkan di lingkungan prasekolah ini. Namun iklim
agamis tampaknya harus mendapat prioritas utama, agar mampu
memunculkan perilaku religius pada anak. Karena penciptaan generasi yang
saleh lebih penting dari yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ishak. 1995. Pendidikan Islam dan Pengaruhnya di Malaysia. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Aḥmad Muṣṭafā al-Marāgī, Tafsīr al-Marāgī (Mesir: Musṭafā al-Bābī al-Ḥalabī,
1973), juz I.
Al Rasyidin, 2008. Falsafah Pendidikan Islami: Membangun Kerangka
Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan (Bandung:
Citapustaka Media Perintis).
Al-Abi `Abdullah Muḥammad bin Aḥmad al-Anṣari al-Qurṭubi, Al-Jami` al-
Ahkam al-Qurān (Kairo: Dar al-Ḥadiṡ, 2005), jilid I.
al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1979. Preliminary thoughts on the nature
of knowledge and the definition and aims in educations. al-Attas, S.M.N
(pynt.). Aims and Objectives of Islamic education, hlm. 19-47. London:
Hodder & Stoughton.
al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1992. Tujuan dan Objektif Pendidikan
Islam. Samsudin Jaapar (ptjh.). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
al-Attas, 1984. Konsep Pendidikan dalam Islam (Bandung: Mizan)
Al-Ragib al-Aṣfahani, Al-Mufradat fī Garīb al-Qurān (Beirut: Dār al-Ma`rifah,
2005)
Al-Suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, diterjemahkan Oleh H. Nadjih Ahjad,
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996), Jilid V.
Ashraf, S.H. 1985. New Horizons in Muslim Education. Cambridge: Hodder
and Stoughton, The Islamic Academy.
Hasan Langgulung, 1992. Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-
Husna)
Ibn Khaldun. 2000. Mukaddimah Ibn Khaldun. Terj. Dewan Bahasa dan
Pustaka. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ibrahim Anis, et al., al-Mu’jam al-Wasiṭ (Kairo: Dar al-Ma`arif, 1972).
Kamarul Azmi Jasmi & Ab. Halim Tamuri. 2007. Pendidikan Islam Kaedah
Pengajaran dan Pembelajaran. Johor Bahru: Universiti Teknologi
Malaysia. Hakikat Pendidikan
Al Urwatul Wutsqa: Volume 1, No.1; Juni 2021 | 31
Kurshid Ahmad. 1975. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam. Kuala Lumpur:
Angkatan Belia Islam Malaysia.
M. Rasyīd Riḍā, Tafsīr al-Manār (Beirut: Dār al-Manār, 1273 H)
Mahyuddin Ashaari. 2001. Pendidikan al-Quran menjana keupayaan berfikir.
Jurnal pendidikan Islam.
Mohd. Yusuf Ahmad. 2002. Falsafah dan sejarah pendidikan Islam. Kuala
Lumpur: Penerbit Universiti Malaya.
Muhammad Shadid. 1992. Metodologi al-Quran dalam Pendidikan. Osman
Khalid (ptjh.). Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan
Perdana Menteri.
Musthalah al-Hadis, 1994. (Saudi Arabia: Darl Al-Fatah al-Syariqah)
Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Rosnani Hashim. 2006. Falsafah penyelidikan pendidikan dari perspektif
Islam: Konsep dan matlamat. Jurnal Pendidikan Islam.
Salminawati, 2011. Fisafat Pendidikan Islam: Membangun Konsep
Pendidikan yang Islami (Bandung: Citapustaka Media Perintis).
Simpson, J.A & Weiner. E.S.C. 1989. The Oxford English Dictionary. 2nd ed.
Volume 5. (Dvanda-Follis). Oxford: Clarendon Press.
Tajul Ariffin Noordin dan Nor’Aini Dan. 2002. Pendidikan dan Pembangunan
Manusia: Pendekatan Bersepadu. Bangi. As Syabab Media.
Thoha, Chabib H.M. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional 1993. (Jakarta: Sinar
Grafika.

Anda mungkin juga menyukai