Anda di halaman 1dari 16

ESENSI PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF

FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM

Oleh:

Xanana Ilham Waruwu (NIM. 17.03.224)

Ainal Wazni Aceh (NIM. 17.03.193)

Ainun Mawaddah Gulo (NIM. 17.03.195)

A. Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan, ada beberapa pandangan yang berkembang

berkaitan dengan peserta didik. Ada yang mendefinisikan peserta didik

sebagai manusia yang belum dewasa, dan karenanya, ia membutuhkan

pengajaran, pelatihan, dan bimbingan dari orang dewasa atau pendidik untuk

mengantarkannya menuju kedewasaan. Ada pula yang berpendapat bahwa

peserta didik adalah manusia yang memiliki fitrah atau potensi tersebut

mencakup akal, hati, dan jiwa yang manakala diberdayakan secara baik akan

menghantarkan seseorang bertauhid kepada Allah SWT. Kemudian, manusia

yang menerima pengaruh positif dari orang dewasa atau pendidik. Dalam arti

teknis, bahkan ada yang menyatakan bahwa, peserta didik adalah setiap anak

yang belajar di sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan formal.

1
B. Pengertian Peserta Didik

Peserta didik menurut ketentuan umum dalam Undang-Undang RI

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I Pasal 1

adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui

proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.1

Secara bahasa, Peserta Didik adalah orang yang sedang berada pada fase

pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis. Pertumbuhan

dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu

bimbingan dari seorang Pendidik.2

Menurut Abdul Mujib, Peserta Didik adalah individu yang menuntut ilmu.

Peserta Didik cakupannya sangat luas, tidak hanya melibatkan anak-anak tetapi

mencakup orang dewasa.3

Menurut Ahmad Tafsir, Peserta Didik adalah tiap kelompok ayau

sekelompok individu yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok

orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.4

Menurut Abdullah Nashih Ulwan, Peserta Didik adalah objek pendidikan

yang harus dididik, dibina, dan dilatih untuk mempersiapkan menjadi manusia

yang kokoh iman dan Islamnya serta berakhlak mulia.5

1
Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah (Jakarta; PT Bumi Aksara; 2011)
hal. 5
2
A. Haris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta; Departemen Agama; 2009).
hal. 160
3
Ibid. h. 160
4
Ibid. h. 160
5
Ibid. h. 161

2
Menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003, adalah anggota masyarakat yang

berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang,

dan jenis pendidikan tertentu.6

Jadi, dari pendapat beberapa para ahli di atas kita dapat menyimpulkan bahwa

Peserta Didik merupakan kelompok individu yang butuh pengajaran, pembinaan,

serta latihan agar dapat memperoleh ilmu yang akan berguna nantinya pada masa

yang akan datang.

Sedangkan menurut UU RI Nomor 22 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional BAB I Pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa, Peserta didik

adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan

jenis pendidikan tertentu.7

C. Peserta Didik Dalam Perspektif Islam

Dalam perspektif falsafah pendidikan Islam, semua makhluk pada

dasarnya adalah peserta didik. Sebab, dalam Islam, sebagai murabbi,

mu’allim, atau muaddib, Allah SWT pada hakikatnya adalah Pendidik bagi

seluruh makhluk ciptaan-Nya. Dia-lah yang Mencipta dan Memelihara

seluruh makhluk. Pemeliharaan Allah SWT mencakup sekaligus

kependidikan-Nya, baik dalam arti tarbiyah, ta’lim, maupun ta’dib.

Karenanya, dalam perspektif falsafah pendidikan Islam, peserta didik itu

6
Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Bebasis Sekolah (Jakarta; PT. Bumi Aksara; 2011)
hal. 5
7
UU RI No.2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.pdf

3
mencakup seluruh makhluk Allah SWT, seperti malaikat, jin, manusia,

tumbuhan, hewan dan sebagainya. 8

Namun, dalam arti khusus dalam perspektif falsafah pendidikan Islam,

peserta didik adalah seluruh Al-Insan, Al-Basyar, atau Bany Adam yang

sedang berada dalam proses perkembangan menuju kepada kesempurnaan

atau suatu kondisi yang dipandang sempurna (insan kamil). Terma Al-Insan,

Al-Basyar, atau Bany Adam dalam defenisi ini memberi makna bahwa

kedirian peserta didik itu tesusun dari unsur-unsur jasmani, ruhani, dan

memiliki kesamaan universal, yakni sebagai makhluk yang diturunkan atau

dikembangbiakkan dari Adam a.s. 9

Kemudian, terma perkembangan dalam pengertian ini berkaitan

dengan proses mengarahkan kedirian peserta didik, baik dari fisik (jismiyah)

maupun dari psikis(ruhiyah-‘aql, nafs, dan qalb) agar mampu menjalankan

fungsi-fungsinya secara sempurna. Misalnya, ketika dilahirkan, fisik manusia

dalam keadaan lemah dan belum mampu difungsikan secara maksimal.

Sebagai contoh, tangan belum mampu mengambil atau memegang benda dan

kaki belum mampu melangkah atau berjalan. 10

Demikian juga, ketika dilahirkan dari rahim ibunya, ‘aql manusia

belum dapat difungsikan untuk menalar baik-buruk atau benar-salah. Melalui

proses tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib, secara bertahap, ‘aql manusia diasah,

dilatih, dan dibimbing melakukan penalaran yang logis atau rasional,

sehingga ia mampu menyimpulkan baik-buruk atau benar-salah. Demikian


8
Ibid
9
Ibid
10
Ibid

4
juga nafs, ketika manusia dilahirkan dari rahim ibunya, ia hanya cenderung

pada pemenuhan kehendak atau kebutuhan jismiyah, terutama makan-

minum.11

Melalui proses ta’lim, tarbiyah atau ta’dib, nafs manusia dilatih dan

dibimbing untuk halnya qalb ketika manusia dilahirkan dari rahim ibunya ia

hanya potensi laten yang belum mampu menangkap cahaya (nur) dan

memahami kebenaran (haq) kemudian melalui proses ta’lim, tarbiyah atau

ta’dib, qalb manusia dibimbing sehingga mampu menangkap cahaya (nur)

dan memahami kebenaran (haq) serta hidup sesuai dengan cahaya dan

kebenaran tersebut. 12

Dalam pengertian di atas, yang dimaksud dengan kesempunaan adalah

suatu keadaan dimana dimensi jismiyah dan ruhiyah peserta didik, melalui

proses ta’lim, tarbiyah, atau ta’dib, diarahkan secara bertahap dan

berkesinambungan untuk mencapai tingkatan terbaik dalam kemampuan

mengaktualisasikan seluruh daya atau kekuatannya (quwwah al-jismiyah wa

al-ruhiyah). 13

Dalam perspektif ini, secara sederhana, kesempurnaan dimensi

jismiyah adalah suatu kondisi dimana seluruh unsur atau anggota jasmani

manusia mencapai tingkatan terbaik dalam kemampuannya melakukan tugas-

tugas fisikal-biologis, seperti bergerak, berpindah, dan melakukan berbagai

aktivitas fisikal lainnya. Demikian pula halnya dengan kesempurnaan dimensi

ruhiyah. Dalam makna ini, aql, nafs, dan qalb peserta didik mencapai
11
Ibid
12
Ibid
13
Ibid

5
tingkatan terbaik dalam berpikir atau menalar (aql al-mustasyfad), dalam

mengendalikan mensucikan diri (nafs al-muthmaninah), dan dalam

menangkap cahaya dan memahami kebenaran (qalb al-salim). 14

Berdasarkan pengertian di atas dalam perspektif falsafah pendidikan

Islam, pada hakikatnya semua manusia adalah peserta didik. Sebab, pada

hakikatnya, semua manusia adalah makhluk yang senantiasa berada dalam

proses perkembangan menuju kesempurnaan atau suatu tingkatan yang

dipandang sempurna, dan proses itu berlaku sepanjang hayat. Sebab, sesuai

dengan naturnya-sebagai realitas relatif-manusia adalah makhluk yang tidak

pernah “sempurna”. Semua manusia berada dalam proses menuju

kesempurnaan atau suatu tingkatan yang dipandang sempurna. Untuk itu,

semua manusia harus belajar dan membelajarkan diri. Karenanya, Rasulullah

SAW bersabda “tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahad”. Itu artinya,

manusia harus menjadi peserta didik atau pembelajar sepanjang masa

kehidupannya.15

D. Istilah-Istilah Peserta Didik

Dalam tradisi pendidikan Islam, ada beberapa ungkapan populer yang

digunakan untuk menyebut peserta didik, diantaranya murid, thalib al-‘ilm

(jamaknya al-tullab), dan tilmidz (jamaknya talamidz). Terma murid berarti

orang yang memerlukan atau membutuhkan sesuatu, dalam hal ini

pendidikan. Kemudian terma tilmidz diartikan juga murid, yaitu orang yang
14
Ibid
15
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam (Bandung; Ciptapustaka Media Perintis; 2008)
hal. 148

6
berguru kepada seseorang untuk mendapatkan pengetahuan. Sedangkan terma

thalib al-‘ilm berasal dari kata thalab yang berarti pencari, penuntut, atau

pelamar, dan ‘ilm yang bermakna pengetahuan. Dengan demikian, thalib

al-‘ilm berarti pencari atau penuntut ilmu. 16

Namun, dalam arti teknis, istilah thalib al-‘ilm-sering digunakan untuk

menyebut para pelajar pada tingkat pendidikan menengah atau mahasiswa di

perguruan tinggi. Selain istilah-istilah di atas, merujuk pada nomenklatur

Islam, terma mutarabbi, muta’allim, atau mutaaddib juga merupakan istilah

yang digunakan untuk menyebut peserta didik. Ketiga istilah ini pada

hakikatnya melekat dalam diri setiap manusia yang sedang berada dalam

proses pertumbuhan atau perkembangan menuju tingkat kesempurnaan atau

sesuatu yang dipandang sempurna, manusia yang sedang dan terus berada

dalam proses membelajarkan diri, atau manusia yang sedang berada dan terus

berproses membentuk watak, sikap, dan karakter kediriannya sebagai al-ins,

al-basyar, atau bani Adam. 17

Mutarabbbi adalah peserta didik dalam arti manusia yang senantiasa

membutuhkan pendidikan, baik dalam arti pengasuhan dan pemeliharaan

fisik-biologis, penambahan pengetahuan dan keterampilan, tuntunan dan

pemeliharaan diri, serta pembimbingan jiwa. Dengan pendidikan itu,

mutarabbi pada akhirnya mampu melaksanakan fungsi dan tugas

penciptaannya oleh Allah SWT, Tuhan Maha Pencipta, Pemelihara, dan

16
Ibid
17
Ibid

7
Pendidik alam semesta.Dalam Islam, hakikat ilmu itu berasal dari Allah SWT

dan Dia sendiri adalah Al-Alim. 18

Karenanya, sebagai muta’allim, peserta didik adalah manusia yang

belajar kepada Allah SWT, mempelajari al-asma kullah yang terdapat pada

ayat-ayat kauniyah dan qurraniyah untuk sampai pada pengenalan,

peneguhan, dan aktualisasi syahaddah primordial yang telah diikrarkannya di

hadapan Allah SWT. Inilah hakikat muta’allim dalam prespektif falsafah

pendidikan Islam. 19

Kemudian, dalam prespektif falsafah pendidikan Islam, mutaaddib

adalah semua manusia yang senantiasa berada dalam proses mendisiplinkan

adab ke dalam jism dan ruhnya. Dalam konteks jism, dengan bantuan dan

bimingan muaddib, mutaaddib berupaya mendisiplinkan adab ke dalam diri

jasmani dan seluruh unsur atau bagiannya. Demikian pula, dalam konteks ruh,

melalui bantuan dan bimbingan muaddib, mutaaddib berupaya

mendisiplinkan akal (‘aql), jiwa (nafs) dan hatinya (qalb) dengan adab.

Dalam Islam, esensi adab adalah akhlaq, yaitu syari’at yang menata idealitas

interaksi atau komunikasi antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan

sesama manusia, dengan makhluk lainnya atau alam semesta, dan dengan

Tuhan Maha Pencipta, Pemelihara, dan Pendidik alam semesta.20

Pada Taman Kanak-Kanak (TK), menurut ketentuan Pasal 1 Peraturan

Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1990, disebut dengan anak didik. Sedangkan

Pendidikan Dasar dan Menengah menurut ketentuan Pasal 1 Pemerintah RI


18
Ibid
19
Ibid
20
Ibid, hal. 150

8
Nomor 28 dan Nomor 29 Tahun 1990 disebut dengan siswa. Sementara pada

perguruan tinggi, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah RI Nomor 30

Tahun 1990 disebut mahasiswa.21

E. Tugas, Tanggung jawab, Hak dan Kewajiban Peserta Didik

Berkenaan dengan tugas utama yang harus dilakukan peserta didik ini,

Rasulullah SAW melalui salah satu hadits menegaskan “menuntut ilmu

merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat”. Proses menuntut

atau mempelajari al-‘ilm itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti

membaca, baik yang tersurat maupun yang tersirat; mengeksplorasi, meneliti,

dan mencermati fenomena diri, alam semesta, dan sejarah umat manusia;

berkontemplasi, berpikir, atau menalar, berdialog, berdiskusi atau

bermusyawarah; mencontoh atau meneladani; mendengarkan nasehat,

bimbingan, pengajaran dan peringatan; memetik ‘ibrah atau hikmah; melatih

atau membiasakan diri, dan masih banyak lagi aktivitas belajar lainnya yang

harus dilakukan setiap peserta didik untuk meraih al-‘ilm dan

mengamalkannya dalam kehidupan. 22

Seluruh aktivitas pembelajaran sebagaimana dipaparkan di atas wajib

ditempuh atau dilakukan peserta didik dalam proses belajar atau menuntut

ilmu. Karenanya, peserta didik tidak boleh mencukupkan aktivitas belajarnya

pada satu aktivitas saja. Dalam berbagai surah, Al-Qur’an senantiasa menyeru

manusia untuk berpikir, mengingat, membaca, mengambil pelajaran, memetik

21
Ali, Manajemen Peserta. hal. 5
22
Ibid

9
hikmah, berekplorasi, bertadabbur, dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan

agar peserta didik mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyahnya sehingga

mampu diberdayakan dalam rangka aktualisasi diri sebagai makhluk yang

bersyahadah kepada Allah SWT, beribadah secara tulus ikhlas hanya kepada-

Nya, dan menjadi khalifah atau pemimpin dan pemakmur kehidupan di bumi.

Berkenaan dengan tanggungjawab, dalam persspektif falsafah pendidikan

Islam, tanggungjawab utama peserta didik adalah memeilhara agar semua

potensi yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya dapat diberdayakan

sebagaimana mestinya. 23

Dimensi jismiyah wajib dipelihara, agar secara fisikal peserta didik

mampu melakukan aktivitas belajar, meskipun harus melakukan rihlah ke

berbagai tempat. Demikian pula, dimensi ruhiyah juga wajib dipelihara, agar

bisa difungsikan sebagai energi atau kekuatan untuk melakukan aktivitas

belajar.24

Adapun kewajiban-kewajiban yang harus senantiasa dilakukan peserta

didik adalah:25

1. Sebelum memulai aktivitas pembelajaran, peserta didik harus terlebih

dahulu membersihkan hatinya dari sifat yang buruk, karena belajar

mengajar itu merupkan ibadah dan ibadah harus dilakukan dengan hati

yang bersih.

2. Peserta didik belajar harus dengan maksud mengisi jiwanya dengan

berbagai keutamaan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.


23
Ibid
24
Rasyidin, Falsafah Pendidikan. hal. 151
25
Ibid, h. 153

10
3. Bersedia mencari ilmu ke berbagai tempat yang jauh sekalipun,

meskipun harus meninggalkan keluarga dan tanah air.

4. Tidak terlalu sering menukar guru, dan hendaklah berpikir panjang

sebelum menukar guru.

5. Hendaklah menghormati guru, memuliakan dan mengagungkannya

karena Allah SWT serta berupaya menyenangkan hatinya dengan cara

yang baik.

6. Jangan merepotkan guru, jangan berjalan di hadapannya, jangan

duduk di tempat duduknya, dan jangan pula mulai bicara sebelum

diizinkan guru.

7. Jangan membukakan rahasia keapada guru atau meminta guru

membukakan rahasia, dan jangan pula menipunya.

8. Bersungguh-sungguh dan tekun dalam belajar.

9. Saling bersaudara dan mencintai antarsesama peserta didik.

10. Peserta didik harus terlebih dahulu memberi salam kepada guru dan

mengurangi percakapan di hadapan gurunya.

11. Peserta didik hendaknya senantiasa mengulangi pelajaran, baik di

waktu senja dan menjelang subuh atau di antara waktu ‘Isya dan dan

makan sahur.

12. Bertekad untuk belajar seumur hidup.

11
Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional BAB V Pasal 12 Ayat 1 dijelaskan bahwa Peserta Didik

memiliki Hak sebagai berikut:26

a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang

dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;

b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat,

dan kemampuannya;

c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya

tidak mampu membiayai pendidikannya;

d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya

tidak mampu membiayai pendidikannya;

e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan

pendidikan lain yang setara;

f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan

belajar masing- masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas

waktu yang ditetapkan.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional BAB V Pasal 12 Ayat 2 dijelaskan bahwa Peserta Didik

memiliki Kewajiban sebagai berikut:27

a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin

keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;

b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali

26
UU RI No.2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.pdf
27
Ibid

12
bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

F. Sifat-Sifat yang Harus Dimiliki Peserta Didik

Belajar bukanlah aktivitas yang mudah untuk dilakukan. Meskipun

seorang peserta didik telah mendatangi sejumlah guru dan membaca banyak

buku, namun hasil belajar yang baik belum tentu bisa dicapai. Belajar tidak

hanya membutuhkan kehadiran, apalagi dalam arti fisik, tetapi juga kemauan,

kesadaran, kesabaran, dan masih banyak lagi sifat-sifat lain yang idealnya

dimiliki setiap peserta didik. 28

Dalam perspektif islam, kepemilikan sifat-sifat itu merupakan

prasyarat untuk mempermudah jalannya. Proses pembelajaran, berhasilnya

pencapaian tujuan, berkahnya ilmu pengetahuan dan kemampuan

mengamalkan ilmu dalam kehidupan. Sesuai dengan karakter dasarnya,

dalam Islam, ilmu itu datangnya dari al-haq dan karenanya ia merupakan an-

nur atau cahaya kebenaran yang akan menerangi kehidupan para pencarinya.

Sebagai al-haq atau yang Maha Benar, Allah SWT Maha Suci, dan kesucian-

Nya hanya bisa dihampiri oleh yang suci pula. 29

Karenanya, sifat utama dan pertama yang harus dimiliki peserta didik

adalah mensucikan diri atau jiwanya (tazkiyah) sebelum menuntut ilmu

pengetahuan. Dari sisi jasmani, Peserta Didik harus mampu membersihakan

dan mensucikan tubuhnya dari kotoran, najis, makanan, dan minuman yang

28
Ibid
29
Ibid

13
haram, serta dosa-dosa fisik lainnya. Peserta Didik harus menjaga agar setiap

kebutuhannya, makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain,

semuanya dari bahan yang diperoleh lewat cara-cara yang halal dan bersih.

Sedangkan dari sisi ruhiyah, peserta didik harus mampu membersihkan

pemikiran, jiwa dan hatinya sebelum menuntut ilmu pengetahuan. Dalam

konteks ini, sebelum belajar atau membelajarkan diri, peserta didik harus

membersihkan ‘aql, nafs, dan qalb-nya, agar ilmu yang dita’lim, ditarbiyah,

atau dita’dibkan pendidik ke dalam dirinya bisa bersemi, terinternalisasi,

tumbuh dan berkembang, dan menjadi bagian integral dari diri dan

kepribadian mereka.30

Dari penjelasan di atas, maka sifat-sifat terpuji yang harus dimilki

setiap penuntut ilmu pengetahuan antara lain:31

1. Mentauhidkan Allah SWT dalam arti mengakui dan meyakini

bahwa semua ilmu pengetahuan bersumber dari-Nya.

2. Menyiapkan dan mensucikan diri baik jasmani maupun ruhani,

untuk dita’lim, ditarbiyah, atau dita’dibkan oleh Allah SWT.

3. Peserta Didik harus senantiasa mengharapkan ridha Allah SWT

dalam aktivitasnya menuntut ilmu pengetahuan.

4. Peserta Didik harus senantiasa berdo’a kepada Allah SWT agar

ke dalam dirinya senantiasa ditambahkan ilmu pengetahuan.

30
Rasyidin, Falsafah Pendidikan. hal. 154
31
Ibid, h.

14
5. Setelah ilmu pengetahuan diraih, maka aktualisasi tau

pengalamannya merupakan bentuk konkrit dari akhlak terpuji

peserta didik terhadap Allah SWT.

G. Kesimpulan

Peserta Didik dalam perspektif falsafah pendidikan islam ialah mencakup

seluruh makhluk Allah SWT, seperti malaikat, jin, manusia, tumbuhan,

hewan dan sebagainya. Namun, dalam arti khusus dalam perspektif falsafah

pendidikan Islam, peserta didik adalah seluruh Al-Insan, Al-Basyar, atau

Bany Adam yang sedang berada dalam proses perkembangan menuju kepada

kesempurnaan atau suatu kondisi yang dipandang sempurna (insan kamil).

Sifat yang harus dimiliki oleh peserta didik ialah berakhlak mulia, disiplin,

cerdas, tabah, sabar, tekun, bersemangat dsb.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah Jakarta; PT Bumi


Aksara; 2011

A. Haris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam Jakarta; Departemen Agama;


2009

Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam Bandung; Ciptapustaka Media Perintis;


2008

UU RI No.2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai