Anda di halaman 1dari 33

HAKIKAT PENDIDIKAN PERSPEKTIF ISLAM

Oleh:
Fina Nabila, Muhammad Somat, Lolita Singgih Budiarti

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam


IAI Nusantara Batanghari

A. Pendahuluan
Pendidikan pada dasarnya adalah media dalam mendidik dan
mengembangkan peotensi-potensi kemanusiaan yang primordial.
Pendidikan sejatinya adalah gerbang untuk mengantar umat manusia
menuju peradaban yang lebih tinggi dan humanis dengan berlandaskan
pada keselarasan hubungan manusia, lingkungan, dan sang pencipta.
Pendidikan adalah sebuah ranah yang didalamnya melibatkan dialektika
interpersonal dalam mengisi ruang-ruang kehidupan; sebuah ranah yang
menjadi pelita bagi perjalanan umat manusia, masa lalu, masa kini, dan
masa akan datang. Tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya
pribadi muslim. Tujuan itu dapat dirinci menjadi pribadi muslim yang
akalnya berkembang, bersedia menerima kebenaran pengetahuannya itu,
dan terampil mempraktekan pengetahuan yang dimilikinya. Tujuan
pendidikan Islam ini akan terwujud bila pendidikan Islam dijalankan sesuai
dengan dasar yang absolut yaitu Alquran dan Hadis.
Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibany menyatakan bahwa dasar
pendidikan Islam identik dengan dasar tujuan Islam. Keduanya berasal dari
sumber yang sama yaitu Alquran dan Hadis. Pemikiran yang serupa juga
dianut oleh para pemikir pendidikan Islam. Atas dasar pemikiran tersebut,
maka para ahli didik dan pemikir pendidikan Muslim mengembangkan
pemikiran mengenai pendidikan Islam dengan merujuk kedua sumber
utama ini, dengan bantuan berbagai metode dan pendekatan seperti qiyas,
ijma’, ijtihad dan tafsir. Berangkat dari sini kemudian diperoleh suatu
rumusan pemahaman yang komperhensif tentang alam semesta, manusia,
masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusian dan akhlak.
Pendidikan Islam menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah. Dengan demikian manusia sebagai objek dan sekaligus juga subyek
pendidikan yang tidak bebas nilai. Hidup dan kehidupannya diikat dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam hakikat penciptaannya. Maka apabila
dalam menjalankan kehidupan, sikap dan perilakunya sejalan dengan
hakikat itu, manusia akan mendapatkan kehidupan yang bahagia dan
bermakna. Sebaliknya jika tidak sejalan atau bertentangan dengan prinsip
tersebut, manusia akan menghadapi berbagai permasalahan yang rumit,
yang apabila tidak terselesaikan akan membawa kepada kehancuran. 1

B. Pembahasan
1. Pengertian Pendidik Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang memiliki karakteristik, yakni
pendidikan didirikan dan dikembangkan diatas dasar ajaran Islam, seluruh
pemikiran dan aktifitas pendidikan Islam tidak mungkin lepas dari ketentuan
bahwa semua pengembangan dan aktifitas kependidikan Islam haruslah
merupakan realisasi atau pengembangan dari ajaran Islam. 2
Dalam pendidikan islam, pendidik adalah orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya
mengembangkan potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif
(cipta), maupun psikomotorik (karsa). Dalam paradigma jawa, pendidik
diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti “digugu” dan “ditiru”.
Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu yang
memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas
dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki
kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut
dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didik. Pengertian ini

1
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam; Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia
(Medan: LPPPI, 2016), hal. 5
2
Asrori, Rusman, Filsafat Pendidikan Islam, (CV. Pustaka Learning Center, 2020), hal. 4
diasumsikan bahwa guru tidak sekedar mentransformasi ilmu, tetapi juga
bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya kepada peserta didik.3
Ada beberapa defenisi pendidikan Islam menurut beberapa ahli pendidikan
Islam:
a. Al-Syaibaniy mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses
mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi,
masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan
cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan
profesi diantara sekian banyak profesi dalam masyarakat.
b. M. Fadhil al-Jamaly mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya
mengembangkan mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih
dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang
mulia. Melalui proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi
peserta didik yang sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal,
perasaan maupun perbuatannya.
c. Qardhawi mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pendidikan
manusia seutuhnya yang meliputi akal dan hatinya, rohani dan
jasmaninya, serta akhlak dan tingkah laku.
d. Menurut Syeh Muhammad Naquib al-Attas, pendidikan Islam
diistilahkan dengan ta’dib yang mengandung arti ilmu pengetahuan,
pengajaran dan pengasuhan yang mencakup beberapa aspek yang
saling terkait seperti ilmu, keadilan, kebijakan, amal, kebenaran, nalar,
jiwa, hati, pikiran, derajat dan adab. Secara umum dapat dikatakan
bahwa pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan
Islam. Oleh sebab itu, pendidikan Islam harus bersumber kepada Al-
Qur’an dan hadis Nabi.
e. Hasan Langgulung menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah suatu
proses spiritual, akhlak, intelektual, dan sosial yang berusaha

3
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006), hal. 87
membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai dan prinsip serta
teladan yang ideal dalam kehidupan dunia akhirat.4
Di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan sumber utama
ilmu pendidikan Islam, terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada
pengertian pendidik. Istilah tersebut antara lain:
1. Al-murabbi diartikan sebagai pendidik. Sebagaimana dijelaskan
didalam Qs. Al-Isra’: 24.
2. Al-mu’allim diartikan sebagai pengajar, yakni memberi informasi
tentang kebenaran dan ilmu pengetahuan. Sebagaimana dijelaskan
didalam Qs. Albaqorah: 151.
3. Al-muzakki diartikan sebagai orang yang melakukan pembinaan mental
dan karakter yang mulia, dengan cara membersihkan si anak dari
pengaruh akhlak yang buruk, terampil dalam mengendalikan hawa
nafsu. Sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Al-baqarah: 129.
4. Al-ulama diartikan sebagai seorang peneliti yang menghasilkan
berbagai temuan dalam bidang ilmu agama. Namun demikian,
pengertian yang umum digunakan mengenai al-ulama ini yakni
seseorang yang luas dan mendalami imu agama, memiliki karisma,
akhlak mulia, dan kepribadian yang saleh.
5. Al-faqih diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama
yang mendalam. Istilah ini lazim digunakan untuk orang-orang yang
mendalami ilmu agama di berbagai pondok pesantren. Sebagaimana
dijeaskan di dalam Qs. At-taubah: 122.5
Adanya berbagai istilah sebagaimana tersebut diatas menunjukkan
bahwa seorang pendidik dalam ajaran islam memiliki peran dan fungsi
yang amat luas. Ketika berperan sebagai seorang orang yang
menumbuhkan, membina, mengembangkan potensi anak didik serta
membimbingnya, maka ia disebut Almurabbi. Ketika berperan sebagai

4
Asrori, Rusman, Op.Cit., hal. 5-6
5
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
hal. 160
pemberi wawasan ilmu pengetahuan dan keterampilan, ia disebut sebagai
Al-Muallim. Ketika ia membina mental dan karakter seseorang agar
memiliki akhlak mulia, maka ia disebut Al-Muzakki. Ketika berperan
sebagai peneliti yang berwawasan transendental serta memiliki kedalaman
ilmu agama dan ketakwaan yang kuat kepada Allah, ia disebut Alulama.
Dan ketika berperan sebagai ahli agama, maka ia disebut Al-Faqih.6
2. Syarat-syarat Pendidik Islam
Berikut ini adalah gambaran bagaimana para ahli pendidik musli
memberikan syarat-syarat pendidik yang super ketat, terutama
persyaratan yang berkaitan dengan personal atau kepribadian. Menurut
Imam al-Ghazali (Muhammad Jawad Rida, 1980 dan Fathiyah Hasan
Sulaiman, 1964) seorang pendidik harus memiliki delapan sifat-sifat
khusus atau tugas-tugas tertentu yaitu:7
a. Guru memiliki rasa sayang, karena dengan sifat ini, maka akan timnul
rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri peserta didik terhadap
gurunya. Hal ini sangat membantu peserta didik dalam menguasai ilmu.
b. Guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya dalam mengajar
da mengharap pujian, ucapan terima kasih atau balasan bagi peserta
didiknya, karena mengajar itu wajib bagi setiap orang yang berilmu.
c. Guru bertindak sebagai petugas penyuluh yang jujur dan benar
dihadapan peserta didiknya, ia tidak boleh membiarkan peserta
didiknya mempelajari materi yang lebih tinggi sebelum ia menguasai
pelajaran sebelumnya.
d. Guru tidak menggunakan kekerasan, mencemooh dalam membina
mental dan perilaku peserta didiknya, tetapi dengan cara penuh
simpatik dan kasih saying.

6
Ibid., hal. 164
7
Besse Tantri Eka SB, Muhammad Hasan Baidlawie, (2018), Jurnal Ilmu Pendidikan,
Pendidikan Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Vol. 5, hal. 693
e. Mengingat guru sebagai teladan, maka kebaikan hati dan toleran
haruslah dimilikinya. Seperti menghargai terhadap ilmu lain yang bukan
spesialisasinya, tidak menjelekkan dan merendahkan nilainya.
f. Guru menjaga prinsip penjagaan perbedaan-perbedaan antar individu,
yang menuntut diadakannya perbedaan antara masing-masing peserta
didik berdasarkan kemampuan akal atau kemampuan-kemampuan
lainnya. Guru membatasi dirinya dalam mengajar pada batas
kemampuan pemahaman peserta didik, dan karenanya ia tidak perlu
memberikan sesuatu yang tak terjangkau oleh akalnya, karena dapat
menimbulkan rasa antipasti atau merusak akalnya.
g. Guru mempelajari kejiwaan peserta didik, sehingga ia tahu bagaimana
seharusnya ia memperlakukannya sehingga ia terjauh dari rasa ragu-
ragu dan gelisah. Untuk itu Imam al-Ghazali menganjurkan agar guru
hanya memberi ilmu-ilmu yang jelas dan tidak rumit, sekalipun guru
menguasainya kepada peserta didik yang kurang mampu akalnya.
Karena kalau guru memberikan ilmu yang rumit kepada pembelajar
yang kurang cerdas, akan menurunkan semangatnya dan dapat
membingungkannya, atau timbul prasangka bahwa guru tak mau
memberikan ilmu kepadanya.
h. Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah
menyatunya perbuatan yang bagi peserta didiknya hal itu tidak boleh,
sebab jika tidak demikian, maka guru akan kehilangan wibawa, yang
pada gilirannya akan kehilangan kemampuan dalam mengatur peserta
didiknya.8
Al Hasyimi memaparkan syarat-syarat dasar yang harus dipenuhi
seorang guru yaitu: jasmaniah, aqliyah, fikriyah, khuluqiyah, dan ijtimaiyah.
Dari segi jasmaniah, seorang guru hendaknya tidak memiliki cacat tubuh,
selamat dari aib atau celan, sehat atau bebas dari penyakit jasmani yang
vital, penampilah yang bagus atau bersih, serta ungkapan yang baik dan

8
Ibid., hal. 694
bermakna. Dari segi aqliyah-fikriyah, seorang guru haru memiliki
kecerdasan, ilmu yang luas tentang bidang yang akan diajarkannya, ilmu
yang selain di bidangnya, selalu mengikuti perkembangan dunia
Pendidikan, serta memahami dengan sempurna tujuan pengajaran dan
kurikulum secara mendalam. 9
Dari segi khuluqiyah, harus memiliki keteguhan hati dalam mengatur
kelas dan menghadapi setia peristiwa, sabar dan lemah lembut. Dan dari
segi ijtimaiyah, harus memiliki jiwa yang menyenangkan, cenderung untuk
menumbuhkan hubungan yang penuh rasa persahabatan dan membantu
murid, punya jiwa atau spirit untuk mengarahkan secara tidak langsung,
serta memiliki jiwa yang terbuka dalam menghadapi peristiwa dan
berinteraksi dengan orang lain. 10
Adapun syarat-syarat pendidik menurut tafsir adalah:
a. Syarat agama (harus muslim)
b. Syarat umur (harus dewasa)
c. Syarat Kesehatan (harus sehat rohani dan tidak berpenyakit menular)
d. Syarat kemampuan akademik (harus menguasai ilmu mendidik dan
bidang studi yang dipegangnya)11
Al-Syaibany menandakan bahwa filsafat Pendidikan islam harus
mengandung unsur-unsur dan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Dalam segala prinsip, kepercayaan dan kandungannya sesuai dengan
ruh (spirit) islam
b. Berkaitan dengan realitas masyarakat dan kebudayaan serta system
sosial, ekonomi, dan politik
c. Bersifat terbuka terhadap segala pengalaman yang baik (hikmah)
d. Pembinaannya berdasarkan pengkajian yang mendalam dengan
memperhatikan aspek-aspek yang melingkungi
e. Bersifat universal dengan standar keilmuan

9
Sudarto, Filsafat Pendidikan Islam, (CV. Budi Utama, 2021), hal. 124
10
Ibid., hal. 125
11
Op.Cit., hal. 124
f. Selektif, dipilih yang penting dan sesuai dengan ruh agama islam
g. Bebas dari pertentangan dan persanggahan antara prinsip-prinsip dan
kepercayaan yang menjadi dasarnya
h. Proses percobaan yang sungguh-sungguh terhadap pemikiran
Pendidikan yang sehat, mendalam dan jelas. 12
Pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai
kompetensi professional religius, sosio-religius, dan professional religisu.
Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi Pendidikan adalah
menyangkut kepribadian agamis, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai
lebih yang hendak di transinternalisasikan kepada peserta didiknya.
Misalnya nilai kejujuran, Amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab,
musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban, dan
sebagainya. Nilai-nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga terjadi
transinternalisasikan atau pemindahan penghayatan nilai-nilai antara
pendidik dan peserta didik, baik langsung maupun tidak langsung, atau
setidaknya terjadi transaksi (alih Tindakan) antara keduanya. 13
3. Tugas Dan Tanggung Jawab Pendidik Islam
a. Tugas Pendidik Islam
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membimbing hati
manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal tersebut karena
tujuan pendidikan islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri
kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan diri dalam
peribadatan kepada peserta didik, berarti ia mengalami kegagalan di dalam
tugasnya, sekalipun peserta didik memiliki prestasi akademis yang luar
biasa. Hal tersebut mengandung arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal
shaleh.14

12
Andi Kurniadi dkk, Filsafat Pendidikan, (PT Global Eksklusif Teknologi, 2023), hal 164
13
Sudarto, Filsafat Pendidikan Islam, (CV. Budi Utama, 2021), hal. 125
14
Besse Tantri Eka SB, Muhammad Hasan Baidlawie, (2018), Jurnal Ilmu Pendidikan,
Pendidikan Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Vol. 5, hal. 695
Tugas Pendidikan islam senantiasa bersambung dan tidak terbatas
oleh ruang dan waktu. Hal ini disebabkan oleh karena hakikat Pendidikan
islam merupakan proses tanpa akhir sejalan dengan konsep islam, yaitu
long life education (Q.S Al-Hijr:99). Demikian juga tugas yang diberikan
Pendidikan islam adalah bersifat dinamis dan progresif, serta mengikuti
ketumbuhan anak didik yang luas. Maka dari itu, menurut Ali Maksum,
untuk menelaah tugas Pendidikan islam, dapat dilihat dalam tiga
pendekatan:
1. Pendidikan sebagai pengembangan potensi, manusia mempunyai
sejumlah potensi, sedangkan Pendidikan merupakan proses untuk
menumbuhkan potensi-potensi tersebut
2. Pewarisan budaya, tugas Pendidikan islam selanjutnya adalah
melanjutkan nilai-nilai budaya. Hal ini karena budaya akan mati bila
nilainya dak normanya tidak berfungsi dan belum sempat diwariskan
pada generasi berikutnya
3. Interaksi antara potensi dan budaya. Manusia mempunyai potensi
dasar yang melengkapi manusia untuk tagaknya peradaban dan
kebudayaan Islam.
Menurut Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar, secara umum tugas
pendidikan Islam adalah untuk membimbing dan mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ketahap
kehidupannya, sampai titik kemampuan optimal.
Berdasarkan uraian penjelasan diatas, maka tugas dari pendidikan
Islam adalah mengarahkan segala potensi yang ada pada diri manusia
seoptimal mungkin, sehingga dapat berkembang menjadi manusia muslim
yang baik atau insan Kamil. 15
b. Tanggung Jawab Pendidik Islam
Ada beberapa bentuk tanggung jawab pendidikan Islam:

15
Mizanul Akrom, Pendidikan Islam Kritis, Pluralis dan Kontekstual, (CV. Mudian Group,
2019), hal 30-31
1. Tanggung jawab iman. Iman ialah keyakinan yang ditegaskan dalam
hati, dinyatakan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan.
Keyakinan inilah yang harus ditanamkan pada peserta didik sehingga
mereka memahami tentang rukun iman yakni iman kepada Allah, iman
kepada para malaikat, iman kepada kitab-kitab, iman kepada para
rasul, iman kepada hari kiamat dan iman kepada qada dan qadar Allah.
Allah Swt berfirman pada surat AnNisa’/4: 136 yaitu:
ْ ‫ب ا َّلذ‬
‫ِي اَ ْنزَ َل ِم ْن‬ ُ ‫ع ٰلى َر‬
ِ ‫س ْو ِل ٖه َوا ْل ِك ٰت‬ َ ‫ِي ن ََّز َل‬ْ ‫ب ا َّلذ‬ ِ ‫س ْو ِل ٖه َوا ْل ِك ٰت‬ ِ ‫ٰياَيُّ َها ا َّل ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ٰا ِمنُ ْوا ِب ه‬
ُ ‫اّٰلل َو َر‬
ٰۤ
‫ض ٰل اًل ۢ َب ِع ْيداا‬
َ ‫ض َّل‬ َ ‫اْل ِخ ِر فَقَ ْد‬ ُ ‫اّٰلل َو َم ٰل ِٕى َك ِت ٖه َو ُكت ُ ِب ٖه َو ُر‬
ٰ ْ ‫س ِل ٖه َوا ْل َي ْو ِم‬ ِ ‫قَ ْب ُل َۗو َم ْن يَّ ْكفُ ْر ِب ه‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada
Allah dan rasul-Nya (Muhammad) dan kepada kitab (Al-Qur’an) yang
diturunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang diturunkan sebelumnya.
Barang siapa yang ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitabkitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian maka sungguh
orang itu telah tersesat sangat jauh. 16
2. Tanggung jawab pendidikan akhlak. Akhlak seperti yang dijelaskan oleh
Ibn Miskawaih ialah keadaan jiwa manusia yang bersifat tinggi dan
rendah. Ahmad Amin menyebut kelakuan manusia. Pada sisi lain,
akhlak itu adalah perbuatan baik dan buruk manusia yang alat ukurnya
adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Akhlak berbeda dengan etika dan moral,
bedanya dari segi alat ukurnya ialah akal manusia. Tanggung jawab
pendidikan akhlak ialah mengarahkan dan membimbing peserta didik
agar memiliki akhlak terpuji dan terhindar dari akhlak tercela sehingga
dalam kehidupan bagus akhlaknya kepada Allah Swt, pada sesama
manusia dan alam semesta. Dalam perspektif ajaran Islam, akhlak
adalah baromoter kehidupan manusia. Baik dan buruknya seseorang
selalu diukur dari segi akhlaknya. Contoh yang dijadikan rujukan akhlak
mulia adalah kehidupan Nabi Muhammad Saw. Ketika ditanya oleh para

16
Afrahul Fadhila Daulai, (2017), Jurnal Pendidikan Dan Konseling, Tanggung Jwab
Pendidikan Islam, Vol. 7, hal. 95
sahabat, Aisyah, istri Rasul Saw, apa akhlak rasul? Akhlak rasul itu
adalah Al-Qur’an. Bahkan salah tugas Nabi Muhammad Saw diutus ke
muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia, yang
dulunya dipandang rusak, buruk, dan harus diperbaiki menjadi akhlak
terpuji. Misi rasul inilah yang kini diteruskan oleh para ulama,
da’i/daiyah, muballigh dan para pendidik Islam agar peserta didik dan
umat secara konsekwen dan komprehensif menganut akhlak mulia. 17
3. Tanggung jawab pendidikan jasmani. Jasmani maksudnya fisik yang
sering juga disebut inderawi yang terdiri atas seluruh anggota tubuh.
Tangung jawab jasmani adalah mengantarkan tubuh menjadi sehat
dengan terpenuhinya asupan gizi yang cukup. Bahasa ilmu kesehatan
makanan empat sehat lima sempurna. Untuk memperoleh makanan
sehat, merupakan tanggung jawab kedua orang tua untuk memenuhi
kebutuhan keluarga dan anak. Namun, belakangan ini juga merupakan
tanggung jawab pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi
yang merata bagi rakyat sehingga sehat fisik dan melahirkan generasi
muda yang cerdas, kreatif, inovatif, profesional dan berakhlak mulia.
4. Tanggung jawab pendidikan akal. Makna akal ialah daya kemampuan
berpikir yang ada pada diri manusia. Akal itu bukanlah otak tetapi hati
manusia. Akal adalah potensi yang sangat luar biasa yang merupakan
anugerah terbesar Allah kepada manusia. Akallah yang dapat berpikir
tentang trilogi metafisik; Allah, alam dan manusia. Akal terbagi empat.
Akal materil, Akal bakat, Akal aktuil dan akal mustafad. Akal materil
maksudnya adalah akal yang dapat menjelaskan secara deskriptif (apa
adanya). Akal bakat adalah akal yang sudah mulai menangkap dan
menterjemahkan. Akal aktuil akal yang dapat menjelaskan dan
menterjemahkan. Sedang akal mustafad ialah akal yang tidak hanya
mampu menjelaskan, memahami tetapi sudah dapat menafsirkan
secara sempurna. Karena itu, dalam pandangan para filosof tanpa

17
Ibid., hal. 96
bantuan wahyu akal mustafad dapat menjelaskan kebenaran yang
hakiki. Berbeda dengan pandangan para ahli ilmu kalam bahwa akal
manusia tidaklah dapat menjelaskan kebenaran secara mutlak tanpa
bantun wahyu, di sinilah pentingnya Allah mengutus para nabi untuk
menjelaskan kebenaran-kebenaran mutlak.
5. Tanggung jawab pendidikan rohani. Istilah rohani adalah istilah dalam
Bahasa Indonesia. Istilah yang digunakan oleh Al-Qur’an adalah an-
Nafs (jiwa). Jiwa terbagi tiga. Jiwa al-Lawwamah. Jiwa al-Mutmainnah
dan Jiwa alAmarah. Jiwa al-Lawwamah ialah jiwa yang selalu
menyesali dirinya. Contoh, ketika manusia meninggalkan ibadah salat
dan lupa ada penyesalan dalam dirinya. Jiwa al-Mutmainnah ialah jiwa
yang tenang yang akan kembali kepada Tuhan dan jiwa amarah ialah
jiwa yang cenderung pada keburukan. Apa tanggung jawab pendidikan
rohani? Pertama, mengantarkan manusia supaya bersyahadah yaitu
menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
Saw adalah utusan Allah. Kedua, membimbing dan mengisi rohani
dengan pendidikan agama, tausiyah dan zikir (tasbih) sehingga jiwanya
menjadi tenang.
6. Tanggung jawab pendidikan sosial. Sosial di sini dipahami adalah
masyarakat yang terdiri atas gabungan beberapa individu, keluarga dan
kelompok. Tanggung jawabnya adalah pembentukan keperibadian
yang utuh, sehat jasmani dan rohani. Tanggung jawab lain dari
pendidikan sosial ialah mengajak manusia kepada trilogi menyeru yaitu
menyeru kepada jalan kebaikan, menyeru kepada makruf dan nahi
mungkar. Landasannya Q.S. Ali Imran/3: 104, sebagai berikut:
Artinya: Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat makruf dan mencegah
dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.18

18
Ibid., hal. 101
C. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai
berikut:
Pendidikan pada dasarnya adalah media dalam mendidik dan
mengembangkan peotensi-potensi kemanusiaan yang primordial.
Pendidikan sejatinya adalah gerbang untuk mengantar umat manusia
menuju peradaban yang lebih tinggi dan humanis dengan berlandaskan
pada keselarasan hubungan manusia, lingkungan, dan sang pencipta.
Pendidikan adalah sebuah ranah yang didalamnya melibatkan dialektika
interpersonal dalam mengisi ruang-ruang kehidupan; sebuah ranah yang
menjadi pelita bagi perjalanan umat manusia, masa lalu, masa kini, dan
masa akan datang. Tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya
pribadi muslim.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang memiliki karakteristik, yakni
pendidikan didirikan dan dikembangkan diatas dasar ajaran Islam, seluruh
pemikiran dan aktifitas pendidikan Islam tidak mungkin lepas dari ketentuan
bahwa semua pengembangan dan aktifitas kependidikan Islam haruslah
merupakan realisasi atau pengembangan dari ajaran Islam.
Al Hasyimi memaparkan syarat-syarat dasar yang harus dipenuhi
seorang guru yaitu: jasmaniah, aqliyah, fikriyah, khuluqiyah, dan ijtimaiyah.
Dari segi jasmaniah, seorang guru hendaknya tidak memiliki cacat tubuh,
selamat dari aib atau celan, sehat atau bebas dari penyakit jasmani yang
vital, penampilah yang bagus atau bersih, serta ungkapan yang baik dan
bermakna. Dari segi aqliyah-fikriyah, seorang guru haru memiliki
kecerdasan, ilmu yang luas tentang bidang yang akan diajarkannya, ilmu
yang selain di bidangnya, selalu mengikuti perkembangan dunia
Pendidikan, serta memahami dengan sempurna tujuan pengajaran dan
kurikulum secara mendalam.
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membimbing hati
manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal tersebut karena
tujuan pendidikan islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri
kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan diri dalam
peribadatan kepada peserta didik, berarti ia mengalami kegagalan di dalam
tugasnya, sekalipun peserta didik memiliki prestasi akademis yang luar
biasa. Hal tersebut mengandung arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal
shaleh.

D. Daftar Pustaka
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam; Menuntun Arah Pendidikan Islam
Indonesia Medan: LPPPI, 2016

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006

Asrori, Rusman, Filsafat Pendidikan Islam, CV. Pustaka Learning Center,


2020

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media


Group, 2010

Besse Tantri Eka SB, Muhammad Hasan Baidlawie, (2018), Pendidikan


Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 5

Sudarto, Filsafat Pendidikan Islam, CV. Budi Utama, 2021

Andi Kurniadi dkk, Filsafat Pendidikan, PT Global Eksklusif Teknologi, 2023

Sudarto, Filsafat Pendidikan Islam, CV. Budi Utama, 2021

Mizanul Akrom, Pendidikan Islam Kritis, Pluralis dan Kontekstual, CV.


Mudian Group, 2019

Afrahul Fadhila Daulai, (2017), Tanggung Jwab Pendidikan Islam, Jurnal


Pendidikan Dan Konseling, Vol. 7

Anda mungkin juga menyukai