Anda di halaman 1dari 34

Pengertian, Konsep Dasar, dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam Serta Hakikat dan

Tujuan Pendidikan Islam


Pentingnya Pendidikan Islam di Indonesia dan tantangan yang dihadapinya untuk
terus berkembang serta memberikan kontribusi yang signifikan dalam membentuk
kepribadian yang bermoral, bermartabat, dan beragama. Pendidikan Islam merupakan bagian
penting dalam sistem pendidikan di Indonesia, diharapkan memberikan manfaat besar bagi
anak-anak dalam memahami ajaran Islam. Namun, pemahaman terhadap materi ini tidak
selalu mudah bagi masyarakat, anak didik, dan keluarga. Agar pendidikan Islam berkembang,
sumber daya manusia di dalamnya perlu mendapatkan pelatihan secara internal. Pendidikan
agama Islam berkontribusi pada pembinaan sumber daya manusia dengan membentuk
kepribadian yang bermoral, berakhlak baik, menghargai akal, kemanusiaan, keseimbangan,
dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Tujuannya adalah membentuk insan kamil yang
menjadi rahmat bagi semesta alam.
Ajaran Islam menekankan pentingnya pembinaan kepribadian dan tingkah laku siswa
sebagai generasi penerus bangsa yang memegang masa depan. Namun, dalam kondisi
kompleks saat ini, nilai-nilai akhlak dan tingkah laku baik mulai tergerus, dan diperlukan
pembinaan oleh guru terhadap siswanya. Pendidikan masa kini dan masa depan dihadapkan
pada tantangan yang lebih berat, seperti kompleksitas aspirasi dan idealisme manusia serta
tuntutan hidup yang semakin kompleks. Pendidikan Islam di masa depan harus menghadapi
masalah kompleks dalam kehidupan dan kejiwaan manusia yang tidak mudah menerima
nilai-nilai Islam. Efektivitas dan efisiensi pendidikan agama Islam di masa depan
memerlukan para pemerhati dan perancang untuk menerapkan berbagai strategi yang
didasarkan pada ajaran Islam dan didukung oleh pengetahuan yang sesuai. Hal ini akan
membantu pendidikan Islam berada dalam posisi strategis untuk mengubah masyarakat
menjadi lebih baik sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Dalam diskursus pendidikan Islam, terdapat perbedaan pendapat mengenai istilah
yang tepat untuk mendefinisikan pendidikan. Beberapa istilah bahasa Arab yang sering
digunakan adalah al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Tokoh-tokoh terkemuka dalam bidang
pendidikan memiliki pendapat yang berbeda terkait istilah yang paling tepat untuk
menggambarkan konsep pendidikan Islam.
1. Sayid Muhammad al-Naquib al-Attas lebih condong pada istilah al-ta’dib sebagai
pengganti istilah lainnya dalam memberikan pemahaman tentang pendidikan.
Menurutnya, al-ta’dib lebih mencerminkan pendidikan yang khusus untuk manusia,
sementara al-tarbiyah dan al-ta’lim dapat berlaku juga untuk makhluk lain, seperti
hewan.
2. Abdurrahman al-Nahlawi, seorang tokoh pendidikan, berpendapat bahwa istilah yang
paling tepat untuk mendefinisikan pendidikan Islam adalah al-tarbiyah. Baginya, al-
tarbiyah adalah istilah yang lebih sesuai dan tepat untuk menggambarkan esensi
pendidikan dalam konteks Islam.
3. Tokoh pendidikan lainnya, Abdul Fattah Jalal, memiliki pandangan berbeda bahwa
istilah al-ta’lim adalah yang lebih tepat untuk memberikan definisi terhadap
pendidikan dalam konteks Islam. Baginya, al-ta’lim merupakan istilah yang lebih
tepat dalam menggambarkan esensi dari proses pendidikan dalam Islam.
Dalam istilah pendidikan Islam, al-tarbiyah berasal dari kata rabb yang memiliki
makna dasar seperti tumbuh, berkembang, memelihara, mengatur, dan menjaga
kelestariannya. Kata "al-tarbiyah" terdiri dari tiga akar kata, yaitu:
1. Rabba – yarbu- yang berarti bertambah, tumbuh, dan berkembang. Dalam pemahaman ini,
pendidikan (al-tarbiyah) merupakan proses menambah, menumbuhkan, dan
mengembangkan potensi peserta didik baik secara psikis, fisik, spiritual, maupun sosial.
2. Rabiya – yarba - tarbiyah yang berarti tumbuh dan berubah menjadi besar. Dalam
pemahaman ini, pendidikan (al-tarbiyah) merupakan proses untuk menumbuhkan atau
mengembangkan peserta didik baik secara psikis, fisik, spiritual, maupun sosial.
3. Rabba – yarubbu - tarbiyah yang berarti memperbaiki, memelihara, menuntun, menjaga,
mengatur, dan memelihara. Dalam pemahaman ini, pendidikan (al-tarbiyah) merupakan
proses memperbaiki, memelihara, menuntun, menjaga, mengatur, dan memelihara peserta
didik baik secara psikis, fisik, spiritual, maupun sosial.
Secara etimologis, al-tarbiyah bisa diartikan sebagai mengasuh, menanggung,
memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, mempertumbuhkan,
memproduksi, dan menjinakkan. Istilah al-tarbiyah sangat relevan dengan pemaknaan kata
rabb dalam Al-Qur'an, di mana kata rabb (Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari akar
kata yang sama. Dalam konteks ini, Tuhan dipandang sebagai pendidik bagi seluruh
makhluk-Nya. Abdurrahman al-Nahlawi mendefinisikan pendidikan Islam dalam istilah al-
tarbiyah dengan empat unsur pendekatan: (1) memelihara dan menjaga fitrah anak didik
menjelang dewasa; (2) mengembangkan seluruh potensi anak didik menuju kesempurnaan;
(3) mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan; (4) melaksanakan pendidikan secara
terencana dan bertahap. Pendapat al-Nahlawi ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional di
Indonesia yang mencakup pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pengertian kata "ta'lim" dalam bahasa Arab berasal dari akar kata 'allama -yu'allimu –
ta’lîm. Ahli bahasa mengartikan kata "ta’lim" sebagai pengajaran atau mengajarkan ilmu
pengetahuan, sementara "tarbiyah" diartikan sebagai pendidikan. Secara historis, istilah
"ta’lim" telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan Pendidikan Islam. Ahli pendidikan
berpendapat bahwa "ta’lim" memiliki makna yang lebih universal dibanding "tarbiyah" atau
"ta’dib". Abdul Fattah Jalal berpendapat bahwa "ta’lim" merupakan istilah yang lebih tepat
untuk mendefinisikan pendidikan. Begitu juga, Rasyid Ridha memberikan arti "ta’lim"
sebagai proses transfer berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa seseorang tanpa adanya batasan
dan ketentuan secara spesifik. Menurut penulis, "ta’lim" yang berarti pengajaran, terdapat
dalam QS. Al-Baqarah (2): 151, yang menggambarkan perintah Allah kepada Rasul-Nya
untuk mengajarkan Al-Kitab dan As-Sunnah kepada umatnya. Ayat ini menunjukkan
perintah Allah kepada Rasul untuk memberikan pengajaran (ta’lim) terkait Al-Kitab dan As-
Sunnah kepada umat Islam.
Pengertian istilah "al-ta’dib" dalam konteks pendidikan Islam sering diterjemahkan
sebagai sopan santun, budi pekerti, moral, etika, akhlak, dan adab. Istilah ini memiliki akar
kata yang sama dengan "adab," yang artinya peradaban atau kebudayaan. Dalam pemahaman
ini, pendidikan yang baik akan menghasilkan peradaban yang baik pula. Menurut
Muhammad Naquib al-Attas, istilah "al-ta’dib" merupakan istilah yang paling tepat untuk
menunjukkan pendidikan Islam. Kata "al-ta’dib" tidak terdapat dalam Al-Qur'an, namun
terdapat dalam hadis Nabi Muhammad. Hadis tersebut menjadi rujukan untuk menggunakan
istilah "al-ta’dib" dalam konteks pendidikan. Menurut penafsiran, "al-ta’dib" berarti
pengenalan dan pengakuan setiap manusia terhadap aturan dan tatanan Tuhan (sunnatullah)
secara berangsur-angsur, sehingga mereka dapat mentaatinya. Proses "al-ta’dib" mencakup
perubahan sikap mental individu, seperti ketaatan dan penghargaan terhadap kedua orang tua.
Muhammad Naquib al-Attas merumuskan pendidikan sebagai proses pengenalan dan
pengakuan yang secara bertahap ditanamkan pada manusia tentang tempat-tempat yang tepat
dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing mereka menuju pengenalan dan pengakuan
akan kekuatan dan keagungan Tuhan. Para pakar pendidikan Islam memberikan definisi yang
bervariasi secara redaksional terkait pendidikan Islam:
1. Umar Muhammad Al-Thoumy al-Syaibany menyatakan bahwa Pendidikan Islam
adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi,
masyarakat, dan alam sekitar.
2. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi
muda untuk menerapkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan dunia
dengan pahala di akhirat.
3. Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan
agar individu berkembang sesuai ajaran Islam.
4. Mappanganro memandang pendidikan Islam sebagai usaha sadar dalam membimbing
peserta didik agar memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam.
5. Ikhwan al-Shafa mengilustrasikan bahwa individu yang belum diberi pendidikan
tentang aqidah seperti kertas putih yang kemudian ditulis. Artinya, setiap individu
memiliki bakat yang perlu dikembangkan, dan proses pendidikan tidak boleh mengisi
otak peserta didik secara paksa dengan ide-ide dari luar, tetapi harus sesuai dengan
pengembangan potensi anak.
Konsep merupakan ide atau gagasan umum yang menjadi dasar dari suatu objek atau
peristiwa, bisa juga berarti gambaran yang bersifat abstrak. Dalam konteks Bahasa Indonesia,
konsep diartikan sebagai rancangan, ide abstrak yang diambil dari peristiwa konkret, atau
gambaran mental dari suatu objek atau proses yang ada di luar bahasa. Pendidikan Islam
merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia yang utuh, beriman,
bertaqwa kepada Tuhan, serta mampu menjalankan peran sebagai khalifah Allah di bumi.
Tujuannya adalah terwujudnya insan kamil setelah proses pendidikan berakhir. Pendidikan
Islam memiliki hubungan filosofis yang mendasar baik secara ontologis, epistemologis,
maupun aksiologis dengan Islam. Semua urusan umat Islam harus berpegang teguh pada Al-
Qur'an dan As-Sunnah. Pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
bertujuan mempengaruhi orang lain ke arah kebaikan agar dapat hidup sesuai dengan
peraturan Allah. Dasar dari pendidikan Islam adalah Al-Qur'an, As-Sunnah, dan ijtihad
(penggunaan penalaran untuk memahami hukum Islam).
Dalam pendidikan Islam, terdapat tiga konsep dasar yaitu Ta'lim, Tarbiyah, dan Ta'dib.
Konsep pertama, Ta'lim, berasal dari kata dasar "allama" yang berarti mengajar atau
mengetahui. Ta'lim lebih mengarah pada aspek kognitif, mencakup pengetahuan,
keterampilan, dan pedoman perilaku yang baik. Definisi dari beberapa tokoh menyatakan
bahwa Ta'lim adalah proses transmisi ilmu pengetahuan tanpa batasan tertentu, proses
pemberian pengetahuan, pemahaman, tanggung jawab, serta upaya menuju dari
ketidaktahuan ke pengetahuan yang lebih baik. Ta'lim mencakup aspek-aspek pengetahuan,
keterampilan, dan pedoman perilaku yang bertujuan untuk mengembangkan manusia menuju
kehidupan yang lebih baik dan maju.
Dalam bahasa Arab, kata Al-Tarbiyah memiliki akar kebahasaan yang mengandung
beberapa makna, antara lain tumbuh, berkembang, memperbaiki, mengatur, mengurus,
mendidik, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara. Menurut Musthafa Al-
Ghalayani, Al-Tarbiyah adalah proses penanaman etika yang mulia pada anak yang sedang
tumbuh dengan memberikan petunjuk dan nasihat agar anak tersebut memiliki potensi dan
kompetensi jiwa yang kuat. Ini akan menghasilkan sifat-sifat bijak, cinta akan kreativitas, dan
berguna bagi tanah airnya. Konsep pendidikan (Al-Tarbiyah) mencakup tiga ranah penting,
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Peserta didik harus memiliki keahlian di ketiga
ranah tersebut agar visi dan misi institusi pendidikan bisa terwujud. Kualitas serius dan
kesungguhan dari pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat penting agar peserta didik
dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Musthafa Al-Maraghi membagi aktivitas Al-Tarbiyah menjadi dua jenis utama: Tarbiyah
Khalaqiyyah yang berkaitan dengan pertumbuhan jasmani manusia untuk pengembangan
rohaninya, dan Tarbiyah Diniyah Tahdzibiyyah yang terkait dengan pembinaan akhlak dan
agama manusia. Dari konsep Al-Tarbiyah ini, jelas bahwa pendidikan Islam tidak hanya
menekankan aspek jasmani semata, melainkan juga memperhatikan pengembangan
kebutuhan psikis, sosial, etika, dan agama untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Pendidikan Islam yang holistik mencakup proses transformasi budaya, nilai-nilai, ilmu
pengetahuan, serta aktualisasi dari seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. Tujuannya
adalah menciptakan insan kamil, individu yang penuh kesadaran akan diri sendiri dan
lingkungan.
Ta'dib, secara etimologis, berasal dari kata "addaba", yang mengandung arti membuat
makanan, melatih dengan sopan santun, dan mempelajari tata cara pelaksanaan yang baik.
Dalam konteks pendidikan Islam, ta'dib merujuk pada usaha agar individu mengenali dan
memahami sistem pengajaran tertentu. Hal ini melibatkan berbagai metode, seperti
memberikan teladan, pujian, hadiah, dan membiasakan perilaku yang diharapkan. Tujuan dari
konsep ta'dib adalah membentuk individu muslim yang memiliki akhlak mulia.

Dalam pendidikan Islam, ta'dib memiliki tiga unsur utama: pengembangan iman, ilmu,
dan amal. Ketiga unsur ini saling terkait karena iman menjadi landasan bagi ilmu, dan ilmu
tersebut harus direalisasikan dalam amal. Iman mengakui ciptaan Allah, ilmu dijalankan
dengan iman, dan amal dihasilkan dari iman dan ilmu tersebut. Seseorang yang memiliki
iman dan amal yang baik dianggap sebagai pengabdi Allah yang mampu berkontribusi pada
kesejahteraan bersama. Mereka menjaga hubungan dengan Allah dan sesama manusia.
Realisasi dari keimanan ini tercermin dalam kreativitas dan inovasi yang berguna bagi
kehidupan bersama. Hubungan antara tarbiyah, ta'lim, dan ta'dib mencerminkan nilai-nilai
tauhid dan tujuan pendidikan Islam yang terangkum dalam akhlak yang mulia (akhlak al-
karimah). Ketiga konsep ini memperkuat pendidikan Islam dengan pendekatan yang berfokus
pada pembentukan akhlak mulia sesuai ajaran al-Qur'an. Pendidikan Islam dalam konsep
tarbiyah menekankan peran utusan Allah (Rasulullah) dalam menyampaikan pendidikan
kepada umat. Konsep ta'lim berkaitan dengan transfer ilmu pengetahuan untuk meningkatkan
intelektualitas peserta didik. Sedangkan ta'dib merupakan proses mendidik yang lebih
menitikberatkan pada pembinaan akhlak peserta didik. Ayat-ayat al-Qur'an menjadi landasan
utama dalam menggambarkan konsep pendidikan Islam ini.
Ilmu Pendidikan Islam memiliki cakupan yang luas, melibatkan banyak pihak yang
terlibat secara langsung atau tidak langsung. Objek ilmu Pendidikan Islam terletak pada
situasi pendidikan yang terjadi dalam konteks dunia pengalaman. Beberapa segi yang
menjadi objek ilmu Pendidikan Islam meliputi:
1) Perbuatan Mendidik: Ini merujuk pada sikap dan tindakan pendidik dalam menuntun,
membimbing, dan memberikan bantuan kepada anak didik menuju tujuan Pendidikan
Islam.
2) Anak Didik: Merupakan pihak yang menjadi objek utama dalam proses pendidikan
karena segala perbuatan mendidik dilakukan untuk membawa mereka menuju tujuan
Pendidikan Islam.
3) Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam: Menjadi landasan serta sumber dari segala
kegiatan pendidikan Islam. Tujuan ini menunjukkan arah yang diharapkan anak didik
capai.
4) Pendidik: Sebagai subjek yang melaksanakan pendidikan Islam. Peran pendidik
sangat berpengaruh terhadap hasil dari Pendidikan Islam.
5) Materi Pendidikan Islam: Merupakan bahan atau pengalaman belajar dalam ilmu
agama Islam yang disusun untuk disampaikan kepada anak didik.
6) Metode Pendidikan Islam: Cara yang digunakan pendidik untuk menyampaikan
materi Pendidikan Islam agar dapat diterima dengan baik oleh anak didik.
7) Evaluasi Pendidikan: Berisi cara-cara untuk mengevaluasi atau menilai hasil belajar
anak didik.
8) Alat-alat Pendidikan Islam: Berbagai perangkat atau alat yang digunakan dalam
pelaksanaan Pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan.
9) Lingkungan Sekitar: Situasi atau kondisi sekitar yang juga memengaruhi jalannya
serta hasil dari pendidikan Islam yang dilaksanakan.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan visi, misi, tujuan, dan
karakteristik pendidikan itu sendiri, yang seluruhnya didasarkan pada ajaran Islam.
Pendekatan pendidikan ini menekankan bahwa setiap aspek dari pendidikan, mulai dari
proses belajar-mengajar, peran pendidik, peserta didik, sarana prasarana, pembiayaan,
pengelolaan, lingkungan, hingga evaluasi, haruslah disusun berdasarkan ajaran Islam. Berikut
adalah pandangan beberapa ahli tentang ilmu Pendidikan Islam:
1. Samsul Nizar menggambarkan pendidikan Islam sebagai serangkaian proses
terencana, sistematis, dan komprehensif untuk mentransfer nilai-nilai Ilahiyat dari
ajaran agama (Al-Quran dan hadis) ke dalam semua dimensi kehidupan anak didik.
2. Achmadi melihat pendidikan Islam sebagai usaha untuk menjaga dan
mengembangkan fitrah manusia serta potensi yang dimilikinya agar menjadi manusia
yang lengkap sesuai dengan norma Islam.
3. Zakiah Darajat mengartikan pendidikan Islam sebagai proses pembentukan pribadi
Muslim yang mengamalkan ajaran Allah dan Rasul-Nya, yang hanya dapat terwujud
melalui pendidikan.
4. Hery Noer Ali mendefinisikan ilmu pendidikan Islam sebagai ilmu yang berlandaskan
pada Islam. Setiap teori dalam ilmu ini harus memiliki tanggung jawab moral Islam.
5. Ahmad Tafsir menganggap ilmu pendidikan Islam sebagai ilmu yang berakar pada
Al-Quran, hadis, dan akal. Dalam hal ini, Al-Quran dan hadis menjadi dasar utama,
diikuti oleh pemikiran akal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
6. Muhaimin memandang pendidikan Islam dalam beberapa dimensi, termasuk sebagai
pembentukan ajaran dan nilai-nilai fundamental dari Al-Quran dan hadis, serta
sebagai proses pembudayaan ajaran agama, budaya, dan peradaban umat Islam dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
Berdasarkan pandangan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu Pendidikan
Islam adalah ilmu yang didasarkan pada ajaran Al-Quran dan hadis. Ini melibatkan upaya
membimbing dan membina aspek fisik dan spiritual peserta didik dengan tanggung jawab
moral, serta membangun seluruh komponen pendidikan lainnya, sesuai dengan ajaran Islam.
Segmen-segmen ini mencakup aspek-aspek yang penting dalam konteks pendidikan Islam,
melibatkan interaksi antara pendidik, materi, metode pengajaran, evaluasi, serta faktor
lingkungan yang memengaruhi proses dan hasil pendidikan.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan visi, misi, tujuan,
dan karakteristik pendidikan itu sendiri, yang seluruhnya didasarkan pada ajaran Islam.
Pendekatan pendidikan ini menekankan bahwa setiap aspek dari pendidikan, mulai dari
proses belajar-mengajar, peran pendidik, peserta didik, sarana prasarana, pembiayaan,
pengelolaan, lingkungan, hingga evaluasi, haruslah disusun berdasarkan ajaran Islam. Berikut
adalah pandangan beberapa ahli tentang ilmu Pendidikan Islam:
1. Samsul Nizar menggambarkan pendidikan Islam sebagai serangkaian proses
terencana, sistematis, dan komprehensif untuk mentransfer nilai-nilai Ilahiyat dari
ajaran agama (Al-Quran dan hadis) ke dalam semua dimensi kehidupan anak didik.
2. Achmadi melihat pendidikan Islam sebagai usaha untuk menjaga dan
mengembangkan fitrah manusia serta potensi yang dimilikinya agar menjadi manusia
yang lengkap sesuai dengan norma Islam.
3. Zakiah Darajat mengartikan pendidikan Islam sebagai proses pembentukan pribadi
Muslim yang mengamalkan ajaran Allah dan Rasul-Nya, yang hanya dapat terwujud
melalui pendidikan.
4. Hery Noer Ali mendefinisikan ilmu pendidikan Islam sebagai ilmu yang berlandaskan
pada Islam. Setiap teori dalam ilmu ini harus memiliki tanggung jawab moral Islam.
5. Ahmad Tafsir menganggap ilmu pendidikan Islam sebagai ilmu yang berakar pada
Al-Quran, hadis, dan akal. Dalam hal ini, Al-Quran dan hadis menjadi dasar utama,
diikuti oleh pemikiran akal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
6. Muhaimin memandang pendidikan Islam dalam beberapa dimensi, termasuk sebagai
pembentukan ajaran dan nilai-nilai fundamental dari Al-Quran dan hadis, serta
sebagai proses pembudayaan ajaran agama, budaya, dan peradaban umat Islam dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
Berdasarkan pandangan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu Pendidikan
Islam adalah ilmu yang didasarkan pada ajaran Al-Quran dan hadis. Ini melibatkan upaya
membimbing dan membina aspek fisik dan spiritual peserta didik dengan tanggung jawab
moral, serta membangun seluruh komponen pendidikan lainnya, sesuai dengan ajaran Islam.
Terdapat tiga komponen dasar manusia sejak lahir: tubuh, ruh, dan akal. Tubuh
berkembang sesuai dengan sunatullah, yaitu melalui konsumsi nutrisi yang
memungkinkannya tumbuh dan berkembang. Sementara ruh dan akal berkembang melalui
proses pendidikan. Keseluruhan tiga komponen tersebut membentuk kesatuan utuh yang tak
terpisahkan. Tujuan pendidikan Islam harus memperhatikan ketiga komponen ini agar
mereka berkembang dengan baik. Kegagalan pendidikan dalam menghasilkan ketiga
komponen tersebut mengakibatkan hasil pendidikan yang tidak memenuhi kualifikasi
manusia sebagai khalifah. Pandangan tentang tujuan pendidikan Islam menimbulkan pro dan
kontra di antara para ahli. Sebagian beranggapan bahwa ilmu harus berasal dari pengalaman
empiris, sementara Islam berasal dari wahyu Tuhan yang kebenarannya mutlak dan sulit
dibuktikan secara empiris. Namun, pandangan ini tidak sesuai dengan Islam, yang menurut
H.A.R Gibb, adalah sistem peradaban yang lengkap dan berbasis pada wahyu Tuhan. Tujuan
pendidikan Islam, menurut para pakar, terbagi menjadi umum dan khusus:
1. Tujuan Umum Pendidikan Islam
- Membentuk akhlak yang mulia.
- Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan dunia dan akhirat.
- Memperlengkapi peserta didik dalam dunia usaha dan profesionalisme.
- Menanamkan semangat ilmiah kepada peserta didik.
- Mempersiapkan peserta didik dalam bidang teknik dan pertukangan.
2. Tujuan Khusus Pendidikan Islam
- Mengenalkan aqidah Islam dan tatacara beribadah yang benar.
- Menumbuhkan kesadaran akan prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak yang baik.
- Menanamkan keimanan kepada Allah, malaikat, rasul, dan kitab-kitab suci.
- Mengembangkan minat dalam menambah ilmu pengetahuan keagamaan dan
hukum-hukum Islam.
- Menumbuhkan cinta dan penghargaan terhadap Al-Qur'an.
Tujuan-tujuan pendidikan Islam, baik yang umum maupun khusus, memiliki
jangkauan yang luas dan memerlukan penjabaran lebih lanjut agar lebih operasional dan
fungsional. Abdurrahman Saleh Abdullah menyebut ada tiga tujuan pokok pendidikan Islam,
yaitu tujuan jasmaniah, ruhani, dan mental. Tujuan-tujuan ini mencakup aspek fisik, spiritual,
dan mental peserta didik.
Makalah Ilmu Pendidikan Islam 1
Islam adalah agama yang sangat besar dan terus berkembang. Penting untuk
mempelajari Islam secara mendalam, terutama dalam bidang pendidikan Islam, agar kita
memiliki pemahaman yang mendalam tentangnya. Pendidikan Islam melibatkan komponen-
komponen dan sistem terpadu untuk mencapai tujuan tertentu. Ilmu pendidikan Islam adalah
tuntutan hidup dan konsekuensi logis dari ajaran Islam. Dalam menerapkan sistem
pendidikan Islam, tinjauan teoritis diperlukan untuk memastikan bahwa nilai-nilai konsep
ilahi terwakili. Pada era modern, persepsi guru terlihat rapuh. Banyak guru yang melihat diri
mereka hanya sebagai petugas yang mendapatkan gaji, bukan sebagai pengemban amanat
suci untuk mengembangkan potensi anak didik. Ada kecenderungan materialisme dan
pragmatisme, dan guru kurang menjadi figur teladan.
Profesi guru saat ini menjadi perbincangan di kalangan pakar pendidikan dan
masyarakat umum. Beberapa guru mengabaikan pentingnya membangun prinsip "ilmu dan
amal yang ikhlas semata untuk Allah," yang merupakan konsep sulit dipahami karena jarak
mereka dari metode-metode Ilahi. Penerapan pendidikan kemandirian bagi pelajar
memerlukan perencanaan yang lengkap, termasuk rencana, langkah-langkah, metode
pengajaran, dan lainnya. Hal ini bertujuan agar para pelajar menjadi tegar dalam
melaksanakan nilai-nilai alamiyah dan tidak ragu-ragu.
Pendidikan Islam" dapat dipahami dalam tiga konteks berbeda:
1. Pendidikan (menurut) Islam: Dilihat dari sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran
tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal, bersumber dari al-Qur'an
dan as-Sunnah. Pendidikan (menurut) Islam bersifat filosofis, diinterpretasi, dan
dikembangkan dari ajaran Islam otentik.
2. Pendidikan (dalam) Islam: Dipahami sebagai proses dan praktik penyelenggaraan
pendidikan di kalangan umat Islam sepanjang sejarah, tumbuh dan berkembang sejak
zaman Nabi Muhammad hingga saat ini. Pendekatan ini bersifat historis atau sejarah
pendidikan Islam.
3. Pendidikan (agama) Islam: Melihat Islam sebagai agama panduan hidup umat Islam.
Pendidikan (agama) Islam merupakan upaya transformasi ajaran-ajaran Islam agar
menjadi pandangan hidup bagi umat Islam, menekankan teori pendidikan Islam.
Dalam pembahasan mengenai pendidikan Islam, sering muncul polemik terkait
terjemahan bahasa Arab yang sesuai. Istilah-istilah seperti al-tarinah, alta'lim, dan al-ta'dib
digunakan oleh pemikir Muslim untuk merinci aktivitas pendidikan. Pendidikan Islam
bermutu dapat terwujud melalui keterlibatan seluruh komponen pendidikan, termasuk guru,
orangtua, dan masyarakat. Pemahaman dan komitmen yang sama penting untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Manajemen pendidikan perlu disederhanakan dan diarahkan
pada pola berpikir sistematis. Proses manajemen pendidikan melibatkan perencanaan,
implementasi, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Dukungan sosial dari lingkungan
sekitar, termasuk pemerintah daerah, berperan penting dalam peningkatan mutu pendidikan.
Di era demokrasi, masyarakat memiliki peran lebih besar dalam menilai kekuatan lembaga
pendidikan. Kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah.
Kepala daerah dengan visi yang baik dapat mendorong perkembangan pendidikan di
daerahnya.
Manajemen sumber daya manusia menjadi kunci dalam meningkatkan daya saing
organisasi. Faktor kualitas sumber daya manusia tidak hanya memengaruhi organisasi dan
kompetitornya tetapi juga memenuhi tuntutan pelanggan eksternal. Quality dalam pendidikan
dapat dimaknai sebagai continuous improvement dan force field analysis. Fokus pada
pelanggan, keterlibatan total, adanya ukuran baku mutu lulusan, komitmen, dan perbaikan
yang berkelanjutan menjadi karakteristik quality bagi lembaga pendidikan. Sistem
perencanaan pembelajaran dalam pendidikan bertujuan mempengaruhi peserta didik agar
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pendidikan adalah usaha sadar oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan di sekolah
dan luar sekolah. Pendikan Islam memiliki peran penting dalam mengembangkan
pengetahuan dan mencari kebenaran, sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber dari al-
Qur'an dan al-hadits. Kebenaran tersebut memengaruhi karakter dan membentuk watak serta
peradaban umat Islam.
Sistem, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah perangkat unsur yang saling
berkaitan secara teratur, membentuk totalitas, dan susunan yang teratur dari pandangan, teori,
asas, dan sebagainya. Dalam konteks pendidikan Islam, sistem pendidikan Islam dapat
diartikan sebagai seperangkat unsur yang terorganisir secara terpadu, berorientasi pada ajaran
Islam, dan saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu. Keistimewaan Sistem Pendidikan
Islam meliputi:
1. Korelasi dengan Agama: Terdapat korelasi antara bahan pelajaran dengan ajaran
agama Islam.
2. Prinsip Desentralisasi: Mewujudkan prinsip dan sistem desentralisasi dalam belajar.
3. Asas Persamaan dan Demokratisasi: Mengedepankan asas persamaan dalam
pengajaran dan demokratisasi dalam pendidikan Islam.
4. Kaitan dengan Kehidupan Manusia: Mengkaitkan ajaran agama dengan kehidupan
manusia.
5. Kewajiban Mengajar: Berdasarkan asas kewajiban mengajar.
Dengan demikian, sistem pendidikan Islam memiliki struktur terorganisir yang
didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam, memastikan keterkaitan dengan kehidupan
sehari-hari, dan mempromosikan nilai-nilai demokratisasi serta persamaan dalam pengajaran.
Komponen Pendidikan dalam Sistem:
Pendidikan sebagai sistem memiliki komponen-komponen yang berperan dalam keseluruhan
proses pendidikan. Komponen-komponen tersebut meliputi:
1. Tujuan Pendidikan:
- Daerah jasmani, akal, dan hati sebagai bidang pembinaan pendidikan.
- Menekankan pada pengembangan positif dan maksimal individu.
2. Pendidik:
- Orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik.
- Orang tua memiliki tanggung jawab utama, diikuti oleh guru dan masyaraka
3. Peserta Didik:
- Individu yang sedang belajar, mencakup anak-anak dan orang dewasa.
- Harus mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh akhlak yang baik.
4. Bahan/Media Pendidikan:
- Alat atau media pembelajaran seperti al-Qur'an, gambar, audio recording, keteladanan,
dan lainnya.
- Memainkan peran penting dalam efektivitas dan efisiensi pembelajaran.
5. Metode:
- Strategi-langkah dalam proses pembelajaran, termasuk metode hiwar (dialog), kisah,
keteladanan, ibrah (pelajaran), dan targhib (pemberian dorongan) dan tarhib
(penghindaran).
6. Kurikulum:
- Rencana pembelajaran dan media acuan lembaga pendidikan.
- Menentukan arah dan keberhasilan pendidikan.
7. Evaluasi:
- Proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi untuk membuat
keputusan.
- Diperlukan untuk mengukur keberhasilan dan mencapai target dalam proses pendidikan.
Dengan keseluruhan komponen ini bekerja secara terintegrasi, sistem pendidikan diharapkan
dapat mencapai tujuan pendidikan Islam dengan baik.

PRINSIP PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM


PENDEKATAN DAN METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan Islam memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia karena


berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan fitrah manusia yang pada dasarnya sebagai
seorang muslim. Selain itu, pendidikan Islam juga dianggap sebagai bekal untuk mencapai
kehidupan dunia dan akhirat. Pelaksanaan pendidikan Islam membawa masalah yang penting
dan relevan sepanjang masa, karena melalui pendidikan ini manusia dapat mengembangkan
kepribadian positif. Misi utama Rasulullah Saw, antara lain, adalah menyempurnakan akhlak
manusia. Pendidikan Islam memberikan bekal kepada manusia untuk mencapai peningkatan
derajat kemanusiaan, termasuk melalui perolehan ilmu. Allah menciptakan manusia dengan
tujuan agar menjadi Khalifah, dan dalam pelaksanaan peran kekhalifahannya, manusia
memerlukan bimbingan, salah satunya melalui pendidikan Islam yang mencakup aspek
kekhalifahan. Pentingnya pendidikan Islam sebagai bagian dari ajaran agama yang rahmatan
lil’alamin mengharuskan semua pihak untuk menyadari dan melaksanakannya. Pendidikan
Islam harus dijalankan oleh semua lapisan masyarakat, baik secara formal maupun
nonformal, agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh manusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "prinsip" diartikan sebagai "asas/dasar"
atau kebenaran yang menjadi pokok berpikir dan bertindak. Pendekatan Dagobert D Runes
menjelaskan bahwa prinsip adalah kebenaran universal yang menjadi sifat dari sesuatu.
Pendidikan, pada dasarnya, adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku melalui upaya
pengajaran dan pelatihan untuk mendewasakan manusia. Prinsip pendidikan, dalam konteks
ini, dapat diartikan sebagai kebenaran universal yang menjadi dasar dalam merumuskan
perangkat pendidikan, termasuk ajaran agama atau ideologi negara. Dalam konteks
pendidikan Islam, sebagai sistem keagamaan, prinsip pendidikan Islam adalah suatu proses
yang dilakukan oleh orang dewasa dengan penekanan pada bimbingan Islami, bertujuan agar
peserta didik mencapai hasil yang baik baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Dengan
demikian, prinsip pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai asas atau dasar dari upaya
bimbingan yang lebih ditekankan pada membentuk kepribadian sesuai dengan ajaran Islam,
dengan tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Usman Abu Bakar menekankan
bahwa prinsip pendidikan Islam adalah dasar pandangan, keyakinan, dan pendirian yang kuat
dalam menjalankan aktivitas yang berkaitan dengan pendidikan Islam.

Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaibani, dalam karyanya "Filsafat Pendidikan


Islam," secara rinci mengulas prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam dari Bab II hingga Bab
VI. Beberapa aspek yang dibahas meliputi:
1. Prinsip-prinsip Dasar Islam terhadap Jagat Raya (Sepuluh Prinsip):
a. Pendidikan sebagai proses pencarian pengalaman dan perubahan perilaku yang
diinginkan.
b. Keyakinan bahwa jagat raya mencakup segala sesuatu selain Allah.
c. Keyakinan pada keberadaan melalui benda dan ruh.
d. Keyakinan bahwa jagat raya senantiasa berubah dan bergerak.
e. Keyakinan pada aturan tetap yang mengatur jagat raya.
f. Keyakinan pada hubungan sebab dan akibat.
g. Keyakinan bahwa alam adalah sekutu dan alat terbaik manusia untuk kemajuan.
h. Keyakinan pada kebaruan alam.
i. Keyakinan bahwa Allah adalah Pencipta alam.
j. Keyakinan bahwa Allah memiliki sifat yang sempurna.
2. Prinsip-prinsip Dasar Islam terhadap Manusia (Delapan Prinsip):
a. Keyakinan bahwa manusia adalah makhluk termulia di alam.
b. Keyakinan pada kemuliaan manusia.
c. Keyakinan bahwa manusia adalah makhluk berpikir.
d. Keyakinan bahwa manusia memiliki tiga dimensi: badan, akal, dan ruh.
e. Keyakinan bahwa manusia dipengaruhi oleh warisan dan lingkungan.
f. Keyakinan pada motivasi dan kebutuhan manusia.
g. Keyakinan pada perbedaan individu.
h. Keyakinan bahwa manusia memiliki keluwesan sifat dan senantiasa berubah.
3. Prinsip-prinsip Dasar Islam terhadap Masyarakat (Sembilan Prinsip):
a. Keyakinan bahwa manusia membentuk masyarakat yang terikat oleh tanah air, budaya,
dan agama.
b. Keyakinan bahwa masyarakat Islam memiliki identitas dan ciri khas.
c. Keyakinan bahwa masyarakat Islam berakar pada akidah, keimanan, dan keesaan Allah.
d. Keyakinan bahwa agama mencakup akidah, ibadah, dan muamalah.
e. Keyakinan pada pentingnya ilmu sebagai dasar kemajuan masyarakat setelah agama.
f. Keyakinan bahwa masyarakat senantiasa berubah.
g. Keyakinan pada pentingnya individu dan keluarga dalam masyarakat.
h. Keyakinan bahwa tujuan syariat Islam mencakup kesejahteraan bersama, keadilan, dan
kemaslahatan manusia.
4. Prinsip-prinsip Dasar Teori Pengetahuan dalam Pemikiran Islam (Enam Prinsip):
a. Keyakinan pada pentingnya pengetahuan sebagai tujuan utama pendidikan.
b. Keyakinan bahwa pengetahuan diperoleh melalui pancaindera, akal, intuisi, ilham, atau
agama.
c. Keyakinan pada nilai dan keutamaan pengetahuan.
d. Keyakinan bahwa pengetahuan memiliki berbagai sumber.
e. Keyakinan bahwa pengetahuan tidak terlepas dari akal yang mengetahuinya.
f. Keyakinan bahwa pengetahuan yang baik sejalan dengan keyakinan dan sesuai dengan
agama.
5. Prinsip-prinsip Dasar Filsafat Akhlak dalam Islam (Enam Prinsip):
a. Keyakinan pada pentingnya akhlak dalam kehidupan.
b. Keyakinan bahwa akhlak mencerminkan sikap yang mendalam di dalam jiwa.
c. Keyakinan bahwa akhlak Islam berdasarkan syariat, ijtihad, dan amalan ulama yang
saleh.
d. Keyakinan bahwa akhlak dalam Islam menghasilkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
e. Keyakinan bahwa akhlak Islam sesuai dengan fitrah manusia.
f. Keyakinan bahwa teori akhlak menjadi sempurna dengan konsep-konsep seperti akhlak
hati nurani, keharusan akhlak, hukum akhlak, tanggung jawab akhlak, dan ganjaran
akhlak.
Secara umum, prinsip-prinsip pendidikan Islam mencakup aspek bersendikan pada ayat
qauliyah dan kauniyah, pengembangan fitrah manusia, orientasi pada kebenaran, kebaikan,
dan keindahan, serta pendekatan holistik dan terintegrasi antara berbagai dimensi kehidupan.
Pendidikan Islam juga menekankan pada penghargaan terhadap perbedaan individu,
pemerataan pendidikan, dan perhatian terhadap sequence pendidikan yang dimulai sejak bayi
hingga akhir hayat.
Pendekatan dalam pendidikan merujuk pada proses, perbuatan, dan cara mendekati serta
mempermudah pelaksanaan pendidikan. Dalam kegiatan pendidikan Islam, metode sebagai
cara mendidik memerlukan dukungan pendekatan sebagai alat bantu untuk meningkatkan
kemudahan dan keberhasilan penggunaan metode tersebut. Pendekatan juga memiliki peran
penting dalam proses belajar mengajar, mendukung tujuan pendidikan, dan menunjukkan
keberhasilan pendidikan anak didik berdasarkan keterampilan yang dimilikinya. Berikut
adalah beberapa macam pendekatan dalam pendidikan Islam:

1. Pendekatan Psikologis:
- Menekankan dorongan persuasif dan motivatif untuk menggerakkan daya kognitif,
konatif, dan afektif anak didik.
- Fokus pada penciptaan hal-hal baru, kemauan keras, dan kemampuan emosional.
2. Pendekatan Sosial-Kultural:
- Berkaitan dengan pengembangan sikap pribadi dan sosial sesuai dengan tuntutan
masyarakat.
- Berorientasi pada kebutuhan hidup yang semakin maju dalam berbudaya dan
berperadaban.
3. Pendekatan Religi:
- Membawa keyakinan (aqidah) dan keimanan dalam pribadi anak didik secara
komprehensif intensif dan ekstensif.
- Menekankan bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya mengandung nilai-nilai
Ketuhanan.
4. Pendekatan Historis:
- Fokus pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan nilai keagamaan melalui proses
kesejarahan.
- Menyajikan dan mempertimbangkan faktor waktu secara kronologis sebagai titik tolak,
dengan memperhatikan keteladanan.
5. Pendekatan Komparatif:
- Dilakukan dengan membandingkan gejala sosial keagamaan dengan hukum agama yang
ditetapkan seiring dengan situasi dan zaman.
- Mencakup studi perbandingan baik di bidang hukum agama maupun antara hukum agama
dengan hukum lain seperti hukum adat, hukum pidana/perdata, dan sebagainya.
6. Pendekatan Filosofis:
- Berdasarkan tinjauan atau pandangan falsafah.
- Mencari kebenaran dengan menggunakan akal atau rasio sebagai dasar pendekatan.
Pendekatan-pendekatan ini membantu mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan
dan mendukung keberhasilan pendidikan anak didik, dengan mempertimbangkan aspek
psikologis, sosial-kultural, religius, historis, perbandingan, dan filosofis dalam konteks
pendidikan Islam.
Metode berasal dari kata Yunani "meta" yang berarti "melalui" dan "hodos" yang
berarti "jalan atau cara", sehingga metode dapat diartikan sebagai suatu jalan atau cara yang
dilalui untuk mencapai tujuan. Sedangkan metodologi berasal dari kata metoda dan logi,
dimana logi berarti akal atau ilmu, sehingga metodologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang
jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Dalam konteks bahasa Arab,
metode dalam pendidikan Islam dapat diungkapkan dengan kata-kata seperti atthariqah,
manhaj, dan alwashilah. Ada beberapa macam metode dalam pendidikan Islam, antara lain:
1. Metode Dialog Qur’ani dan Nabawi:
- Melibatkan pendidikan dengan cara berdiskusi, seperti yang digunakan oleh Al-Qur'an
dan hadits-hadits nabi.
- Melibatkan dialog khitabi dan ta'abudi (bertanya dan menjawab), dialog deskriptif dan
naratif, dialog argumentatif, dan dialog nabawi.
2. Metode Kisah Qur’ani dan Nabawi:
- Melibatkan pendidikan dengan mengandalkan bahasa, baik lisan maupun tertulis, untuk
menyampaikan pesan dari sumber pokok sejarah Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadits.
3. Metode Perumpamaan:
- Melibatkan pendidikan dengan memberikan perumpamaan untuk memudahkan
pemahaman konsep.
- Perumpamaan yang diungkapkan oleh Al-Qur'an memiliki tujuan psikologi edukatif
dengan makna mendalam dan maksud tinggi.
4. Metode Keteladanan:
- Melibatkan pendidikan dan pengajaran dengan memberikan contoh teladan yang baik
kepada anak didik.
5. Metode Ibrah dan Mau’izhah:
- Melibatkan metode "nasehat" dengan memberikan motivasi kepada anak didik.
- Efektif dalam membentuk pemahaman anak didik terhadap hakekat sesuatu dan
memotivasi mereka untuk bersikap luhur dengan prinsip-prinsip Islam.
6. Metode Targhib dan Tarhib:
- Melibatkan metode "ancaman" atau "intimidasi" dengan memberikan hukuman atas
kesalahan peserta didik.
- Istilah targhib dan tarhib dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah merujuk pada ancaman atau
intimidasi melalui hukuman sebagai konsekuensi dari dosa kepada Allah dan Rasul-Nya.
Metode-metode ini efektif dalam membina kepribadian anak didik dan memotivasi
mereka, memungkinkan kaum mukminin untuk membuka hati manusia terhadap petunjuk
ilahi dan konsep-konsep pendekatan Islam serta menempatkan manusia di atas permukaan
bumi dengan kedalaman pemahaman sejarah Islam. Terdapat berbagai jenis pendekatan
dalam konteks pendidikan:

1. Pendekatan Tradisional: Fokus pada pengajaran langsung, buku teks, dan penilaian
berbasis ujian.
2. Pendekatan Konstruktivis: Siswa membangun pengetahuan melalui pengalaman,
refleksi, dan interaksi dengan guru sebagai fasilitator.
3. Pendekatan Behavioristik: Menekankan perubahan perilaku sebagai indikator
pembelajaran dengan penguatan positif atau negatif.
4. Pendekatan Kognitif: Fokus pada pemahaman, pemecahan masalah, dan
pengembangan kemampuan berpikir kritis.
5. Pendekatan Sosial-Konstruktivis: Pembelajaran melalui interaksi sosial, kolaborasi,
dan berbagi ide.
6. Pendekatan Humanistik: Menekankan pengembangan pribadi, pemahaman diri, dan
menghargai individualitas siswa.
7. Pendekatan Eksperiential: Siswa belajar melalui pengalaman langsung, eksplorasi,
dan praktik.
8. Pendekatan Bermain dalam Pembelajaran: Pembelajaran melalui bermain dan
eksplorasi, terutama pada anak usia dini.
9. Pendekatan Montessori: Memberikan kebebasan dan otonomi kepada siswa dalam
memilih kegiatan pembelajaran.
10. Pendekatan Waldorf: Menekankan pendidikan holistik yang mencakup semua aspek
perkembangan.
11. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek: Siswa terlibat dalam proyek-proyek
berbasis masalah.
12. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Kompetensi: Siswa berkembang pada tingkat
kompetensi mereka.
13. Pendekatan Inklusif: Memasukkan siswa dengan berbagai tingkat kemampuan ke
dalam lingkungan pembelajaran yang sama.
14. Pendekatan Berbasis Teknologi: Menggunakan teknologi dalam pembelajaran.
15. Pendekatan Berdasarkan Masalah: Siswa memecahkan masalah yang diberikan.
16. Pendekatan Berbasis Nilai: Meningkatkan karakter dan nilai-nilai moral siswa.
17. Pendekatan Pendidikan Holistik: Pengembangan seluruh individu.
Beberapa metode pendidikan yang umum digunakan dalam praktik pembelajaran
termasuk Ceramah, Diskusi, Demonstrasi, dan Tanya Jawab. Pemilihan pendekatan dan
metode ini tergantung pada konteks dan tujuan pembelajaran.

Metode-metode pembelajaran yang sering digunakan oleh pengajar meliputi:


1. Metode Ceramah (Konvensional):
- Kelebihan: Praktis, ekonomis, dapat digunakan untuk jumlah siswa yang banyak.
- Kekurangan: Membuat siswa pasif, cenderung membosankan, sulit mengontrol evaluasi.
2. Metode Diskusi:
- Kelebihan: Merangsang kreativitas, mengembangkan sikap saling menghargai,
memperluas wawasan.
- Kekurangan: Memerlukan waktu panjang, tidak cocok untuk kelompok besar.
3. Metode Tanya Jawab:
- Kelebihan: Menarik perhatian siswa, merangsang pikiran dan keterampilan siswa.
- Kekurangan: Siswa mungkin takut, membutuhkan waktu yang banyak, sulit membuat
pertanyaan sesuai.
4. Metode Demonstrasi:
- Kelebihan: Menghindari verbalisme, siswa lebih mudah memahami, menarik perhatian.
- Kekurangan: Memerlukan keterampilan guru, kurangnya fasilitas, membutuhkan waktu
lama.
5. Metode Eksperimen:
- Kelebihan: Membuat siswa percaya pada kesimpulan berdasarkan percobaan, merangsang
terobosan baru.
- Kekurangan: Cenderung sesuai untuk sains dan teknologi, membutuhkan fasilitas dan
ketelitian.
6. Metode Resitasi:
- Kelebihan: Membuat siswa lebih ingat, meningkatkan inisiatif dan tanggung jawab.
- Kekurangan: Hasil bisa mencontek, sulit mengevaluasi pemahaman siswa.
7. Metode Karyawisata:
-Kelebihan: Prinsip pengajaran modern, relevan dengan kebutuhan masyarakat,
merangsang kreativitas.
- Kekurangan: Kurangnya fasilitas, perlu perencanaan matang, sulit mengatur siswa dalam
jumlah banyak.
Metode-metode ini dipilih tergantung pada kebutuhan pembelajaran, materi yang diajarkan,
dan kondisi siswa. Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu
dipertimbangkan oleh pengajar.

EKSISTENSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


HUBUNGAN PENDIDIKAN ISLAM DAN PENDIDIKAN NASIONAL
Pendidikan dalam konteks Islam adalah suatu proses bimbingan yang sadar oleh
pendidik kepada terdidik untuk mengembangkan aspek jasmani dan rohani menuju
kepribadian yang lebih baik, yang pada intinya mengarah pada pembentukan manusia yang
memiliki akhlak yang mulia. Agama Islam, sebagai agama universal, memberikan ajaran
mengenai berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Salah satu
ajaran utamanya adalah kewajiban umat Islam untuk melaksanakan pendidikan, karena
pendidikan memberikan bekal bagi manusia untuk hidup dengan baik dan terarah. Definisi
pendidikan Islam dari beberapa tokoh pendidikan melibatkan konsep perubahan tingkah laku
individu dalam kehidupan pribadi, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya. Prof. Dr. Omar
Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany menekankan aspek perubahan etika, produktivitas, dan
kreativitas manusia dalam perannya dalam masyarakat dan alam semesta. Dr. Muhammad
Fadhil Al-Jamali mengartikan pendidikan Islam sebagai upaya untuk mengembangkan
manusia dengan nilai-nilai tinggi dan kehidupan yang mulia, membentuk pribadi yang
sempurna dalam akal, perasaan, dan perbuatan. Unsur-unsur utama dalam pendidikan Islam
melibatkan usaha bimbingan yang sadar, keberadaan pendidik, peserta didik, tujuan
pendidikan, dan alat atau media pendukung yang digunakan dalam mencapai tujuan
pendidikan. Pendekatan ini menekankan pentingnya aspek pedagogis, bimbingan, dan tujuan
yang jelas dalam proses pendidikan Islam.
Hurun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode: klasik, pertengahan, dan
modern. Sejarah pendidikan Islam juga dibagi menjadi beberapa periode, yaitu pembinaan,
pertumbuhan, kejayaan, kemunduran, dan pembaruan. Pendidikan Islam di Indonesia
berkembang seiring dengan masuk dan berkembangnya Islam di negeri ini.
1. Periode Pembinaan Pendidikan Islam:
- Berlangsung selama masa kehidupan Nabi Muhammad SAW.
- Fokus pada pembinaan pendidikan Islam dengan kurun waktu sekitar 23 tahun sejak
menerima wahyu pertama hingga wafatnya Nabi.
2. Periode Pertumbuhan Pendidikan Islam:
- Dimulai setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW hingga akhir kekuasaan Bani Umaiyah.
- Menandai fase pertumbuhan pendidikan Islam setelah masa pembinaan.
3. Periode Kejayaan Islam:
- Dimulai sejak awal Daulah Bani Abbasiyah hingga jatuhnya Baghdad.
- Ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.
4. Tahap Kemunduran Pendidikan Islam:
- Berlangsung setelah jatuhnya Baghdad hingga jatuhnya Mesir oleh Napoleon Bonaparte
pada abad ke-13 M.
- Ditandai oleh melemahnya kebudayaan Islam.
5. Tahap Pembaruan Pendidikan Islam:
- Dimulai setelah pendudukan Mesir dan Napoleon di akhir abad ke-18 M hingga saat ini.
- Dicirikan oleh masuknya unsur-unsur pendidikan modern.
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia juga melibatkan beberapa fase:
1. Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan:
- Perhatian serius dari pemerintah setelah kemerdekaan.
- Pemberian bantuan kepada lembaga pendidikan oleh BPKNP.
- Kebijakan pendidikan berubah seiring peristiwa dan tonggak sejarah nasional.
2. Sejarah Pendidikan Islam Orde Baru:
- Kebijakan awal terhadap madrasah bersifat lanjutan dari Orde Lama.
- Madrasah dianggap sebagai lembaga otonom di bawah pengawasan Menteri Agama.
- Perbaikan dan penyempurnaan kurikulum madrasah terjadi setelah keluarnya SKB tiga
menteri.
- Kurikulum diartikan sebagai rencana dan pengaturan isi serta bahan pelajaran dan cara
pengajaran sebagai pedoman belajar-mengajar.
Hurun Nasution memberikan gambaran tentang evolusi sejarah Islam dan pendidikan
Islam, serta bagaimana kebijakan pendidikan di Indonesia berkembang dalam konteks
pergantian rezim dan kondisi sosial-politik.
Pengertian sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang bekerja
bersama dengan aturan yang terstruktur untuk mencapai tujuan. Menurut Fat, sistem adalah
himpunan benda nyata atau abstrak yang terdiri dari komponen-komponen yang saling
berkaitan dan mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.
Sistem juga dapat diartikan sebagai kumpulan elemen, termasuk data, prosedur, hardware,
dan software, yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Pendidikan Islam, menurut
pandangan Al-Ghazali, adalah kegiatan sistematis yang menghasilkan perubahan progresif
pada tingkah laku manusia atau usaha untuk menghilangkan akhlak buruk dan menanamkan
akhlak baik. Al-Ghazali menekankan pentingnya proses pendidikan dalam membentuk
akhlak mulia, dengan mengacu pada peran Rasulullah Saw yang diutus untuk memperbaiki
akhlak dan menyempurnakan manusia.
Pendidikan agama Islam, dalam konteks ini, dapat didefinisikan sebagai aktivitas
sadar dan terencana yang mengarah pada pembentukan kepribadian sesuai dengan norma-
norma agama. Tujuannya adalah membimbing peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kitab suci Al-Qur'an dan Al-Hadits, serta
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, dan pengalaman. Sistem pendidikan Islam
dibagi menjadi dua, yaitu sistem tertutup dan terbuka. Sistem tertutup memiliki prinsip pokok
yang tidak boleh diubah, seperti Al-Qur'an dan Hadits. Sementara itu, sistem terbuka terkait
dengan sistem dalam masyarakat, seperti sistem ekonomi, sosial budaya, politik, dan
teknologi, yang terus berkembang.
1. Sekolah:
- Sekolah merupakan tripusat pendidikan yang menekankan pendidikan formal.
- Fokus pada kurikulum yang sesuai dengan tingkatan pendidikan dan memperhatikan
peningkatan iman, akhlak, potensi peserta didik, keragaman potensi daerah, tuntutan
pembangunan, tuntutan dunia kerja, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
- Pendidikan agama di sekolah umum mengalami perubahan dengan adanya integrasi dan
pengelompokan materi untuk lebih terpadu.
2. Madrasah:
- Madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam
sebagai pokok pengajaran, dengan menggabungkan sistem pesantren dan sekolah umum.
- Jenjang pendidikan madrasah meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.
- Lahirnya madrasah sebagai manifestasi pembaharuan sistem pendidikan Islam dan upaya
menyamakan peluang lulusan dengan sekolah umum.
3. Pesantren:
- Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, memiliki mekanisme
kerja unik.
- Menekankan pada sistem tradisional, semangat demokrasi, ketidaktergantungan pada
gelar ijazah, kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, dan keberanian hidup.
- Tipologi pesantren mencakup Salafiah (Tradisional), Kholafiah (Modern), dan Terpadu.
4. Pendidikan Tinggi Islam:
- Pada awal tahun 1945, muncul hasrat untuk mendirikan perguruan tinggi agama Islam di
Indonesia.
- Sejarah perguruan tinggi agama Islam dimulai dengan keputusan Masyumi pada tahun
1945 untuk mendirikan sekolah tinggi Islam di Jakarta.
- Pendidikan Agama Islam semakin mengukuhkan eksistensinya dalam sistem pendidikan
nasional, terutama setelah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah.
Penting untuk dicatat bahwa setiap lembaga pendidikan Islam (sekolah, madrasah,
pesantren, dan pendidikan tinggi Islam) memiliki karakteristik dan kontribusi unik dalam
menyediakan pendidikan agama Islam di Indonesia.
1. Integrasi Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional:
- Proses integrasi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional melibatkan
penyisipan kurikulum agama, pengakuan lembaga pendidikan Islam, pelatihan guru,
pengembangan kurikulum inklusif, dan penghormatan terhadap kebebasan beragama.
- Penyisipan kurikulum agama memungkinkan pemahaman nilai-nilai agama dan praktik
keagamaan sesuai dengan budaya dan sejarah negara.
- Pengakuan resmi terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah dan
pesantren, penting untuk mempertahankan identitas keagamaan mereka.
- Pelatihan guru diperlukan agar mereka mampu menyampaikan pendidikan Islam sesuai
dengan standar nasional dan mempromosikan pemahaman inklusif tentang nilai-nilai
keagamaan.
- Pengembangan kurikulum inklusif yang memadukan pendidikan Islam dengan ilmu
pengetahuan modern dan teknologi mendukung persiapan siswa untuk bersaing dalam
dunia global.
2. Peran Lembaga Pendidikan Islam dalam Penguatan Pendidikan Nasional:
- Lembaga pendidikan Islam memiliki peran lebih dari sekadar penyedia pendidikan
agama, mencakup pengajaran nilai-nilai etika dan moral.
- Pemeliharaan dan pengembangan budaya lokal serta warisan tradisional juga menjadi
peran lembaga pendidikan Islam dalam memperkuat identitas nasional.
- Pendidikan agama dan etika yang mendalam membentuk pemahaman yang benar tentang
Islam yang moderat, damai, dan inklusif.
- Lembaga pendidikan Islam berkontribusi pada pemberdayaan masyarakat, kesejahteraan
sosial, dan program-program inklusif dan kesetaraan gender.
- Kolaborasi dengan sistem pendidikan nasional memungkinkan integrasi nilai-nilai
keagamaan dalam kurikulum yang lebih luas, mendukung tujuan pendidikan nasional
secara keseluruhan.

Dengan peran-peran tersebut, lembaga pendidikan Islam dapat memberikan kontribusi


penting dalam memperkuat sistem pendidikan nasional dan menciptakan masyarakat yang
beretika, terdidik, dan bertanggung jawab.
PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
Peserta didik adalah manusia yang berusaha mengasah potensinya dengan bantuan
pendidik atau orang dewasa. Dalam terminologi, peserta didik mencakup individu yang
mengalami perubahan dan perkembangan, memerlukan bimbingan, dan merupakan bagian
dari struktural proses pendidikan. Dalam Islam, peserta didik mencakup seluruh manusia
yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal. Undang-
Undang Pendidikan No. 20 tahun 2003 menggunakan istilah "peserta didik" untuk mencakup
semua tingkatan dan sifatnya yang lebih umum. Dalam Islam, peserta didik adalah individu
yang sedang tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun psikis, untuk mencapai tujuan
pendidikan melalui lembaga pendidikan. Dalam bahasa Arab, peserta didik dikenal sebagai
"tilmidz" (tingkat sekolah dasar) dan "thalib al-ilm" (tingkat yang lebih tinggi). Pendidik,
khususnya guru, memiliki peran sentral dalam proses pendidikan. Mereka diharapkan
mencintai profesi mereka, bersikap adil, sabar, memiliki wibawa, bersikap menyenangkan,
dan bekerjasama dengan sesama guru. Pendidik dalam Islam bukan hanya pemberi ilmu
pengetahuan, tetapi juga memiliki tanggung jawab membentuk sikap dan tingkah laku peserta
didik. Hal ini tercermin dalam ajaran Islam tentang kebersihan dan adab, di mana pendidik
dianggap sebagai figur yang menunjukkan tauladan seperti ayah bagi anak-anaknya.
Rasulullah sendiri mengajarkan dengan rinci tentang bersuci sebagai contoh bagi umat Islam.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jejang, dan jenis
pendidikan tertentu. Etimologisnya, peserta didik adalah anak didik yang mendapat
pengajaran ilmu, sementara terminologisnya mencakup individu yang mengalami perubahan
dan perkembangan, memerlukan bimbingan, dan merupakan bagian dari proses pendidikan.
Peserta didik, atau siswa, memiliki peran sentral dalam proses belajar mengajar. Mereka
merupakan pokok persoalan dan fokus perhatian dalam pembelajaran. Dalam konteks
pendidikan Islam, peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik
secara fisik maupun psikis, untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan.
Peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam merupakan subyek dan obyek, dan proses
pendidikan tidak dapat terlaksana tanpa keterlibatan mereka.
Dalam bahasa Arab, peserta didik dikenal sebagai "tilmidz" (tingkat sekolah dasar)
dan "thalib al-ilm" (tingkat yang lebih tinggi). Peserta didik juga bisa disebut sebagai "murid"
atau "thalib" dalam istilah tasawuf, menunjukkan bahwa mereka adalah pencari ilmu atau
jalan spiritual di bawah bimbingan seorang guru atau spiritual (mursyid). Secara umum,
peserta didik adalah individu yang membutuhkan pengetahuan, bimbingan, dan pengaruh dari
guru dan lingkungan sekitarnya. Dalam konteks tasawuf, mereka adalah penempuh jalan
spiritual yang berusaha mencapai derajat sufi melalui usaha keras dan bimbingan mursyid.
Pendidik atau guru, dalam pengertian terbatas, adalah individu yang berada di depan
kelas, sedangkan dalam pengertian luas, mereka memiliki tanggung jawab untuk mendidik
peserta didik dalam mengembangkan kepribadian, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Menurut UUSPN 1989, guru adalah tenaga pendidik yang membimbing, mengajar, dan
melatih peserta didik. Dalam terminologi pendidikan modern, pendidik disebut sebagai orang
yang memberikan pelajaran dengan memegang satu disiplin ilmu di sekolah. Dalam konteks
pendidikan Islam, pendidik disebut dengan berbagai istilah seperti ustadz, mu'allim, murabbi,
mursyid, dan mudarris, yang memiliki makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimat.
1. Ustadz: Orang yang berkomitmen pada profesionalitas, dengan sikap dedikatif,
komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continuous improvement.
2. Mu'alim: Orang yang menguasai ilmu, mampu mengembangkannya, menjelaskan
dimensi teoretis dan praktisnya, serta melakukan transfer ilmu pengetahuan,
internalisasi, dan implementasi.
3. Murabbi: Orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi,
mengatur, dan memelihara hasil kreasinya tanpa menimbulkan malapetaka bagi
dirinya, masyarakat, dan alam sekitarnya.
4. Mursyid: Orang yang menjadi model atau sentral identifikasi diri, menjadi pusat
panutan, teladan, dan konsultan bagi peserta didik.
5. Mudarris: Orang yang menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam
membangun peradaban berkualitas di masa depan.
Dalam ajaran Islam, kedudukan pendidik sangat dihargai, sebagaimana dijelaskan dalam
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (Al-Mujādalah [58]:11). Ayat tersebut mengajarkan
bahwa orang yang memiliki ilmu pengetahuan, termasuk pendidik, memiliki kedudukan yang
tinggi di mata Allah. Dengan ilmu, seseorang dapat berfikir dan menganalisis fenomena di
alam, membawa manusia lebih dekat kepada Allah, dan menciptakan teori-teori untuk
kemaslahatan umat manusia. Oleh karena itu, dalam ajaran Islam, pendidik dianggap
memiliki peran yang penting dalam mengantarkan manusia menuju pemahaman yang lebih
mendalam.
Guru memiliki peran besar dalam penyebaran ilmu, terutama ilmu agama. Dalam Islam,
para pewaris nabi dihormati sebagai pemegang kemuliaan ilmu agama. Kedudukan mereka
tinggi di mata Allah. Adab yang baik terhadap guru sangat penting, mencakup penghormatan,
cara duduk, berbicara, dan mendengarkan pelajaran. Murid harus menghormati guru, baik
dalam pergaulan maupun tindakan sehari-hari. Sikap tenang dan sopan dalam bertanya,
mendengarkan, dan mendoakan guru juga merupakan bagian dari adab. Kesalahan guru harus
disikapi dengan adab, dan menegurnya dilakukan dengan cara yang sopan dan lembut. Adab
yang baik terhadap guru merupakan bagian dari perjalanan ilmu yang mulia dalam Islam.
Penting bagi penuntut ilmu untuk mengambil tidak hanya ilmu tetapi juga akhlak yang
baik dari gurunya. Para guru, ulama, dan ustad yang kami temui memiliki akhlak yang sangat
tinggi, menyebarkan senyum, bersabar dalam mengajarkan pelajaran, dan tanggap terhadap
pertanyaan para penuntut ilmu. Syaikh Ibnu Utsaimin menekankan pentingnya menjadikan
guru sebagai contoh dalam akhlak yang baik, dan jika akhlaknya buruk, penuntut ilmu tidak
seharusnya mengambil contoh dari sisi buruknya, tetapi tetap fokus pada aspek positif dan
ilmu yang diajarkan.
Setiap manusia, tak peduli sebaik apa agamanya, amalannya, ilmunya, atau lembutnya
perilakunya, pasti memiliki kekurangan dan berbuat dosa. Allah menyarankan agar kita
bersabar dan tetap berhubungan baik dengan mereka. Ayat Al-Kahfi (18:28) menekankan
pentingnya kesabaran bersama orang-orang yang menyeru Tuhan di pagi dan senja hari, tidak
terpengaruh oleh perhiasan dunia, dan tidak mengikuti orang yang hatinya dilalaikan dari
mengingat Tuhan. Imam As Syafi mengingatkan bahwa kesabaran terhadap sikap keras
seorang guru adalah penting, karena kegagalan dalam mempelajari ilmu bisa terjadi karena
memusuhi guru tersebut. Menurut Mohd. Athiyad Al-Abrasyi sifat yang harus dimiliki
seorang pendidik dalam pendidikan yaitu:
1. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhoan Allah semata.
2. Kebersihan Guru (Biasa hidup bersih).
3. Ikhlas dan jujur dalam pekerjaan
4. Suka memaafkan.
5. Harus mengetahui tabi’at murid.
6. Harus menguasai mata Pelajaran
Menurut Imam Ghazali beberapa keawajiaban pendidik yang harus diperhatikan yakni:9
1. Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid memperlakukan mereka seperti
perlakuan anak kita sendiri. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya saya bagi kamu
adalah ibarat bapak dengan anak.” Oleh karena itu seorang pendidik harus melayani
murid seperti melayani anaknya sendiri.
2. Tidak mengharapkan balasan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud
mengajar itu mencari keridhoan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
3. Memberikan nasihat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan gunakan setiap
kesempatan untuk menasehatinya.
4. Mencegah murid dari segala sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran jika
mungkin dan jangan dengan cara terus terang, dengan cara halus dan jangan dengan
jalan mencela. Al-Ghazali menganjurkan pencegahan itu dengan isyarat atau sindiran,
jangan dengan terus terang sekiranya terjadi pada murid itu sesuatu yang merupakan
akhlak yang kurang baik.
5. Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka
menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat daya
tangkapnya, agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya bicara dengan bahasa mereka.
Ini adalah prinsip tebaik yang kini tengah dipakai.
6. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu tersebut,
tetapi sebaiknya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut.
Artinya murid jangan terlalu fanatik terhadap jurusan pelajarannya saja.
7. Sebaiknya kepada murid yang masih dibawah umur, diberikan pelajaran yang jelas
dan pantas buat dia dan tidak perlu disebutkan kepadanya akan rahasia-rahasia yang
terkandung dari sesuatu itu, hingga tidak menjadi dingin kemampuan dan gelisah
fikirannya.
8. Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya.
Media dan Sumber Belajar Dalam Pendidikan Islam dan Evaluasi Dalam
Pendidikan Islam

Media pembelajaran memainkan peran krusial dalam proses pendidikan. Dengan


adanya media pembelajaran, guru dapat lebih efektif menyampaikan materi dan siswa dapat
lebih mudah memahaminya. Media pembelajaran juga menciptakan suasana pembelajaran
yang aktif dan membangun kreativitas serta pemikiran kritis siswa. Keberagaman dan
ketertarikan dalam pemilihan media pembelajaran menjadi kunci penting. Media yang
menarik dan sesuai dengan tingkat perkembangan anak dapat membantu siswa tetap aktif dan
terlibat dalam pembelajaran. Minat belajar siswa dapat diasah melalui penggunaan media
pembelajaran yang menarik perhatian mereka. Pentingnya evaluasi dalam pembelajaran juga
ditekankan. Evaluasi membantu guru memahami perkembangan siswa dalam berbagai aspek,
seperti hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap, dan
kepribadian. Dengan demikian, penggunaan media pembelajaran yang tepat dan evaluasi
yang baik dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Dalam konteks pembelajaran, media diartikan sebagai alat atau sarana komunikasi
seperti koran, majalah, radio, televisi, dan sebagainya. Pendidikan, di sisi lain, adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pengertian media menurut Arief S. Sadiman adalah perantara atau pengantar pesan dari
pengirim ke penerima pesan. Briggs menyebutkan bahwa media adalah segala alat fisik yang
menyajikan pesan dan merangsang siswa untuk belajar. Asosiasi Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa media adalah bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual yang
dapat dilihat, didengar, dan dibaca. Media pendidikan diartikan sebagai benda yang dapat
diindra, terutama penglihatan dan pendengaran, yang digunakan sebagai alat bantu
penghubung dalam proses belajar-mengajar. Media pendidikan memiliki aspek sebagai alat
dan teknik yang berkaitan erat dengan metode mengajar.
Alat bantu pembelajaran mencakup sarana dan fasilitas yang memperlancar,
mengefektifkan, dan mengefisienkan upaya pencapaian tujuan pendidikan. Media pendidikan
dapat membantu dan bahkan menggantikan peran pendidik dalam proses pembelajaran,
terutama dengan perkembangan teknologi saat ini. Dalam konteks pendidikan Islam, media
pendidikan Islam berperan sebagai alat penyalur pesan dan pemberi pesan dalam mencapai
tujuan tertentu tanpa bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan kegiatan belajar
yang dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Optimalisasi ini melibatkan
hasil belajar (output) dan proses interaksi siswa dengan berbagai sumber yang merangsang
belajar dan mempercepat pemahaman serta penguasaan bidang ilmu yang dipelajari.
Kurikulum saat ini menekankan bahwa pembelajaran efektif menggunakan berbagai macam
sumber belajar. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sumber belajar berasal dari kata
"sumber" yang berarti asal/tempat sesuatu, dan "belajar" yang berarti berlatih untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, sumber belajar adalah tempat asal yang
dapat membantu siswa mendapatkan pengetahuan. Mulyasa mendefinisikan sumber belajar
sebagai segala sesuatu yang memudahkan belajar dan memberikan informasi, pengetahuan,
pengalaman, serta keterampilan yang diperlukan.
Dalam konteks Pendidikan Agama Islam (PAI), sumber belajar PAI adalah bahan
yang menambah ilmu pengetahuan berkaitan dengan pendidikan agama Islam. Sumber
belajar PAI membantu peserta didik memahami materi yang disampaikan oleh guru PAI.
Sumber belajar juga dapat mengandung pesan yang disajikan melalui alat atau langsung, serta
digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan pembelajaran. Terdapat
beberapa komponen utama dalam sumber belajar, termasuk pesan, komponen orang/manusia,
alat, dan teknik.
Evaluasi dalam konteks pendidikan berasal dari kata "To Evaluate," yang berarti
menilai. Evaluasi sering kali dikaitkan dengan pengukuran dan penilaian. Pengukuran dalam
pendidikan adalah usaha untuk memahami kondisi objektif tentang sesuatu yang akan dinilai.
Penilaian, menurut Ralph Tyler, melibatkan proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Dalam Islam, evaluasi pendidikan harus
didasarkan pada nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadits. Dalam evaluasi pendidikan Islam,
keberhasilan pendidik dalam menyampaikan materi dan keberhasilan proses pendidikan
dalam mencapai tujuan menjadi fokus. Evaluasi juga mencakup penilaian keberhasilan dan
kelemahan dalam mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Terminologi yang terkait dengan evaluasi adalah pengukuran, penilaian, dan evaluasi
itu sendiri. Pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran secara
kuantitatif, penilaian adalah pengambilan keputusan dengan ukuran baik dan buruk secara
kualitatif, sementara evaluasi mencakup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif. Dalam
Al-Quran dan Hadits, banyak ditemui tolak ukur evaluasi dalam pendidikan Islam. Misalnya,
tolak ukur sholat yang baik adalah mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dalam
pendidikan Islam, evaluasi lebih menekankan pada penguasaan sikap (afektif dan
psikomotor) daripada aspek kognitif. Tujuan evaluasi melibatkan sikap dan pengalaman
terhadap hubungan pribadi dengan Tuhan, masyarakat, alam sekitarnya, dan pandangan
terhadap diri sendiri sebagai hamba Allah, anggota masyarakat, serta khalifah Allah.
Ayat-ayat Al-Qur'an, khususnya dalam surat Al-An'am (ayat 75-78) dan surah Al-
Anbiya (ayat 51-66), memberikan panduan dan dalil-dalil yang berkaitan dengan penggunaan
media dan sumber belajar dalam Islam, terutama dalam konteks dakwah dan penyampaian
ajaran tauhid. Berikut rangkuman dalil-dalil tersebut:
Ayat 75-78 (Surat Al-An'am):
- Ibrahim diperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Allah di langit dan bumi sebagai
metode pembelajaran.
- Alam semesta digunakan sebagai media pembelajaran, mencakup matahari,
bulan,dan bintang.
- Modal pengetahuan Ibrahim bersumber dari alam semesta untuk mengajarkan
keesaan Tuhan kepada kaumnya.
- Ibrahim memilih matahari, bulan, dan bintang sebagai media pembelajaran karena
cahayanya dan statusnya yang lebih tinggi daripada berhala.
Ayat 51-66 (Surat Al-Anbiya):
- Ibrahim diberikan pengetahuan tentang tauhid sejak kecil, disiapkan oleh Allah
untuk tugas dakwahnya.
- Konten materi tauhid disampaikan secara verbal oleh Ibrahim tanpa media awalnya.
- Dengan pertanyaan logis, Ibrahim merangsang pemikiran kaumnya tentang tidak
masuk akalnya penyembahan berhala.
- Ibrahim menggunakan patung-patung berhala sebagai media pembelajaran,
menghancurkannya dan menyisakan yang terbesar.
- Ibrahim memberikan perlakuan khusus terhadap berhala-berhala itu sebagai
pembelajaran tentang kelemahan dan ketidakberdayaan mereka.
- Kaum tersebut menyadari bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara atau
memberikan manfaat.
Dari dua surah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur'an menunjukkan
pentingnya memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran dan memberikan
contoh konkret dalam pengajaran tauhid oleh Nabi Ibrahim. Penggunaan media dan sumber
belajar dalam Islam diarahkan untuk memberikan pemahaman yang mendalam dan
membantu menyampaikan pesan agama dengan efektif.
Dalam Al-Qur'an, terdapat beberapa ayat yang menunjukkan kedudukan evaluasi
dalam konteks pendidikan. Salah satu contohnya terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 31-32,
di mana Allah mengajarkan kepada Nabi Adam nama-nama seluruh benda dan kemudian
menguji pengetahuannya dengan meminta para malaikat menyebutkannya. Dalam hal ini,
evaluasi dianggap sebagai tugas penting dalam proses pendidikan, dan ayat tersebut
memberikan empat hal yang dapat dipahami, yaitu Allah sebagai guru memberikan pelajaran,
para malaikat tidak dapat menyebutkan nama-nama karena tidak mendapat pengajaran, Allah
meminta Nabi Adam untuk mendemonstrasikan ajaran yang diterimanya, dan materi evaluasi
harus sesuai dengan materi yang diajarkan. Contoh lainnya adalah ketika Nabi Sulaiman
mengevaluasi kejujuran burung Hud-Hud yang memberitahu tentang kerajaan yang
diperintah oleh seorang wanita cantik. Evaluasi pendidikan memiliki kedudukan yang
strategis, dan pelaksana evaluasi dapat berupa Tuhan sebagai pendidik alam atau manusia
sebagai rasul-Nya. Evaluasi tidak hanya berfungsi untuk mengukur pengetahuan tetapi juga
mencakup aspek kejujuran dan pemahaman dalam konteks pendidikan Islam.
Tujuan dari evaluasi dalam konteks hadis adalah untuk menentukan klasifikasi atau
tingkat kehidupan keislaman atau keimanannya manusia. Evaluasi ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana seseorang telah mencapai tingkat taqwa atau keimanan kepada
Allah. Hadis pertama menggambarkan Rasulullah menguji sahabatnya dengan perumpamaan
pohon yang daunnya tidak gugur, mirip dengan seorang Muslim yang kokoh dalam iman dan
taqwa. Hadis kedua mencatat Rasulullah menguji kemampuan seorang sahabat dalam
berperang pada usia muda, menunjukkan bahwa evaluasi dilakukan untuk menentukan
kesiapan dan kemampuan individu dalam konteks tugas keislaman, seperti berperang.
Dengan demikian, evaluasi dalam hadis tidak hanya sebatas pengukuran pengetahuan, tetapi
juga mencakup pengukuran kualitas iman, taqwa, dan kesiapan individu dalam melaksanakan
tugas keagamaan. Ini menggambarkan bahwa evaluasi dalam Islam memiliki dimensi yang
lebih luas dan tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan semata.
Pendapat para ulama dan tokoh pendidikan tentang media dan sumber belajar dalam
Islam dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Definisi Media Pendidikan: Menurut Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, media
pendidikan mencakup berbagai elemen yang terlibat dalam proses pendidikan, seperti
pendidik, lembaga pendidikan formal atau informal, sarana prasarana pendidikan,
perpustakaan, kecakapan pendidik, metodologi dan pendekatan pengajaran,
manajemen pendidikan, strategi pembelajaran, dan evaluasi pendidikan. Abu Bakar
Muhammad menambahkan bahwa media pendidikan memiliki fungsi mengatasi
kesulitan, memperjelas pelajaran, mempermudah pemahaman, merangsang minat
belajar, dan membentuk kebiasaan berpendapat.
2. Manfaat Media Pendidikan: Menurut Zakiah Daradjat, media pendidikan dapat
mengatasi keterbatasan indera ruang dan waktu, memberikan kesamaan pengalaman
kepada peserta didik, dan memungkinkan interaksi langsung dengan pendidik,
masyarakat, dan lingkungan. Hamalik menyatakan bahwa penggunaan media dalam
pembelajaran dapat membangkitkan minat, motivasi, dan pengaruh psikologis
terhadap siswa.
3. Jenis Media Pendidikan: Zakiah Daradjat membagi media pendidikan menjadi lima
jenis, yaitu media tulis/cetak, benda-benda alam, gambar-gambar, gambar/lukisan
yang dapat diproyeksikan, dan media audial. Yunus menyoroti pengaruh besar media
pengajaran terhadap indera dan pemahaman.
4. Alat Pembelajaran: Oemar Hamalik membedakan media pembelajaran menjadi benda
(seperti media tulis, benda-benda alam, gambar grafis, dan gambar yang
diproyeksikan) dan non-benda (seperti keteladanan, perintah/larangan, ganjaran, dan
hukuman). Pentingnya peran guru sebagai pengajar langsung dihadapan peserta didik
tetap diakui.
5. Sifat Media Pendidikan: Media pembelajaran dapat bersifat benda (tangible) atau non-
benda (intangible). Media benda melibatkan objek fisik seperti buku, gambar, atau
alat audio-visual, sedangkan media non-benda melibatkan konsep abstrak seperti
keteladanan, perintah, ganjaran, dan hukuman.
6. Peran Guru sebagai Teladan: Al Ghazali menekankan bahwa seorang guru harus
memiliki sifat-sifat seperti amanah, tekun bekerja, lemah lembut, pengetahuan luas,
dan istiqomah. Teladan seorang guru dapat memberikan dampak besar terhadap
pembentukan karakter dan moral peserta didik.
7. Perintah dan Larangan: Dalam memberikan perintah, guru perlu memperhatikan
keperluan, ketetapan hati, tidak memerintah yang kedua sebelum yang pertama
terlaksana, mempertimbangkan akibatnya, dan bersifat umum. Larangan dan
hukuman juga harus diberikan dengan niat baik, memberikan kesempatan perbaikan,
dan tegas dalam pelaksanaannya.
Pendapat-pendapat tersebut memberikan pemahaman yang luas mengenai peran dan
jenis media pendidikan dalam konteks Islam, serta menekankan pentingnya peran guru
sebagai teladan dalam pendidikan.
Evaluasi merupakan instrumen penting dalam sistem pembelajaran, terutama dalam
konteks pendidikan Islam. Keberhasilan pendidikan Islam dapat diukur melalui evaluasi
terhadap output yang dihasilkan. Evaluasi tidak hanya sebatas penilaian berdasarkan angka,
melainkan juga melibatkan aspek-aspek yang lebih luas, termasuk evaluasi diri. Dalam
perspektif pendidikan nasional, evaluasi merupakan bagian integral dari sistem pendidikan di
sekolah. Tujuannya adalah membantu guru dan siswa untuk mengembangkan diri secara
optimal melalui pengukuran pencapaian terhadap hasil dan proses pembelajaran. Evaluasi
membantu mendapatkan informasi tentang ketercapaian, efektivitas, dan efisiensi
pembelajaran, serta menemukan faktor pendukung dan penghambat tujuan.
Al-Ghazali, sebagai tokoh besar dalam pendidikan Islam, menyatakan bahwa evaluasi
harus mampu mengukur ketercapaian dan kemampuan siswa dalam menghadapi dan
mengatasi berbagai persoalan kehidupan. Evaluasi tidak hanya menilai pengetahuan tetapi
juga fokus pada perubahan tingkah laku, moral, dan akhlak siswa ke arah yang lebih baik.
Dalam konsep pendidikan Islam, terdapat beberapa istilah dasar yang terkait dengan evaluasi,
seperti penilaian, pengukuran, dan evaluasi itu sendiri. Fungsi utama evaluasi adalah untuk
mengukur ketercapaian pembelajaran atau program pendidikan di sekolah, mengidentifikasi
faktor pendukung dan penghambat tujuan, serta memberikan informasi untuk perbaikan dan
peningkatan.
Al-Ghazali mengaitkan konsep evaluasi dengan istilah al-Hisab/Al-Muhasabah dalam
Al-Qur'an, yang berarti menghitung dan menilai. Bagi Al-Ghazali, evaluasi harus melibatkan
koreksi diri, penilaian terhadap kebaikan, dan penghindaran terhadap kejahatan. Evaluasi
juga dilihat sebagai upaya untuk menemukan kebijakan yang efektif setelah melakukan
penilaian dan pengukuran. Dalam pandangan Al-Ghazali, evaluasi pendidikan harus dapat
menghilangkan sikap dan perilaku buruk siswa, mengubah perilaku yang tidak baik, dan
menanamkan nilai kebajikan kepada siswa. Evaluasi juga mencakup pengawasan, yang
berarti menjaga dan memperhatikan akhlak dan tingkah laku siswa selama proses pendidikan.
Evaluasi pendidikan, menurut Al-Ghazali, harus memandu siswa untuk mengatasi persoalan
hidup secara mandiri berdasarkan ilmu yang dikuasainya.

Anda mungkin juga menyukai