Anda di halaman 1dari 11

Nama : Khairul Anwar

Nim :0309183150
Jurusan :PIps³ Semester V
Mata kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengasuh : Dr. Salminawati, S.S., MA

BUTIR SOAL:

1. Jelaskan pengertian, tujuan dan ruang lingkup mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam!

2. Jelaskan tentang KONSEP ILMU perspektif Filsafat Pendidikan Islam!

3. Jelaskan tentang konsep pendidik dan peserta didik perspektif Filsafat Pendidikan
Islam!

4. Jelaskan tentang konsep dasar pendidikan Islam!

JAWABAN
1. Jelaskan pengertian, tujuan dan ruang lingkup mata kuliah Filsafat

Pendidikan Islam!

Jawab :
Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata
Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta
terhadap ilmu atau hikmah. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan
bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani,
Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan,
hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta
kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab
disebut failasuf. filsafat pendidikan islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis
mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada
al-quran dan al-hadist sebagai sumber primer atau utama. Dengan demikian, filsafat
pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi
ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana
dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Tujuan Filsafat Pendidikan Islam
Tujuan Filsafat Pendidikan Islam yaitu untuk mendekatkan hamba kepada
penciptanya, agar bisa lebih bertanggung jawab terhadap kewajibannya. Dengan
cara mampu berkomunikasi berdasar ajaran agama dengan informatif, baik, logis,
dan benar.
Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Ruang lingkup filsafat pendidikan Islam sama seperti ruang lingkup pada filsafat
secara umum yang meliputi yaitu kosmologi, ontologi, epistimologi dan aksiologi.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
 Epistimologi merupakan pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber
pengetahuan manusia didapat, apakah diperoleh melalui akal pikiran,
apakah melalui pengalaman indrawi, apakah melalui perasaan/ilustrasi,
apakah melalui Tuhan.
 Aksiologi merupakan pemikiran tentang masalah nilai-nilai, misalnya nilai
moral, etika, estetika nilai religius dan sebagainya. Menurut George Thomas,
aksiologi mengandung pengertian lebih luas daripada etika atau nilai
kehidupan yang bertaraf lebih tinggi.
 Kosmologi merupakan pemikiran yang berhubungan dengan alam semesta,
ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan, proses
kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan lain-lain.
 Ontologi merupakan pemikiran tentang asal alam semesta, bagaimana
proses penciptaan alam semesta dan kemana akhirnya. Pemikiran ontologi
pada akhirnya akan menentukan bahwa ada sesuatu yang menciptakan
alam semesta ini, apakah pencipta itu bersifat kebendaan (materi) atau
bersifat kerohanian (immateri), apakah ia banyak/berbilang atau
tunggal/esa.
2. Jelaskan tentang KONSEP ILMU perspektif Filsafat Pendidikan Islam!

Jawab :
Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari
kebenaran dengan menggunakan akal (secara logis),dan memperoleh kebenaran.
Dan ilmu merupakan bagian dari pengetahuan, demikian juga seni dan agama.
Dilihat dari pengertian filsafat, filsafat bisa dikelompokkan kedalam bagian
pengetahuan tersebut, karena memang pada awalnya filsafat identic dengan
pengetahuan. Tetapi lama-kelamaan ilmu menemukan kekhasannya sendiri dan
kemudian memisah dengan filsafat. Pada masa renaissance dan aufklarung ilmu
telah memperoleh kemandirinnya. Dan pada saat itu manusia merasa bebas dan
tidak terikat dengan agama, tradisi, maupun system sosial. Dalam objek kajian
filsafat ada beberapa pembahasan yaitu, ontology, epistemology, dan aksiology.
Epistemlogi, menjelaskan pertanyaan bagaimana. Pembahasan dalam
epistemology ialah asal muasal, metode dan sahnyailmu pengetahuan. Secara garis
besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemology, yaitu rasionalisme dan
empirisme, dan kemudian bermunculan isme-isme lainnya seperti, kritisisme,
fenomenalisme, intuisionisme, positivism, dst. Aksiologi, menjelaskan tentang
pertanyaan untuk apa. Iamerupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai
pada umumnyadan ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Pertanyaan mengenai
aksiologi menurut Kattsoff dapat dijawab melalui 3 cara: pertama, nilai sepenuhnya
berhakikat subjektif. Kedua, nilai-nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari
segi ontologis namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Ketiga, nilai-nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang demikian ini
disebut objektivisme metafisik.
Ontology menjelaskan tentang pertanyaan apa. Ia merupakan asas dalam
menetapkan btas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelahaan serta
penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika) (jujun, 1986, :2). Jika muncul tentang
"apakah yang ada itu?" (what is being?), bagaimanakah yang ada itu (how is being?),
dan dimanakah yang ada itu? (where is being?) maka itu adalah pertanyaan-
pertanyaan ontologis dalam aliran-aliran filsafat.
3. Jelaskan tentang konsep pendidik dan peserta didik perspektif Filsafat

Pendidikan Islam!

Jawab :
Hakikat Pendidik
1. Makna dan Kedudukan Pendidik
Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik. Secara
umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab untuk mendidik.
Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-
orang yang bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
2. Tugas Pendidik dalam Islam
Mengenai tugas pendidik, ahli pendidikan Islam dan ahli pendidikan Barat telah
sepakat bahwa tugas pendidik adalah mendidik. Mendidik dapat dilakukan dengan
mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, memberi
contoh, membiasakan, dan lain-lain. Dalam pendidikan di sekolah, tugas pendidik
adalah mendidik dengan cara mengajar. Tugas pendidik dalam rumah tangga berupa
membiasakan, memberi contoh yang baik, memberi pujian, dorongan, dan lain-lain
yang diperkirakan menghasilkan pengaruh positif begi pendewasaan anak.
3. Syarat dan Karakteristik Pendidik
Tugas sebagai pendidik adalah merupakan suatu tugas yang luhur dan berat.
Dipundak para pendidik terletak nasib suatu bangsa. Maju atau mundurnya suatu
negara dimasa mendatang banyak bergantung pada keberhasilan atau tidaknya
barisan barisan para pendidik dan mengemban misinya. Syarat- syarat pendidik
diantaranya sebagai berikut:
 Takwa kepada Allah. Seorang Pendidik tidak mungkin mendidik anak agar
bertaqwa kepada Allah jika ia sendiri tidak bertaqwa kepada-Nya.
 Berilmu. Pendidik harus mempunyai ilmu pengetahuan dan keahlian
mengajar.
 Sehat jasmani dan rohani. Jasmani yang tidak sehat akan menghambat
pelaksanaan pendidikan. Bahkan dapat membahayakan anak didik bila
mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila juga berbahaya
bila ia mendidik.
 Berkelakuan baik.Budi pekerti Guru angat pening dalam mendidik watak
murid. Guru harus menjadi suri tauladan karena peserta didik bersifat suka
meniru.
hakikat peserta didik serta implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:
 Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki
dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan
terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan engan
pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek metode mengajar, materi
yang diajarkan,sumber bahan yang digunakan, dan lain sebagainya.
 Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi
perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk
diketahui agar aktivitas pendidikan Islam diesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya dilalui oleh peserta
didik. Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik
ditentukan oleh faktor usiadan periode perkembangan atau pertmbuhan
potensi yang dimilikinya.
 Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang
menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harusdipenuhi.
Diantara kebutuhan berikut adalah kebutuhan biologis, kasih sayang,
rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan sebagainya. Kesemua itu penting
dipahami oleh pendidik agar tugasnya dapat dilakukan dengan baik.
 Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual,
baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di
mana ia berada. Hal ini perlu dipahami karena menyangkut bagaimana
pendekatan yang perlu dilakukan pendidik dalam menghadapi ragam
sikap dan perbedaan tersebut dalam suasana yang dinamis, tanpa harus
mengorbankan kepentingan salah satu pihak atau kelompok.
 Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani
dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya pisik yang menghendaki latihan
dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara
unsur rohaniah memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk
mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan
untuk mengasah daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional.
Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui
pendidikan akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu
prosees pendidikan Islam hendaknya dilakukan dengan memandang
peserta didik secara utuh. Singkatnya, pendidikan Islam tidak hanya
tidak hanya mengutamakan pendidikan salah satu aspek saja, melainkan
kedua aspek secara integral dan harmonis.
 Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Disini tugas pendidik
adalah membantu mengembangkan dan mengarahkan perkembangan
tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa
melepas tugas kemanusiaannya.
2. Tugas Peserta Didik
Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka
setiap peserta didik hendaknya senantiasa menyadari tugas dan kewajibannya. Menurut
Asma Hasan Fahmi, di antara tugas dan kewajiban yang perlu dipenuhi peserta didik adalah:
 Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum ia menuntut ilmu.
 Hendaklah tujuan belajar ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutamaan.
 Memiliki kemampuan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu i berbagai
tempat.
 Wajib menghormati pendidiknya.
 Belajar dengan sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar
Sifat-sifat Ideal Peserta Didik :

Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam
proses belajar mengajar, baik langsung maupun tidak langsung. Al-Ghazali merumuskan
sebelas pokok sifat-sifat yang patut dimiliki peserta didik, yaitu sebagai berikut:

 Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT.
 Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibanding masalah ukhrowi.
 Bersifat rendah hati dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidiknya.
 Menjaga pikiran dari pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
 Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji.
 Belajar dengan bertahap dengan mulai pelajaran yang mudah
 Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya.
 Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
 Memprioritakan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
 Mengenal nilai-nilai pragmatif bagi suatu ilmu pengetahuan.
 Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik.
Hubungan Pendidik dan Peserta Didik :
 Pelindung
 Menjadi teladan
 Pusat mengarahkan pikiran dan perbuatan
 Pencipta perasaan bersatu

4. Jelaskan tentang konsep dasar pendidikan Islam!

Jawab :
Adapun konsep dasar pendidikan islam mencakup pengertian istilah tarbiyah,
ta’lim dan ta’bid. Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa menurut kamus
Bahasa Arab, lafaz At-Tarbiyah berasal dari tiga kata, pertama, raba-yarbu yang
berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat
Ar-Rum ayat 39. Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-
yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan
memelihara.

Kata Tarbiyah merupakan masdar dari rabba-yurabbi-tarbiyatan. Kata ini


ditemukan dalam Al-Qur;an surat Al-Isra ayat 24.

َ ‫اخفِضْ لَهُ َما َجنَا َح ال ُّذ ِّل ِمنَ الرَّحْ َم ِة َوقُلْ َربِّ ارْ َح ْمهُ َما َك َما َربَّيَانِي‬
‫ص ِغيرًا‬ ْ ‫َو‬
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Dr. Abdul Fattah Jalal, pengarang Min al-Usul at-Tarbiyah fii al-islam (1977: 15-
24) mengatakan bahwa istilah ta’lim lebih luas dibanding tarbiyah yang sebenarnya
berlaku hanya untuk pendidikan anak kecil. Yang dimaksudkan sebagai proses
persiapan dan pengusahaan pada fase pertama pertumbuhan manusia (yang oleh
Langeveld disebut pendidikan “pendahuluan”), atau menurut istilah yang populer
disebut fase bayi dan kanak-kanak. Pandangan Fattah tersebut didasarkan pada dua
ayat sebagaimana difirmankan Allah SWT surat al-Isra ayat 24 dan As-Syuara ayat 18.

َ ‫ك فِينَا َولِيدًا َولَبِ ْثتَ فِينَا ِم ْن ُع ُم ِر‬


َ‫ك ِسنِين‬ َ ِّ‫قَا َل َألَ ْم نُ َرب‬

“Firaun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami,


waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun
dari umurmu.”
Kata ta’lim menurut Fattah merupakan proses yang terus menerus diusahakan
manusia sejak lahir. Sehingga satu segi telah mencakup aspek kognisi dan pada segi
lain tidak mengabaikan aspek afeksi dan psikomotorik. Fattah juga mendasarkan
pandangan tersebut pada argumentasi bahwa Rasulullah saw, diutus sebagai
Muallim, sebagai pendidik dan Allah SWT sendiri menegaskan posisi Rasul-Nya yang
demikian itu dalam surat Al-Baqarah: 151.

َ‫َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َويُ َعلِّ ُم ُك ْم َما لَ ْم تَ ُكونُوا تَ ْعلَ ُمون‬


َ ‫َك َما َأرْ َس ْلنَا فِي ُك ْم َرسُوال ِم ْن ُك ْم يَ ْتلُو َعلَ ْي ُك ْم آيَاتِنَا َويُ َز ِّكي ُك ْم َويُ َعلِّ ُم ُك ُم ْال ِكت‬

“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah


mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami
kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-
Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Dalam Pandangan Syaikh Muhammad An-Naquib Al- Attas, ada konotasi tertentu
yang dapat membedakan antara term at-tarbiyah dari at-ta’lim, yaitu ruang lingkup
at-ta’lim lebih universal dari pada ruang lingkup at-tarbiyah, karena at-tarbiyah tidak
mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial. Lagi pula,
makna at-tarbiyah lebih spesifik karena ditujukan pada objek-objek pemilikan yang
berkaitan dengan jenis relasional, mengingat pemilikan yang sebenarnya hanyalah
milik Allah semata. Akibatnya, sasarannya tidak hanya berlaku bagi umat manusia,
tetapi termasuk juga spesies-spesies lainnya.
Muhammad Nadi Al-Badri sebagaimana dikutip oleh Ramayulis mengemukakan,
pada zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta’dib untuk menunjukkan kegiatan
pendidikan. Pengertian seperti ini terus digunakan sepanjang masa kejayaan islam,
sehingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia pada masa itu
disebut adab, baik yang berhubungan langsung dengan islam seperti fiqh, tafsir,
tauhid, ilmu bahasa arab, dan sebagainya, maupun yang tidak berhubungan langsung
seperti ilmu fisika, filsafat, astronomi, kedokteran, farmasi, dan lain-lain. Semua buku
yang memuat ilmu tersebut dinamai kutub ala-adab. Dengan demikian terkenallah
Al-Adab Al-Kabir dan Al-Adab Ash-Shagir yang ditulis oleh Ibnu Al-Muqaffa (w. 760
M).
Menurut Al-Attas, ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat
dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan
di dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
Istilah yang paling relevan menurut Prof. Dr. Syed Muhammad al-Naquib Al-
Attas bukanlah tarbiyah dan bukan pula ta’lim, melainkan ta’dib. Sementara Dr.
Abdul Fattah Jalal beranggapan sebaliknya, karena yang lebih sesuai menurutnya
justru ta’lim. Kendatipun demikian, mayoritas ahli kependidikan islam tampaknya
lebih setuju mengembangkan istilah tarbiyah (yang memang berarti pendidikan,
education) dalam merumuskan dan menyusun konsep pendidikan islam dibanding
istilah ta’lim (yang berarti pengajaran, instruction) dan ta’dib (yang berarti
pendidikan khusus dan menurut Al-Attas berarti pendidikan), mengingat cakupan
yang dicerminkan lebih luas, dan bahkan istilah tarbiyah sekaligus mengimplisitkan
makna dan maksud yang dicakup istilah ta’lim dan ta’dib. Selain itu, juga karena
alasan historis bahwasannya istilah yang dikembangkan sepanjang sejarah, terutama
di negara-negara yang berbahasa Arab, dan bahkan juga di Indonesia ternyata istilah
tarbiyah, menyusul kemudian istilah ta’lim, dan jarang sekali istilah ta’dib
dipergunakan.

Anda mungkin juga menyukai