Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan islam sebagai pendidikan yang di dasari pengembangan


akal dan wahyu, adalah kombinasi pendidikan yang istimewa. Dalam
filsafat, Selain hal-hal yang termasuk dalam ontologi dan epistimologi,
terdapat pembahasan yang lebih tinggi yaitu aksiologi. Aksiologi adalah
cabang filsafat yang membahas tentang tujuan dari hakikat. Jika
dihubungkan dengan pendidikan islam, maka dibahas tentang tujuan dari
hakikat pendidikan islam. diantar hal-hal yang di bahas dalam aksiologi
adalah etika, khususnya etika keilmuan.Etika membahas tentang nilai suatu
tentang benar dan salah nya, baik tidak nya.Berdasarkan teori aksiologi
etika keilmuan dalam pendidikan islam mempunyai pembahasan khusus
dengan tiga teori. Diantranya pragmatisme, positivisme, renaissance dan
humanism

2. Rumusan Masalahah

a. Bagaimana Hakikat Pendidikan?

b. Bagaimana Hakikat Pendidik?

c. Bagaiman Hakikat Anak Didik?

d. Bagaimana Etika Pragmatis dalam Pendidikan Islam?

e. Bagaimana Positivisme dalam Etika Keilmuan?

f. Bagaimana Etika Keilmuan pada zaman Reinasance Dan Humanisme?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Pendidikan

Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar


yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan
adalah actual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi actual
dariindividu yang belajar dan lingkungan belajarnya. Pendidikan adalah
formatif,artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik atau norma-
norma yang baik.Dalam bahasa Inggris, kata pendidikan disebut dengan
Education dimana secara etimologis kata tersebut berasal dari bahasa Latin,
yaitu Eductum. Kata Eductum terdiri dari dua kata, yaitu E yang berarti
perkembangan dari dalam keluar, dan Duco yang artinya sedang berkembang
sehingga secara etimologis arti pendidikan adalah proses mengembangkan
kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.Jadi, secara singkat pengertian
pendidikan adalah suatu proses pembelajaran kepada peserta didik agar memiliki
pemahaman terhadap sesuatu dan membuatnya menjadi seorang manusia yang
kritis dalam berpikir.

B. Hakikat Pendidik

Pendidik ditinjau dari segi bahasa (etimologi), sebagai mana yang di


jelaskan oleh WJS. Poerwadarminta adalah orang yang mendidik. Di dalam
bahasa Inggris dikenal dengan Teacher yang di artikan guru atau pengajar, atau
tutor yang berarti guru pribadi (private). Dalam bahasa Arab disebut
Ustadz/zah,Mudarris, Mu`allim, Mu`addib, selanjutnya dalam bahasa Arab kata
Ustadz adalah jamak dari asatidz yang berarti guru (teacher), profesor
(gelarakademik), jenjang dalam bidang intelektual, pelatih, penulis, dan
penyair.adapun kata Mudarris berarti Teacher (guru), instruktor (pelatih), trainer
(pemandu). sedangkan kata Muaddib berarti educator/pendidik atau TeacherIn
Coranic School (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur`an).Pendidik dalam
perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik ,

baik petensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-


nilai ajaran Islam.Secara terminologi, pengertian yang lebih implisit kata
pendidik dapat diartikan dengan guru, sebagaimana yang disampaikan oleh
Hadari Nawawiyang dikutip oleh Moh. Uzer, pendidik adalah orang yang
kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Bahwa

2
guru yang berarti orang yang bekerja sebagai tenaga pengajar yang ikut juga
bertanggung jawab dalam membantu peserta didik untuk mencapai proses
kedewasaan. Tetapi dalam hal ini banyak disalah artikan banyak orang, bahwa
hanya gurulah yang bertanggung jawab dalam proses pendidikan. Tetapi yang
sesungguh nya adalah baik masyarakat lebih-lebih orang tua peserta didik
bersama-sama membangun proses pendidikan, agar menjadi masyarakat yang
dewasa pula.Dari berbagai definisi di atas baik pengertian secara etimologi
maupun terminologi, dapat ditarik hal yang paling inti kaitannya dengan seorang
pendidik dalam hal ini yang banyak diartikan adalah guru, karena salah satu
faktor yang perlu diperhatikan dalam pendidikan adalah pendidik (guru).Karena
guru yang dapat diartikan sebagai pelaku utama pendidikan (pendidik
profesional) sehingga banyak syarat-syarat untuk menjadi seorang
pendidik.Bahwa seorang pendidik (guru) merupakan pemeran penting dalam
proses belajar mengajar.

C. Hakikat Anak Didik

Anak didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan
bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal
kemampuan fitrahnya.

Dalam perspektif pendidikan Islam, hakikat anak didik terdiri dari :

1. Orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya, maka semua keturunan nya
menjadi anak didiknya di dalam keluarga.

2. Anak didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik
dilembaga pendidikan formal maupun nonformal, seperti di sekolah, pondok
pesantren, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat pengajian anak-
anak (TPA), majelis taklim, dan semua orang yang menimba ilmu yang dapat
di pandang sebagai anak didik.

3. Anak didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga


pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat,
pembelajaran, dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses pendidikan.

Beberapa pandangan tentang hakikat anak didik sebagai manusia, yaitu :

1. Pandangan Psikoanalitik : Beranggapan bahwa manusia pada hakikat nya


digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instingtif.

3
2. Pandangan Humanistik : Beranggapan bahwa manusia memiliki dorongan
untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang positif.

3. Pandangan Martin Buber : Beranggapan bahwa hakikat manusia adalah tidak


dapat dikatakan ini atau itu. Manusia merupakan suatu keberadaan yang
berpotensi, namun dihadapkan pada kesemestaan alam, sehingga manusia itu
terbatas.

4. Pandang Behavioristik : Menganggap bahwa manusia sepenuhnya adalah


makhluk reaktif yang tingkah lakunya terkontrol oleh faktor-faktor yang
datang dari luar.

Anak didik hendaknya memiliki akhlak mulia dan senantiasa


mengembangkan potensi yang dimiliki nya dengan seperangkat ilmu
pengetahuan. Anak didik yang berupaya mencari ilmu pengetahuan dan
membentuk sikap dengan akhlak mulia, menurut Hamka dituntut bersikap
baik pada setiap guru.

Sikap-sikap tersebut di antaranya ialah

1. Jangan cepat putus asa dalam menuntut ilmu.

2. Jangan lalai dalam menuntut ilmu dan jangan cepat merasa puas terhadap
ilmu yang sudah diperoleh.

3. Jangan merasa terhalang karena faktor usia

4. Hendaklah di perbagus tulisannya supaya orang bisa menikmati hasil


karya nya dan membiasakan diri membuat catatan kecil terhadap
berbagai ide yang sedang dipikirkan.

5. Sabar, perteguh hati dan jangan cepat bosan dalam menuntut ilmu

6. Pererat hubungan baik dengan guru dan senantiasa hadir dalam majelis
ilmiahnya, hormati pendidik sebagai orang yang telah berjasa dalam
membimbing ke arah kedewasaan, baik ketika proses belajar, maupun
setelah menamatkan pelajaran padanya.

7. Ikuti instruksi guru dalam setiap proses belajar mengajar dengan


khusyu’dan tekun

8. Berbuat baik serta amalkan ilmu yang diberikan pendidik.

4
9. Jangan menjawab sesuatu yang tidak berfaedah. Biasakan berkata
sesuatu yang bermanfaat, karena itu sebagai ciri orang yang berilmu dan
berpikiran luas.

10. Ciptakan suasana pendidikan yang merespon dinamika fitrah yang


dimilki seperti suasana gembira.

Dimensi-Dimensi Anak Didik yang Akan Dikembangkan, yaitu :

1. Dimensi FisikTujuan dari pendidikan ini sendiri adalah membina tubuh


sehingga mencapai pertumbuhan secara sempurna & mengembangkan
energi potensial yang dimiliki manusia berlandaskan hukum fisik, sesuai
dengan perkembanganfisik manusia.

2. Dimensi Rohani Secara rohani, mausia mempunyai potensi kerohanian


yang tak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam
bentuk memahami sesuatu (ulil al-ba), meliputi kemampuan berpikir,
mempergunakan akal, beriman, bertaqwa, mengingat atau mengambil
pelajaran, dan mentaati kebenaran firman Allah SWT.

3. Dimensi Akal Pada dimensi ini, akal memerlukan bantuan al-qalb.


Melalui potensi al-qalb manusia dapat merasakan eksistensi arti
immaterial (nonbenda) dan kemudian menganalisanya lebih lanjut.

4. Dimensi Keberagamaan Manusia adalah makhluk yang berketuhanan


(homodivinous/ homoreligius).Dalam pandangan Islam sejak lahir
manusia telah mempunyai jiwa agama,yaitu jiwa yang mengakui adanya
Yang Maha Pencipta dan Maha Mutlak yaitu Allah SWT.

5. Dimensi Akhlak Pendidikan agama berkaitan erat dengan pendidikan


akhlak. Pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang
tidak dipisahkan dari pendidikan agama. Nilai-nilai akhlak dan
keutamaan akhlak dalam masyarakat merupakan aturan yang diajarkan
oleh agama. Para filsuf pendidikan Islam sepakat bahwa pendidikan
akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab, tujuan tertinggi pendidikan
Islam adalah pembinaan akhlak al-karimah.

6. Dimensi Seni Seni adalah ekspresi roh dan berdaya manusia yang
mengandung dan mengungkapkan keindahan. Seni merupakan bagian
dari hidup manusia.Dimensi seni pada diri manusia tidak boleh
diabaikan. Dimensi ini perlu ditumbuhkan karena dapat menggerakkan
beban kehidupan yang kadang menjemukan, dan merasakan keberadaan
nilai-nilai, serta lebih mempumenikmati keindahan hidup. Keberadaan

5
seni dalam Islam telah diperlihatkan langsung oleh Allah lewat tuntunan-
Nya yaitu Al Quran. Hal ini disebabkan Al Quran adalah ekspresi
kebijaksanaan dan pengetahuan Allah, tuntunan dan petunjuk-Nya,
kehendak dan perintah-Nya. Nilai keindahan sangat erat kaitannya
dengan keimanan. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka
semakin ia mampu menyaksikan dan merasakan keindahan yang
diciptakan Allah atas alam semesta

B.TUJUAN PENDIDIKAN

Dimensi Sosial Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan terhadap


tingkah laku sosial, ekonomi, dan politik dalam rangka aqidah Islam.
Ajaran dan hukum agama yang dapat meningkatkan iman, taqwa, takut
kepada Allah dan mengerjakan ajaraTujuan dan Fungsi Pendidikan
Pendidikan diupayakan dengan berawal dari manusia apa adanya
(aktualisasi) dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang apa
adanya (potensialitas), dan diarahkan menuju terwujudnya manusia yang
seharusnya atau manusia yang dicita-citakan (idealitas). Tujuan pendidikan
itu tiada lain adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kapada Tuhan
YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berperasaan, berkemauan, dan
mampu berkarya; mampu memenuhi berbagai kebutuhan secara wajar,
mampu mngendalikan hawa nafsunya; berkepribadian, bermasyarakat dan
berbudaya. Implikasinya, pendidikan harus berfungsi untuk mewujudkan
(mengembangkan) berbagai potensi yang ada pada manusia dalam konteks
dimensi keberagaman, moralitas, moralitas, individualitas/personalitas,
sosialitas dan keberbudayaan secara menyeluruh dan terintegrasi. Dengan
kata lain, pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia. Tujuan
Pendidikan Nasional, sesuai dengan Tap MPRS No. XXVI/MPRS/1966
tentang Agama, pendidikan dan kebudayaan, maka dirumuskan bahwa
tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia Pancasila sejati
berdasarkan pembukaan UUD 1945. Selanjutnya dalam UU No. 2 tahun
1989 ditegaskan lagi bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Fungsi
pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari
kebodohan dan ketertinggalan. Sedangkan menurut UUSPN No.20 tahun
2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
6
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. n agama

Tujuan pendidikan menurut undang-undang dapat diartikan lebih luas menjadi sebuah
tatanan perilaku individu dalam peranya sebagai warga Negara. membentuk anak menjadi
warga negara yang baik. Karena pendidikan merupakan bimbingan terhadap
perkembangan manusia menuju ke arah cita-cita tertentu, maka masalah pokok bagi
pendidikan ialah memiliki sebuah tindakan agar dapat mencapai sebuah tujuan. Undang-
undang No. 20 Tahun 2003 seharusnya menjadi suatu landasan bagi proses pendidikan
yang berlangsung di Indonesia semenjak diberlakukan. Namun demikian, hal ini berbeda
dengan apa yang dipraktikkan oleh para pendidik di sekolah saat ini. Satu pertanyaan
untuk menguji apakah pendidikan di Indonesia secara hakiki dilandaskan pada UU No.
20 tahun 2003 adalah “apakah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru saat ini
ditujukan untuk menjadikan potensi peserta didik berkembang sebagaimana mestinya
atau hanya sekedar ditujukan untuk menyampaikan materi yang dipersepsi oleh guru-
guru yang hanya mengasah kemampuan otak?” Maka dari itu, untuk merubah dan
mewujudkan perubahan sistem pendidikan dibutuhkan beberapa upaya yang harus
dilakukan salah satunya melalui penulisan artikel ini diharapkan dapat mengubah
paradigma khalayak tentang pendidikan dan peran pekerja sosial yang penting di
dalamnya. PENDIDIKAN KARAKTER Analisis tentang hal ini merupakan faktor
pertama yang harus dikaji untuk mengidentifikasi kesesuaian antara kenyataan dengan
peraturan yang ada. Tentu saja UUSPN No. 20/2003 ini memiliki kesesuaian dengan
kajian teori pendidikan yang ada, dimana pendidikan ditujukan untuk perubahan perilaku
peserta didik.Pembelajaran yang dilaksanakan hanya sekedar menyampaikan materi saja
dapat dikatakan sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan proses pendidikan yang
diberikan guru tersebut dapat dilihat sebagai “mal praktik pendidikan.” Dikatakan “mal
praktik” karena pendidikan seharusnya mengembangan potensi peserta didik, bukan
membebani atau bahkan menyesatkan peserta didik, baik dari sisi pola pikir, kepribadian,
pengetahuan, dan keterampilan. Dampak-dampak dari model praktik pendidikan seperti
inilah yang saat ini nampak dalam bentuk perilaku korupsi, pembobolan rekening bank,
mafia hukum, mafia pajak, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, seks bebas,
peredaran narkoba, aborsi, pembalakan hutan, perdagangan manusia, dan berbagai
fenomena lainnya. Walaupun demikian, pendidikan bukan merupakan satu-satunya faktor
yang mempengaruhi, tetapi pendidikan seharusnya mampu membentengi perilaku jahat,
tidak bermoral, dan merugikan masyarakat. Proses pendidikan yang benar akan
membenteng

perilaku seseorang dari berperilaku tidak sesuai, baik tidak sesuai dengan norma,
peraturan, kesepakatan, maupun agama. Seseorang akan “merasa hidup” ketika ia hidup
dalam kondisi paspasan tetapi jujur, daripada hidup mewah tapi hasil dari korupsi, jika
proses pendidikan memberikan penguatan tentang nilai kejujuran, keikhlasan dan
kesederhanaan. Namun jika ketiga nilai tersebut tidak diperkuat dalam proses belajar
anak selama ia mengikuti proses pendidikan (SD, SMP, SMA, dan PT) maka ia akan
dengan mudah melakukan korupsi ketika ia memiliki peluang. Contoh lain, maraknya
7
kenakalan dikalangan remaja; pergaulan bebas, tawuran, dan berbagai perilaku
menyimpang lainnya merupakan bukti bahwa moral remaja mengalami degradasi yang
drastis. Para pejabat sudah tidak mempunyai rasa malu meminta dan mengambil sesuatu
yang bukan haknya. Para wanita lebih senang pamer aurat dimuka umum dan bergaul
tanpa batas. Dengan alasan seni para artis dan media telah meracuni masyarakat dengan
tontonan yang merusak akhlak. Persoalan ironis yang sekarang kita bisa amati disekitar
kita adalah banyak orang-orang yang korupsi saat ini merupakan orang yang
berpendidikan, dalam artian mereka telah menamatkan pendidikan di SD, SMP, SMA,
bahkan sampai pada perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ada yang kurang tepat
dengan proses pendidikan kita saat ini. Khususnya dilihat dari “apakah pendidikan kita
berorientasi pada penguatan potensi (karakter bangsa Indonesia) atau berorientasi pada
penguasaan materi yang ada di mata pelajaran saja?,” sehingga perilaku masyarakat ini
rentan dengan tindak kejahatan dan perilaku-perilaku menyimpang. Pendidikan karakter
yang saat ini menjadi ramai diusung diberbagai sekolah dipandang sebagai salah satu
program prioritas pemerintah saat ini tetapi juga merupakan desakan masyarakat yang
sudah tidak puas dikarenakan hasil pendidikan berupa perilaku masyarakat saat ini
banyak yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat itu sendiri.

8
BAB III

KESIMPULAN

Pendidikan adalah suatu proses pembelajaran kepada peserta didik


agar memiliki pemahaman terhadap sesuatu dan membuatnya menjadi
seorang manusia yang kritis dalam berpikir.Pendidik dalam perspektif
pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan seluruh potensi peserta didik , baik petensi afektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilaiajaran Islam

Anak didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan


pendidik dilembaga pendidikan formal maupun nonformal, seperti di
sekolah, pondok pesantren, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat
pengajian anak-anak (TPA), majelis taklim, dan semua orang yang
menimba ilmu yang dapat dipandang sebagai anak didik. Sebagai anak didik
harusnya memiliki akhlak mulia dan senantiasa mengembangkan potensi
yang dimilikinya dengan seperangkat ilmu pengetahuan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Alavi Zianuddin, Pemikiran Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan


Pertengahan, Bandung,Angkasa, 2003

Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2009

Ramayulis H. Dan Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam


Mulia

1
0

Anda mungkin juga menyukai