Anda di halaman 1dari 164

ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Oleh:
1. Dayun Riadi, M.Ag
2. Nurlaili, M.Pd.I
3. H. Junaidi Hamzah, M.Pd

FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BENGKULU TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Buku ini adalah buku daras untuk mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam (IPI).
Dan merupakan salah satu mata kuliah wajib dari Prodi-Prodi yang ada di Jurusan
Tarbiyah. (PAI, PBI, PGMI, PBA dan PAUD. Adapun tujuan mata kuliah ini adalah
agar mahasiswa memahami begaimana peran Ilmu Pendidikan Islam dalam mewarnai
berbagai ilmu umum, terutama yang berkaitan dengan kependidikan, baik tujuan
pendidikan, dasar-dasar pendidikan Islam dan materi-materi yang diberikan dalam
pendidikian Islam.
Materi yang terkandung di dalam buku ini berisi uraian tentang pengertian,
ruang lingkup dan kegunaan belajar Ilmu Pendidikan Islam, Fitrah Manusia, Tujuan
Pendidikan Islam, materi Pendidikan Islam, Dasar-dasar Ilmu pendidikan Islam, Alat
pendidikan Islam, Pendidik dan terdidik, serta kurikulum dan evaluasi dalam
pendidikan Islam, yang dibagi kedalam dua belas bab.
Mudah-mudahan Buku kecil ini dapat dijadikan sebagai bahan kuliah
khususnya mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam di semua Prodi yang ada di Jurusan
Tarbiyah IAIN Bengkulu.
Saran-saran pembaca untuk penyempurnaannya tentu sangat diharapkan dan
diucapkan terima kasih.

Penulis,

Dayun Riadi, M.Ag Dkk

2
BAB I
PERKEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan
Ilmu Pendidikan Islam tidak mungkin terlepas dari obyek yang menjadi
sasarannya, yaitu manusia, secara filosofis Ilmu Pendidikan Islam harus
mengikutsertakan obyek utamanya, yaitu manusia dalam pandangan Islam.
Sebagai petunjuk Ilahi, Islam mengandung implikasi kependidikan
(paedagogis) yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi
seorang mukmin, muslim, muhsin, dan muttaqin melalui proses tahap demi
tahap.
Manusia selain diciptakan sebagai makhluk Allah yang paling mulia, ia juga
diciptakan sebagai khalifah di muka bumi dan berfungsi sebagai makhluk
paedagogik, yaitu makhluk Allah yang dilahirkan dengan membawa potensi
yang dapat dididik dan mendidik. Apabila potensi itu tidak dikembangkan,
niscaya ia kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan
kegiatan pendidikan (proses pendidikan).
Pendidikan Islam berarti pembentukan pribadi Muslim, yang berisi
pengamalan sepenuhnya akan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi,
pribadi Muslim itu tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan
pengajaran dan pendidikan Islam. Untuk mengetahui lebih jelas tentang
definisi ilmu pendidikan Islam, ruang lingkup, tujuan dan kegunaannya,
berikut akan dipaparkan pembahasannya satu persatu.

B. Pengertian Pendidikan Islam


Bilamana pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik
(jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk
melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat

3
sebagai hamba Allah Swt, maka pendidikan berarti menumbuhkan
personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab,
sedangkan Islam adalah agama yang benar di sisi Allah Swt.
Oleh karena itu, bilamana manusia yang berpredikat ‘muslim’, benar-benar
menjadi penganut agama yang baik. Ia harus mentaati ajaran Islam dan
menjaga agar rahmat Allah Swt tetap berada pada dirinya. Ia hrus mampu
memahmi, menghayati dan mengamalkan ajarannya yang didorong oleh
iman sesuai dengan aqidah Islamiah. Unutk tujuan itulah, manusia harus
dididik melalui proses pendidikan Islam dan beradasarkan atas pandangan
itu juga maka yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah sistem
pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, akrena nilai-nilai
Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya (Arifin, 1991: 10).
Sebagai muslim yang telah mendapatkan pendidikan Islam ia harus mampu
hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan yang diharapkan oleh cita-cita
Islam. Agama Islam adalah agama yang telah mencakup seluruh aspek
kehiduapn manusia muslim baik di dunia maupun ukhrawi.
Dengan demikian jelaslah bahwa semua cabang ilmu pengetahuan yang
secara materil bukan Islamis termasuk ruang lingkup pendidikan Islam juga
dan sekurang-kurangnya menjadi bagian yang dapat menunjang. Pendidikan
Islam tidak menganut sistem tertutup melainkan sistem terbuka terhadap
tuntutan kesejahteraan umat manusia, baik itu tuntutan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi maupun tututan dalam pemenuhan kebutuhan
hidup rohaniah. Dengan demikian bila ditinjau dari aspek pengalamannya,
pendidikan Islam berwatak akomodatif kepada tuntutan kemajuan zaman
yang ruang lingkupnya berada di dalam kerangka acuan norma-norma
kehidupan Islam.

1. Arti pendidikan

4
Beberapa ahli pendidikan di Barat yang memberikan pendidikan sebagai
proses, antara lain:
a. Motimer J. Adler mengartikan bahwa pendidikan adalah proses yang
mana semua kemampuan manusia yang dapat dipengaruhi oleh adanya
pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui
sara yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu
orang lain atau dirinya sendiri untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan
yaitu kebiasaan yang baik.
b. Herman H. Horne berpendapat bahwa pendidikan harus dipandang
sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan
alam sekitar, dengan sesama manusia dan dengan tabiat tertinggi dari
kosmos.
c. William Mc Gueken, SJ., seorang tokoh pendidikan Katholik
berpendapat bahwa pendidikan diartikan oleh ahli Scholakkik sebagai suatu
perkembangan dan kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia baik
moral, intelektual, maupun jasmaniah yang diorganisasikan dengan atau
untuk kepentingan individual dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang
bersatu dengan penciptanya sebagai tujuan akhir.
Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie,
yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti
pengembangan atau bimbingan dan dalam bahasa Arab diterjemahkan istilah
ini dengan tarbiyah yang berarti pendidikan (Ramayulis, 1998: 1).
Jika dilihat dari sasaran pendidikan Islam adalah berorientasi pada
pembentukan iman yang kuat, ilmu yang luas serta kemampuan beramal
soleh dalam arti amal yang benar dan yang diredhoi oleh Allah Swt atau
dengan perkataan lain bahwa pendidikan harus berorientasi pada
tercapainya kemuliaan dan keridhoaan dari Allah Swt. Oleh karena itu yang
seringkali disingkat dengan istilah fi’il, dzikir dan pikir, maka adapun konsep-
konsep yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

5
a. Taklim, yaitu pendidikan yang menitikberatkan pada masalah
pengajaran, penyampaian informasi dan pengembangan ilmu.
b. Tarbiyah, adalah pendidikan yang menitikberatkan masalah pada
pendidikan, pembentukan, pengembangan pribadi serta pembentukan dan
penggemblengan kode etik atau norma akhlak.
c. Ta’dib, adalah pendidikan yang memandang bahwa proses pendidikan
merupakan usaha yang mencoba membentuk keteraturan susunan ilmu yang
berguna bagi diri sendiri sebagai muslim yang harus melaksanakan
kewajiban serta fungsional atas niat atau sistem yang direalisasikan dalam
kemampuan berbuat yang teratur (Jusuf Amir Feisal, 1995 :108).
Secara umum pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau
negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-
individu. Dengan kesadaran tersebut, suatu bangsa atau negara dapat
mewariskan kekayaan budaya atau pemikiran kepada generasi berikutnya
sehingga menjadi inspirasi bagi mereka dalam setiap aspek kehidupan.
2. Pengertian pendidikan Islam
Menurut Yusuf Qardhawi dalam memberikan pengertian bahwa pendidikan
Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya akal dan hatinya, rohani dan
jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Demikian juga dengan Hasan
Langgulung juga merumuskan bahwa pendidikan Islam sebagai suatu proses
penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan mengindahkan
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia
untuk beramal di dunia dan memetik akhirnya di akhirat (Azyumardi Azra,
2005: 5).
Secara sederhana bahwa pendidikan Islam juga dapat diartikan sebagai
pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam sebagaimana yang
tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits secara dalam pemikiran para ulama
dan dalam praktik sejarah umat Islam. Sedangkan ilmu pendidikan Islam
ialah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam dan berbagai komponen
dalam pendidikan mulai dari tujuan, kurikulum, guru, metode, pola

6
hubungan guru murid, evaluasi, sarana prasarana, lingkungan dan evaluasi
pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam. Jika berbagai
komponen tersebut satu dan lainnya membentuk suatu sistem yang
didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama Islam, maka sistem tersebut
selanjutnya dapat disebut sebagai sistem pendidikan (Ahmad Tafsir, 1995:
15).
Seperti halnya di negara-negara lain, sistem pendidikan Islam dalam
perkembangannya dipengaruhi oleh aliran atau paham ke Islaman, maupun
oleh keadaan dan perkembangan sistem Barat.
a. Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani, rohani berdasarkan kepada hukum-hukum agama
Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-
ukuran Islam.
b. Menurut Abdur Rahman Nahlawi, bahwa pendidikan Islam ialah
pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk
Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan
individu maupun kolektif.
c. Menurut Drs. Burlian Somad, bahwa pendidikan Islam ialah pendidikan
yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak
diri dan berderajat tinggi menurut ukuran Allah Swt dan isi pendidikan
untuk mewujudkan tujuan itu adalah ajaran Allah Swt.
Secara rinci beliau mengemukakan bahwa pendidikan itu baru dapat
disebut pendidikan Islam apabila memiliki dua ciri khas, yaitu: pertama,
tujuan untuk membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi
menurut ukuran al-Qur’an. Kedua; isi pendidikan ajaran Allah Swt yang
tercantum dengan lengkap didalam al-Qur’an dan mengenai
pelaksanaannya didalam praktik kehidupan sehari-hari sebagaimana
yang dicontohkan oleh nabi.

7
d. Menurut Mustafa al-Ghulayani, bahwa pendidikan Islam adalah
menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa
pertumbuhan dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat.
e. Menurut Syah Muhamad A. Naquib al-Atas, bahwa pendidikan Islam ialah
usaha yang dilakukan oleh lembaga pendidikan terhadap anak didik
untuk pengenalan dan pengakuan yang benar dari segala sesuatu yang
benar.
f. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, bahwa pendidikan yang memiliki
tiga macam fungsi, yaitu: Pertama; menyiapkan generasi muda untuk
memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang
akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup
(survival) masyarakat itu sendiri. Kedua ; memindahkan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari
generasi tua kepada generasi muda. Ketiga ; memindahkan nilai-nilai
yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat
yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup dan kesatuan
(integration) suatu masyarakat.
Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia pada tanggal 7 sampai dengan
11 Mei 1960 di Cipayung Bogor, menyatakan, bahwa :
“Pendidikan Islam adalah suatu bimbingan terhadap pertumbuhan rohani
dan jasmani menurut menurut ajaran Islam dalam hikmah dan mengarahkan,
mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran
Islam”.
Dari usulan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa para ahli didik
berbeda pendapat mengenai rumusan pendidikan Islam. Namun dari
perbedaan pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan mengenai adanya
titik persamaan yang secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
“Pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa
kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian
muslim”.

8
Jadi pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap
mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri
sendiri maupun orang lain.
3. Pengertian ilmu pendidikan Islam
Ilmu ialah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan
mempunyai metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah, dan ada yang
mengemukakan ilmu adalah suatu uraian yang tersusun dengan lengkap.
Dengan demikian ilmu pengetahuan Islam ialah uraian secara ilmiah tentang
bimbingan atau kurikulum pendidikan kepada anak didik dalam
perkembangannya agar tumbuh secara wajar berpribadi muslim, sebagai
anggota masyarakat yang hidup selaras dan seimbang dalam memenuhi
kebutuhan hidup di dunia dan akhirat.
Jadi ilmu pendidikan Islam ialah ilmu yang membaca persoalan-persoalan
pendidikan Islam dan kegiatan kepribadian muslim dengan kata lain bahwa
ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang membahas suatu proses
penyampaian ajaran Islam yang paling tepat dan dapat dipertanggung
jawabkan dalam memperoleh hasil yang memuaskan.
Berdasarkan penegasan-penegasan tersebut di atas, maka dapatlah
dikatakan bahwa ilmu pendidikan Islam merupakan ilmu pengetahuan
praktis, karena yang diuraikan dalam ilmu ini dilaksanakan dalam kegiatan
pendidikan, dan orang yang mempelajari ilmu ini dengan tujuan untuk dapat
mengetahui dan mengarahkan kegiatan pendidikan. Ilmu pendidikan Islam
ini merupakan ilmu pengetahuan rohani, karena situasi pendidikan
berdasarkan atas tujuan tertentu dan tidak membesarkan anak tumbuh
secara liar sesuai dengan keinginan, melainkan memandangnya sebagai
makhluk susila yang memiliki harkat dan budaya.
Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu normatif karena ilmu ini berdasarkan dari
penilaian norma-norma yang baik dari norma-norma yang tidak baik. Norma
tersebut diambil dari sumber agama yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul dan
ilmu pendidikan Islam termasuk ilmu penyebaran empiris, karena objeknya

9
adalah situasi pendidikan dan pergaulan yang terdapat dalam dunia
pengalaman.
4. Pemahaman tentang pendidikan Islam
Memahami pendidikan Islam berarti harus dapat menganalisis secara
pedagogis mengenai suatu aspek utama dari misi agama yang diturunkan
kepada umat manusia. Melalui nabi Muhammad Saw pada XIV abad yang lalu
sebagai petunjuk ilahi agama Islam yang mengandung kependidikan
(pedagogis) yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi
seorang mukmin, muslim, muhsin dan muttaqin melalui proses setahap demi
setahap.
Sebagai ajaran yang doktrin, Islam mengandung sistem nilai dari suatu
proses pendidikan Islam yang berlangsung dan dikembangkan secara
konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofi
dari pemikir-pemikir pedagogis muslim, maka sistem nilai itu kemudian
dijadikan dasar bangunan pendidikan Islam dari waktu ke waktu.
Keadaan yang demikian dapat disaksikan di negara-negara Islam dimana
Islam dikembangkan melalui berbagai lembaga pendidikan formal atu non
formal. Kecenderungan itu sesuai dengan sifat dan watak kelenturan nilai-
nilai ajaran Islam itu sendiri yang dinyatakan dalam suatu ungkapan bahwa
Islam adalah agama yang sesuai dengan waktu dan tempat.
Pola dasar pendidikan Islam yang mengandung tata nilai Islam merupakan
struktural pendidikan yang telah melahirkan asas, strategi dasar dan sistem
pendidikan yang mendukung, menjiwai, memberi corak dan bentuk proses
pendidikan Islam yang berbagai model kelembagaan pendidikan yang
berkembang sejak abad yang lampau sampai sekarang. Model kelembagaan
pendidikan Islam yang tetap berkembang dalam masyarakat Islam yang
berorientasi kepada pelaksanaan misi Islam dalam tiga dimensi
pengembangan kehidupan manusia, yaitu:
1. Dimensi kehidupan duniawi yang mendorong manusia sebagai hamba
Allah Swt untuk mengembangkan dirinya dalam ilmu pengetahuan,

10
keterampilan dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan yaitu nilai-nilai
Islam.
2. Dimensi kehidupan ukhrawi yang mendorong manusia untuk
mengembangkan dirinya dalam pola hubungan yang serasi dan seimbang
dengan Tuhannya. Dimensi inilah yang melahirkan berbagai usaha agar
kegiatan ibadahnya senantiasa berada di dalam nilai-nilai agamanya.
3. Dimensi hubungan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi yang
mendorong manusia untuk berusaha menjadikan dirinya sebagai hamba
Allah Swt yang utuh dari paripurna dalam ilmu pengetahuan dan
keterampilan dan sekaligus menjadi pendukung pelaksana dari nilai-nilai
agamanya (Arifin, 1991: 31).
Ketiga dimensi tersebut di atas kemudian dituangkan dan dijabarkan dalam
program operasional kependidikan yang makin meningkat, ke arah tujuan
yang ditetapkan dan dalam program itulah tergambar adanya materi
kependidikan Islam yang secara difusi menyebar dan intefrarif menyatu ke
dalam rangkaian program pendidikan dan sehingga terserap ke dalam
pribadi manusia sebagai objek pendidikan Islam. Dengan terjadinya
internalisasi dari nilai-nilai Islam itu, dalam mengamalkan perintah dan
menjauhi wujud dari kehendak Allah Swt yang secara aktual dan fungsional
mampu mengamalkan perintah dan menjauhi laranganNya, yaitu menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa melalui ilmu pengetahuannya,
keterampilan, serta perilakunya yang sesuai dengan nilai-nilai agama.
5. Hakikat pendidikan Islam
Hakikat pendidikan Islam merupakan usaha orang dewasa muslim yang
bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitrah anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya.
Di dunia Barat, dikatakan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan
oleh pembawaan (nativisme) dan sebagai lawannya berkembang pula teori
yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh

11
lingkungan (empiris). Sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang
menyatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan
dan lingkungannya (konvergensi), menurut Islam, teori konvergensi inilah
yang mendekati kebenaran.
Pengaruh yang baik terjadi pada aspek jasmaniah, akal maupun aspek rohani
dan aspek ini banyak dipengaruhi oleh alam fisik. Pengaruh itu menurut al-
Syalbani dimulai sejak bayi yang berupa embrio dan barulah berakhir setelah
kematian orang tersebut. Tingkat dan kadar pengaruh tersebut berbeda
antara seseorang dan orang lain, sesuai dengan segi-segi pertumbuhan
masing-masing dan kadar pengaruh tersebut berbeda juga menurut
perbedaan umur dan perbedaan perkembangan masing-masing. Manusia
adalah makhluk yang berkembang karena dipengaruhi oleh pembawaan dan
lingkungan dan merupakan salah satu dari hakekat wujud yang lain dan
manusia juga mempunyai banyak kecenderungan. Ini disebabkan oleh karena
banyaknya potensi yang dibawahnya dan dalam garis kecenderungan itu
dapat dibagi menjadi dua, yakni kecenderungan menjadi orang yang baik dan
kecenderungan menjadi orang yang jahat.
Formulasi dari hakikat pendidikan Islam tidak boleh dilepaskan begitu saja
dari ajaran Islam yang tertuang dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, karena
keduanya merupakan peroman yang otentik dalam penggalian khazanah
keilmuan. Dengan berpijak kepada kedua sumber tersebut diharapkan akan
diperoleh gambaran yang jelas tentang hakikat pendidikan Islam sebagai
rabb al-amin, Allah Swt mengurusi, mengatur, memperbaiki proses
penciptaan alam semesta ini dan dijadikannya bertumbuhkembang secara
dinamis sama pada tujuan penciptaannya. Fungsi mengurus dan
menumbuhkembangkan itu disebut rubbiyah Allah Swt terdapat alam
semesta yang biasa dipahami sebagai fungsi dari pendidikan. Jadi, proses
penciptaan alam semesta yang berlangsung secara evolusi pada hakikatnya
merupakan perwujudan dan realisasi dar fungsi rubbiyah terhadap alam
semesta (Akmal Hawi, 2005: 172).

12
Fungsi rubbiyah adalah terhadap manusia dan ini merupakan hakikat yang
sebenarnya dan sekaligus merupakan sumber dari pendidikan menurut
ajaran Islam serta diciptakanNya manusia adalah untuk menyembahNya dan
untuk menjadi khalifah di muka bumi ini dengan cara menggunakan ilmu
pengetahuan melalui pendidikan.

B. Ruang Lingkup Ilmu Pendidikan Islam


Pendidikan Islam sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,
karena didalamnya banyak terdapat segi-segi atau pihak-pihak yang ikut
terlibat baik langsung atau tidak langsung. Adapun segi-segi dan pihak-pihak
yang terlibat dalam pendidikan Islam sekaligus menjadi ruang lingkup
pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a. Perbuatan mendidik itu sendiri, yang dimaksud dengan perbuatan
mendidik di sini adalah seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dan sikap
yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi atau mengasuh anak
didik.
b. Anak didik, yaitu pihak yang merupakan objek terpenting dalam
pendidikan dan hal ini disebabkan oleh perbuatan atau tindakan mendidik
itu diadakan atau dilakukan hanyalah untuk membawa anak didik kepada
tujuan pendidikan Islam yang kita cita-citakan.
c. Dasar dan tujuan pendidikan Islam, yaitu menjadi pundamen serta dari
segala kegiatan pendidikan Islam yang dalam hal ini dasar akan sumber
pendidikan Islam yaitu arah mana anak didik ini akan dibawa. Secara ringkas,
tujuan pendidikan Islam yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia
dewasa yang muslim dan bertaqwa kepada Allah Swt dan mempunyai
kepribadian muslim.
d. Pendidik atau guru, yaitu suatu objek yang melaksanakan pendidikan
Islam yang mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya pendidikan,
baik atau tidaknya pendidik berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan
Islam.

13
e. Materi pendidikan Islam, yaitu bahan-bahan atau pengalaman belajar ilmu
yang disusun sedemikian rupa dengan susunan yang lazim tetapi logis untuk
disajikan atau disampaikan kepada anak didik.
f. Metode pendidikan Islam, yaitu suatu cara yang paling cepat dilakukan
oleh suatu lembaga pendidikan guna menyampaikan bahan atau materi
pendidikan Islam kepada anak didik.
g. Evaluasi pendidikan, yaitu dengan memuat cara yang lebih praktis dalam
mengadakan evalusi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik.
h. Alat-alat pendidikan, yaitu yang berupa alat-alat yang dapat digunakan
selama melaksanakan pendidikan Islam agar tujuan pendidikan Islam
tersebut lebih berhasil.
i. Lingkungan sekitar, yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam
melaksanakan proses pendidikan Islam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup ilmu pendidikan
Islam meliputi segala aspek yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan
Islam.

C. Sasaran Pendidikan Islam


Sejalan dengan misi agama Islam yang bertujuan memberikan rahmat bagi
sekalian makhluk, maka dari itu pendidikan Islam mengidentifikasikan
sasarannya yang digali dari sumber ajaran al-Qur’an yang meliputi empat
pengembangan fungsi, yaitu:
1. Menyadarkan manusia secara individual pada posisi dan fungsinya di
tengah makhluk lain, serta tentang tanggung jawab dalam kehidupannya.
Dengan kesadaran ini, maka manusia akan mampu berperan sebagai
makhluk Allah Swt yang paling utama diantara makhluk lainnya. Manusia
adalah makhluk yang terdiri dari perpaduan unsur-unsur rohani dan jasmani
(Arifin, 1991: 33).
2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat
serta tanggung jawabnya kepada ketertiban masyarakat itu. Oleh karena itu

14
manusia harus mengadakan interologi dan interaksi dengan sesamanya
dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia adalah homo sosial dan oleh
sebab itulah ISlam mengajarkan tentang persamaan, persaudaraan,
kegotong-royongan dan musyawarah yang dapat membentuk masyarakat itu
menjadi suatu persekutuan hidup yang utuh.
Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk
beribadah kepadaNya, oleh sebab itu manusia sebagai homo difinans
(makhluk yang berketuhanan), sikap dan watak religiusnya perlu
dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu menjiwai dan mewarnai
kehidupan.
Selain itu, dalam kejadian alam ciptaan Allah Swt ini terkandung rahasia bila
dapat diungkapkan, akan dapat memberikan cakrawala ilmu pengetahuan
yang benar serta hikmah-hikmah yang tinggi bagi manusia. Oleh karena itu
terserah kepada manusia itu sendiri bagaimana cara mengungkapkan rahasia
tersebut.

D. Hubungan Pendidikan Islam dengan Falsafah Pendidikan Islam


Sebagai ilmu pendidikan Islam yang bertugas untuk memberikan
penganalisaan secara mendalam dan terperinci tentang problema-problema
pendidikan Islam sampai kepada penyelesaiannya. Pendidikan Islam sebagai
ilmu tidak hanya melandasi tugasnya pada teori-teori saja, akan tetapi
memperhatikan juga faktor-faktor empiris dan praktis yang berlangsung
dalam masyarakat sebagai bahan analisa. Oleh sebab itu, masalah pendidikan
akan dapat diselesaikan bilamana didasari atas keterikatan hubungan antara
teori dan praktik, karena pendidikan akan mampu berkembang bilamana
benar-benar terlihat dalam dinamika kehidupan masyarakat.
Antara pendidikan dan masyarakat selalu terjadi interaksi dan saling
mengembangkan, sehingga satu sama lain dapat mendorong perkembangan
untuk mengkokohkan posisi dan fungsi serta idealitas kehidupannya.
Pendidikan Islam memerlukan landasan ideal dan rasional yang mampu

15
memberikan pandangan dasar yang menyeluruh serta sistematis tentang
hakikat yang ada dibalik masalah pendidikan yang sedang dihadapi oleh
dunia pendidikan.

E. Guru dalam Dunia Pendidikan Islam


Pendidikan dalam Islam adalah siapa saja yang dapat bertanggung jawab
terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling
bertanggung jawab tersebut adalah orang tua anak didik. Tanggung jawab itu
disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal, yaitu:
a. Karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua
anaknya, dan karena itu ia pula ia ditakdirkan bertanggung jawab mendidik
anaknya.
b. Karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan
terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses
orang tuanya juga.
Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas dari seorang pendidika dalam
pandangan Islam secara umum ialah mendidik dengan mengupayakan
perkembangan dari seluruh potensi anak didik, baik itu potensi psikomotor,
kognitif maupun potensi efektif dan potensi itu harus dikembangkan secara
seimbang sampai ke tingkat setinggi mungkin menurut ajaran Islam.
Sebagaimana dijelaskan dalam Qur’an surah tahrim, bahwa yang paling
utama dalam pendidikan anak yaitu orang tuanya, akan tetapi karena
perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan hidup
sudah sedemikian luas dan rumit, maka orang tua tidak mampu lagi
melaksanakan sendiri tugas-tugas dalam mendidik anak-anaknya. Pada
zaman yang telah maju ini semakin banyak tugas orang tua sebagai
pendidikan telah diserahkan kepada sekolah maka dengan sekolah itu lebih
mempermudah anak di dalam belajar dan menuntut ilmu.
Pengaruh pendidikan di dalam rumah tangga terhadap perkembangan anak
memang amat besar, mendasar dan mendalam. Akan tetapi pada zaman

16
modern ini, pengaruh itu boleh dikatakan terletak pada perkembangan aspek
afektif yaitu perkembangan sikap. Pengaruh pendidikan di sekolah juga besar
dan luas serta mendalam, tetapi hampir-hampir hanya pada segi
perkembangan aspek kognitif atau pengetahuan berasal dari guru yang
mengajar di kelas.
F. Kedudukan Guru dalam Pandangan Islam
Tingginya kedudukan guru dalam pendidikan Islam merupakan realisasi dari
ajaran Islam itu sendiri dan Islam sangat memuliakan ilmu pengetahuan, dan
dengan ilmu pengetahuan maka calon pendidik yang mengajar harus bisa
memberikan sikap teladan dan memberi contoh yang baik.
Menurut pandangan Islam dalam mendidik dapat dilakukan dengan
memberikan dorongan memuji, menghukum dan memberikan contoh pada
hal-hal yang bersifat positif.
Menurut Agus Soejono, tugas pendidik antara lain:
a. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan
berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan
sebagainya.
b. Berusaha menolong anak didik untuk bisa mengembangkan pembawaan
yang baik dan selalu berusaha agar pembawaa n dari sikap yang buruk
agar tidak berkembang.
c. Memperlihatkan kepada anak didik dengan cara memperkenalkan
berbagai bidang keahlian, keterampilan agar anak didik memilihnya dengan
cepat.
d. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah
perkembangan anak didik dapat berjalan dengan baik.
e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui
kesulitan dalam mengembangkan potensinya (Ahmad Tafsir, 1992: 78).
Adapun syarat-syarat guru dalam Islam, adalah sebagai berikut:
a. Tentang umur, harus dewasa

17
Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut
perkembangan seseorang dan oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan
secara bertanggung jawab dan itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang
telah dewasa. Di Indonesia, seseorang dianggap dewasa sejak ia berumur 18
tahun atau sudah menikah dan menurut pendidikan adalah 21 tahun bagi
lelaki dan 18 tahun bagi perempuan.
b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksana pendidikan bahkan
dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular.
c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
Hal ini sangat penting sekali bagi pendidik, termasuk guru dan orang tua di
rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori ilmu pendidikan.
Dengan pengetahuan itu diharapkan ia akan lebih berkemampuan
menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak di rumah dan seringkali
terjadi kelainan pada anak didik yang disebabkan oleh kesalahan pendidikan
di dalam rumah tangga.
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik
selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan
bila ia sendiri tidak baik perangainya. Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan
dalam mendidikan selain mengajar, dedikasi tinggi sangat diperlukan dalam
meningkatkan mutu belajar.

18
BAB II
SUMBER PENDIDIKAN ISLAM

A. Sumber Pendidikan Islam


Sumber pokok pengajaran agama islam adalah al-qur’an dan hadist.
Pada masa pertumbuhan islam, nabi muhammad SAW telah menjadikan al-
qur’an sebagai sember belajar pendidikan agama islam di samping sunnah
beliau sendiri (hadist)1
1. Al-Qur’an
A. Pengertian Al-qur’an
Secara lughowy (bahasa) al-qur’an berarti saling berkaitan, berhubungan
antara satu ayat dengan ayat lain.
Dari segi istilah para ahli memberikan defenisikan al-qur’an sebagai
brikut.2
Menurut Manna’ Al-Qaththan, al-qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah.
Defenisi lain mengenai al-qur’an di kemukan oleh al-Zarqani sebagai
berikut :
“ Al-qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada nabi muhammad
SAW, dari permulaan surat alfatuiha sampai akhir surat an-naas”
Menurut muhammad al-khudhari. Al-qur’an ialah lafal arab yang
diturunkan kepada nabi muhammad SAW untuk difikirkan dan diambil
pelajarannya. Diriwayatkan secara mutewatir, dan termaktub di antara
dua sampul mushaf yang di awali dengan al-fatihah dan ditutupi dengan
an-naas.
Definisi di atas mengandung beberapa unsur pokok antara lain
sebagai berikut.3

1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998. gal.214.
2
Drs. Abudin Nata, Al-Qur’an Dan Hadits, Jakarta, Pt.Raja grafindo Persada, 1996. hal.54.
3
Azsz Erwati, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Solo, Tiga Serangkai, 2003. hal.8.

19
a. Firman allah, firman artinya titah atau sabda. Dalam bahasa arab di
sebut kalam. Jadi firman allah adalah kalam allah.
b. Terhimpun dalam mushaf
c. Diriwayatkan secara mutawatir. Artinya wahyu yang diterima
rasulullah itu harus diriwayatkan oleh sejumlah perawi. Mustahil lagi
merekauntuk berdusta.
d. Di awali dengan surat alfatihah dan di tutup dengan surat an-naas

2. Al-qur’an Sebagai Sumber Pendidikan Utama


Al-qur’an merupakan sumber pendidikan dan ilmu pengetahuan yang
mengajarkan manusia dengan bahasanya yang lemah lembut, balaghoh yang
indah, sehingga al-quean membawa demensi baru terhadappendidikan dan
berusaha mengajak paea ilmuan untuk mengali maksud kandungannya agar
manusia lebih dekat dengan-Nya.4 Firman Allah SWT. kedudukan al-qur’an
sebagai sumber belajar yang paling utama di jelaskan oleh Allah dalam al-
qur’an.

  


  
 
   
 
 
Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan
agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan
itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Selanjutnya firman allah SWT

 
 

 
  
4
Abuddin Nata,Op.Cit, hal.54.

20
Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran.

Kedua ayat ini jelas menunjukkan bahwa pada masa nabi Muhammad
Saw, sumber pokok dan utama yang dijadikan rujukan pendidikan pada masa
itu hanyalah Al-Qur’an.5
Petunjuk pendidikan dalam Al-Qur’an tidak terhimpun dalam
kesatuan pragmen tetapi ia diungkap dalam berbagai ayat dan surat Al-
Qur’an, sehingga untuk menjelaskannya melalui tema-tema pembahasan
yang rtelevan dan ayat-ayatnya yang memberikan informasi-informasi
pendidikan yang dimaksud. Al-Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai
pemberi petunjuk kejalan yang lebih lurus. Petunjuk-petunjuknya
memberikan kesejahteraan dalam kebahagiaan bagi manusia, baik secara
pribadi maupun kelompok dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi
manusia dalam kedua bentuk tersebut.
Nabi Muhammad sebagai utusan Allah SWR untuk manusia di bumi
ini. Diberi kuasa oleh Allah sebagai penerima wahyu, yang diberi tugas untuk
mensucikan dan mengajarkan manusia sebagaimana dalam surat Al-Baqarah
ayat 151 yang berbunyi:

  


  
 

 

  
  
Artinya: Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami
kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang

5
Erawati Aziz, Op.Cit, hal.9.

21
membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S. Al-Baqarah: 151)

Dalam ayat tersebut mensucikan diartikan dengan mendidik, sedangkan


mengajar tidak lain mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang
berkaitan dengan metafisika dan fisika. Tujuan yang ingin dicapai dengan
pembacaan, penyucian dan pengjaran tersebut adalah pengabdian kepada
Allah, sejalan dengan tujuan penciptaan manusia.6

3. Ayat-Ayat Yang Berhubungan Dengan Pendidikan


Diantara permasalahan kehidupan yang perli menjadi perhatian kita
adalah pndidikan. Ayat-ayat tenang pendidikan banyak terdapat dalam Al-
qur’an meskipun masih bersifat umum sehingga tidak mudah diaplikasikan
begit saja kedalam kehidupan umat. Oleh karena itu. Ayat-ayat tentang
pendidikan tersebut perlu di kaji secara seksama agar dapat ditangkap
petunjuknya dapat dapat diterap di tengah masyarakat untuk membimbing
mereka kejalan yang benar.
Ayat dalam al-qur’an dapat dikotagorikan menjadi surat makkiyah
dan madaniyah. Pada surat makkiyah terdapat pendidikan tauhid / akidah
Di sini terdapat beberapa ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan di
antaranya:
1. Surat al-Alaq ayat 1-19
surat al-alaq adalah salah satu sirat di dalam al-qur’an yang diturun
pada priode awal.7 surat al-alaq yang berjumlah 19 ayat itu tidak turun
sekaligus, tetapi turun dalam waktu yang berbeda. Nabi mghammad mulai
menerima wahyu dari allah sebagai petunjuk dan intruksi untuk
melaksanakan tugasnya, sewaktu beliau telah mencapai umur 40 tahun. Yaitu

6
Http//Dudung Net/Indek. Pht. Al-Qur’an dan Sunnah
7
Ramayulis, Op.Cit, hal. 214.

22
pada tanggal 17 ramadhan tahun 13 sebelim hijria (06 agustus 610 M)
petunjuk dan intruksi tersebut berbunyi.8

  


   
   
 
  
  
   
 
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Ayat inilah yang berisi perintah membaca dan menulis yang


merupakan sarana utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Ayat 6-19
berisi tentang prilaku manusia jahat yang bersumber dari sikap mental yang
angkuh dan sombong karena merasa berkecukupan.9 ayat ini berbunyi:

  


   
  
  
  
   
   
   
  
   

8
Zuharaini, Muhammad Faiz, 1100 Hadits Terpilih, Jakarta; Gema Insani Press,1991.hal.20.
9
Http//Dudung Net/Indek. Pht. Al-Qur’an dan Sunnah

23
  
   
    

 
 
  
  
   
 
  
6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
7. Karena dia melihat dirinya serba cukup.
8. Sesungguhnya Hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
9. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,
10. Seorang hamba ketika mengerjakan shalat[1590],
11. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas
kebenaran,
12. Atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?
13. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan
berpaling?
14. Tidaklah dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala
perbuatannya?
15. Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya
kami tarik ubun-ubunnya[1591],
16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
17. Maka Biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
18. Kelak kami akan memanggil malaikat Zabaniyah[1592],
19. Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan
dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).

Ada tiga dasar kerangka pendidikan yang tergambar di dalam surat al-alaq
baik secara eksplisit maupun implisit.10
1. Iklas
Prinsip iklas dapat dilihat dengan jelas dalam surat al-alaq ayat 1
tuhan memerintah membaca atas nama allah begitu juga pada ayat 19, allah
menyuruh manusia hanya patuh dan sujud

10
Sbuddin Nata, Op.Cit,hal.99.

24
2. Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan seumur hidup bergambar secara secara implisit dalam
surat al-alaq, yaitu tidak adanya batasan yang konkrit tentang kapan
seseorang harus belajar dan sampai belajar sampai kapan tuhan hanya
menjelaskan bahwa manusia perlu belajar sejak lahir sampai ajalnya tiba
3. Efektikvitas pendidikan
di dalam surat al-alaq, tuhan menginformasikan asal kejadian manusia
dari alaq ( ayat 2) dan telah diajaran mereka memperoleh ilmu pengetahuan.
1. Pendidikan tauhid atau akidah yang terdapat didalam ayat 1,2 dan 19
2. Pendidikan akhlak
3. Pendidikan
pada ayat 1-2 tuhan merangsang manusia untuk berfikir dengan perintah
membaca.
4. Pendidikan jasmani
pendidikan jasmani dapat kita lihat dari isyarat allah pada ibadah
shalat. Yaitu terdapt dalam gerakan-gerakan shalat yang secara tidak
langsung mrmberi indikasi terhadap pendidikan jasmani pada 10 dan
19.
2. Al-qir’an surat asy syura ayat 38
Surat Asy syura ayat 38 berbunyi:
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki
yang kami berikan kepada mereka.



 
 
  
 


25
ayat tersebut mempunyai kaitan yang erat dengan pendidikan ayat ini
dikatagorikan ke dalam golongan surat makkiyah. Jika di teliti surat al-syura
sejak ayat 36 sampai dengan 40 maka ayat ini akan kelihatan sebagai suatu
utaian yang mengambatkan ciri-ciri orang beriman. Yaitu bertawakal kepada
allah. Menjauhui dosa-dosa besar perbuatan keji, menegakkan sholat,
menghidupkan musyawarah, berjiwa dermawan, mempergunakan atau
membela hak-hak pribadi dalam batas-batas kewajaran, dan bersifat pemaaf
serta cinta damai.11
Dalam surat asy syuraa memang tidak dijelaskan secara eksplisit
tentang ruang lingkup pendidikan seperti yang telah dikemukan di atas,
tetapi dapat dipaham dan dimengerti.
1. pendidikan tauhid akidah
pendidikan ini dapat dilihat pada ayat 36 dan 38
2. Pendidikan akhlak moral
pendidikan moral dapat di lihat dengan jelas pada ayat 36,37,38,39
dan 40.
3. Pendidikan sosial
pada ayat 38 terlihat dengan jelas adanya pendidikan sosial yaitu
bermusyawarah. Hal ini memperlihatkan bahwa musyawarah dalam
al-qur’an merupakan ajaran dasar islam al-razi mengatakan kalimat
11“ wa amruhum syura bainahum” mengandung pengertian bahwa
praktek musyawarah merupakan tradisi yang berlangsung lama di
kalangan bangsa arab, khusus mereka yang telah beriman.dalam
menghadapi permasalahan yang menyangkut orang banyak, mereka
senantiasa menghimpun pemuka-pemuka kabilahuntuk memecahkan
persoalan yang mereka hadapi.12 kemudian adanya sifat dermawan
pada diri orang-orang yang beriman.

4. As-sunnah
11
Erwati Aziz, Op.Cit, hal.2.
12
Suhairini, Op.Cit, hal.21.

26
a. Pengertian as-sunnah
As-sunnah menurut bahasa berarti jalan hidup yang dijalani atau di
biasakan, baik jalan hidup itu baik atau buruk, terpuji atau tercela. 13
Pengertian sunnah menurut istilah antara lain di kemukan oleh ahli hadist
ahli usul fiqh dan para ahli fiqh.14
Sunnah dalam pengertian para ahli hadist ialah sesuatu yang
didapatkan dari nabi SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan,
sifat fisik atau budi, atau biogdafi, baik pada masa sebelum ataupun
sesudahnya.
Menurut istialah para ahli tokoh agama (al-ushuliyyun), sunnah ialah
sesuatu yng diambil dari nabi SAW. yang terdiri dari sabda, perbuatan dan
persetujuan beliaum ulamah usl al-fiqh mengatakan sunnah adalah segala
sesuatu yang berasal dari nabi SAW, selain al-qur’an, baik ucapan, perbuatan,
maupun taqril yang layak di jadikan dalil bagi hukum syara’.
Sunnah menurut para ahli fiqh ialah suatu hukum yang jelas berasal
dri nabi SAW. Yang tidak termasuk farshu ataupun wajib dan dunnah itu ada
bersama wajib dan lain-lain pada hukum yang lima.

b. As-sunnah sebagai sumber pendidikan setelah al-qur’an


Jumhur ulama mengatakan bahwa as-sunnah menepati urutan yang
kedua setelah al-qur’an.15 Terlepas dari berbagai alasan atau dalil yang
menunjukkan bahwa kedudukan al-sunnah menepati posisi kedua setelah al-
qur’an dalam tertib sumber hukum islam yang jelas. Di dalam al-qur’an
banyak ayat yang ridak dapat dijelaskan jika penjelasan yang tidak dapat
mengungkapkan makna yang dimaksud oleh ayai tersebut. Dan yang bisa
menjelaskan adalah rasul.16

13
Erwati Aziz, Op.Cit, hal.21.

14
Erawati Aziz, Op.Cit, hal.155.
15 Ibid, hal. 156.

27
Selanjutnya ada beberapa ayat al-qur’an dan hadist nabi yang
menyatakan bahwa kedudukkan al-sunnah sebagai sumber kedua setelah al-
qur’an dalam ajaran islam surat an-Nisa ayat 50 menyatakan :

 
 
 
 
   
  
  
  
 
  
  
 
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

   


    
  
 
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah.
dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka[321].
Rasulullah juga mengaskan sebagaimana sabdanya:17 yang Artinya :
“Ku tinggalkan untuk kamu dua perkara (pusaka) tidaklah kamu akan tersesat
selama-lamanya, selama kamu masih nerpegang tsguh kepada keduanya, yaitu
kibullah dan sunnah rasulullah” (HR. Bukhori dan muslim)

16 Ibid, hal. 171.

28
C. Hadist yang berhubungan dengan pendidikan
Banyak hadist-hadist yang berkaitan dengan pendidikan,, namun
disini penulis akan menjelaskan dua hadist yang berkaitan dengannya.
Rsulullah SAW bersabda:18 yang Artinya : wanita di nikah, karena
empat faktor, yaitu karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena
kecantikannya, dan kasrena agamanya. (HR. muslim)
Dari hadist di atas dapat di petik inti sari pendidikan yang terkandung
di dalamnya yaitu:18
1. Pendidikan akhlak moral. secara tersirat, hadis tersebut menganding
pendidikan akhlak karena di sini seseorang haduslah mencari
pendalping hidup dengan akhlak yang mulia yang bercermin dari
dirinya (beragama).
2. Pendidikan aqidah seseorang yang akan menikah hengaklah melihat
pada aqidah seseorang, karena aqidahnya baik maka di dalam
menjalankan hidup rumah tangga akan menjadi baik pula.
ha ini juga di jelaskan lagi oleh rasulullah SAW yang berbunyi yang
Artinya barang siapa mengawani seorang wanita karena memandang
kedudukannya maka allah akan menambah baginya kerendahan, dan
barang siapa mengawini wanita karena memandang harta bendanya
maka allah akan menambah baginya kemelaratan, dan barang siapa
mengawininya karena memandang keturunannaya, maka allah akan
menambah baginya kehinaan, tetapi bbarang siapa mengawini orang
wanita karena bermaksud ingin merendam gejolak mata dan menjaga
kesucian seksualnya atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan
maka allah akan memberkatinya bagi isterinya dan memberkahi
isterinya baginya(HR.AL-Bukhori)

17
Ramayulis, Op.Cit, hal. 214.
18
Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, Jakarta; Gema Insani Press,1991. hal.227.

29
Kemudian salah satu hadist rasulullah saw yang berkenan
dengan pendidikan yaitu berbunyi: yang Artinya: tuntutlah ilmu
sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada allah aza
wajalla, dan mengajarkanya kepada orang yang tidak mengetahuinya
adalah sadaqoh, sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan
orangnya dalam kedudukan terhormat dan muliyah (tinggi) ilmu
pengetguan adalah keindahan bagi ahlinyadidunia dan
diskhirat(HR.Ae-Rabii)
Dari hadist ini terkandung unsur-unsur pokok yang terdiri
dari aqidah (ketauhidan,pengetahuan sadaqoh, kedudukan yang
muliyah, serta nilai keindahan. Adapun secara gobal dari ahdis
tersebut terdapat pendidikan akal yaitu dituntutnya bagi seseorang
untuk mempergunakan akal fikirannya dengan cara menuntut ilmu,
pendidikan akhlak yaitu bahwasanya didalam hadist tersebut
mengandung shodaqoh, dan akan mendapatkan kedudukan yang
muliyah disisi allah SWT. Serta adanya pendidikan keindahan
(esensial). Menuntut ilmu merupakankewajiban bagi setiap muslim
laki-laki dan perempuan. Sebagaimana sabda rasulullah yang artinya :
Menuntut ilmu atas setiap muslim (baik muslimin maupun muslimah).
(HR.Ibnu Majah).

5. Perkataan Para Sahabat (Qaul al-Shahabah)


Pada masa Khulafa’ al-Rasyidin, sumber pendidikan dalam Islam sudah
mengalami perkembangan. Selain Al-Qur’an dan Sunnah juga perkataan,
sikap, dan perbuatan para sahabat. Perkataan mereka dapat dipegangi
karena Allahendiri dalam Al-Qur’an memberi pernyataan:

‫ار وٱلذِين ٱتبعُو ُهم بِإ ِ أح َّٰس ٖن‬ ِ ‫لس ِبقُون ٱ أۡلولُون ِمن ٱ أل ُم َّٰه ِج ِرين وٱ أۡلنص‬ َّٰ ‫وٱ‬
‫ت ت أج ِري ت أحتها ٱ أۡل أن َّٰه ُر َّٰخ ِلدِين‬ٖ ‫ضواْ ع أنهُ وأعد ل ُه أم ج َّٰن‬
ُ ‫ضي ٱّللُ ع أن ُه أم ور‬ ِ ‫ر‬
١٠٠ ‫فِيها ٓ أبدٗ ۚا َّٰذ ِلك ٱ ألف أو ُز ٱ ألع ِظي ُم‬

30
Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menjadikan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS.
Al-Taubah: 100)

Di antara perkataan sahabat yang dapat dijadikan sebagai dasar


pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Perkataan Abu Bakar setelah dibai’at menjadi khalifah, ia mengucapkan
pidato sebagai berikut:
“Hai manusia saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal
aku bukanlah orang yang terbaik di antara kamu. Jika aku menjalankan
tugasku dengan baik, ikutilah aku. Tapi jika aku berbuat salah, betulkanlah
aku, orang yang kamu pandang kuat, aku pandang lemah sehingga aku
dapat mengambil hak darinya, sedangkan orang yang kamu pandang
lemah, aku pandang kuat sehingga aku dapat mengembalikan haknya.
Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-
Nya, tetapi jika aku tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak
perlu taat kepadaku.”

Menurut pandangan Nazmi Luqa, ungkapan Abu Bakar ini


mengandung arti bahwa manusia harus mempunyai prinsip yang sama di
hadapan Khaliknya. Selama baik dan lurus, ia harus diikuti, tetapi
sebaliknya jika ia tidak baik dan lurus, manusia harus bertanggung jawab
memutuskannya.
2. Umar bin Khattab terkenal dengan sifat jujur, adil, dan cakap serta berjiwa
demokratis yang dapat dijadikan panutan masyarakat. Sifat-sifat Umar
disaksikan dan dirasakan sendiri oleh masyarakat pada masa itu. Sifat-
sifat seperti ini sangat perlu dimiliki oleh seseorang pendidik karena di
dalamnya terkandung nilai-nilai paedagogis yang tinggi dan teladan yang
baik yang harus ditiru.
Muhammad Salih Samak, sebagaimana dikutip Ramayulis,
menyatakan bahwa contoh teladan yang baik dan cara guru memperbaiki
pelajarannya, serta kepercayaan yang penuh terhadap tugas, kerja, akhlak,

31
dan agama adalah kesan yang baik untuk sampai kepada mutlamat
pendidikan agama.

6. Ijtihad
Setelah jatuhnya kekhalifahan Ali bin Abi Thalib berakhirlah masa
pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin dan digantikan oleh Dinasti Umayyah.
Pada masa ini Islam telah meluas sampai ke Afrika Utara bahkan ke Spanyol.
Perluasan daerah kekuasaan ini diikuti oleh ulama dan guru atau pendidik.
Akibatnya terjadi pula perluasan pusat-pusat pendidikan yang tersebar di
kota-kota besar.
Karena Al-Qur’an dan Hadis banyak mengandung arti umum, maka
para ahli hukum Islam, menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukum
tersebut. Ijtihad ini terasa sekali kebutuhannya setelah wafatnya Nabi SAW
dan beranjaknya Islam mulai ke luar tanah Arab.
Para fuqaha mengartikan ijtihad dengan berfikir menggunakan
seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syari’ah Islam, dalam hal-hal yang
belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Hadis dengan syarat-syarat
tertentu. Ijtihad dapat dilakukan dengan Ijma’, Qiyas, Istihsan, dan lain-lain.
Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran
Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis bersifat pokok-pokok dan
prinsipnya saja. Bila ternyata ada yang agak terinci, maka rinciannya itu
merupakan contoh Islam dalam menerapkan prinsip itu. Sejak diturunkan
ajaran Islam sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW, Islam telah tumbuh
dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan
kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula.

7. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam


A. Konsep Pendidikan Al –Qabisi
1. Pendidikan Anak-Anak

32
Menurutnya bahwa mendidik anak –anak merupakan upaya amat
startegis dalam rangka menjaga kelangsungan bangsa dan negara.
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikannya menumbuh kembangkan pribadi anak sesuai
dengan nilai –nilai islam yang benar.
3. Kurikulum
Dilihat dari segi isi mata pelajaran, kurikulum terbagi menjadi dua
yaitu: pertama, kurikulum ijbari yang terdiri dari kandungan ayat –
ayat Al-Qur’an seperti tentang sembahyang dan do’a – do’a, ditambah
dengan penguasaan terhadap ilmu nahwu dan bahasa
arab.kedua,kurikulum ikhtiyari yang berisikan ilmu hitung dan
seluruh ilmu nahwu,bahasa arab,syair,kisah – kisah masyarakat
arab,sejarah orang arab dll.
4. Metode Dan Teknik Belajar
Al–Qabisi mengemukakan metode belajar yang efektif,yaitu
menghafal,melakukan latihan dan demonstrasi. Belajar dengan cara
menghafal yang dimulai dengan memahami pelajaran dengan baik
akan membantu hafalan dengan baik1

B. Konsep Pendidikan Al – Mawardi


Pemikiran Al –Mawardi dalam bidang pendidikan sebagian besar
terkonsentrasi pada masalah etika hubungan antara guru dan murid dalam
proses belajar mengajar. Seorang guru yang melaksanakan tugasnya secara
profesional ditandai oleh beberapa sikap yaitu,pertama ,mempersiapkan
segala sesuatu yang mendukung proses belajar mengajar.kedua,disipluin
terhadap peraturan dan waktu.ketiga , menggunakan waktu luang dengan
baik.kelima, memilki daya kreasi dan inovasi yang tinggi. 2
C. Konsep Pendidikan Ibnu Sina

1
Abudidin Nata,Pemikiran Para Tokoh Pendididkan Islam,(Jakarta:Raja Grafindo
Persada,2000),Cet.ke-2,h.26 - 30
2
Ibid.h.49

33
Menurut Ibn Sina, pendidikan atau pembelajaran itu menyangkut
aspek pada diri manusia ,mulai dari fisik ,mental maupun moral.Pendidikan
tidak boleh mengabaikan perkembangan fisik dan apapun yang dimiliki
pengaruh terhadap perkembangan fisik seperti olahraga,makanan,tidur,dan
kebersihan.
Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan tidak hanya memperhatikan
aspek moral,namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk
jiwa,pikiran,dan karakter.menurutnya,pendidikan sangat penting diberikan
kepada anak – anak untuk mempersiapkan diri menghadapi masa
dewasanya.
Ibnu sina mengungkapkan,seseorang harus memilki profesi tertentu
dan harus bisa berkontribusi bagi masayarakat dan Ibn Sina mengungkapkan
pendidikan itu harus diberikan secara berjenjang berdasarkan usia.3
Pemikiran Ibn Sina dalam bidang pendidikan antara lain:
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh
potensi seseorang secara sempurna seperti perkembangan
fisik,intelektual,dan budi pekerti.
b. Kurikulum
Konsep Ibn Sina tentang kurikulum dibagi menjadi tiga tingkatan
.yang pertama,untuk anak usia 3 sampai 5 tahun perlu berikan mata
pelajaran olahraga,budi perkerti,kebersihan dan
kesenian.kedua,untuk anak usia 6 sampai 14 tahun diberikan materi
membaca dan menghafal al-qur’an,pelajaran agama dan pelajaran
sya’ir.ketiga,anak usia 14 tahun keatas diberikan pelajaran yang
sesuai dengan bakat dan minat si anak.4
c. Metode Pengajaran

3
http://Tanbihun.Com/Pendidikan/Metode-Pendidikan-Dalam-Pandangan-Tiga -Ilmuan-Islam/
4
Abuddin Nata,Op.Cit.h.67-69

34
Metode yang ditawarkan Ibn Sina antara lain metode talqin (mengajar
membaca Al- qur’an), demontrasi (mengajar menulis) pembiasaan,
teladan, diskusi, magang dan penugasan
d. Konsep Guru
Ibn Sina mengatakan guru yang baik adalah guru yang
cerdas,beragama,mengetahui cara mendidik akhlak,berpenampilan
rapi,tidak berolok-olok dan main-mian didepan murid,tidak bermuka
masam,sopan santun dan bersih.
e. Konsep Hukuman Dalam Pengajaran
Ibn Sina tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan
pengajaran karena sikapnya yang menghargai martabat manusia.5

6. Ibnu Sina dan Pendidikan Anak


Menurut Ibnu Sina bahwa perasaan sosial anak dapat berkembang
lagi setelah memasuki sekolah.oleh karena itu perhatian anak jangan hanya
dipusatkan pada pemberian ilmu pengetahuan saja,tetapi dalam waktu yang
sama hendaklah juga mementingkan pendidikan budi pekerti.sebab
kebiasaan yang baik dan sifat –sifat yang baik menjadi faktor utama guna
mencapai kebahagiaan anak.
Ibnu sina juga menganjurkan supaya pembawaan dan kemampuan
anak diperhatikan dan dituntun untuk memilih pekerjaannya di masa
depan.6
Menurut Ibnu Sina pendidik harus memperhatikan kecenderungan
,kebiasaan ,karakterisistik dan bakat bawaan anak ketika memilih aktivitas
atau pekerjaan untuk menghadapi masa depannya.7

5
Ibid.h.74 -78
6
Azyumardi,Esei-Esei Inteletual Muslim dan Pendidikan Islam,(Jakarta :PT.Logos
.Wacana .1998).Cet.ke-1,h.81

35
d. Konsep Pendidikan Al-Ghazali
Al- ghazali memberi perhatian yang sangat besar untuk menempatkan
pemikiran islam dalam pendidikan.menurutnya,seluruh metode pendidikan
harus berpegang teguh pada syari’at islam.al –ghazali menjelaskan bayi lahir
dalam keadaan jernih atau bersih ,lalu tumbuh menjadi anak –anak yang
membutuhkan kepribadian,karakteristik,dan tingkah laku saat hidup serta
berinteraksi dengan lingkungan. Keluarga mengajarkan anak-anak tentang
bahasa,adat–istiadat,tradisi dan agama.oleh karena itu,yang paling
bertanggungjawab terhadap buruk atau baik pendidikan seorang anak adalah
orang tua mereka.orang tua merupakan mitra dalam mendidik anak –anak
dan mereka harus membagi tugas tersebut dengan para guru anak – anak
tersebut.8
Konsep pendidikan Al-Ghazali mencakup berbagai aspek pendidkan
yaitu aspek tujuan pendidikan, kurikulum, metode, etika guru dan murid.
1. Tujuan Pendidikan
Pertama ,tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada
pendekatan diri kepada Allah dan kedua,kesempunaan yang bermuara pada
kebahagiaan dunia dan akhirat .
2. Kurikulum
Kurikulum yang dikemukakan terbagi menjadi tiga bagian,sebagai
berikut,pertama ilmu terkutuk seperti ilmu sihir,ilmu nujum,ilmu
ramalan.kedua,ilmu yang terpuji seperti ilmu berkaitan dengan kebersihan
dari cacat dan dosa serta ilmu yang menjadi bekal seseorang untuk
mengetahui yang baik lalu melaksanakannya,ilmu tentang cara-cara
mendekatkan diri kepada allah.ketiga ,ilmu yang terpuji seperti ilmu
matematika, ilmu logika, ilmu ilhiyat, ilmu fisika, ilmu politik, dan ilmu etika .

7
Muhammad athiyah,beberapa pemikiran pendidikan islam,(yogyakarta:titian ilahi
press,1996),cet.ke-1,h.100
8
http://Tanbihun.Com/Pendidikan/Metode-Pendidikan-Dalam-Pandangan-Tiga -Ilmuan-
Islam/

36
Kurikulum menurut Al- Ghazali didasarkan pada dua kecenderungan
yaitu: Pertama, kecenderungan agama dan tasawuf.kecenderungan ini
membuat Al- Ghazali menempatakan ilmu – ilmu agama diatas segalanya dan
memandang sebagai alat untuk mensucikan diri dari pengaruh dunia. Kedua,
kecenderungan pragmatis,ini tampak dari karya tulisnya yang beberapa kali
mengulangi penilaian terhadap ilmu berdasarkan manfaatnya bagi manusia
baik untuk kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat.9
3. Metode Pengajaran
Perhatian Al –Ghazali dalam metode ini lebih ditujukan pada
pengajaran agama untuk anak –anak .untuk ini ia telah mencontohkan
sebuah metode keteladanan bagi anak –anak, pembinaan budi pekerti dan
penanaman sifat keutamaan pada diri mereka.dengan demikian faktor
keteladanan yang utama menjadi bagian dari metode pengajaran yang amat
penting .

4. Kriteria Guru Yang Baik


Guru yang baik ditandai oleh hal –hal berikut :
Pertama, seorang guru harus memiliki sifat kasih sayang. Kedua, seorang
tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajar. Ketiga, seorang
guru hendaknya berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan
benar di hadapan murid –muridnya. Keempat,seorang guru harus
menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan,
makian dan sebagainya. Kelima, seorang guru harus menjadi tauladan dan
panutan di hadapan murid –muridnya. Keenam, guru harus mengakui
perbedaan potensi murid secara individual dan memperlakukannya sesuai
dengan tingkat perbedaan yang dimiliki. Ketujuh, guru harus memahami
bakat, tabiat ,kejiwaan murid sesuai dengan tingkat perbedaan usianya.
Kedelapan; konsekuensi dengan omongannya.
5. Sifat Murid Yang Baik

9
Abuddin Nata,op.cit.h.86-93

37
Pertama, seorang murid harus berjiwa bersih. Kedua; seorang murid harus
menjauhi diri dari persoalan duniawi. Ketiga; bersifat rendah hati( tawaduk).
Keempat; seorang murid jangan mempelajari ilmu –ilmu yang bertentangan.
Kelima; seorang murid hendaknya mendahulukan mempelajari yang baik.
Keenam, seorang murid hendaknya mempelajari ilmu secara bertahap.
Ketujuh; seorang murid hendaknya mempelajari ilmu secara mendalam( satu
persatu). Kedelapan; seorang murid harus memahami nilai ilmu yang
dipelajarinya.10
6. Al –Ghazali dan Pendidikan Anak
Menurut Al –Ghazali pendidik harus memperhatikan kecenderungan
sosok orang ( anak didik ) yang bersangkutan, kondisi ,usia, serta tabiat
sehingga dapat disimpulkan konsep,sistem dan model pendidikan yang
dianggap cocok untuk peserta didik.11

e. Konsep Pendidikan Burhanuddin Az- Zarnuji


Konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Az –Zarnuji hanya
membahas tentang metode belajar, namun sebenarnya membahas tentang
tujuan belajar ,strategi belajar yang didasarkan pada moral religius.
1.Pembagian Ilmu
Az –Zarnuji membagi ilmu pengetahuan menjadi dua,pertama ilmu
fardu ’ain yaitu ilmu yang wajib dipelajari setiap muslim seperti ilmu fiqh dan
ushul( dasar –dasar agama).kedua,illmu fardu kifayah yaitu ilmu yang tidak
wajib dipelajari oleh setiap muslim,seperti ilmu kedokteran,ilmu astronomi,
ilmu matematika dan sebagainya.
2.Tujuan Dan Niat Belajar

10
Ibid.h.94 -100
11
Muhammad Athiyah,op.cit.h.106

38
Ditujukan untuk mencari keridhoan Allah,memperoleh kebahagian di
akhirat,memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain,melestarikan
atau mengembangkan ajaran Islam,serta mensyukuri nikmat Allah.
3.Metode Belajar
Metode belajar menurut Az-Zarnuji terbagi menjadi dua. Pertama
,metode yang bersifat etik( mencakup niat dalam belajar).kedua,metode yang
bersifat teknik( meliputi cara memilih pelajaran,memilih guru,memilih
teman dan langkah –langkah belajar).12
4.Pendidikan Anak
Dalam kitabnya Taklim Mutaklim mengemukakan agar murid
memilih sendiri materi pelajaran yang ingin dipelajarinya secara mendalam
tetapi hendaknya seorang murid juga meminta bantuan dari gurunya yang
telah memiliki pengalaman dalam pelajaran tersebut.13
F.Konsep Pendidikan Ibn Jama’ah
Ibn Jama’ah mengemukakan tentang keutamaan ilmu pengetahuan
dan orang – orang yang mencarinya ,etika orang-orang yang berilmu
termasuk para pendidik,kewajiban guru terhadap peserta didik,mata
pelajaran,etika peserta didik,etika dalam menggunakan literlatur serta etika
tempat tinggal bagi para guru dan murid.
1.Konsep Guru/Ulama
Ibn Jama’ah menawarkan kriteria yang harus dipenuhi bagi sesorang
pendidik yakni meliputi enam hal.pertama ,menjaga akhlak selama
melaksanakan tugas pendidikan.kedua,tidak menjadikan profesi guru
sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya.ketiga,mengetahui
situasi sosial kemasyarakatan.keempat,kasih sayang dan sabar.kelima,adil
dalam memperlakukukan peserta didik.keenam,menolong dengan kemapuan
yang dimilikinya.
2.Peserta Didik

12
Abuddin Nata,op.cit.h.108-109
13
Muhammad Athiyah,op.cit,h.111

39
Ibn Jama’ah mengatakan bahwa peserta didik yang baik adalah
peserta didik yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan untuk
memilih,memutuskan dan mengusahakan tindakan - tindakan belajar secara
mandiri ,baik yang berkaitan dengan aspek fisik,pikiran,sikap maupun
perbuatan.14
3.Materi Pelajaran /kurikulum
Materi pelajaran yang yang dikemukakan Ibn Jama’ah terkait dengan
tujuan belajar ,yaitu semata-mata menyerahkan diri sepenunya kepada Allah
Swt dan tidak untuk kepentingan mencari dunia atau materi.
Sejalan dengan tujuan belajar tersebut diatas,materi pelajaran yang
dikaitkan harus dengan etika dan nilai - nilai spiritualitas.15
4.Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran lebih banyak ditekankan pada hafalan
ketimbang dengan metode yang lain.sebagaimana dikatakan bahwa hafalan
sangat penting dalam proses pembelajaran,sebab ilmu didapat bukan dari
tulisan di buku,melainkan dengan pengulangan secara terus- menerus.16
5.Lingkungan Pendidikan
Ibn Jama’ah dan Az-Zarnuji mengemukakan bahwa pergaulan sebagai
bagian dari lingkungan yang mempengaruhi proses pendidikan.17

14
Abuddin Nata,op.cit.h.116-117
15
Ibid.h.119
16
Ibid.h122
17
Ibid.h.126

40
BAB III
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Tujuan Pendidikan Islam


Tujuan pendidikan Islam tidak lepas dari kaitannya dengan eksistensi
hidup manusia sebagai wakilnya khalifah Allah Swt di muka bumi. Salah satu
fungsi dan tugas seorang pemimpin adalah kemampuannya dalam
memelihara, mengatur, dan mengembangkan potensi dasar yang beragam.
Sebab tujuan pendidikan harus diarahkan kepada kemampuan hidup peserta
didik dalam hal memberdayakan potensi dirinya ia harus bersikap aktif
dalam menentukan perencanaan perjalanan hidupnya, sehingga pada
gilirannya mampu menangani realitas yang melahirkan fenomena-fenomena
baru.
Tujuan-tujuan pendidikan Islam dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menghantarkan manusia pada bakat-bakat alaminya (innate talents),
sehingga ia akan mengevaluasi diri alam semesta dan masyarakat tempat
tinggalnya. Jadi, manusia akan sadar terhadap seluruh tugas, hak-hak,
makna keberadaan serta hubungannya dengan kehidupan alam semesta.
2. Menyadarkan manusia akan penciptanya yakni atas dasar yang bernalar,
sehingga akan membuahkan hubungan-hubungan yang sehat, membantu
menumbuhkan personalitas orang beriman dan memotivasi timbulnya
visi kehidupan dunia dan alam akhirat yang benar dalam dirinya.
3. Menanamkan dalam diri manusia tentang hubungan yang harmonis
dengan alam semesta dan memperkokoh ikatan kemanusiaan melalui
peningkatan rasa estetika. Hal ini akan dapat melestarikan kemampuan
untuk bisa membedakan ide-ide yang baik dan buruk, sehingga
pengaruh-pengaruh yang dikehendaki menyangkut kesadaran, perilaku
dan pandangan-pandangan yang positif dapat dicapai.

41
4. Menciptakan pemahaman Islam yang sistematis, yang menuntut manusia
pada kesesuaian setiap pemikiran dan perbuatannya berdasarkan tata
aturan dan prinsip Islam.
5. Membentuk kepribadian yang seimbang, yang dalam bidang
wewenangnya memiliki unsur-unsur material, spiritual dan konseptual
atas dasar yang serasi.
6. Mengembangkan sumber daya manusia untuk dapat dimanfaatkan bagi
kemaslahatan umat manusia.
7. Menuntun manusia ke arah metode berpikir ilmiah serta penguasaan
ilmu dan pengetahuan serta membantu anak-anak baik kaum muda serta
memberi mereka semangat menuntut ilmu, keahlian dan spesialisasi
dalam berbagai bidang.
8. Menyiapkan manusia untuk berperan serta dalam pembentukan
masyarakat dan kehidupan yang Islami, juga memberikan mereka
kesempatan untuk hidup di bawah naungan sistem Islam.
9. Meneliti sejarah umat Islam dengan cermat, menulisnya dengan gaya
sederhana yang mudah dipahami dan terlepas dari motif-motif politik
apapun agar generasi-generasi mendatang mengenal warisan agung
mereka. Hal ini akan menanamkan contoh yang baik dan rasa harga diri
serta penilaian yang tepat terhadap budaya Islam yang besar dalam diri
mereka.
10. Mendidik anak-anak dari kaum muda serta melatih mereka untuk
memelopori aktifitas sosial agar dapat menguasai peran-peran khusus
dan bakat-bakat yang demikian harus dapat ditanamkan dalam rangka
menyerukan manusia pada risalah Allah Swt, yakni pesan kebaikan dan
kedamaian.
11. Mengukuhkan ikatan persaudaraan antara kaum muslimin dan memberi
titik tekan pada ketulusan dalam iman, bermasyarakat dan secara luas
dalam kehidupan umat Islam.

42
Tujuan-tujuan pendidikan Islam di atas adalah yang paling utama dan untuk
mencapai seperangkat tujuan tersebut, beberapa lembaga dan kelompok
ikut serta dalam tugas pendidikan dan masing-masing berdasarkan pada
kemampuan dan tanggung jawab.
Menurut Muhammad Oemar al-Toumy al-Syaibani (1997: 30), menggariskan
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak
hingga mencapai akhlak al-karimah. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat
(1996: 30) dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam
dibagi atas beberapa tahap dan tingkatan yaitu, tujuan umum, tujuan akhir,
tujuan sementara dan tujuan operasional. Tujuan umum ialah tujuan yang
akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran
atau dengan cara lain. Tujuan ini berbeda pada setiap tingkat umur,
kecerdasan dan situasi. Adapun dalam tujuan pendidikan Islam pada tingkat
ini adalah membentuk insan kamil dengan pola taqwa yang menggambarkan
pada pribadi seseorang yang sudah terdididik, yakni dengan:
1. Tujuan akhir, maksud tujuan ini adalah tujuan yang diharapkan
berlangsung seumur hidup. Hubungannya dengan pendidikan Islam adalah
bertaqwa pada Allah Swt dengan sebenar-benarnya taqwa.
2. Tujuan sementara, adalah tujuan yang akan dicapai dengan sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam kurikulum pendidikan
formal.
Tujuan operasional, tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah
kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan
dipikirkan akan mencapai tujuan tertentu. Pada tujuan ini anak dituntut
kemampuan dan keterampilan tertentu yang merupakan sebagian
kemampuan dan keterampilan tertentu, yang merupakan sebagian
kemampuan dan keterampilan insan kamil (Zakiah Daradjat, 1996: 33)
Dalam formulasi tujuan untuk menghantarkan pada tercapainya tujuan
pendidikan terdapat prinsip-prinsip pendidikan, adapun prinsip-prinsip itu
adalah:

43
1. Prinsip Syumuliyah (universal), prinsip ini memandang keseluruhan aspek
agama manusia, masyarakat dan kehidupan, serta adanya wujud jagad raya
dan hidup, aqidah, ibadah dan akhlak yang memungkinkan peserta didik
mengembangkan diri.
2. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan keseimbangan antara berbagai
aspek kehidupan pada pribadi seseorang dengan berbagai kebutuhan
individu dan komunitas.
3. Prinsip kejelasan, prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum
yang memberikan sebuah penjelasan mengenai masalah-masalah yang
sedang dihadapi, sehingga terwujud kurikulum, metode dan tujuan pokok
pendidikan.
4. Prinsip tak bertentangan, tidak ada tantangan dan unsur dan cara
pelaksanaannya.
5. Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan dan maksudnya tidak mengada-
ngada, tidak berlebihan dan sesuai dengan kenyataan.
6. Prinsip perubahan yang diinginkan, yaitu adanya perubahan tingkah laku,
jasmani, akal, psikologi, sosial dan sikap pada tingkat kesempurnaan.
7. Prinsip menjaga perbedaan individu.
8. Prinsip dinamis, yang artinya menerima segala perubahan dan
perkembangan (Muhaimin, 1993: 155).
Dari sudut pandang al-Syaibany dan Zakiah Daradjat di atas, maka menurut
Jalaluddin tujuan pendidikan Islam mencakup ruang lingkup yang luas, yakni:
1. Dimensi hakikat penciptaan manusia, dari sudut pandang ini maka tujuan
dari pendidikan Islam adalah untuk membimbing perkembangan peserta
didik secara optimal agar menjadi pengabdi Allah Swt yang setia.
2. Dimensi tauhid berdasarkan hal ini, maka tujuan pendidikan Islam
diarahlan kepada upaya pembentukan sikap taqwa, yakni dengan
melaksanakan segala perintah-perintah Allah Swt.

44
3. Dimensi moral hubungannya dengan dimensi ini maka pendidikan
ditujukan sebagai upaya dari pembentukan manusia sebagai pribadi yang
normal.
4. Dimensi perbedaan individu, tujuan pendidikan ini diarahkan pada usaha
pembimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal,
dengan tidak mengabdikan faktor perbedaan individu yang sesuai dengan
kadar kemampuan masing-masing.
5. Dimensi sosial, yang bertujuan agar pendidikan dapat diarahkan pada
pembentukan manusia sosial yang memiliki sifat taqwa sebagai dasar sikap
dan perilaku.
6. Dimensi profesional, bertujuan agar pendidikan dapat diarahkan untuk
membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik yang sesuai dengan
bakat masing-masing.
7. Dimensi ruang dan waktu, agar pendidikan ditujukan sebagai upaya untuk
memperoleh keselamatan hidup di dunia dan diakhirat (Jalaluddin, 2001: 91-
98).
C. Fungsi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip iman, Islam,
ihsan atau aqidah dan akhlak untuk menuju sasaran kemuliaan dan budaya
yang diredhoi oleh Allah Swt setidaknya memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Individualisasi nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya derajat manusia
yang muttaqin dalam bersikap, berpikir dan berperilaku.
2. Sosialisasi nilai-nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya umat Islam.
3. Rekayasa kultur Islam demi terbentuk dan berkembang peradaban Islam.
4. Menemukan, mengembangkan, serta memelihara ilmu, teknologi dan
keterampilan demi terbentuknya para manajer dan manusia profesional.
5. Pengembangan intelektual muslim yang mampu mencari,
mengembangkan, serta memelihara ilmu dan teknologi.

45
6. Pengembangan pendidikan yang berkelanjutan dalam bidang ekonomi,
fisika, kimia, arsitektur, seni musik, seni budaya, politik, olahraga, kesehatan
dan sebagainya.
7. Pengembangan kualitas muslim dan warga negara sebagai anggota dan
pembina masyarakat yang berkualitas kompetatif (Jusuf Amir Feisal, 1995:
95).
Manusia memiliki potensi dan banyak kemampuan sedangkan pendidikan
merupakan suatu rangkaian proses guna menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi tersebut, dalam arti berusaha untuk
menampakkan potensi-potensi tersebut. Adapun fungsi pendidikan Islam
adalah menyediakan segala fasilitas yang dapat memungkinkan tugas
pendidikan Islam tersebut dapat tercapai dan berjalan dengan lancar.
D. Asas-asas Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pengembangan alam pikiran manusia dan penata
tingkah laku serta emosi berdasarkan agama Islam dengan maksud untuk
merealisasikan tujuan Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat,
yakni dalam seluruh kehidupan. Islam telah menyajikan seluruh pikiran ini
dalam tatanan konsepsi yang indah dan saling terkait dan juga menyajikan
akidah-akidah yang wajib dipercayai oleh manusia untuk dapat
menggerakkan berbagai perasaan di dalam jiwanya disamping menanamkan
emosi yang dapat mendorong untuk bertingkah laku yang telah diatur oleh
syari’at tingkah laku dalam beribadah.
Asas-asas Ta’abbudiyah
1. Maknah ibadah
Setiap tatanan berpikir yang diharapkan dapat kekal, mempunyai berbagai
latihan dan cara berperilaku yang pada masa sekarang telah terkalahkan oleh
sifat kelompok.
2. Dampak edukatif dari ibadah
a. Ibadah mendidik diri untuk selalu berkesadaran berpikir

46
Ibadah di dalam Islam mendidik kita untuk selalu memiliki kesadaran dalam
berpikir, tetapi tidak ada suatu ibadah yang diterima oleh Allah Swt kecuali
memenuhi dua syarat, yakni:
a) niat yang ikhlas dan taat kepada Allah Swt.
b) menjalankan ketaatan sesuai dengan bentuk dan cara yang telah
disunnatkan oleh Rasulullah Saw.
b. Ibadah menanamkan hubungan dengan jamaah muslim
Ibadah dalam Islam mendidik orang muslim untuk berhubungan dengan
jamaah muslim dimanapun mereka berada.
c. Menanamkan kemulian pada diri
Ibadah di dalam Islam menanamkan kemuliaan pada diri dan
menghancurkan kezaliman dalam arti merasa bangga kepada Allah Swt,
karena ia merasa besar pada yang besar.
d. Mendidik kebutuhan selaku umat yang berserah diri kepada al-Khaliq
e. Keutamaan mendidik
Dalam Islam mendidik umat Islam supaya memiliki keutamaan yang positif
dan mutlak yang tidak terbatas pada suatu negara, tetapi berlaku secara luas
pada pergaulan antara seluruh umat manusia (Muhammad Qutbh,1986: 39-
40).
Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi) sukar dilihat atau
diketahui secara nyata adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi
dan aspek kehidupan (Zakiah Daradjat, 1978: 50).
Asas Tabi’at Manusia
1. Manusia adalah khalifah Allah Swt di muka bumi
Allah Swt berkehendak untuk menciptakan khalifah di muka bumi dengan
tugas memakmurkan alam dan mengembangkan amanat risalah serta
menegakkan segala amalan yang mengandung kemaslahatan, kebaikan dan
kebenaran dalam pemberian tugas khalifah ini disertai bekal potensi yang
diciptakan Allah Swt.

47
Jika ada ada di antara Bani Adam yang meningkatkan martabatnya maka
yang demikian itu terjadi karena mereka menjalankan apa yang telah
diembankan oleh Allah Swt kepadanya dan melaksanakan syari’at Allah Swt
dan berjuang di jalan kebenaran dan memusatkan kehidupannya guna
mencapai keridhoan Allah Swt dan kemaslahatan umat serta merealisasikan
manfaat umum bagi manusia.
Adapun yang menjadi pirors khalifah manusia ialah penggunaan akal,
pengembangan tugas samawi serta pelaksanaan melalui jalur ilmu yang
dipelajari, realisasi pemahaman serta pembedaan antara yang buruk dengan
yang baik.
2. Allah Swt menciptakan manusia dalam bangunan yang sebaik-
baiknya
Manusia hendaknya dijadikan Allah Swt sebagai khalifah di bumi dan telah
dijadikanNya dalam penampilan yang sebaik-baiknya dan Ia menjadikan
manusia sebagai ciptaanNya yang terbaik, baik lahir maupun batin dengan
rancangan yang indah serta struktur yang tidak ada bandingnya.
Allah Swt telah menyeimbangkan susunan tubuh manusia sejak masih dalam
kandungan, menjadikan dua tangan, dua kaki, dua mata dan seluruh anggota
tubuh lainnya.
3. Allah Swt menundukkan segala yang ada di langit dan di bumi bagi
manusia
Allah Swt telah menaklukkan segala yang ada di bumi dan di langit untuk
manusia yang dimuliakan ini, agar ia dapat melaksanakan tugasnya sebagai
khalifah Allah Swt di bumi. Allah Swt telah menempatkan segala apa yang ada
di bumi di bawah kekuasaan manusia, baik daratan maupun lautan sehingga
memungkinkan manusia untuk mengelola keduanya dan bergerak di
dalamnya dengan menggunakan akal dan ilmu.
4. Perangkat tabi’at manusia
Al-Qur’an menyatakan berbagai perangkat dan bagian tubuh manusia dan
kalau kita perhatikan sebagaimana yang akan dituangkan kemudian, maka

48
tampak bahwa perangkat tersebut tidak dapat dipisahkan kecuali ketika
sedang khusus membicarakan sesuatu fungsi yang berhubungan dengan
bagian yang bersanmgkutan, alasannya karena tubuh merasa melengkapi.
Sehubungan dengan tabi’at, al-Qur’an dengan menggunakan al-Insan dengan
berbagai sikap yang menyingkapkan mereka pada penampilan manusia baik
ditinjau dari sudut fisiknya maupun dari sudut kondisi psikisnya. Berikut ini
disajikan kateristik manusia dilihat dari:
a. Tubuh. Kata al-jism (tubuh) disebutkan di dalam al-Qur’an hanya sebanyak
dua kali, yakni dengan shihat mufrad dan dengan shighat jama’.
b. Akal. Sesungguhnya akal menjadi tanda kodrati setiap keutamaan dan
menjadi sumber ada. Allah Swt menjadikan akal sebagai penopang ad-din dan
tiang dunia. Dengan sempurnanya akal Allah Swt telah mewajibkan tugas dan
dengan hukum-hukumnya menjadikan dunia teratur. Orang yang
menggunakan akalnya akan merasa lebihd ekat dengan Allah Swt dibanding
dengan seluruh orang yang berijtihad tanpa menggunakan akal.
c. Qalb. Kata al-Qlb dan al-Qulu disebut oleh al-Qur’an di dalam 132 tempat,
disamping kata al-Ua’ad yang secara bahasa berarti al-Qalb pula, serta sadar
juga menunjukkan kepada kata al-Qol.
d. Ruh. Ruh adalah salah satu komponen perangkat tabi’at manusia tetapi
kita dapat mendapatkan batasannya dalam al-Qur’an dan kita dapatkan kata
ar-Ruh merupakan pembawa wahyu atau Jibril.
e. Berbagai perangkat tabi’at manusia saling melengkapi. Pertalian antara
akal, qal dan ruh serta antar tubuh dengan qalbu menunjukkan adanya saling
melengkapi antar berbagai perangkat tabi’at manusia.
5. Manusia sebagai makhluk yang mampu dan harus bertanggung
jawab
Manusia harus menanggung akibat dari segala yang dilakukannya dan
sebaliknya tidak akan menanggung dosa orang lain. Dengan kata lain,
manusia adalah makhluk yang mampu bertanggung jwab dan tidak masuk
akal bila Allah Swt mempersiapkan berbagai kemampuan untuknya,

49
memuliakan dan menampatkan kebanyakan dari makhluk-Nya di bawah
naungan dan kekuasaannya, lalu kemudia ia tidak harus dan tidak dapat
mempertanggung jawabkannya.
Sedangkan asas-asas pendidikan menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi
setelah melakukan studi yang mendalam terhadap pemikiran kependidikan
yang dikemukakan para sarjana Islam seperti; al-Ghazali, Ibnu Sina, al-
Zarjuni, al-Abdari dan Ibnu Khaldun yang menyimpulkan bahwa ada
sebelas asas yang secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Asas pendidikan seumur hidup
Dalam bidang pendidikan, Islam menganut asas tidak ada batas umur kapan
seseorang harus memulai pendidikan dan kapan pula ia harus mengakhiri
pendidikan. Namun demikian di kalangan masyarakat Islam ada kebiasaan
anak-anak mereka untuk belajar setelah berumur lima tahun, kadang-kadang
enam atau tujuh tahun dan pemerintah Islam pada waktu itu tidak
menentukan batas usia wajib belajar. Menurut Islam menuntut ilmu adalah
kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Kepada orang tua
diberikan hak menentukan sendiri waktu yang mereka anggap pantas untuk
mengirimkan anak-anak mereka ke pondok pesantren atau sekolah untuk
belajar.
Al-Abdari dalam bukunya yang berjudul Madkhal Syari al-Sayarif jilid II
halaman 163 mengkritik orang-orang tua yang mengirimkan anak-anak
mereka bersekolah sebelum umur tujuh tahun dengan alasan, karena ulama-
ulama terdahulu senantiasa mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah
setelah berumur tujuh tahun, yaitu batas umur dimana batas orang tua
dibebani kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka supaya melakukan
shalat dan berakhlak yang baik.
2. Asas tidak ada batas
Di pondok pesantren atau di sekolah tidak ditentukan batas tahun berapa
lamanya seorang anak harus belajar. Seorang anak dikirim ke sekolah untuk
belajar dan yang mereka pelajari pertama adalah sendi-sendi bacaan dan

50
menulis, setelah itu menghapal surat-surat yang singkat dari al-Qur’an,
menghapal juz’amma dan dilanjutkan dengan menghapal juz tabarok secara
tertib. Kemudian ia melanjutkan hapalan sehingga hapal separoh atau
seluruh al-Qur’an dan mungkin juga seorang anak bertekun di suatu pondok
pesantren atau sekolah sampai ia menngkat umur dewasa.
3. Asas adanya metode dan pendekatan
Metode pelajaran bagi anak-anak sangat berbeda dengan metode pelajaran
bagi yang sudah agak berumur. Al-Ghazali telah lama menyuarakan sistem ini
oleh karena adanya perbedaan daya tangkap pada anak-anak kecil dengan
anak-anak yang lebih besar. Dalam hubungan ini al-Ghazali berpendapat
bahwa kewajiban pertama-tama bagi seorang pendidik ialah mengajarkan
kepada anak-anak apa yang mudah dipelajarinya, oleh karena suatu mata
pelajaran yang sukar akan mengakibatkan kericuhan mental atau akal dan
yang menyebabkan anak-anak lari dari guru. Pendapat al-Ghazali ini
dianggap sebagai pendapat yang terpenting dalam metode pendidikan
modern abad XXI ini.
Al-Ghazali ini didukung pula oleh pendapat Ibnu Khaldun yang juga
berpendapat pula bahwa tingkat penangkapan anak-anak dalam pelajaran
haruslah diperhatikan, sebagaimana Ibnu Khaldun berkata:
“Di zaman kita ini kita saksikan banyak guru yang tidak tahu dengan metode
mengajar. Pada permulaan saja ia telah memberikan pelajaran yang sulit-
sulit dan mereka meminta kepada anak-anak untuk menguraikan dan
mereka mengira inilah cara yang jelas dan benar”.
Kesiapsediaan untuk menerima untuk menerima dan menanggapi ilmu
pengetahuan, tumbuh secara berangsur-angsur. Pada tingkat pertama si
murid tidak dapat mengerti suatu kalimat yang panjang, tapi baru kata-kata
singkat dan untuk mendekatkan pengertian harus pula digunakan contoh-
contoh yang dapat diraba dan kongkrit. Setelah itu tingkat kesanggupannya
berangsur-angsur, sedikit demi sedikit untuk mengerti berbagai persoalan.
4. Asas spesialisasi

51
Untuk menjamin terlaksananya tugas-tugas guru dengan mudah Ibnu
Khaldun berpendapat agar si guru jangan mencampuradukkan dua ilmu
sekaligus, oleh karena dengan cara demikian sedikit sekali yang sanggup
mengerti salah satu ilmu tersebut akibat dari terpecahnya perhatian dan
melanturnya perhatian dari satu subjek lainnya. Artinya seharusnya masing-
masing guru itu memegang suatu subjek khusus, dimana ia mempunyai
spesialisasi sehingga dapat dengan mudah menguasai sepenuhnya.
5. Asas penggunaan contoh yang kongkrit
Pendidikan Islam menetapkan prinsif-prinsif tentang penggunaan contoh-
contoh yang dapat dicapai dengan panca indera untuk mendekatkan
pengertian kepada anak-anak. Inilah yang dimaksud ahli pendidikan dengan
seruan mereka yaitu menjelajah darihal-hal yang dipikirkan sehingga
memudahkan bagi pelajar untuk mengerti dan menangkap pelajaran.
6. Asas perhatian bakat dan minat
Ibnu Khaldun telah menjelaskan bahwa pengharusan murid-murid
mempelajari hal-hal yang sukar di luar batas kemampuannya akan membawa
kepada kesesuaian mental dan kebencian yang terus-menerus terhadap ilmu
dan pelajaran. Ibnu Khaldun menyerukan agar mata pelajaran hendaknya
yang susah dan gampangnya seimbang bagi otaknya anak-anak. Ia
mengkritik para ahli didik yang mengatakan bahwa pelajaran-pelajaran sulit
yang harus diutamakan kepada anak-anak dengan sangkaan bahwa hal
demikian itu akan menajamkan pikiran mereka. Inilah kiranya yang
dimaksudkan oleh ahli-ahli pendidikan di zaman ini dengan ucapan mereka
menjelajah dari yang mudah kepada yang sukar.
Pendapat Ibnu Khaldun sependapat dengan pendapat filosuf pendidikan
modern yang menyerukan supaya pembawaan anak-anak diperhatikan dan
dijadikan sebagai dasar dalam mengajar.
7. Asas memulai dengan ilmu bantu
Untuk mendukung penguasaan suatu ilmu perlu pada ilmu bantu, yang
diantaranya adalah bahasa. Karena sebagian besar buku-buku mengenai ke

52
Islaman ditulis dalam bahasa Arab, maka ilmu bantu yang terlebih dahulu
harus dikuasai oleh seorang pelajar adalah bahasa.
Dalam sejarah tercatat bahwa setelah bangsa Arab tercampur-baur dengan
orang-orang Islam yang non Arab, bahasa Arab sudah mulai dipengaruhi oleh
bahasa dari luar yang kemudian merusak kemurniannya. Berdasarkan
kenyataan ini Qadi Abu Bakar al-Arabi menyerukan supaya pelajaran bahasa
Arab didahulukan dari pelajaran lainnya.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa kecakapan dan pengertian anak-anak
harus diperhatikan dan kepadanya diminta membaca sesuatu yang bisa
dipahaminya dengan arti diajarkan apa yang bisa dicernanya.
Tetapi beliau tidak menganjurkan supaya metode tersebut diikuti karena
kebiasaan-kebiasaan itu menolong ke arah itu. Kaum muslimin di waktu dulu
sejak kecil telah mempelajari al-Qur’an dan menghapalnya dan mereka
memberikan kepada anak-anaknya sejak kecil hapalan-hapalan al-Qur’an
demi untuk mengabil berkatnya dan mengkhawatirkan terjadinya suatu yang
menimpa anak tersebut setelah ia dewasa.
8. Asas perhatian terhadap pembawaan dan instink
Sarjana-sarjana muslim terutama Ibnu Sina menganjurkan supaya
pembawaan, kesediaan dan kemampuan anak-anak diperhatikan dalam
menuntunya kepada sesuatu bidang pekerjaan yang akan dipilihnya di masa
depan hidupnya dalam rangka pengkhidmatan kepada negara. Ibnu Sina
senantiasa menyarankan tidak semua pekerjaan yang diingini si anak dapat
dikuasainya akan tetapi hanyalah yang sesuai dengan tabiatnya.
9. Asas rekreatif
Pendidikan Islam tidak lupa memperhatikan asas rekreatif dalam
pendidikan, yaitu dengan cara menyajikan pelajaran dalam suasana yang
menyenangkan, menarik dan tidak membosankan. Hal ini dapat dicapai
antara lain dengan menerapkan asas rekreatif, permainan dan hiburan. Hal
yang demikian akan nampak keperluan dalam mengajarkan pada anak-anak
usia 5 sampai 12 tahun.

53
54
BAB IV
ALAT PENDIDIKAN ISLAM

Alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang sengaja


diadakan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan yang tertentu. Alat
pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan
demi pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.
Dalam pengertian yang luas, alat meliputi juga faktor-faktor pendidikan
yang lain, seperti tujuan, pendidik, peserta didik, dan lingkungan pendidikan
bilamana faktor faktor tersebut digunakan dan direncanakan dalam
perbuatan atau tindakan mendidik. Dalam konteks ini dibandingkan dengan
faktor-faktor pendidikan, maka alat-alat pendidikan lebih konkret dan lebih
jelas pengaruhnya pada proses pelaksanaan pendidikan. Alat-alat pendidikan
berupa perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang secara konkret
dan tegas dilaksanakan, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan
dengan lancar dan berhasil.
a. Macam-macam Alat Pendidikan.
Pada dasarnya yang dinamakan alat ini luas sekali artinya, karena itu
dalam hal ini perlu pembatasan dalam beberapa persoalan saja. Yang jelas,
segala perlengkapan yang dipakai dalam usaha pendidikan disebut alat
pendidikan.
Dalam konteks perspektif yang lebih dinamis, alat tersebut di
samping sebagai perlengkapan, juga merupakan pembantu memper-
mudah terlaksananya tujuan pendidikan.
Alat-alat pendidikan itu sendiri terdiri dari bermacam-macam,
antara lain: hukuman dan ganjaran, perintah dan larangan, celaan dan
pujian, contoh serta kebiasaan. Termasuk juga sebagai alat pendidikan
diantaranya : keadaan gedung sekolah, keadaan perlengkapan sekolah,
keadaan alat-alat pelajaran, dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Ditinjau dari segi wujudnya, maka alat pendidikan itu dapat berupa:

55
1. perbuatan pendidik (biasa disebut software); mencakup nasihat, teladan,
larangdn, perintah, pujian, teguran, ancaman, dan hukuman;
2. benda-benda sebagai alat bantu (biasa disebut hardware); mencakup meja
kursi, belajar, papan tulis, penghapus, kapur tulis, buku, peta, OHP dan
sebagainya.
Sementara itu, tindakan pendidikan yang merupakan alat pendidikan
dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandang sebagai berikut:
1. Pengaruh tindakan terhadap tingkah laku anak didik :
a. Tindakan yang bersifat positif mendorong anak didik untuk
melakukan serta meneruskan tingkah laku tertentu, seperti teladan,
perintah, pujian dan hadiah.
b. Tindakan yang bersifat mengekang mendorong anak didik untuk
menjauhi serta menghentikan tingkah laku tertentu, seperti larangan,
teguran, ancaman/dan hukrunan.
Akibat tindakan terhadap perasaan anak didik :
a. Menyenangkan anak didik, seperti pujian dan hadiah.
b. Tidak menyenangkan atau menyebabkan anak didik menderita, seperti
ancaman dan hukuman.
Bersifat melindungi anak didik :
a. Mencegah atau mengarahkan, seperti perintah, teladan dan larangan.
b. Memperbaiki, seperti teguran, ancaman dan hukuman.

2. Dasar Pertimbangan Penggunaan Alat.


Dalam hal penggunaan alat pendidikan, maka yang sangat penting
diperhatikan adalah pribadi orang yang menggunakannya, sehingga
pengguna-an alat pendidikan tersebut tidak sekadar persoalan teknis belaka,
namun lebih dari itu justru menyangkut persoalan batin atau pribadi
pendidik. Oleh karena itulah dalam memilih alat pendidikan, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. tujuan yang ingin dicapai;

56
2. orang yang menggunakan alat;
3. untuk siapa alat itu digunakan;
4. efektivitas penggunaan alat tersebut dengan tidak melahirkan efek
tambahan yang merugikan.
Berikut ini akan dikemukakan penggunaan alat pendidikan yang tampak
dalam bentuk tindakan, yaitu:

a. Teladan
Tingkah laku, cara berbuat, dan berbicara akan ditiru oleh anak. Dengan
teladan ini, lahirlah gejala identifikasi positif, yakni penyamaan diri dengan
orang yang ditiru. Identifikasi positif itu penting sekali dalam pembentukan
kepribadian. Karena itulah teladan merupakan alat pendidikan yang utama,
sebab terikat erat dalam pergaulan dan berlangsung secara wajar.
Hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam hal ini adalah
kejelasan tentang tingkah laku mana yang harus ditiru atau yang sebaliknya.
Teladan dimaksudkan untuk membiasakan anak didik dalam mencapai
tujuan yang diinginkan.
b. Anjuran, suruhan dan perintah;
Kalau pada teladan anak dapat melihat, di dalam anjuran dan suruhan,
atau perintah anak mendengar apa yang harus dilakukan. Perintah adalah
tindakan pendidik menyuruh anak didik melakukan sesuatu yang diharapkan
untuk mencapai tujuan tertentu. Alat ini adalah sebagai pembentuk disiplin
secara positif. Disiplin diperlukan dalam pembentukan kepribadian,
terutama karena nanti akan menjadi disiplin sendiri, dengan penanaman
disiptin dari luar terlebih dahulu.

a. Larangan.
Larangan merupakan tindakan pendidik menyuruh anak didik tidak
melakukan atau menghindari tingkah laku tertentu demi tercapainya tujuan

57
pendidikan tertentu. Hal yang perlu diperhatikan adalah diusahakan alasan
larangan diketahui dan diterima oleh anak didik.

d. Pujian dan hadiah.


Merupakan tindakan pendidik yang fungsinya memperkuat penguasaan
tujuan pendidikan tertentu yang telah dicapai oleh anak didik. Hadiah dalam
hal ini tidak mesti selalu berwujud barang. Anggukan kepala dengan wajah
berseri menunjukkan jempol si pendidik, sudah merupakan satu hadiah, yang
pengaruhnya besar sekali, seperti memotivasi, menggembirakan, dan
menambah kepercayaan dirinya.
Pujian dan hadiah harus diberikan pada saat yang tepat yaitu segera
sesudah anak didik berhasil belajar diberikan sebagai janji, karena akan
dijadikan sebaga tujuan kegiatan yang dilakukan.

e. Teguran.
Satu hal yang perlu disadari, bahwa manusia bersifa tidak sempurna,
maka kemungkinan-kemungkinan untuk berbuat khilaf dan salah,
penyimpangan penyimpangan dari anjuran selalu ada, lagi pula perlu
diperhatikan bahwa anak anak bersifat pelupa, cepat melupakan larangan-
larangan, atau perintah yang baru saja diberikan kepadanya. Karenanya
sebelum kesalahan itu berlangsung lebih jauh, perlu adanya koreksi atau
teguran. Teguran dapat berupa kata kata, tetapi dapat juga berupa isyarat-
isyatat, misalnya pandangan mata yang tajam: dengan menunjuk lewet jari,
dan sebagainya. Teguran ini juga merupakan tindakan pendidik untuk
mengoreksi pencapaian tujuan pendidikan oleh peserta didik.

f. Peringatan dan ancaman.


Peringatan diberikan kepada anak yang telah beberapa kali melakukan
pelanggaran dan telah diberika teguran pula atas pelanggarannya. Dalam

58
memberikan peringatan ini, biasanya disertai dengan ancaman akan
sangsinya.
Karena itulah, ancaman merupakan tindakan pendidik mengoreksi
secara keras tingkah laku peserta didik yang tidak diharapkaru dan disertai
perjanjian jika terulang lagi akan dikenakan hukuman atau sanksi. Ancaman
lazimnya akan menimbulkan ketakutan, dan melahirkan kemung-kinan anak
didik menerima karena mengerti dan penuh kesadaran, atau anak didik
menerima karena takut atau anak didik menolak karena tidak mau dipaksa.
Alat berupa ancaman ini dianjurkan jangan dibiasakan dan digunakan hanya
pada saat yang tepat saja.

g. Hukuman.
Menghukum ialah memberikan atau mengadakan nestapa atau
penderitaan dengan sengaja kepada anak didik dengan maksud agar
penderitaan tersebut betul-betul dirasakannya, untuk menuju ke arah
perbaikan. Dengan demikian hukuman merupakan alat pendidikan istimewa,
sebab membuat anak didik menderita.
Dalam hal pemberian hukuman ini, paling tidak ada dua prinsip dasar
mengapa diadakan:
1) Hukuman diadakan karena adanya pelanggaran, adanya kesalahan yang
diperbuat.
2) Hukuman diadakan dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran.
Bentuk hukuman itu sendiri berupa: hukuman badan, hukuman
perasaan (diejek, dipermalukan, dimai dan hukuman intelektual). Hukuman
intelektual tampaknya lebih baik dilakukan (tetapi tergantung tujuannya),
dalam hal ini misalnya peserta didik diberi kegiatan tertentu sebagai
hukuman berdasarkan alasan bahwa kegiatan tersebut akan langsung
membawanya ke perbaikan proses belajarnya. Sebaliknya hukuma badan dan
perasaan terkadang bisa menggangg hubungan kasih sayang antara pendidik

59
dengan peserta didik. Berkenaan dengan hukuman ini ada beberap macam
teori yang mendasarinya.
a. Teori memperbaiki; anak memperbaiki perbuatannya.
b. Teori ganti rugi; anak mengganti kerugian akibat perbuatannya.
c. Teori melindungi; orang lain dilin-dungi hingga tidak meniru perbuatan
yang salah.
d. Teori menakutkan; anak takut mengulangi perbuatan yang salah.
e. Teori hukuman alam; anak belajar dari pengalama (hukuman).
Demikianlah beberapa jenis alat pendidikan dan penggunaannya haruslah
demi kepentingan peserta didik.

60
BAB V
MATERI PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendidikan Aqidah
Aqidah dalam bahasa arab berasal dari kata “aqada ya’qidu, aqiidatan”
artinaya ikatan, sangkutan. Dikataka demikian, karena ia mengikat dan
menjadi sangkutan atau gantungan seluruh ajaran islam.18
Aqidah islam di tautkan kepada rukun iman yang menjadi asas seluruh
ajaran islam. Kedudukan sangat sentral dan fundamental, karena seperti
telah di sebutkan di atas, menjadi asas dan sekaligus sangkutan dan
gantungan segala sesuatu dalam islam, juga menjadi titik tolak kegiatan
seorang muslim.
Aqidah islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang maha esa
yang di sebut Allah. Kemaha- esaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan dan
wujud- nya itu di sebut Tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman.
Aspek aqidah kedudukannya sangat penting dalam pendidikan islam,
karena merupakan aspek yang harus di tanamkan lebih awal terhadap diri
seorang atau anak didik.
Di dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang pendidikan aqidah
salah satunya terdapat dalam surat Al-baqarah ayat 21:
 
  
  
   
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Dari penjelasan ayat di atas maka maka dapat di jelaskan bahwa Allah
memerintahkan seluruh umat manusia untuk menyembah-Nya. Menyembah

18
.Aminuddin, Membangun Karakter dan Kepribadian Melalui Pendidikan Agama
Islam, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, Hal 51

61
Tuhan yang menciptakan seluruh makhluk dari dahulu hingga sekarang
supaya manusia bertaqwa, taat kepada-Nya.
Pendidikan Aqidah yang terkandungdalam ayat diatas adalah
bahwasanya Allah mendidik, memerintahkan, kepada manusia untuk
menyembah hanya kepadaNya, Allah yang menciptakan manusia, dan tidak
mempersukutukannya.Tidak ada sesembahan lain melainkan Allah SWT.
Sebagaimana dijelaskan lagi dalam Al-Qur’an Ali-Imran ayat:
  
  
 
   
    
   
    
  
 
 
Artinya: “Katakanlah "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan
sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada
mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)".

Menurut Daud Ali kedudukan aqidah dalam seluruh ajaran islam adalah:19
Kalau orang telah menerima tauhid sebagai asal yang pertama, asal dari
segala- galanya dalam keyakinan islam, maka rukun iman yang lain hanyalah
akibat logis (masuk akal) saja penerimaan tauhid tersebut. Kalu orang yakin
bahwa Allah mempunyai kehendak, sebagi dari sifat- nya, maka orang yakin
pula adanya para malaikat yang diciptakan Allah untuk melaksanakan dan
menyampaikan kehendak Allah yang di lakukan oleh malaikat jibril kepada
Rasul- nya, yang kini di himpun dalam kitab suci.
Penanaman aqidah terhadap anak didik dalam pendidikan islam harus
di mulai sejak dini dengan pemahaman seperti mengajarkan mengaji, puasa,
19
. Ibid Hal 52

62
sholat dan lain- lain. Sebelum mengajarkan pemahaman seperti yang di
sebutkan terlebih dahulu menanamkan keimanan dan keyakinan terhadap
anak didik bahwa semua apa yang di langit dan di bumi ini ada yang
menciptakan, yaitu sang maha pencipta Allah SWT.
Jadi begitu pentingnya aspek aqidah terhadap pendidikan islam karena
aspek aqidah inilah yang akan menjadi dasar dari perbuatan- perbuatan yang
di lakukannya, karena aqidah mengajarkan ketauhidan.
Secara terperinci maksud dan tujuan ilmu tauhid/aqidah dalam
pendidikan islam adalah:20
a. Sebagai sumber dan motivasi perbuatan kebajikan dan keutamaan.
b. Membimbing kea rah jalan yang benar dan sekaligus pendorong
mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
c. Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan
kegoncangan, hidup yang dapat menyesatkan
d. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin
Manfaat Tauhid itu sendiri adalah
a. Tauhid sebagai aqidah dan falsafah hidup
b. Tauhid memupuk dan melahirkan kesehatan mental seseorang.
c. Tauhid memberikan pengajaran dan pendidikan ilmu tauhid
d. Tauhid memupuk dan membentuk kepribadian manusia.

B. MUAMALAH
Muamalah adalah kontak, hubungan, realisasi, pergaulan yang di
tuntut oleh islam. Aspek muamalah ini juga sangat penting dalam
pendidikan islam.
Pengertian muamalah menurut Masjfuk Zuhdi adalah segala aturan
agama yang mengatur hubungan atntara sesama manusia baik yang

20
. Ibid Hal 57

63
seagama maupu yang tidak seagama, antara manusia dan kehidupannya
dan antara manusia dengan alam sekitarnya.21
Dalam Islam Pendidikan muamalah juga diajarkan pendidikan
,muamalah itu diantaranya adalah riba dalam jual-beli yaitu terdapat dalam
Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 130:
 
  
 
   
 
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan”

Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi'ah. menurut sebagian besar
ulama bahwa Riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat
ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah
pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba
fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan
sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat
ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
Dari ayat diatas, Allah telah menjelaskan kepada orang-orang beriman
untuk tidak memakan harta riba dengan berlipat ganda. Dalam Islam riba
tidak diperbolehkan dan hukumnya dosa bagi pelakunya dan tempatnya
adalah neraka yang penghuninya akan kekal di dalamnya. Seperti terdapat
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275:

21
. Masjefuk Zuhdi, Studi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 Hal 1

64
 
   
  
  
   
  
   
  
   
  
   
    
  
   
 
Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba),
Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”

65
Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah
pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba
fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan
sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat
ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya
seperti orang kemasukan syaitan.
Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh
tidak dikembalikan.

Sedangkan menurut Yusran Asmuni muamalah adalah urusan- urusan


yang berpautan antara manusia dengan benda, manusia dengan manusia
yang ada hubunganya dengan benda.
Muamalah adalah bagian dari syariat, yaitu hubungan antara sesame
manusia, hubuan antar manusia dengan kehidupannya, hubungan manusia
dengan alam sekitar.
Muamalah terdiri atas:22
1. Hubungan antar sesame manusia yaitu perkawinan, perwalian,
warisan, wasiat, hibah, perburuhan, perkoprasian, sewa-
menyewa, pinjam- meminjam, pemerintahan, hubungan antar
bangsa, hubugan antar golongan.
2. Hubungan antar manusia dengan kehidupanya yaitu makanan,
pakaian, minuman, mata pencarian, rezeki halal dan haram.

22
. Op. Cit, Hal 33

66
3. Hubungan antar manusia dengan alam sekitar yaitu perintah
untuk mengadakan penelitian dan pemikiran tentang keadaan
alam sekitar, seruan memanfaatkan alam semesta untuk
kesejahteraan hidupnya, larangan mengganggu, merusak, serta
membinasakan alam semesta tanpa di benarkan oleh agama.
Tatacara muamalah ini diajarkan oleh islam untuk menuntun
hubungan atau pergaulan manusia maupun makhluk lain sekitarnya untuk
menegakkan kemaslahatan dan kesejahteraan manusia. Seperti di terapkan
aspek muamalah dalam hal jual- beli bagaimana rukun dan syaratnya yang
di ajarkan oleh islam. Inilah yang menjadi sesuatu yang penting di
muamalah dalam pendidikan islam.

C.AKHLAK
Kata akhlak berasal dari bahasa arab jamak dari kata khuluq. Para ahli
bahasa mengartikan akhlak dengan istilah watak, tabiat, kebiasaan,
perangai, aturan.
Defenisi akhlak menurut ulama akhlak:23
a. Ibnu Maskawah mengataka akhlak adalah kadar jiwa yang
senantiasa mempengaruhi untuk bertingkahlaku tanpa
pemikiran dan pertimbangan.
b. Sidi Ghazalba meurutnya akhlak adalah sikap kepribadian
yang melahirkan perbuatan manusia terhadap Tuhan dan
manusia, dirisendiri dan makhluk lain, sesuai dengan
suruhan dan larangan serta petunjuk al- qur’an dan hadits.
Menurut syarif dalam kerangka dasar islam mendefinisikan akhlak
adalah sikap yang menimbulkan prilaku baik dan buruk24
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan beberapa ciri dalam
perbuatan akhlak islam:
23
. Op. Cit, Hal 94
24
. Syarif, Krangka Dasar Islam, Www. Religi. Net, 2008

67
1. Perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa yang menjadi
kepribadian seseorang.
2. Perbuatan yang di lakukan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
3. Perbuatan itu merupakan kehendak diri yang di biasakan tanpa
paksaan.
4. Perbuatan itu berdasarkan petunjuk al- qur’an dan hadits.
5. Perbuatan itu berprilaku terhadap Allah, manusia, diri sendiri, dan
makhluk lainnya
Pendidikan akhlak berkisar tentang persoalan kebaikan dan
kesopanan, tingkahlaku yang terpuji serta berbagai persoalan yang timbul
dalam kehidupan sehari- hari dan bagaimana seharusnya seorang siswa
bertingkahlaku.
Pendidikan akhlak ini sangat penting di terapkan untuk pembinaan
atau prmbentukkan tingkah lakunya.
Ibnu Sina sangat menekankan pentingnya pendidikan akhlak, semata-
mata di sebabkan karena akhlak sumber segala- galanya dan kehidupan
bergantung pada akhlak (tidak ada kehidupan tanpa akhlak).25
Begitu pula dengan Al- Ghazali menghendaki agar pendidikan itu di
landasi dengan agama dan akhlak. Landasan berakhlak itu sendiri adalah:

1. Al- qur’an
Akhlak Rasulullah adalah akhlak Al- qur’an. Rasulullah juga di
ibaratkan Al- qur’an yang berjalan.
2. As- Sunnah
Mengikuti sunnah berarti mengikuti cara Rasulullah bersikap,
bertindak, berfikir, dan memutuskan. Seperti hadits Rasulullah
yang berbunyi “Sesungguhnya aku di utus hanya untu
menyempurnakan akhlak mulia “(HR.Imam Malik)”

25
. Abdul Futuh, Ali Al- jumbulati, Rineka Cipta, Jakarta, 2002 Hal 121

68
Hubungan akhlak dengan ilmu pendidikan sangat mendasar dalam hal
teoritik dan pada tatanan praktisnya. Sebab, duia pendidikan sangat besar
sekali pengruhnya terhadap perubahan prilaku akhlak seseorang.
Pendidikan islam mengajarkan bagaimana bertingkahlaku, bersikap
sesame dan bersikap kepada pencipta (Allah). Begitu pentingnya
pendidikan akhlak terhadap seseorang, sehingga islampun membina akhlak
penganutnya melalui rukun iman dan rukun islam.
Salah satu ayat tentang pendidikan akhlaq adalah Al-Qur’an surat Al-
Maidah ayat 88 sebagai berikut:
   
   
   
 
Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah
telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya”
Dalam ayat diatas Allah menegaskan dan mengajarkan kepada
hambanya agar memakan makanan yang halal dan baik sebagai rizki yang
diberikan Allah kepada hambanya. Pendidikan akhlak yang terkandung
dalam ayat ini adalah bagaimana cara seseorang untuk mendapatkan rizki
tersebut. Allah mengajarkan kepada hamba-Nya untuk mencari rizki itu
dengan cara yang halal yang di Ridhai Allah.
Pembinaan akhlaq dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan
melalui rukun iman dan rukun islam sebagai berikut:26
1. melaui pemahaman dan kesadaran akan apa yang terkandung
dalam rukun iman dan implementasinya dalam kehidupan.
2. melalui pengalaman terhadap rukun islam dengan
pemahaman dan kesadaran yang di ikuti internalisasi nilai
rukun islam dalam kehidupan harian.

26
. Op. Cit Hal 99

69
3. pembiasaan diri dengan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-
hari akan tertanam kuat menjadi jati diri.
4. memperbanyak membaca al-quran, menggali dan memahami
maknanya untuk diamalkan.
5. Memperbanyak membaca hadist rasululah SAW untuk mengisi
akal fikiran inspirasi bertindak dan berprilaku serta menjadi
standar dalam berakhlaq mulia.
Untuk pembinaan akhlaq seorang guru / pendidik harus memiliki
sifat-sifat seorang teladan yang baik untuk dicontoh untuk anak-anak
mereka.

D. HUBUNGAN AQIDAH, MUAMALAH, DAN AKHLAQ


Aqidah, muamalah dan akhlaq ketiga unsure ini sangat penting dalam
pendidikan islam. Hubungan ketiganya adalah sangat erat yaitu ibadah dan
muamallah tanpa akhlaq yang luhur laksana pohon yang tidak memberi
naungan dan tidak berbuah. Artinya tidak berguna. Demikian pula akhlaq
tanpa dilandasi dengan aqidah seperti kasus seorang wanita pada zaman
Nabi yang yang dilaporkan kepada nabi, bahwa seoran wanita itu selalu
berpuasa pada siang hari dan bersembahyang pada malam hari tapi sayan
akhlaqnya jelek27
Penanaman pendidikan muamalah terhadap anak didik tanpa akhlaq
yang luhur dan baik tidak berguna, demikian pula penanaman akhlaq tanpa
landasan aqidah tak akan sempurna.

27
. Loc. Cit, Hal 52

70
BAB VI
PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk
mendidik. Dwi Nugroho Hidayanto, menginventarisasi bahwa pengertian
pendidik ini meliputi :
a. orang dewasa;
b. orang tua;
c. guru;
d. pemimpin masyarakat
e. pemimpin agama.
Secara umum dikatakan bahwa setiap orang dewasa dalam masyarakat
dapat menjadi pendidik, sebab pendidikan merupakan suatu perbuatan
sosial, perbuatan yang fundamental yang menyangkut keutuhan
perkembangan pribadi anak didik menuju pribadi yang dewasa. Pribadi yang
dewasa itu sendiri memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a. mempunyai individualitas yang utuh;
b. mempunyai sosialitas yang utuh;
c. mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan;
d. bertindak sesuai dengan norma dan nilai-nilai itu atas tanggungjawab
sendiri demi kebahagiaan dirinya dan kebahagiaan masyarakat atau orang
lain.
Sifat orang dewasa secara umum dapat dilihat melalui gejala-gejala
yang nampak pada kepribadiannya, antara lain yaitu:
a. telah mampu mandiri;
b. dapat mengambil keputusan batin sendiri atas perbuatannya;
c. memiliki pandangan hidup, dan prinsip hidup yang pasti dan tetap;
d. kesanggupan untuk ikut serta secara konstruktif pada matra sosio kultural;
e. kesadaran akan norma-norma;

71
f. menunjukkan hubungan pribadi dengan norma-norma.
Seorang pendidik harus memperlihatkan bahwa ia mampu mandiri, tidak
tergantung kepada orang lain. Ia harus mampu membentuk dirinya sendiri.
Dia juga bukan saja dituntut bertangung jawab terhadap anak didik, namun
dituntut pula bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Tanggung jawab
ini didasarkan atas kebebasin yang ada pada dirinya untuk memilih
perbuatan yang terbaik menuruhrya. Apa yang dilakukannya menjadi teladan
bagi masyarakat.

a. Beberapa Karakteristik Pendidik.


Tanggung jawab seorang pendidik cukup berat, maka predikat sebagai
pendidik tersebut hanya dapat dipegang oteh orang dewasa. Untuk menjadi
pendidik diperlukan berbagai persiapan seperti persiapan pendidikan dan
pelatihan, pendidikan kepemimpinan dan sebagainya. Dengan demikian
diharapkan dengan status kodrat dan sosialnya sanggup mendidik orang lain,
maksudnya memiliki kemampuan (kompetensi) untuk melaksanakan tugas-
tugas mendidik.
Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam me-
laksanakan tugasnya dalam mendidik, yaitu sebagai berikut.
2) Kematangan diri yang stabil; memahami diri sendiri, mencintai diri secara
wajar dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan serta bertindak sesuai dengan
nilai-nilai itu, sehingga ia bertanggung jawab sendiri atas hidupnya, tidak
menggantungkan diri atau menjadi beban orang lain.
3) Kematangan sosial yang stabil; dalam hal ini seorang pendidik dituntut
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masyarakatnya, dan
mempunyai kecakapan membina kerja sama dengan orang lain.
4) Kematangan profesional (kemam-puan mendidik); yakni menaruh
perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik serta mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang latar belakang anak didik dan

72
perkembangannya, memiliki keca-kapan dalam menggunakan cara-cara
mendidik.

b. Guru sebagai Pendidik Formal


Di dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan No.4 tahun 1950 Pasal 15
ditetapkan bahwa: syarat-syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah,
dan syarat-syarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat
yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran, yaitu:
1) syarat profesional (ijazah);
2) syarat biologis (kesehatan jasmani);
3) syarat psikologis (kesehatan mental);
4) syarat paedagogis-didaktis (pendidikan dan pengajaran).
Selanjutnya, pada UUSPN No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 ayat 2 disebutkan:
untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidikan yang
bersangkutan harus beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berwawasan Pancasila dan UUD 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai
tenaga pengajar.
Guru sebagai pendidik dalam lembaga pendidikan formal di sekolah,
secara langsung atau tegas menerima kepercayaan dari masyarakat untuk
memangku jabatan dan tanggung jawab pendidikan. Maka selain harus
memiliki syarat-syarat sebagai manusia dewasa, harus pula memenuhi
persyaratan lain yang lebih berat, yang dapat dikelompokkan menjadi:
persyaratan pribadi dan persyaratan jabatan.
Hal yang termasuk persyaratan pribadi, di antaranya:
1) berbudi pekerti luhur dan berbadan sehat;
2) memiliki kecerda yang cukup
3) memiliki temperamen yang tenang;
4) kestabilan dan kematangan emosional.
Sementara itu yang termasuk persyaratan jabatan, adalah:

73
1) pengetahuan tentang manusia dan masyarakat seperti antropologi,
sosiologi, sosiologi pendidikan dan psikologi;
2) pengetahuan dasar fundamental jabatan profesi seperti ilmu keguruan dan
ilmu pendidikan;
3) pengetahuan keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan yang akan
diajarkan, seperti: matematika, sejarah, biologi dan sebagainya;
4) keahlian dalam kepemimpinan pendidikan yang demokratis seperti human
public relation yang luas dan baik;
5) memiliki filsafat pendidikan yang pasti dan tetap, serta dapat
dipertanggungjawabkan.
Demikian beberapa persyaratan seorang guru sebagai pendidik,
meskipun dalam hal ini masih banyak yang perlu dikemukakan, namun yang
jelas bahwa jabatan guru merupakan pekerjaan yang mulia dan agung,
karena dia merupakan ujung tombak untuk mencerdaskan bangsa, apalagi
sekarang ini sedang gencar – gencarnya di-bicarakan tentang pengembangan
kualitas sumber daya manusia, tentu saja peranan guru sangat menentukan.
Kendati jabatan guru tersebut sangat menentukan, sayang sekali bila
kita lihat dari segi lain terutama segi ekonomi atau kesejahteraan, masihlah
sangat memprihatinkan, untuk itu perlu pemikiran-pemikiran baru dan
tindakan nyata dalam upaya mengangkat kesejahteraan para guru, agar
antara tuntutan peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan kondisi
ekonomi guru berjalan seimbang.
c. Orang Tua sebagai Pendidik di Rumah
Salah satu kesalahkaprahan dari para orang tua dalam dunia
pendidikan sekarang ini adalah adanya anggapan bahwa hanya sekolahlah
yang bertanggung jawab terhadap pendidi-kan anak-anaknya, sehingga
orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada guru di
sekolah. Meskipun disadari bahwa berapa lama waktu yang tersedia dalam
setiap harinya bagi anak di sekolah.

74
Anggapan tersebut tentu saja keliru, sebab pendidikan yang
berlangsung di dalam keluarga adalah bersifat asasi. Karena itulah orang tua
merupakan pendidik pertama, utama dan kodrati. Orang tua juga yang
banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian seorang anak.
Para ahli sependapat akan pentingnya pendidikan dalam keluarga, apa-
apa yang terjadi dalam pendidikan tersebut, akan membawa pengaruh
terhadap kehidupan peserta didik, demikian pula terhadap pendidikan yang
dialaminya di sekolah dan di masyarakat.
Orang tua yang secara sadar mendidik anak-anaknya, akan selalu
dituntun oleh tujuan pendidikan yaitu ke arah anak dapat mandiri, ke arah
satu kepribadian yang utama. Dengan demikian pengaruh pendidikan yang
pertama ini adalah sangat besar.
Di dalam Islam, Rasulullah SAW secara jelas mengingatkan akan
pentingnya pendidikan keluarga ini, sebagaimana dalam hadisnya yang
berbunyi:
‫صرا نِ ِه ْأو يُم ِجسا نِ ِه (رواه‬ ْ ‫ما ِم ْن م ْو لُ ْو ٍد ي ُْو لدُ اإٌل على اْل ِف‬
ِ ‫طر ةِ فا بو اهُ يُه ِو دا نِ ِه ْأو ا ْو يُن‬
)‫مسلم ع ْن ا ِب ْى ُهريْر‬
Artinya: "Anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah
yang dapat menjadikannya Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi". (HR Muslim).
Tindakan dan sikap orang tua seperti menerima anak, mencintai anak,
mendorong dan membantu anak aktif dalam kehidupan bersama, agar anak
memiliki nilai hidup jasmani, nilai estetis, nilai kebenaran, nilai moral dan
nilai religius (keagamaan), serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut,
merupakan perwujudan dari peran mereka sebagai pendidik.

3. Faktor Anak Didik


Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang
menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang
menjalankan kegiatan pendidikan. Sedang dalam arti sempit anak didik ialah

75
anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab
pendidik.
Karena itulah, anak didik memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:
a. belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung
jawab pendidik;
b. masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga
masih menjadi tanggung jawab pendidik;
c. sebagai manusia memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan
secara terpadu, menyangkut seperti kebutuhan biologis, rohani, sosiaf
intelegensi, emosi, kemampuan berbicara, perbedaan individual dan
sebagainya.
Dalam proses pendidikan, kedudukan peserta didik sangat penting.
Proses pendidikan tersebut akan berlangsung di dalam situasi pendidikan
yang dialaminya. Dalam situasi pendidikan yang dialaminya, peserta didik
merupakan komponen yang hakiki.
Peserta didik sebagai manusia yang belum dewasa merasa tergantung
kepada pendidiknya, peserta didik merasa bahwa ia memiliki kekurangan
dan keterbatasan tertentu, peserta didik menyadari bahwa kemampuannya
masih sangat terbatas dibandingkan dengan kemampuan pendidiknya.
Kekurangan ini membawanya untuk mengadakan interaksi dengan
pendidiknya dalam situasi pendidikan. Dalam situasi pendidikan itu terjadi
interaksi kedewasaan dan kebelum-dewasaan.
Seseorang yang masih belum dewasa, pada dasarnya mengandung
banyak sekali kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani ataupun rohani.
Ia memiliki jasmani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk,
ukuran maupun perkembangan bagian-bagian lainnya. Sementara itu dari
aspek rohaniah anak mempunyai bakat-bakat yang masih perlu
dikembangkan, mempunyai kehendak, perasaan dan pikiran yang belum
matang.

76
Sebenarnya ketergantungan peserta didik terhadap pendidik hanya
bersifat sementara, sebab pada suatu saat peserta didik diharapkan mampu
berdiri sendiri, dan dalam hal ini sedikit demi sedikit peran pendidik dalam
memberikan bantuan semakin ber-kurang sejalan dengan perkembangan
anak menuju kedewasaan. Bila dia sudah dewasa dan mampu berdiri sendiri,
maka tidaklah diperlukan lagi bantuan si pendidik.
Antara pendidik dan peserta didik sama-sama merupakan subjek pen-
didikan. Keduanya sama penting. Pendidik tidak boleh beranggapan bahwa
peserta didik merupakan objek pendidikan, begitu juga pendidik tidak boleh
merasa berkuasa yang bisa berbuat sesuka hati atas peserta didik. Sebaliknya
juga, peserta didik tidak boleh dianggap sebagai seorang dewasa dalam
bentuk kecil, anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbeda
dengan sifat hakikat kedewasaan. Beranjak dari sifat kodrat kekanak-
kanakan inilah maka pendidikan diperlukan.
Inti kegiatan pendidikan adalah pemberian bantuan kepada peserta
didik dalam rangka mencapai kedewasaan. Implikasinya dalam hal ini adalah
sebagai berikut:
b. orang yang dibantu bukanlah seseorang yang sama sekali tidak dapat
berbuat, melainkan makhluk yang bisa bereaksi terhadap rangsang yang
ditujukan kepadanya. Ia memiliki aktivitas dan kebebasan bertindak.
Aktivitas yang direa-lisasikan tidak akan bertentangan dengan proses dan
arah kegiatan yang bersangkutan.
c. Pencapaian kemandirian harus dimulai dengan menerima realita tentang
ketergantungan anak yang mencakup kemampuan untuk beridentifikasi,
bekerjasama, dan meniru pendidiknya.
Dengan demikian, pendidikan berusaha untuk membawa anak yang
semula serba tidak berdaya, yang hampir keseluruhan hidupnya
menggantungkan diri pada orang lain, ke tingkat dewasa, yaitu suatu
keadaan di mana anak sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab
terhadap dirinya, baik secara individual, secara sosial maupun secara susila.

77
78
BAB VII
PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Dalam dunia pendidikan tentunya tidak lepas dari pembicaraan


masalah proses berlangsungnya belajar mengajar, baik itu secara langsung
ataupun tidak langsung. Pada intinya dalam proses belajar mengajar terdapat
dua komponen pendidikan yang sangat esensial eksistensinya, yaitu pendidik
dan peserta didik.
Dikatakan esensial eksistensi keduanya karena sangat berpengaruh
terhadap tujuan-tujuan pendidikan yang dituangkan dalam undang-undang.
Sebuah lembaga pendidikan dikatakan berhasil tidak hanya dilihat dari
banyaknya peserta didik yang dihasilkan, namun ada yang sangat urgen dari
hal tersebut yaitu mampukah sebuah lembaga pendidikan menciptakan
lulusannya yang berkualitas dan purnadimensial.
Peserta didik merupakan “raw material” (bahan mentah) dalam
proses transformasi pendidikan. Karena ia akan dididik sedemikian rupa
sehingga menjadi manusia yang mempunyai intelektualitas tinggi dan akhlak
yang mulia. Mungkin di satu pihak peserta didik sebagai objek pendidikan,
namun di lain pihak peserta didik bisa dikatakan sebagai subjek pendidikan.
Pada bab ini akan dibahas mengenai peserta didik dalam pendidikan
Islam yang meliputi pembahasan tentang pengertian peserta didik,
kedudukan peserta didik, kode etik peserta didik, kriteria peserta didik
dalam pendidikan Islam, dan pendekatan-pendekatan peserta didik.
A. Pengertian Peserta Didik
Dalam ilmu pendidikan banyak sekali pengertian tentang peserta
didik yang dikeluarkan oleh para pakar pendidikan. Namun perlu
digarisbawahi pada setiap pendapat para pakar tersebut dengan tanpa
menyalahinya, bahwa dari sudut mana ia memberikan pengertian tentang
peserta didik itu.

79
Al-Ghazali memberikan pengertian tentang peserta didik sebagai anak
yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani sejak awal
terciptanya dan merupakan objek utama dari pendidikan. Pendapat Al-
Ghazali ini lebih menekankan peserta didik dari sudut keagamaan, karena ia
(Al-Ghazali) memberikan argumennya melalui kata fitrah yang berarti suci
dan menurut hadis Nabi “Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya
orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Al-Ghazali juga mengatakan peserta didik sebagai objek utama
pendidikan. Jika peserta didik dikatakan sebagai objek pendidikan, maka tak
ubahnya peserta didik bagaikan sebuah wadah kosong yang bisa diisi apa
saja oleh orang (pendidik) dengan tanpa mengeluarkan apa-apa yang ada di
dalam ciduk tersebut. Hal ini bisa menjadikan anak didik pasif, tidak
memberikan pikirannya, argumen dan daya nalarnya, peserta didik
menerima begitu saja setiap yang diberikan oleh pendidiknya, tidak aktif dan
pendidik cenderung bersikap otoriter. Keadaan semacam ini biasanya terjadi
di lembaga pendidikan yang masih tradisional, terpencil dan jauh dari
suasana perkotaan. Namun ada juga sisi positifnya dari pendapat Al-Ghazali
yaitu peserta didik lebih menghormati para pendidiknya.
Selain definisi yang dikemukakan Al-Ghazali, ada juga yang
mendefinisikan peserta didik sebagai mitra pendidik. Seseorang yang
memandang peserta didik sebagai mitra pendidik ini lebih menekankan
peserta didik dari sudut psikologis. Dengan alasan kalau peserta didik
dianggap sebagai mitra pendidik, maka terjadi hubungan pendekatan yang
lebih harmonis antara pendidik dan peserta didik. Ada sisi baiknya pendapat
yang mengatakan demikian di antaranya peserta didik lebih bebas
mengeluarkan pendapatnya, daya nalarnya dan pemikirannya sekalipun itu
bertentangan dengan yang dikemukakan pendidiknya. Dalam hal ini peserta
didik ditempatkan sebagai subjek pendidikan karena anak didik cenderung
bersikap aktif. Salah satu kelemahan pendapat tersebut adalah peserta didik

80
cenderung kurang atau bahkan tidak menghormati dan patuh kepada
pendidiknya dan kode etik yang ada pada dirinya.
Jika demikian halnya, maka ada baiknya kita mengambil benang
merah dari definisi tentang peserta didik yang penuh dengan fenomena.
Secara universal, baik itu Islam atau non Islam, pengertian peserta didik
adalah seseorang dalam artian umum, baik dewasa ataupun belum dewasa
yang sedang menjalankan proses pendidikan, baik formal, informal, maupun
nonformal sehingga menghasilkan sesuatu yang yang tidak ada pada diri
peserta didik menjadi ada, baik itu berupa ilmu pengetahuan, etika maupun
keterampilan yang hasilnya teraplikasi dalam kehidupan beragama,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Itulah beberapa pengertian yang dapat dijabarkan, yang pada intinya
peserta didik adalah orang yang sedang menjalankan proses belajar. Namun
perbedaan yang diberikan oleh para pakar adalah perbedaan redaksional dan
sudut pandang saja.

B. Kedudukan Peserta Didik


Berbicara tentang kedudukan peserta didik sangat erat kaitannya
dengan pengertian peserta didik yang telah dijelaskan sebelumnya. Banyak
sekali pendapat yang mengemukakan kedudukan peserta didik, namun pada
hakikatnya adalah sama dan tidaklah bertentangan satu dengan lainnya.
Akan tetapi tentunya setiap pendapat sudah pasti memiliki kelebihan dan
kelemahan yang dapat saling melengkapi.
Al-Ghazali mengatakan bahwa kedudukan peserta didik adalah
sebagai objek pendidikan. Ada benarnya pendapat Al-Ghazali tersebut karena
peserta didik adalah orang yang dikenai, diajarkan, dididik, dan dibina oleh
pendidik. Kelemahan dari pendapat tersebut adalah peserta didik menjadi
pasif, tidak mengeluarkan pendapatnya dan terlalu mengkultuskan
pendidiknya. Sisi positif dari pendapat Al-Ghazali tersebut adalah peserta
didik lebih menghormati pendidiknya dan pendidikannya lebih terarah
sebagaimana yang diharapkan oleh pendidik.

81
Ada juga yang mengatakan bahwa kedudukan peserta didik dalam
pendidikan Islam adalah sebagai mitra pendidik.2 Tujuan yang ingin dicapai
dari pendapat demikian agar peserta didik dapat mengembangkan
intelektualnya. Peserta didik bebas berpendapat sekalipun pendapatnya itu
bertentangan dengan pendidiknya, dan penalaran peserta didik lebih aktif.
Pendapat seperti ini banyak sekali dipakai pada pendidikan Barat di mana
peserta didik dan pendidiknya seperti teman belaka. Kelemahan yang
terdapat dalam sistem pendidikan seperti ini, di antaranya peserta didik
kurang menghormati pendidiknya dan pendidikan yang ada pada peserta
didik kurang terarah sebagaimana yang dikehendaki oleh pendidiknya.
Selain dari dua pendapat di atas, ada juga pendapat yang menyatakan
kedudukan peserta didik sebagai orang/murid untuk menuangkan ilmu dari
pendidiknya. Pendapat demikian itu telah keluar dari tujuan-tujuan
pendidikan Islam. Dengan alasan apabila peserta didik dikatakan sebagai
murid untuk menuangkan ilmu dari pendidiknya, berarti tugas pendidik
hanyalah mengajar, tidak mendidik peserta didiknya.
Sedangkan yang terakhir adalah pendapat yang menyatakan bahwa
peserta didik adalah orang yang sedang belajar. Pendapat seperti ini bisa saja
diterima karena memang pada dasarnya peserta didik adalah orang yang
sedang belajar. Akan tetapi perlu diketahui bahwa seseorang yang sedang
belajar belum tentu ia sedang dididik, maka dari itu agar lebih sempurna
pendapat ini ditambahkan yaitu peserta didik berkedudukan sebagai orang
yang sedang belajar dan mendapatkan pendidikan.
C. Kode Etik Peserta Didik
Peserta didik dalam suatu satuan pendidikan mempunyai kewajiban-
kewajiban dan juga hak-hak yang harus diperhatikan. Kewajiban dan hak
peserta didik sering disebut juga dengan istilah kode etik peserta didik. Al-
Ghazali menekankan kode etik peserta didik dari segi tasawuf, karena
memang ia seorang sufi. Ia lebih memperhatikan sikap peserta didik kepada
pendidik. Kode etik peserta didik yang diajarkan oleh Al-Ghazali antara lain:

82
1) Jangan berbicara di hadapan guru, 2) Jangan bicara jika tidak diajak bicara
oleh guru, 3) Jangan bertanya jika belum minta izin terlebih dahulu. 4) Jangan
bertanya kepada guru di tengah jalan, tapi sabarlah nanti setelah sampai di
rumah. 5) Jangan berunding dengan teman di tempat duduknya atau bicara
dengan guru sambil tertawa. Namun, pendapat Al-Ghazali tentang kode etik
peserta didik di zaman sekarang banyak diabaikan padahal pendapat yang
diberikan Al-Ghazali sangat sesuai dengan ajaran Islam.
Adapun di negara kita masalah kode etik peserta didik telah diatur
dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pada bab V pasal 12 ayat 2 disebutkan setiap peserta didik
berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
D. Kriteria Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Peserta didik dalam pendidikan Islam sebenarnya memiliki kriteria-
kriteria yang sedikit berbeda dengan peserta didik umum. Kriteria peserta
didik dalam pendidikan Islam mungkin sangat erat dengan kode etik peserta
didik itu sendiri. Adapun kriteria yang akan disebutkan nanti bukan berarti
kewajiban yang memang harus ada secara paksa, melainkan secara universal.
Kriteria tersebut adalah norma yang diajarkan dalam agama Islam. Kriteria
itu antara lain: 1) Peserta didik dalam pendidikan Islam tidak mengenal usia,
dalam arti setiap individu muslim berkewajiban untuk menuntut ilmu dari ia
dilahirkan sampai ia meninggal (life long education). 2) Peserta didik dalam
pendidikan Islam selalu menghormati sopan santun dan tata krama yang baik
terhadap pendidik dan dalam pergaulan sehari-hari. 3) Peserta didik dalam
pendidikan Islam menanggapi suatu persoalan tidak hanya mencari
solusinya dengan satu disiplin ilmu, melainkan dari berbagai aspek keilmuan.
4) Peserta didik dalam pendidikan Islam dalam mengambil suatu keputusan
ataupun untuk mengeluarkan pendapatnya tidak boleh bertentangan dengan
aqidah, Al-Qur’an dan Hadis.

83
Pendidikan Islam haruslah menyajikan materi pendidikan yang
menyatu dengan jiwa dan akal peserta didik sehingga dapat mewujudkan
nilai etis atau kesucian, yang merupakan nilai dasar bagi seluruh aktivitas
manusia, sekaligus harus mampu melahirkan keterampilan dalam materi
yang diterimanya. Hal ini menjadi suatu kewajiban karena merupakan tujuan
pendidikan menurut konsep Al-Qur’an dan Hadis.
E. Pendekatan-pendekatan Peserta Didik
Pendekatan-pendekatan yang terdapat dalam usaha mempengaruhi
peserta didik dalam proses pendidikan terdapat tiga pendekatan, yaitu:
pendekatan sosial (social approach), pendekatan psikologi (psychology
approach), dan pendekatan edukatif (paedagogis approach). Pendekatan
sosial yaitu menempatkan anak didik sebagai anggota masyarakat yang
sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang baik. Pendekatan
psikologis yaitu menempatkan anak didik sebagai suatu organisme yang
sedang tumbuh dan berkembang. Pendekatan edukatif yaitu menempatkan
anak didik sebagai unsur yang sangat penting dalam rangka proses
pendidikan.

84
BAB VIII
KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan
dalam suatu sistem pendidikan karena kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pengajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan.
Tujuan pendidikan di suatu negara ditentukan oleh falsafah dan
pandangan hidup negara tersebut yang mengakibatkan berbeda pula tujuan
yang hendak dicapai dalam pendidikan dan sekaligus akan berpengaruh pula
terhadap kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan yang ada di negara
tersebut. Begitu pula perubahan politik pemerintahan suatu negara
mempengaruhi bidang pendidikan yang sering membawa akibat terjadinya
perubahan kurikulum yang berlaku. Oleh karena itu, kurikulum senantiasa
bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan dengan perkembangan yang
terjadi.
Di Indonesia kurikulum merupakan produk baru dunia pendidikan.
Sebelumnya lebih banyak digunakan rencana pengajaran dan selanjutnya
digunakan Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI). Kurikulum di
Indonesia digunakan dan terus dibakukan dengan alasan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, psikologi anak, dan tuntutan
kebutuhan anak, masyarakat dan zaman.
Ada lima dasar yang dijadikan pertimbangan untuk melakukan
penyusunan maupun perubahan kurikulum, yaitu:
1. Falsafah negara
2. Perkembangan IPTEK dan kebudayaan
3. Tuntutan masyarakat terhadap hasil pendidikan
4. Ketenagaan dan praktik pendidikan
5. Kondisi sosiopsikologi anak didik

85
Untuk lebih mengetahui hal ihwal kurikulum, baik dari segi asal-usul
kurikulum sampai dengan perkembangannya, baik dalam pendidikan umum
maupun pendidikan Islam, penulis akan menjabarkannya berikut ini.
A. Pengertian Kurikulum
Di dalam kamus Webster’s Third New International, istilah kurikulum
awal mulanya digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani Kuno.
Kurikulum dalam bahasa Yunani berasal dari kata “curir” artinya pelari,
“curere” artinya tempat berpacu. Jadi secara etimologi kurikulum diartikan
jarak yang harus ditempuh oleh pelari.1
Pengertian kurikulum dalam dunia pendidikan terdapat banyak
rumusan dari para ahli. Crow dan Crow merumuskan bahwa kurikulum
adalah rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang
disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk
menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.2
Pendapat ini sangat sesuai dengan rencana pelajaran yang kita kenal
pada sekolah-sekolah di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk
Indonesia. Pendidik di negara-negara tersebut membatasi kurikulum pada
dinding sekolah yang di dalamnya diajarkan suatu deretan mata pelajaran di
mana murid-murid diwajibkan belajar dan menghafal dengan tekun.
Selanjutnya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
kemajuan dunia pendidikan, definisi kurikulum tersebut dipandang sudah
ketinggalan zaman. Di kalangan pendidik modern timbul konsepsi baru
dalam tentang definisi kurikulum, antara lain:
1. Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty dalam bukunya “Reorganizing The
High School Curriculum” mengartikan kurikulum dengan
aktivitas/kegiatan yang dilakukan murid sesuai dengan peraturan-
peraturan sekolah.3
2. Menurut Saylor dan Alexander, sebagaimana dikutip S. Nasution,
kurikulum bukan hanya sekadar memuat sejumlah mata pelajaran, tetapi
termasuk di dalamnya segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang

86
diinginkan, baik usaha tersebut dilakukan di lingkungan sekolah maupun
di luar sekolah.4
3. Zakiah Daradjat menyatakan kurikulum adalah suatu program pendidikan
yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-
tujuan pendidikan tertentu.5
4. Hasan Langgulung dalam bukunya Manusia dan Pendidikan menyatakan
bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan,
sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-
murid di dalam dan di luar kelas dengan maksud menolongnya untuk
berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah
laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum
tidak hanya berisi mata pelajaran dan kegiatan di dalam sekolah, tetapi juga
mencakup berbagai aspek di luar sekolah yang berisi materi yang ditujukan
untuk pengembangan potensi anak didik guna kepentingan hidupnya di
masyarakat.
Pada dasarnya kurikulum mencakup empat aspek, yaitu:
1. Tujuan pendidikan yang akan dicapai kurikulum itu
2. Pengetahuan atau materi pelajaran
3. Metode, cara-cara mengajar dan bimbingan yang diikuti oleh murid-murid
untuk mendorong mereka ke arah yang dikehendaki oleh tujuan yang
dirancang.
4. Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur hasil proses
pendidikan yang dirancang dalam kurikulum.6

B. Kurikulum Menurut Pendidikan Islam


Adapun pengertian kurikulum dalam pendidikan Islam, jika kita
kembali kepada kamus-kamus Bahasa Arab, maka kita dapati kata-kata
“manhaj” yang bermakna jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru latih

87
dengan orang-orang yang terdidik atau dilatihnya untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.
Pengertian yang sempit tersebut bukan hanya berlaku di dunia Islam,
tetapi juga berlaku pada sebagian negeri-negeri Timur, Afrika, dan Barat
yang bukan Islam. Mengapa demikian? Karena kurikulum pada sebagian
besar dunia Islam pada periode akhir dalam sejarahnya belum berkenalan
dengan konsep pendidikan modern. Baru pada abad ke-19 dan permulaan
abad ke-20 para pendidik modern mulai mengecam konsep, metode, dan
alat-alat pendidikan yang berlaku di masjid-masjid, universitas-universitas
Islam yang mulai muncul dalam dunia Islam pada pertengahan abad ke-19.
Kecaman-kecaman para pendidik modern telah menarik perhatian
para pendidik dan perencana kurikulum dalam dunia Islam dan telah
mendorong para pendidik untuk melengkapi kekurangan-kekurangan
mereka dengan mengikuti semangat pendidikan modern di dunia Barat.
Kecaman tersebut juga telah mengubah definisi mereka mengenai
kurikulum, yaitu bahwa kurikulum tidak hanya meliputi mata pelajaran dan
pengalaman yang tersusun yang berlaku di dalam kelas, tetapi meliputi
semua kegiatan kebudayaan, kesenian, olah raga dan sosial yang dikerjakan
oleh murid-murid di luar jadwal waktu dan di luar kelas di bawah bimbingan
sekolah.7
Adapun tujuan pendidikan yang akan dicapai oleh kurikulum dalam
pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri,
yaitu membentuk akhlak yang mulia dalam kaitannya dengan hakikat
penciptaan manusia. Dalam hal ini, maka pengertian kurikulum pendidikan
Islam berisi materi pendidikan seumur hidup, sebagai realisasi tuntunan
Nabi yang berbunyi: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat.”8
Kurikulum dalam pendidikan Islam mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu:
1. Menonjolkan tujuan agama dan akhlakul karimah, baik dalam tujuan
pengajaran, materi, dan pelaksanaannya

88
2. Kandungan materi pendidikan mencakup aspek jasmaniah, intelektual,
psikologi, maupun spiritual
3. Adanya keseimbangan antara ilmu syariat dengan ilmu akliyat
4. Tidak melupakan bahan maupun apresiasi seni, tetapi juga tidak merusak
perkembangan akhlakul karimah
5. Mempertimbangkan perkembangan dan kondisi peserta didik.9

C. Dasar, Prinsip, dan Fungsi Kurikulum


1. Dasar Kurikulum
Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang
mempengaruhi dan membentuk materi, susunan, atau organisasi kurikulum.
Dasar kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinasi kurikulum
(penentu).
Herman H. Horne membagi dasar kurikulum menjadi 3 macam, yaitu:
a. Dasar psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang
diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs of
children)
b. Dasar sosiologi, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang sah dari
masyarakat (the legitimate demands of society)
c. Dasar filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta
tempat kita hidup (the kind of universe in which we live)
Pendapat Herman di atas sesungguhnya belum menjamin bahwa suatu
kurikulum dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena
belum memasukkan nilai-nilai yang wajib diresapi oleh anak sejalan dengan
tujuan yang ditetapkan.10 Nilai-nilai yang wajib diresapi oleh anak menurut
Al-Syaibani adalah nilai agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.
Oleh karena itu, Al-Syaibani menetapkan 4 dasar dalam kurikulum
pendidikan Islam, yaitu:
1). Dasar Agama

89
Sistem pendidikan Islam harus meletakkan dasar falsafah, tujuan dan
kurikulum pendidikan Islam yang pada dasarnya berdasarkan Al-Qur’an
dan Hadis. Karena kedua kitab tersebut merupakan nilai kebenaran yang
universal, abadi dan bersifat futuristik. Nabi SAW
bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu dua perkara,
yang jika kamu berpegang teguh dengan keduanya, kamu tidak akan
tersesat, yakni kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.” (HR. Hakim)
Di samping kedua sumber tersebut, masih ada sumber lain, yaitu dasar
yang bersumber pada dalil ijtihadi.11 Dalil ijtihadi dapat berupa ijma’
(konsensus para ulama), qiyas (analogi), istihsan, istishab, masalihul
mursalah, madzhab sahabi, sadzuz dzari’ah, syar’uman qablana, dan
uruf.12
2). Dasar Falsafah
Falsafah pendidikan Islam tidak tergolong kepada falsafah manapun
buatan manusia, baik yang tradisionil maupun yang progresif, tetapi ia
mempunyai ciri khas sendiri yaitu memperoleh wujudnya dari Tuhan Yang
Mulia, bimbingan nabi dan pemikiran Islam yang betul sepanjang masa.
Namun perbedaan falsafah Islam dengan falsafah lain tidaklah
bertentangan dengan adanya persamaan antar falsafah-falsafah buatan
manusia yang tradisionil maupun yang progresif. Di antara persamaan-
persamaannya yaitu:
a. Dengan falsafah idealisme yaitu kepercayaan terhadap nilai-nilai
spiritual dan idealis yang ada akhirnya kembali kepada wahyu
penciptaan yang maha tinggi dan mulia
b. Dengan falsafah realisme natural yaitu kepercayaan bahwa alam nyata
ini adalah alam yang sebenarnya yang berdiri sendiri lepas dari akal
yang mengamatinya
c. Dengan falsafah humanisme intelektual bahwa ia meninggikan tujuan,
akal dan ilmu-ilmu kemanusiaan

90
d. Dengan falsafah realisme klasik bahwa ia mengakui wahyu Tuhan dan
ilham sebagai dua sumber antara sumber-sumber dasar bagi
pengetahuan, menghormati pemikiran dan penafsiran akal dengan
mengakui peranan utama akal yaitu mencari kebenaran.
e. Dengan falsafah naturalisme romantik yaitu memberontak kejumudan
dan menaruh perhatian terhadap kehidupan aktual dan kontekstual dan
menghormati keinginan dan kebutuhan individu.
f. Dengan falsafah pragmatis bahwa ia mempercayai pentingnya membuka
rahasia segala bidang kemanfaatan pada benda-benda yang memberi
kebahagiaan bagi manusia.
3). Dasar Psikologis
Dasar psikologis berkaitan dengan ciri-ciri perkembangan pelajar,
tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan
sosial, kebutuhan, minat, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan,
proses belajar, dan pengamatan mereka terhadap sesuatu.
4). Dasar Sosial
Dasar utama kurikulum pendidikan Islam tergambar pada dasar sosial
yang antara lain mengandung ciri-ciri masyarakat Islam yang berlaku pada
proses pendidikan dan kebudayaan masyarakat yang bersifat umum atau
khusus. Tugas kurikulum sendiri menurut dasar sosial adalah turut serta
dalam proses pemasyarakatan bagi para pelajar agar para pelajar dapat
menyesuaikan diri dengan masyarakat Islam tempat mereka hidup. Dan
juga yang menjadi tugas pendidikan Islam adalah menyiapkan murid-murid
memikul tanggung jawab dan peranan-peranan sosial yang diharapkan dari
mereka dalam masyarakat Islam.13
Empat dasar di atas dilengkapi oleh S. Nasution yaitu dasar
organisatoris. Dasar ini mengenai penyajian bahan pelajaran. Organisasi
kurikulum dasar ini berpijak dari ilmu jiwa asosiasi yang menganggap
keseluruhan adalah jumlah bagian-bagiannya sehingga menjadikan
kurikulum merupakan mata pelajaran yang terpisah-pisah.

91
2. Prinsip-prinsip Kurikulum
Adapun prinsip-prinsip kurikulum dalam pendidikan Islam tidaklah
beda dengan prinsip kurikulum pendidikan umum, yaitu:
a. Prinsip yang Berorientasi pada Tujuan
Al-umuru bimaqasidiha merupakan adagium ushuliyah yang
berimplikasi pengusulan agar seluruh aktivitas kurikulum terarah
sehingga tujuan pendidikan yang tersusun sebelumnya tercapai.14
b. Prinsip Relevansi
Secara umum prinsip relevansi pendidikan dapat diartikan sebagai
kesesuaian atau keserasian pendidikan dengan tuntunan vertikal dalam
mengemban nilai-nilai. Masalah relevansi pendidikan dengan kehidupan
dapat ditinjau dari 3 segi, yaitu:
1. Relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup murid
2. Relevansi pendidikan dengan perkembangan kehidupan masa
sekarang dan masa yang akan datang
3. Relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia pekerjaan
c. Prinsip Efektivitas
Efektivitas dalam suatu kegiatan berkenaan dengan sejauh mana
sesuatu yang direncanakan dapat terlaksana dalam dunia pendidikan.
Efektivitas ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu efektivitas mengajar guru
dan efektivitas belajar murid.
d. Prinsip Efisiensi
Efisiensi suatu usaha pada dasarnya merupakan perbandingan antara
hasil yang dicapai (output) dengan usaha yang telah dilakukan (input)
sehingga hasilnya memadai dan memenuhi harapan.
e. Prinsip Kesinambungan
Kesinambungan di sini maksudnya adalah adanya saling hubungan atau
jalin menjalin antara berbagai tingkat dan jenis program pendidikan.

92
f. Prinsip Fleksibilitas
Yang dimaksud fleksibiltas adalah tidak kaku artinya ada semacam ruang
gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak.
g. Prinsip Integritas
Implikasinya adalah pengupayaan kurikulum tersebut agar menghasilkan
manusia seutuhnya, manusia yang mampu mengintegrasikan antara zikir
dan fikir serta manusia yang dapat menyelenggarakan struktur kehidupan
dunia dan akhirat.
h. Prinsip Kontinuitas
Implikasinya adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari
bagian yang berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan kurikulum
lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal.
i. Prinsip Objektivitas
Implikasinya adalah kurikulum tersebut dilakukan melalui tuntutan
kebenaran ilmiah yang objektif dengan mengesampingkan pengaruh
emosi dan irrasional.
j. Prinsip Demokrasi
Implikasinya adalah pelaksanaan kurikulum harus dilaksanakan secara
demokratis, artinya saling memahami keadaan dan situasi tiap-tiap subjek
dan objek kurikulum.15
k. Prinsip Analisis Kegiatan
Prinsip ini mengandung tuntutan agar kurikulum dikonstruksikan melalui
proses analisis isi bahan pelajaran serta analisis tingkah laku yang sesuai
dengan isi materi pelajaran.
l. Prinsip Individualisasi
Prinsip ini memperhatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan pada
umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi anak didik, seperti
perbedaan jasmani, watak, intelegensi, bakat, serta kelebihan dan
kekurangannya.16
m. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup

93
Prinsip ini diterapkan dalam kurikulum mengingat keutuhan potensi
subyek. Manusia sebagai subyek yang berkembang dan perlunya keutuhan
wawasan manusia yang sadar akan nilai (yang menghayati dan yakin akan
cita-cita dan tujuan hidupnya).
2. Fungsi Kurikulum
Adapun fungsi kurikulum dalam pendidikan Islam ada 4 fungsi, yaitu:
a. Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan manusia sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
b. Pedoman dan program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek
pendidikan
c. Fungsi kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya
dan penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan
d. Standar dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan
atau sebagai batasan dari program kegiatan yang akan dijalankan pada
catur wulan, semester, maupun pada tingkat pendidikan tertentu.

D. Bentuk-bentuk Kurikulum
Bentuk kurikulum sendiri dalam pengertian falsafah adalah bentuk
pengetahuan. Pada awalnya merupakan kerangka bagian dari dasar-dasar
pembentukan kurikulum pendidikan Islam, yang meliputi tuntutan untuk
mematuhi hukum-hukum Allah. Muhammad Fadhil Al-Jamaly memberi
rumusan tersebut sebagai berikut:
1. Larangan mempersekutukan Allah
2. Berbuat baik kepada kedua orang tua
3. Memelihara, mendidik, dan membimbing anak sebagai tanggung jawab
terhadap amanah Allah
4. Menjauhi perbuatan keji dalam bentuk sikap lahir dan batin.
5. Menjauhi permusuhan dan tindakan makar
6. Menyantuni anak yatim dan memelihara hartanya
7. Tidak melakukan perbuatan di luar kemampuan

94
8. Berlaku jujur dan adil
9. Menepati janji dan menunaikan perintah Allah
10. Berpegang teguh kepada ketentuan hukum Allah
Kerangka tersebut kemudian dikembangkan dalam bentuk materi
yang sejalan dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu pendidikan akhlak dan
juga harus memenuhi kriteria-kriteria pencapaiannya, yaitu adanya
signifikansi, berhubungan dengan kebutuhan sosial, disesuaikan dengan
minat dan perkembangan manusia, serta mengikuti disiplin ilmu yang telah
disepakati. Untuk itu, ada syarat yang perlu diajukan dalam perumusan
isi/bentuk kurikulum, yaitu:
1. Materi yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia
2. Adanya relevansi dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu dalam rangka
ibadah kepada Allah SWT
3. Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan usia anak didik
4. Perlunya membawa anak didik kepada objek empiris, sehingga anak
mempunyai keterampilan yang dibutuhkan dalam masyarakat
5. Adanya penyusunan kurikulum yang integral, terorganisasi dan terlepas
dari kontradiksi antar materi satu dengan materi yang lain.
6. Materi yang disusun harus memiliki relevansi dengan masalah-masalah
yang hangat
7. Adanya metode sehingga mampu mencapai materi pelajaran
8. Materi yang diajarkan tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis
9. Materi yang disusun mempunyai fungsi pragmatis tersendiri17
Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, disusunlah bentuk/isi
kurikulum pendidikan Islam. Para ahli berbeda-beda dalam pembagian
bentuk/isi kurikulum. Berikut adalah pendapat-pendapat mereka:
1. Menurut Ibnu Sina, ilmu dibagi berdasarkan tujuan, manfaat, serta sifatnya
masing-masing. Berdasarkan sifatnya ilmu dibagi atas ilmu yang bersifat
sementara dan ilmu yang bersifat abadi. Dilihat dari tujuannya ilmu dibagi
atas ilmu teoritis dan ilmu praktis, dan yang tergolong ilmu teoritis adalah

95
IPA, matematika, metafisika, dan fisika. Sedangkan ekonomi, politik, dan
syariah digolongkan ke dalam ilmu praktis.
2. Al-Farabi mengklasifikasikan ilmu menjadi 6 kelompok, yaitu bahasa,
logika, matematika, ilmu pengetahuan alam, metafisika, dan ilmu sosial.
3. Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi 3 kategori, yaitu ilmu naqliyah yaitu
ilmu yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadis, ilmu aqliyah yaitu ilmu yang
diambil dari daya fikir manusia, dan ilmu lisan, seperti ilmu nahwu, bayan
dan adab.
4. Al-Ghazali membagi ilmu menjadi 4 jenis dengan mempertimbangkan jenis
dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu ilmu-ilmu Al-Qur’an, ilmu bahasa,
ilmu fardhu kifayah dan ilmu-ilmu cabang filsafat.
5. Muhammad Fadhil Al-Jamaly menyarankan agar kurikulum pendidikan
Islam berisi materi yang dikehendaki Al-Qur’an, seperti ilmu agama,
sejarah, falak, dan sebagainya.
Walaupun berbeda-beda pembagiannya, tetapi pada akhirnya mereka
sepakat bahwa bentuk/isi kurikulum terbagi atas 2 macam, yaitu perennial
(naqliyah) dan acquired (aqliyah). Perennial diterima melalui wahyu,
sedangkan acquired diperoleh melalui imajinasi dan pengalaman indera.
Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Kelompok Perennial, terdiri dari:
a. Al-Qur’an meliputi qira’at, hifz, tafsir, sunnah, siroh, tauhid, fiqh, ushul
fiqh, bahasa Al-Qur’an, baik fonologi, sintaksis, maupun semantik.
b. Mata pelajaran bantu, meliputi metafisis alam, perbandingan agama, dan
kultur Islam.
2. Kelompok Acquired, terdiri dari:
a. Seni, meliputi seni arsitektur, bahasa dan sebagainya.
b. Seni intelek, meliputi pengetahuan sosial, ekonomi, politik, sejarah, dan
sebagainya.
c. Ilmu murni, meliputi ilmu filsafat sains, matematika, statistik, kimia,
biologi, dan sebagainya.

96
d. Ilmu terapan, meliputi engineering dan teknologi, ilmu kedokteran, dan
sebagainya.
e. Ilmu praktik, meliputi ilmu perdagangan, administrasi, perpustakaan,
komunikasi, dan sebagainya.18
Tampaknya secara prinsipil, kurikulum pendidikan Islam tak lepas dari
dasar dan tujuan falsafah pendidikan Islam itu sendiri. Beberapa bagian
materi dapat saja dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman dan
lingkungan hidup manusia, tetapi keterkaitannya dengan hakikat kejadian
manusia sebagai khalifah dan pengabdi Allah yang setia tidak dapat
dilepaskan sama sekali.
E. Model-model Konsep Kurikulum Pendidikan Islam
Dari sekian banyak pendapat para ahli mengenai model-model konsep
kurikulum dapat dimodifikasikan sebagai berikut:
1. Kurikulum sebagai model subyek akademik. Model kurikulum ini sangat
mengutamakan pengetahuan sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat
intelektual. Model subyek akademik ini mengalami perkembangan menjadi
3 struktur disiplin, yaitu:
a. Aliran yang melanjutkan disiplin struktur. Aliran ini menonjolkan proses
penelitian ilmiah, baik masalah sosial, nilai-nilai maupun kebijaksanaan
tokoh-tokoh pemerintah.
b. Pelajaran terpadu. Dalam memahami masalah yang kompleks, aliran ini
menggunakan beberapa disiplin ilmu yang terpadu. Oleh karena itu,
pendekatannya adalah interdisipliner.
c. Pendidikan fundamental. Aliran ini mementingkan isi dan materi, di
samping cara-cara dan proses berfikir.
2. Kurikulum sebagai model humanistik (aktualisasi diri). Model ini berfungsi
menyediakan pengalaman yang berharga bagi anak didik dan membantu
kelancaran perkembangan pribadi anak didik. Jadi kurikulum model
humanistik menjadikan manusia sebagai unsur sentral untuk menciptakan
unsur kreativitas, spontanitas, kemandirian, kebebasan, aktivitas,

97
pertumbuhan dari dalam, termasuk keutuhan anak sebagai keseluruhan,
minat, dan motivasi intrinsik.
3. Kurikulum sebagai model rekonstruksi sosial.
Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar
yang menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam perilaku, yaitu
dalam berfikir, merasa, dan melakukan.
F. Kesimpulan
1. Kurikulum adalah seluruh usaha sekolah atau sejumlah pengalaman yang
diberikan oleh sekolah kepada peserta didik, baik di dalam maupun di luar
kelas. Dalam pendidikan Islam kurikulum memiliki dasar agama dan
akhlakul karimah yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis.
2. Dasar kurikulum meliputi dasar agama, filosofis, psikologis, sosial, dan
organisatoris.
3. Prinsip kurikulum meliputi prinsip yang berorientasi pada tujuan,
relevansi, efektivitas, efisiensi, kesinambungan, fleksibilitas, integritas,
kontinuitas, objektivitas, demokrasi, analisis kegiatan, individualisasi, dan
rinsip pendidikan seumur hidup.
4. Fungsi kurikulum meliputi kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan,
sebagai pedoman proses pendidikan, sebagai kesinambungan antara
jenjang sekolah dan sebagai standar untuk menentukan berhasil atau
tidaknya suatu proses pendidikan.
5. Pembagian materi/isi kurikulum meliputi perennial (naqliyah) dan
acquired (aqliyah).
6. Model-model konsep kurikulum meliputi:
a. Kurikulum sebagai model subyek akademik
b. Kurikulum sebagai model humanistik
c. Kurikulum sebagai model rekonstruksi sosial

98
BAB IX
PENDEKATAN DAN METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Setelah mempelajari kurikulum pendidikan Islam perlu diketahui cara


dalam menerapkan pendidikan itu sendiri. Pendidikan Islam bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadis. Untuk dapat merealisasikan nilai-nilai ajaran Islam
secara maksimal perlu adanya pendekatan dan metode yang efektif.
Penyampaian materi yang diberikan oleh seorang guru dapat berakibat
buruk bagi anak didik jika dalam pelaksanaan pengajaran atau pendidikan
digunakan metode yang keliru. Agar poses pendidikan Islam dapat sejalan
dengan kemajuan masyarakat dan dapat memberikan fleksibilitas terhadap
perkembangan nilai-nilai dalam ruang lingkup konfigurasinya perlu ada
pendekatan dan metode karena keduanya dapat mempengaruhi kelancaran
proses belajar mengajar. Jika pendekatan dan metode yang digunakan baik
dan sesuai dengan kemampuan anak didik, tujuan yang diharapkan akan
tercapai.
A. Pendekatan Pendidikan Islam
Dalam menganalisa sasaran pendidikan Islam secara ilmiah
diperlukan pendekatan yang sejalan dengan karakteristik sasaran yang
hendak dideskripsikan. Dalam pendidikan Islam terdapat lima macam
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Filosofis
Berdasarkan pendekatan ini, ilmu pendidikan Islam diartikan sebagai
studi tentang proses kependidikan yang didasari oleh nilai-nilai ajaran Islam
menurut konsepsi filosofis yang bersumber pada kitab suci Al-Qur’an dan
sunnah Nabi Muhammad SAW.
Pendekatan filosofis yang esensial ini adalah lahirnya sikap dan
pandangan dasar yang meyakini bahwa Islam sebagai agama wahyu yang
mengandung konsep-konsep, wawasan, ide-ide dasar yang memberi inspirasi

99
terhadap pemikiran umat manusia dalam menyelesaikan permasalahan
hidupnya.
2. Pendekatan Sistem
Watak ilmu pendidikan Islam adalah sistematik dan konsisten menuju
ke arah tujuan yang hendak dicapai. Maka pendidikan Islam memerlukan
pendidikan yang sistematis dan aspiratif terhadap kebutuhan umat.
Selain dengan pendekatan sistem, orientasi pendidikan Islam memiliki
karakteristik yang bersifat “goal oriented” yang secara operasional dapat
dikembangkan ke dalam model sebagai berikut:
a. Secara sistematis, manusia didik dipandang sebagai makhluk yang
integralistik total yng terbentuk dari unsur rohaniah dan jasmaniah yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
b. Secara paedagogis, pendidikan Islam diletakkan pada strategi
pengembangan seluruh kemampuan dasar integralistik bertujuan
membentuk pribadi muslim yang paripurna dalam dimensi rohaniah dan
jasmaniahnya untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang
berorientasi pada kesejahteraan hidup dunia dan akhirat secara simultan.
c. Institusionalisasi (pelembagaan), pendidikan Islam diwujudkan dalam
struktur yang hirarkis berjenjang sejalan dengan tingkat perkembangan
jiwa anak didik menuju optimalisasi belajarnya yang mendalam dan
meluas.
d. Secara kurikuler, pendidikan Islam mengarahkan seluruh input
instrumental (guru, metode, kurikulum, dan fasilitas) dan input
environmental (tradisi, kebudayaan, lingkungan masyarakat, lingkungan
alam) menjadi suatu bentuk program kegiatan kependidikan menuju
kepada realisasi cita-cita Islam.
3. Pendekatan Paedagogis
Pendekatan ini berpandangan bahwa anak didik adalah makhluk Tuhan
yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan jasmani dan

100
rohani yang memerlukan bimbingan dan pengarahan melalui proses
pendidikan.
Ilmu pendidikan Islam dilihat dari segi psikologi dan pedagogis
mencakup lima faktor, yaitu:
1. Pendidik
2. Anak didik
3. Alat pendidikan
4. Lingkungan
5. Cita-cita dan tujuan
Untuk melaksanakan kelima faktor pendidikan tersebut diperlukan
model tertentu yang akomodatif terhadap nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya. Model tersebut dapat diabstraksikan sebagai berikut:
1. Secara paedagogis, peserta didik dipandang sebagai makhluk termulia
yang harus dididik dan belajar agar tetap menjadi manusia yang mulia di
hadapan Allah yaitu manusia muslim yang paling bertaqwa kepada-Nya.
2. Secara epistemologi, peserta didik adalah hamba Allah yang diberi
kemampuan belajar berkat naluri ingin tahu (curiosity) yang dengan
pengetahuannya manusia dapat mengenal Tuhannya.
3. Secara kurikuler, proses kependidikan Islam mengandung materi pelajaran
yang berorientasi kepada kebutuhan manusia peserta didik selaku hamba
Allah yang harus beribadah kepada-Nya, dengan kelengkapan ilmu agama
dan pengetahuan umum yang integral menjadi satu acuan yang menjadi
tempat kembalinya permasalahan hidupnya yang cenderung untuk
berkembang terus sampai meninggal dunia.
4. Pendekatan Keagamaan (Spiritual)
Pendekatan ini memandang bahwa ajaran yang bersumberkan Al-
Qur’an dan Hadis menjadi sumber inspirasi dan motivasi pendidikan Islam.
Secara prinsip Allah SWT telah memberi petunjuk bahwa manusia diciptakan
sebagai makhluk yang memiliki struktur dan postur psikis dan fisik yang

101
paling sempurna yang dapat berkembang ke arah pola kehidupan yang
bertaqwa kepada pencipta-Nya.
Model yang ideal bagi proses pendidikan Islam dengan nilai-nilai
religius Islam tersebut dapat dideskripsikan secara prinsipil sebagai berikut:
1. Pandangan religius, tiap manusia adalah makhluk berketuhanan yang
mampu mengembangkan dirinya menjadi manusia yang bertaqwa dan taat
kepada Allah sesuai dengan fitrahnya manusia menjadi hamba Allah yang
mengabdi dan berserah diri kepada-Nya.
2 Proses kependidikan, diarahkan kepada terbentuknya manusia muslim
yang dedikatif kepada Allah dan bersikap menyerahkan diri secara total
kepada-Nya. Dirinya dan keseluruhan hidupnya adalah milik Allah semata.
3. Kurikulum pendidikan Islam harus diisi dengan materi pelajaran yang
mengandung nilai spiritual yang komunikatif kepada pencipta alam serta
mendorong minat anak didik untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Strategi operasionalisasi adalah meletakkan anak didik berada dalam
proses pendidikan Islam sepanjang hayat dari lahir sampai meninggal
dunia. Dalam kehidupan itulah dijumpai makna edukatif bagi
pengembangan hidup keagamaan, sedangkan pendidikan formal untuk
merentangkan makna kehidupannya selaku hamba Allah yang taat.
5. Pendekatan Historis
Berbagai pandangan ulama dan ilmuwan Islam untuk menganalisa
pendidikan Islam menunjukkan bahwa pada prinsipnya pendidikan Islam
berproses dalam lima aspek, yaitu:
1. Ideal
Proses pendidikan Islam sesuai dengan cita-cita ajaran Islam
2. Institusional
Tujuan atau cita-cita akan lebih mudah dicapai melalui proses
kependidikan jika ditransformasikan melalui institusi (lembaga)
kependidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

102
3. Struktur
Struktur (bentuk) kelembagaan kependidikan yang berjenjang
(bertingkat) untuk mencapai tujuan pendidikan secara bertahap sesuai
tingkat perkembangan anak didik.
4. Material
Tujuan akhir dan sementara pendidikan Islam menentukan corak
materi pelajaran yang efektif dan efisien, yang diajarkan dengan
karakteristik dan idealitas nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan.
Berdasarkan pengamatan sejarah pendidikan Islam bahwa pada masa
keemasan peradaban dan pembaharuan pemikiran umat Islam terbukti di
kalangan umat Islam telah dikembangkan prinsip-prinsip modernisasi,
yaitu:
a. Para pemuka umat Islam telah berusaha melakukan reorientasi
pemikiran ke arah pemurnian ajaran Islam sesuai dengan
sumbernya yang pokok yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
b. Ijtihad tetap terbuka dan diajarkan oleh para pembaharu umat
Islam sejak masa Jamaluddin Al-Afghani sampai sekarang dengan
modifikasi pemikiran yang berorientasi kepada kebutuhan
modernisasi kehidupan umat sejalan dengan dinamika kemajuan
IPTEK.
c. Para ilmuwan dan ulama sejak zaman keemasan telah berusaha
mengintegrasikan agama dan ilmu pengetahuan.
d. Membangkitkan semangat mempelajari dan meneliti bidang-bidang
keilmuan Islam dengan latar belakang iman.
e. Dari segi pendekatan sosiokultural, umat Islam pada masa kejayaan
telah mampu mengembangkan 60 cabang ilmu pengetahuan
sebagai disiplin ilmu. Pada masa itu ada pemisahan antara ilmu
agama dan ilmu umum.

103
B. Metode Pendidikan Islam
1. Pengertian Metode Pendidikan Islam
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu “metha” dan “hodos.” Metha
berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Metode
berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Untuk lebih memahami metode itu sendiri seyogiyanya harus
diketahui beberapa istilah lain yang berkaitan dengan metode yaitu strategi
dan teknik. Strategi adalah langkah-langkah yang disusun untuk mencapai
tujuan, sedangkan teknik terbagi dua yaitu teknik langsung dan teknik tidak
langsung.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa metode pembelajaran
adalah suatu teknik penyampaian bahan pelajaran oleh guru kepada murid
agar murid dapat memahami pelajaran dengan mudah dan efektif.
Menurut Al-Nahlawi dalam Al-Qur’an dan Hadis dapat ditemukan
berbagai metode pendidikan yang sangat mendidik jiwa dan membangkitkan
semangat. Menurut Al-Nahlawi, metode untuk menanamkan rasa iman
adalah:
a. Metode hiwar (percakapan qur’ani dan nabawi)
b. Metode kisah qur’ani dan nabawi
c. Metode amsal (perumpamaan qur’ani dan nabawi)
d. Metode keteladanan
e. Metode pembiasaan
f. Metode ibrah dan mau’idzoh
g. Metode targhib dan tarhib.2

Dalam sejarah pendidikan Islam dapat diketahui bahwa para pendidik


muslim dalam beberapa situasi dan kondisi yang berbeda telah menerapkan
berbagai metode pendidikan. Ulama-ulama muslim yang mengemukakan
pendapat tentang metode pendidikan di antaranya:
1. Al-Ghazali

104
a) Lebih cenderung berfaham empirisme. Karena itu beliau sangat
menekankan pengaruh pendidik terhadap anak didik.
b) Dalam proses pendidikan dimulai dengan hafalan diteruskan dengan
pemahaman
c) Pendidikan yang diinginkan adalah pendidikan yang diarahkan pada
pembentukan akhlak mulia.
2. Ibnu Khaldun
a) Hendaknya tidak memberikan pelajaran yang sulit kepada anak didik
b) Anak didik diajarkan pelajaran yang sederhana yang dapat dipahami
akal pikiran kemudian secara bertahap diajarkan pelajaran yang lebih
sukar dengan menggunakan alat peraga tertentu.
3. Ibnu Sina
a) Lebih menekankan pendidikan moral
b) Metode yang diperlukan adalah metode pembiasaan, perintah dan
larangan, pemberian motivasi, hadiah dan hukuman.
4. Muhammad Abduh lebih menekankan pada kemampuan rasio dengan
memahami ajaran Islam dari sumbernya (Al-Qur’an dan Hadis) sebagai
pengganti metode hafalan.

2. Jenis-jenis Metode Pembelajaran


a. Metode Keteladanan
Dalam al-Qur’an kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang
kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti
baik. Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan
yang baik. Kata-kata uswah ini di dalam al-Qur’an diulang sebanyak enam
kali dengan mengambil sample pada diri para Nabi yaitu Nabi Muhammad
SAW., Nabi Ibrahim dan kaum yang beriman teguh kepada Allah. Ayat yang
artinya : “dalam diri Rasulullah itu kamu dapat menemukan teladan yang
baik”. (Q.S. al-Ahzab, 33:21) sering diangkat sebagai bukti adanya metode

105
keteladanan dalam al-Qur’an.28 Jadi pendidikan dengan teladan berarti
pendidikan dengan memperlihatkan keteladanan baik yang berlangsung
melalui pencipta kondisi pergaulan yang akrab antara versonal sekolah,
perilaku pendidikan, dan tenaga pendidikan lain yang mencerminkan
akhlak terpuji. Pendidikan terhadap peserta didik merupakan kunci
keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan
sosial anak. Hal ini dikarenakan pendidik adalah figur terbaik dalam
pandangan anak yang akan dijadikan teladan.
Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberikan
contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, maupun cara berfikir. Di dalam al-
Qur’an terdapat banyak ayat yang menunjukkan kepentingan kegunaan
keteladanan dalam pendidikan antara lain :
Firman Allah SWT tentang pribadi Rasulullah SAW yang artinya :

‫ ِلمن كان ي أر ُجواْ ٱّلل و أٱلي أوم أٱۡل ٓ ِخر‬ٞ‫سو ِل ٱّللِ أ ُ أسوة ا حسنة‬
ُ ‫لق أد كان ل ُك أم فِي ر‬
ٞٗ ‫وذكر ٱّلل ك ِثير‬

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagi
kalian, yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S. al-Azhab, 33:21).
Kemudian Firman Allah SWT tentang pribadi Nabi Ibrahim yang artinya :

.... ُ‫ق أد كان أت ل ُك أم أ ُ أسوة ا حسنة فِ ٓي ِإ أب َّٰر ِهيم وٱلذِين مع ٓهۥ‬


“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim
dan orang yang bersama dia” (Q.S. Al-Muntahana, 60:4).

b. Metode Nasehat
Al-Qur’an al-Karim juga menggunakan kalimat-kalimat yang
menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang
dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal dengan nasihat.29 Tetapi
nasehat yang disampaikannya ini selalu disertai dengan panutan atau

28
H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997). Hal 97
29
Ibid, Hal 98.

106
teladan dari si pemberi atau penyampai nasehat itu. Ini menunjukkkan
bahwa antara satu metode yakni nasehat dengan metode lain yang di
dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi.
Nasehat merupakan penjelasan tentang kebenaran dan
kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari
bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan
dan manfaat bagi kehidupan di dunia dan akhirat. Memberi nasehat
merupakan salah satu metode penting dalam pendidikan Islam. Dengan
metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik ke dalam
jiwa, apabila digunakan dengan cara yang dapat mengetuk relung jiwa
melelui pintunya yang tepat, bahkan dengan metode ini pendidik
mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan peserta didik
kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan serta kemajuan masyarakat
dan umat. Cara yang dimaksud ialah hendaklah nasehat lahir dan hati
yang tulus, artinya pendidik berusaha menimbilkan kesan bagi peserta
didiknya bahwa ia adalah orang yang mempunyai niat baik dan sangat
peduli terhadap kebaikan peserta didik. Hal inilah yang membuat
nasehat mendapat penerimaan yang baik bagi orang yang diberi nasehat.

c. Metode Diskusi / Dialog


Yaitu suatu cara penyajian atau penyampaian bahan pembelajaran
dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
membicarakan dan menganalisis secara ilmiah guna mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun sebagai alternatif
pemecahan atas suatu masalah.30
Metode diskusi juga diperhatikan oleh al-Qur’an dalam mendidik
dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian,
dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah. perintah Allah
dalam hal ini, agar kita mengajak ke jalan yang benar dengan hikmah dan

30
Http / Nurussyamsi oline. Blogspot. Com / 2009 / 07 / Metode Diskusi dalam pembelajaran.
Html.

107
mau’izhah yang baik dan membantah mereka dengan berdiskusi dengan
cara yang baik (Q.S. al-Nahl, 16:125); selanjutnya terdapat pula ayat-ayat
yang artinya : Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kutab,
melainkan dengan cara yang paling baik…(Q.S. al-Ankabut, 29:49). Di
dalam al-Qur’an lebih lanjut kata diskusi atau al-mujadalah itu diulang
sebanyak 29 kali. Di antaranya dua ayat yang telah disebutkan itu. Dari
dua ayat tersebut dan ayat-ayat lainnya yang tidak disebutkan di sini,
terlihat bahwa keberadaan diskusi amat diakui dalam pendidikan Islam.
Namun, diskusi itu harus didasarkan kepada cara-cara yang baik. Cara
yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut, sehingga timbullah etika
berdiskusi, misalnya dengan memonopoli pembicaraan, saling
menghargai pendapat orang lain, kedewasaan pikiran dan emosi,
berpandangan luas.

d. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyajian yang dilakukan guru
dengan penjelasan secara langsung kepada siswa.
Kelebihannya:
a. Mudah dilakukan oleh guru
b. Materi yang banyak dapat dijelaskan oleh guru dalam waktu
singkat
c. Guru dapat menjelaskan dengan menekankan materi-materi
yang penting.
d. Guru dengan mudah menguasai kelas.
e. Organisasi kelas dapat diatur menjadi lebih sederhana
Kekurangannya:
a. Akan menimbulkan kebiasaan buruk terhadap siswa karena
siswa tidak dibiasakan mencari dan mengolah informasi dan
hanya ingin dibina sebagai penerima informasi.
b. Informasi yang disampaikan mudah usang

108
c. Hal-hal yang disampaikan guru hanya terbatas pada materi
yang diingat guru saat itu
d. Tidak semua murid mampu menerimanya dengan baik apabila
dihubungkan dengan pendengaran.
e. Tidak semua siswa memiliki daya tangkap yang tajam
f. Kurang memberikan rangsangan terhadap kreativitas siswa
dalam mengemukakan pendapat
g. Dapat menimbulkan verbalisme

2. Metode Tanya Jawab


Metode ini merupakan metode tertua yang banyak digunakan
dalam proses pendidikan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat,
maupun sekolah. Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran
dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab baik oleh guru maupun
oleh siswa.
Kelebihannya:
a. Dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa
b. Merangsang siswa untuk lebih melatih mengembangkan daya
pikir/daya ingatnya
c. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam
menjawab dan mengemukakan pendapat
d. Dapat mengetahui daya pikir siswa dalam mengemukakan
pokok-pokok pikiran dalam menjawab dan kemampuan siswa
dalam penguasaan materi
e. Sebagai pendorong dan pembuka jalan bagi siswa dalam
penelusuran berbagai sumber belajar.
Kekurangannya:
a. Tidak mudah membuat pertanyaan yang mudah dipahami
siswa
b. Siswa sering merasa takut bila guru kurang bisa menciptakan
suasana

109
c. Guru masih mendominasi proses belajar mengajar
d. Waktu yang digunakan menjadi kurang efisien bila jumlah
siswa terlalu banyak
e. Waktu sering terbuang bila siswa tidak dapat menjawab
pertanyaan

e. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran
dengan memperagakan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda
tertentu yang sedang dipelajari siswa.
Kelebihannya:
a. Pengajaran menjadi lebih jelas dan konkret
b. Siswa lebih mudah memahami materi pelajaran
c. Proses pengajaran akan lebih menarik
d. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati dan menyesuaikan
materi antara teori dengan kenyataan.
Kekurangannya:
a. Guru harus memiliki keterampilan khusus
b. Fasilitas dan biaya tidak selalu tersedia dengan baik
c. Memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang serta
waktu yang lama
f. Metode Karya Wisata
Metode karya wisata adalah cara penyajian pelajaran dengan
membawa siswa mempelajari sumber-sumber mata pelajaran di kelas.
Kelebihannya:
a. Metode ini merupakan aplikasi prinsip pengajaran yang disebut
asas aktivitas dalam belajar
b. Lebih merangsang siswa untuk lebih banyak belajar dan dapat
mengembangkan kemandirian siswa

110
c. Membiasakan siswa mencari dan mengolah sendiri informasi
dan komunikasi
d. Dapat membawa efek instruksional dan efek pengiring untuk
tugas di dalam dan di luar kelas
e. Membina tanggung jawab dan disiplin siswa serta dapat
mengembangkan kreativitas siswa.
Kekurangannya:
a. Siswa sulit dikontrol, khusus tugas kelompok tidak jarang yang
aktif mengerjakan dan menyelesaikan tugas hanya anggota
tertentu.
b. Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan
individual siswa
c. Dapat menimbulkan kebosanan siswa jika tugas yang diberikan
tidak bervariasi
d. Sering menjadi keluhan dan beban siswa jika pemberian tugas
sering tidak disertai penilaian.

g. Metode Pemecahan Masalah


Metode pemecahan masalah adalah cara penyajian bahan
pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan
untuk dianalisis dalam usaha mencari pemecahan atau jawaban siswa.
Kelebihannya:
a. Pendidikan di sekolah lebih relevan
b. Membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan
masalah secara terampil, baik permasalahan pribadi, keluarga,
masyarakat, dan sebagainya
c. Merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara
kreatif dan menyeluruh.
Kekurangannya:

111
a. Kemampuan dan keterampilan seorang guru dalam
menentukan suatu masalah sesuai dengan tingkat berpikir
siswa sangat diperlukan
b. Memerlukan waktu yang sangat banyak dan sering mengambil
waktu pelajaran lain.
c. Merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa karena dalam
pemecahan suatu masalah memerlukan berbagai sumber
belajar.
h. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana
siswa dihadapkan pada suatu permasalahan berupa pertanyaan atau
yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Kelebihannya:
a. Merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide-ide, gagasan,
prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan masalah
b. Membiasakan siswa bertukar pikiran dengan temannya atau
orang lain
c. Dapat dibina sikap demokrasi pada siswa
d. Cakrawala berpikir menjadi lebih luas
e. Hasil diskusi adalah hasil pemikiran bersama dan
dipertanggungjawabkan bersama yang melibatkan banyak
orang.
Kekurangannya:
a. Menentukan suatu masalah yang sesuai dan menarik bagi siswa
bukan hal yang mudah
b. Sering terpaksa memperpanjang waktu dari yang direncanakan
c. Kadang-kadang pembahasan menjadi lebih luas dan
mengembang sehingga masalah pokok menjadi kabur
d. Perbedaan pendapat yang emosional dan tidak terkontrol
dapat menyinggung perasaan.

112
i. Metode Simulasi
Metode ini pada hakikatnya diangkat dari situasi kehidupan.
Simulasi berasal dari kata simulate yang berarti berpura-pura atau
berbuat seolah-olah, atau simulation yang berarti tiruan atu
perbuatan yang hanya berpura-pura saja.
Kelebihannya:
a. Dapat memupuk daya cipta siswa
b. Merangsang siswa menjadi biasa dan terampil dalam
menanggapi dan bertindak secara spontan
c. Memperkaya pengetahuan, sikap, keterampilan, dan
pengalaman tidak langsung dalam menghadapi berbagai situasi
sosial yang problematik
d. Siswa belajar menghargai dan menerima pendapat orang lain.
Kekurangannya:
a. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat
dan sempurna
b. Pelaksanaan simulasi sering menjadi kaku dan tidak jarang
hanya dijadikan sebagai alat hiburan
c. Menuntut hubungan yang akrab, fleksibel, dan demokratis

j. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyampaian bahan pelajaran
dengan melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan
sesuatu yang sedang dipelajari.
Kelebihannya:
a. Dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran dan
kesimpulan berdasarkan percobaan sendiri
b. Mengembangkan sikap eksploratif tentang sains dan teknologi
c. Didukung oleh asas-asas didaktik modern.

113
Kekurangannya:
a. Memerlukan berbagai fasilitas yang tidak mudah diperoleh
b. Tidak semua materi pelajaran dapat dieksperimenkan
c. Menuntut penguasaan pengembangan materi, fasilitas,
peralatan dan bahan mutakhir
d. Lebih sesuai menyajikan bidang-bidang sains dan teknologi.

k. Metode Penemuan (Discovery-Inquiry)


Metode penemuan adalah cara penyajian bahan pelajaran yang
melibatkan siswa dalam proses mental dalam rangka penemuannya.
Kelebihannya:
a. Pengajaran menjadi student centered
b. Proses belajar meliputi semua aspek menuju kepada
pembentukan manusia seutuhnya.
Kekurangannya:
a. Pemecahan masalah bersifat mekanistis, formalitas, dan
membosankan
b. Menuntut bimbingan guru yang lebih baik dalam penyelidikan
yang dilakukan siswa
c. Kebebasan yang diberikan kepada siswa tidak dapat menjamin
keaktifan dan ketekunan siswa.

9. Metode Proyek atau Unit


Metode proyek atau unit adalah penyajian bahan pelajaran
yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai
segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan
dan bermakna.
Kelebihannya:
a. Dapat merombak pola pikir siswa yang sempit menjadi luas
dan menyeluruh

114
b. Siswa dibina dengan kebiasaan menerapkan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan dengan terpadu
c. Bahwa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang lebih
diperlukan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-
masalah kehidupan praktis sehari-hari.
Kekurangannya:
a. Baik secara vertikal maupun horizontal, kurikulum nasional
belum menunjang pelaksanaan metode ini
b. Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan
metode ini memerlukan keahlian khusus
c. Spesialisasi setiap mata pelajaran sangat diperlukan dalam
pemecahan masalah-masalah kehidupan.
Di samping metode-metode di atas, ada cara atau metode lain
yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, yaitu:
1. Metode Diakronis
Suatu metode ajaran Islam yang mengandung aspek sejarah.
Metode ini disebut juga metode sosio-historis yang membuat anak
didik memahami ajaran Islam berdasarkan sejarah. Metode ini
didasarkan pada firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 176.
2. Metode Sinkronis Analitik
Suatu metode pendidikan Islam yang sangat berguna bagi
perkembangan keimanan dan mental intelek. Metode ini didasarkan
pada firman Allah dalam surat Al-Taubah ayat 122.
3. Metode Empiris
Metode ini merupakan latihan anak dalam mempelajari proses
realisasi, aktualisasi dan internalisasi norma-norma dan kaidah Islam
melalui suatu proses aplikasi yang menimbulkan suatu interaksi
sosial dengan dalil. Metode ini didasarkan pada firman Allah dalam
surat Ali Imran ayat 104

115
4. Metode Problem Solving
Metode ini merupakan pelatihan anak didik yang dihadapkan
pada berbagai masalah suatu cabang ilmu pengetahuan. Metode ini
didasarkan pada firman Allah dalam surat Fushshilat ayat 53.
5. Metode Induktif
Metode yang dilakukan pendidik dengan cara mengajarkan
materi yang khusus kepada yang umum.
6. Metode Deduktif
Metode yang digunakan pendidik dalam mengajarkan ajaran
Islam melalui cara menampilkan kaidah yang umum kemudian
menjabarkan dengan berbagai contoh masalah sehingga terurai.

3. Tujuan, Fungsi, dan Tugas Utama Metode Pendidikan Islam


Tujuan penggunaan metode adalah agar menjadikan proses dan hasil
belajar mengajar ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna serta
menimbulkan kesadaran pada anak didik untuk mengamalkan ajaran Islam
dan sebagai teknik motivasi untuk membangkitkan gairah belajar anak didik
secara mantap. Uraian ini menunjukkan bahwa fungsi metode pendidikan
adalah mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan bagi anak
didik untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong usaha kerjasama
dalam kegiatan belajar mengajar antara pendidik dan anak didik.
Tugas utama dari metode pendidikan Islam adalah mengadakan
aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan paedagogis sebagai kegiatan antar
hubungan pendidikan yang terealisasi melalui penyampaian keterangan dan
pengetahuan agar siswa memahami, mengetahui, menghayati, dan meyakini
materi yang diberikan serta dapat meningkatkan pola pikir. Selain itu tugas
utama metode pendidikan Islam adalah membuat perubahan dalam sikap
dan minat serta penemuan nilai dan norma yang berhubungan dengan
pelajaran dan perubahan dalam pribadi dan bagaimana faktor-faktor
tersebut diharapkan menjadi pendorong ke arah perbuatan nyata.

116
Al-Syaibani mengemukakan dasar-dasar penyusunan metode
pendidikan Islam. Ada empat hal yang menjadi pertimbangan penggunaan
metode pendidikan Islam, yaitu:
1. Dasar agama, yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, perbuatan sahabat
dan ulama salaf
2. Dasar biologis, meliputi kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan
usia anak
3. Dasar psikologis, meliputi motivasi, kebutuhan emosi, minat, sikap,
keinginan, kesediaan bakat dan intelektual anak didik.
4. Dasar sosial, meliputi pertimbangan kebutuhan sosial di lingkungan anak
didik.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Al-Syaibani
mengungkapkan bahwa metode pendidikan Islam mencakup empat tujuan
pokok, yaitu:
1. Menolong anak didik mengembangkan kemampuan individualnya
2. Membiasakan anak didik membentuk sikap yang baik
3. Membantu anak didik bersikap efektif dan efisien
4. Membimbing aktivitas anak didik.7

117
BAB X
LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM

Berbicara mengenai pendidikan tidak mungkin terlepas dari suatu


proses yang panjang. Oleh karena itu, mencapai tujuan pendidikan tidak
secepat membalikkan telapak tangan. Merupakan fitrah pada diri manusia di
mana dalam dirinya berpeluang untuk dapat menerima dan menyerap segala
hal, baik atau buruk yang ada di sekitarnya. Karena itu Islam dalam hal ini
memfilter keadaan tersebut berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis yang
merupakan dasar pokok pendidikan Islam.
Pendidikan dalam Islam meliputi dasar dan tujuan, peserta didik,
pendidik, kurikulum, metode, lingkungan, alat, evaluasi, dan kegunaan ilmu
pendidikan Islam, yang kesemuanya ini sangat berperan dalam menentukan
berhasil atau tidaknya pendidikan. Salah satu bagian yang penting tersebut
adalah lingkungan, sebab pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, yang terkadang dapat memberi
implikasi positif dan negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak, sikap, akhlak, dan perasaan agamanya.
A. Pengertian Lingkungan Pendidikan
Dalam arti luas lingkungan mencakup iklim, geografis, tempat tinggal,
adat istiadat, pengetahuan, pendidikan, dan alam. Dengan kata lain,
lingkungan adalah segala sesuatu yang ada dan terdapat dalam alam
kehidupan yang senantiasa berkembang. Lingkungan adalah seluruh yang
ada, baik manusia maupun benda buatan manusia, atau alam yang bergerak
atau tidak bergerak, atau kejadian-kejadian yang mempunyai hubungan
dengan seseorang.1
Menurut Mohammmad Al-Toumy Al-Syaibani, lingkungan adalah
ruang lingkup yang berinteraksi dengan insan yang menjadi medan dan
aneka bentuk kegiatannya. Keadaan sekitar benda-benda, seperti air, udara,
bumi, langit, matahari, dan sebagainya, juga masyarakat yang mencakup

118
insan pribadi, kelompok, institusi, sistem, undang-undang, adat kebiasaan,
dan sebagainya.2
Seorang psikolog, Sartain menegaskan tentang pengertian lingkungan
sebagai berikut: The world environment “is to say that it includes all the
conditions inside and outside the organism that influence in any way our
behavior, growth, development, or life process-except the genes, and even genes
can be considered to provide environment for other genes” …the composition of
our environment, let us devide it into two main parts the internal environment
and external environment.3
Berdasarkan pengertian di atas, yang dimaksud dengan lingkungan
dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
1. Lingkungan dalam, meliputi gizi, vitamin, suhu, intelegensi, kondisi
psikologis, seperti sikap, minat, motivasi, dan lain-lain
2. Lingkungan luar, terdiri dari Lingkungan alam, seperti iklim, suhu,
geografis, siang, malam dan Lingkungan sosial, berupa individu,
masyarakat, organisasi, dan lain-lain.
Jadi, yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan adalah segala
sesuatu yang terdapat di sekitar anak didik yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak didik.
B. Lingkungan Pendidikan Islam
Dalam pengertian yang luas, lingkungan pendidikan Islam terbagi dua,
yaitu Lingkungan pendidikan di dalam sekolah dan Lingkungan pendidikan
di luar sekolah, meliputi keluarga, masyarakat, dan negara serta individu.
Namun pembahasan ini akan dimulai dari lingkungan keluarga karena
keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama sebelum anak
mengenal lingkungan pendidikan yang lain.
1. Keluarga
Keluarga merupakan suatu unit sosial terkecil dalam kehidupan
manusia sebagai makhluk sosial. Pengertian keluarga dalam Islam adalah

119
suatu sistem kehidupan masyarakat terkecil yang dibatasi oleh adanya
keturunan (nasab) atau disebut ummah akibat adanya kesamaan agama.
Keluarga merupakan unit pertama dalam masyarakat. Di situlah
terbentuknya tahap awal proses sosialisasi dan perkembangan individu.
Setiap orang tua memikul tanggung jawab memelihara dan melindungi
anaknya, baik dari segi biologis agar anak-anak dapat tumbuh secara wajar
maupun dari segi psikologis. Untuk memenuhi kebutuhan biologis anak yang
masih bayi itu, secara alamiah diciptakan Allah air susu ibu dalam
kandungan. Inilah proses sosialisasi anak yang pertama kali dalam keluarga,
yang dalam hal ini sosialisasi dengan ibu. ASI (Air Susu Ibu) juga merupakan
manifestasi tanggung jawab ibu yang diberikan kepada anaknya. Firman
Allah SWT:
Artinya: “Para ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” (QS. Al-
Baqarah: 223)
Sedangkan sebagai pendidik mereka memikul tanggung jawab
membimbing, membantu, dan mengarahkan perkembangan anak agar
mencapai kedewasaan sebagaimana dicita-citakan. Diharapkan setelah anak
melampaui pendidikan keluarga yang panjang, ia mampu berdiri sendiri
dalam arti dapat hidup layak bersama orang lain dan mampu bertanggung
jawab atas perbuatannya pada diri sendiri, masyarakat, dan kepada Tuhan.
Keluarga juga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan di
antara anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar
pendidikan. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya tanpa harus
diumumkan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh anggota keluarga.
Pada umunya para pendidik Muslim menjadikan Luqmanul Hakim
sebagai contoh dalam pendidikan, di mana nasihatnya kepada anaknya
terdapat dalam Surat Luqman ayat 13-19. Allah mengatakan Luqman
dikaruniai hikmah dan kebijaksanaan. Ayat-ayat tersebut mencerminkan:
1. Pembinaan iman dan tauhid

120
2. Pembinaan akhlak
3. Pembinaan agama
4. Pembinaan kepribadian dan sosial
Untuk mencapai tujuan pendidikan keluarga, orang tua harus melatih
akal anak seperti berdiskusi kecil-kecilan di rumah. Di samping itu, orang tua
harus mendidik anak dengan pendidikan kalbu/agama. Ada dua arah
mengenai kegunaan pendidikan rumah tangga, pertama penanaman
nilai/pandangan hidup yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan
akalnya, kedua penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai
guru dan teman di sekolah.4
Keluarga bahagia dan sejahtera yang dijiwai oleh pancaran sinar
tauhid tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi harus melalui proses
sosialisasi dengan beberapa metode yang dilakukan orang tua, yaitu:
1. Pembiasaan
2. Keteladanan
3. Perintah dan larangan
4. Latihan dan praktikum
5. Ganjaran
6. Hukuman5
Pertumbuhan kecerdasan anak sampai umur enam tahun terkait
dengan alat inderanya, atau biasa yang disebut berpikir inderawi, artinya
anak belum mampu memahami hal yang abstrak. Karena itu pendidikan dan
pembinaan iman dan taqwa belum dapat menggunakan kata-kata (verbal),
tetapi diperlukan teladan, pembiasaan dan latihan secara alamiah. Misalnya
si anak biasa mendengar orang tuanya membaca Al-Qur’an, dan berdoa
kepada Allah, mengucap kalimat thayyibah, dan di bulan Ramadhan
melakukan sahur bersama, buka puasa bersama, shalat tarawih dan witir,
tadarus, dan merayakan hari kemenangan/Idul Fitri. Anak memperoleh nilai-
nilai keimanan yang sangat penting dan diserapnya masuk ke dalam
perkembangan kepribadiannya.

121
Kemudian timbul permasalahan, bagaimana anak yang telah mengenal
lingkungan luar, televisi dan lainnya, sehingga terkadang teladan dari orang
tua dan Nabi tidak begitu dipedulikan? Di sinilah pentingnya pendidikan
keluarga. Jika pondasi pendidikan dari orang tua itu kuat, maka pengaruh-
pengaruh tersebut dapat dikatakan bagai suatu hal yang mampir dalam
kehidupan anak karena orang tua selalu mengarahkan dan menunjukkan
kepeduliannya kepada anak. Dalam suatu keluarga seharusnya kedua orang
tua itu seiman agar pendidikan yang diarahkan kepada anak tetap pada satu
tujuan. Kita pun tidak boleh lupa bahwa untuk mencapai keluarga yang
harmonis unsur utama dalam pendidikan keluarga yaitu adanya rasa kasih
sayang dan kewibawaan dari orang tua.
2. Sekolah
Kegiatan pendidikan pada mulanya dilaksanakan dalam lingkungan
keluarga dengan menempatkan peran ayah dan ibu sebagai pendidik utama.
Semakin dewasa anak semakin banyak hal yang dibutuhkannya untuk dapat
hidup di masyarakat secara layak dan wajar. Karenanya untuk dapat
mencapai hal tersebut, anak selain membutuhkan pendidikan keluarga juga
membutuhkan lingkungan lain, seperti pendidikan sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan
pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan
terencana. Guru-guru yang melaksanakan tugas pembinaan, pendidikan dan
pengajaran tersebut adalah orang-orang yang telah memiliki pengetahuan
tentang anak didik, dan kemampuan untuk melaksanakan tugas
pendidikan.6 Sekolah juga merupakan organisasi kerja atau sebagai wadah
kerjasama sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai
organisasi atau wadah tentunya ia merupakan alat, bukan tujuan.7
Dari definisi di atas jelas bahwa sekolah itu adalah suatu lembaga atau
organisasi yang melakukan kegiatan pendidikan berdasarkan kurikulum
tertentu yang melibatkan sejumlah murid dan guru yang harus bekerja sama
untuk suatu tujuan.

122
Eksistensi sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sudah dikenal
sejak zaman Yunani Kuno. Plato adalah orang pertama yang meninggalkan
catatan tertulis mengenai ruang kelas dan sekolah. Sekolah pertama orang
Athena sangat sederhana. Sekolah itu berupa tambahan dari suatu program
pendidikan yang dititikberatkan pada latihan kemiliteran, atletik, musik, dan
puisi. Pengajaran membaca, menulis, dan berhitung hanya pelajaran
sampingan saja. Pendidikan di Athena itu bersifat tutorial. Ketika Athena
menjadi lebih demokratis, jumlah murid yang semakin bertambah, maka
secara berangsur-angsur hubungan tutorial itu diganti dengan pengajaran
kelompok.
Adapun pertumbuhan dan perkembangan pendidikan sekolah dalam
Islam meliputi :
1. Sekolah Zaman Rasulullah SAW
Kondisi aktivitas persekolahan baru mengalami perubahan yang
berarti ketika Islam lahir. Bagi bangsa Arab, masjid merupakan sekolah
pertama yang bersifat umum dan sistematis. Di masjid anak-anak dan orang
dewasa menuntut ilmu. Masjid juga digunakan oleh kaum fakir miskin untuk
berlindung dari dinginnya udara sambil belajar agama. Terkadang masjid
digunakan untuk latihan perang. Dengan demikian masjid tetap difungsikan
untuk dua kepentingan yang saling menunjang hingga pada masa khalifah
Umar bin Khatttab yang membangun tempat-tempat khusus untuk anak-anak
menuntut ilmu, di sudut-sudut masjid. Sejak zaman itulah pendidikan anak
mulai tertata. Hari Jum’at merupakan hari libur mingguan sebagai waktu
menyiapkan shalat Jum’at, di mana usulan itu berasal dari Umar bin Khattab.
Masjid menjadi pusat pengajian yang di dalamnya terdapat kelompok-
kelompok studi yang setara dengan SMA sekarang.
2. Sekolah Periode Abbasiyah Akhir
Setelah kekhalifahan Abbasiyah berpindah dari satu periode ke
periode selanjutnya, banyak negara kecil yang berhasil melepaskan diri dari
kekhalifahan. Mereka mulai membangun tempat-tempat pengajian ilmu atau

123
madrasah dengan sistem internal dan setiap lokal madrasah memuat sepuluh
orang siswa. Sekolah terlihat dalam bentuk kubah-kubah yang menyembul
dari kebun-kebun milik masyarakat. Di kota-kota terdapat madrasah seperti
madrasah Al-Zhariyah yang didirikan oleh Raja Zhahir, dan madrasah Al-
Nuriyah yang didirikan oleh Nuruddin Zanki. Sistem pengajaran di madrasah
tetap memiliki otonomi sendiri, baik dalam sistem kurikulum, referensi,
metode, dan lain-lain. Hubungan madrasah dengan pemerintah hanya
menyangkut masalah pendanaan.
3. Sekolah Zaman Modern
Terselenggaranya sekolah-sekolah modern seperti yang kita lihat
sekarang lebih disebabkan oleh adanya perubahan sistem kehidupan politik.
Artinya negara merasa perlu mengurus rakyat dan memandang dirinya
bertanggung jawab terhadap seluruh masalah pangan, kekayaan,
kecenderungan politik yang semua itu berkaitan dengan perwujudan
kemerdekaan, kemuliaan dari para pejabat negara, serta kehormatan negara
di mata negara lain. Seluruh persoalan tersebut ditumpukan pada
pendidikan. Itulah alasan sosial dan politik yang memotivasi pemerintah
untuk memegang kendali pendidikan, termasuk dalam penyiapan kurikulum,
bangunan sekolah, maupun tenaga pengajarnya.
Seperti telah disebutkan, bahwa dalam perkembangan dunia
pendidikan Islam, khalifah sangat menaruh perhatian terhadap keberadaan
madrasah, seperti yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab dan Umar
bin Abdul Aziz. Sepintas lalu sistem Islam dan non Islam tidak berbeda.
Namun jika ditinjau lebih jauh, akan ditemukan metode dan aplikasi yang
berbeda. Islam memberikan kebebasan penyelenggaraan pendidikan Islam
secara penuh kepada pengelola dan rakyat pun percaya atas pengelolaan
wakil-wakil mereka karena memiliki aturan dan tujuan yang sama. Sekolah-
sekolah Islam tetap berpegang teguh pada tujuan fundamental, yaitu
merealisasikan pendidikan Islam demi tercapainya ketaatan kepada Allah

124
dan melahirkan kemanfaatan sosial, ekonomi, keamanan, maupun
demokrasi.8
Adapun pemindahan lembaga pendidikan dari masjid ke madrasah
disebabkan semakin banyak penuntut ilmu dan semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan agama dan umum. Hal ini terjadi pada masa Dinasti
Abbasiyah akhir dan orang yang berjasa dalam mendirikan madrasah adalah
perdana menteri Nizham Al-Mulk.
Sampai sekarang madrasah berkembang ke seluruh negara Islam.
Sekolah sebagai jalur pendidikan formal diselenggarakan atas syarat-syarat,
tujuan, dan alat-alat tertentu yang pelaksanaannya berpedoman pada:
a. Kurikulum harus bersifat dinamis terhadap perkembangan masyarakat
b. Alat-alat dan media fisik dan nonfisik seperti bahan bacaan Al-Qur’an
dan Hadis, alat audio visual, mushalla, dan lain-lain
c. Administrasi dan supervisi serta organisasi yang mantap
d. Sistem dan metodologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.9
3. Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan dan lembaga pendidikan ketiga
setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat sudah dimulai sejak
anak-anak lepas dari asuhan keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat
dilaksanakan dengan sengaja, tetapi tidak begitu terikat dengan peraturan
dan syarat tertentu.10
Di masyarakat terdapat lembaga-lembaga pendidikan, seperti masjid,
asrama, perkumpulan olahraga, KNPI, Karang Taruna, organisasi kesenian,
dan sebagainya yang tidak terikat dengan peraturan dan syarat tertentu.
Kesemuanya itu membantu pendidikan dalam membentuk sikap, keagamaan,
kesusilaan, dan menambah ilmu. Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam
akan diterangkan beberapa lembaga dan organisasi yang ada di masyarakat.
1. Masjid

125
Setelah Nabi hijrah dari Mekkah ke Madinah, aktivitas pertama yang
dilakukan Nabi adalah membangun masjid yang dapat menghimpun kaum
muslimin. Sebagai lingkungan pendidikan Islam, masjid mempunyai fungsi:
a. Fungsi Edukatif.
Masjid berfungsi sebagai tempat pembinaan angkatan perang dan
gerakan kemerdekaan, pembebasan umat dari penyembahan berhala, juga
tempat manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan, cinta kepada
ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hak dan
kewajiban mereka dalam negara Islam.
b Fungsi Sosial.
Ketika perang menerpa kaum muslimin, masjid digunakan sebagai
tempat berlindung, sebagaimana pernah terjadi pada perang Salib
pertama dan kedua yang ketika itu kaum muslimin melawan penjajah
yang bercokol satu abad lebih. Revolusi Aljazair pun berbasis di pondok-
pondok dan sekolah-sekolah Islam yang berada di masjid. Demikian pula
gerakan Islam di Pakistan, Afganistan, dan sebagainya.
2. Asrama
Dalam waktu tertentu hubungan anak dengan keluarga dapat
terputus. Terputus ini mungkin dapat diartikan seorang anak yang salah satu
orang tuanya meninggal, sehingga secara lahir terputuslah hubungannya,
walaupun secara batin dan hubungan darah tetap ada selamanya. Asrama
bukan hanya sebagai tempat penempatan anak yang terputus, namun orang
tua bisa bekerja sama dengan pengurus asrama untuk penitipan anak.
Jenis-jenis asrama yang dikenal adalah asrama yatim piatu, asrama
tampung karena orang tua tidak mampu atau orang tua menitipkan
pendidikan anak kepadanya, asrama yang didirikan dalam sekolah, dan
asrama untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan suatu jabatan.
3. Negara
Negara merupakan alat masyarakat yang mempunyai kekuasaan
untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Karena itu, sebagai

126
organisasi, negara dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap
semua golongan kekuasaan serta dapat menetapkan tujuan bersama.12
Bagi kita umat Islam yang berlandaskan Al-Quran dan Sunnah
diperintahkan untuk mentaati syariat Allah yang dibawa Rasul dan juga
mentaati Ulil Amri (QS. Al-Nisa ayat 59). Allah memerintahkan kepada kita
untuk membentuk pemerintahan (khilafah). Pembentukan pemerintahan ini
diperintahkan dengan cara pemilihan. Karena itu dalam pemilihan
pemerintahan ini umat Islam diminta hati-hati jangan sampai memilih orang-
orang anti Tuhan.
Setiap negara mempunyai pandangan hidup berbeda yang dapat
mempengaruhi semua aspek kehidupan bernegara, termasuk pendidikan.
Pendidikan sebagai upaya sadar untuk membina manusia tidak bisa terlepas
dari pandangan hidup manusia Indonesia, yaitu Pancasila.
Sebelum Indonesia merdeka, peluang pendidikan modern bagi umat
Islam sangatlah sempit karena sikap dan kebijaksanaan kolonial yang amat
diskriminatif terhadap umat Islam (pribumi). Setelah Indonesia merdeka,
pemerintah RI sangat memperhatikan masalah pendidikan dengan
dibentuknya Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Dalam
hal ini dipilih Ki Hajar Dewantara sebagai menterinya.
Berkaitan dengan pasal 31 UUD 1945, mengenai pengelolaan
pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah umum dikeluarkan
Surat Keputusan Bersama antara Menteri P dan K dan Menteri Agama. Hal ini
diatur secara khusus dalam UU No. 4 tahun 1950 pada bab XII pasal 20 dan
dalam SKB No. 1432 tanggal 20 Januari 1951 yang isi pokoknya bahwa tiap-
tiap sekolah rendah, sekolah lanjutan umum dan sekolah kejuruan diberikan
pendidikan agama dan siswa yang berbeda agama dibolehkan meninggalkan
jam pelajaran tersebut. Ada satu hal penting bahwa pada masa Orde Lama ini
dengan pengejawantahan Manipol Usdek, murid berhak tidak ikut serta
dalam pendidikan agama jika wali murid atau murid dewasa menyatakan
keberatannya.

127
Untuk mengubah mental masyarakat yang sudah terindroktrinasi
Manipol Usdek Orde Lama, pemerintah mengeluarkan TAP MPRS No.
XXVII/1966 Bab II Pasal 3 yang intinya mempertinggi mental, moral, budi
pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.
Dalam TAP MPRS No. IV/MPR/1973 (GBHN) dirumuskan tentang
hakikat pendidikan, yaitu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur
hidup. Oleh kareana itu, agar pendidikan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat
sesuai dengan kemampuan masing-masing individu maka pendidikan
merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, masyarakat, dan
pemerintah.13 Hal ini jelas sekali bahwa tanggung jawab pendidikan bukan
hanya diserahkan kepada negara, tetapi keluarga, sekolah, dan masyarakat
harus bekerja sama dengan negara untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sebagai usaha untuk menghilangkan dualisme sistem pendidikan
yaitu di satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan
agama maupun umum, dan di lain pihak Departemen Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan melaksanakan sistem pendidikan nasional,
maka dikeluarkan UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional
yang isinya antara lain semua masalah kurikulum pendidikan di bawah
koordinasi Depdikbud sebagai wadah formal terintegrasinya pendidikan
Islam dalam sistem pendidikan nasional, dan hal ini ditindaklanjuti dengan
PP No. 28/1990.14
4. Individu/Pribadi
Menurut Anton M. Maeliono, kata pribadi diartikan keadaan manusia
orang perorang atau keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak
perorangan. Sedangkan kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada
sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirinya dari orang atau
bangsa lain. William Stern, seorang pakar psikologi menyatakan bahwa
kepribadian merupakan gambaran totalitas yang penuh arti dalam diri
seseorang yang ditunjukkan pada satu tujuan tertentu secara bebas.

128
Selanjutnya dalam Oxford Dictionary dan Webster Dictionary diterangkan
kepribadian sebagai individuality jika berkaitan dengan ciri khas seseorang,
disebut personality jika dihubungkan dengan seluruh sikap lahir dan batin,
disebut mentality jika dihubungkan dengan kemampuan intelektual, dan
disebut identity jika dihubungkan dengan sifat mempertahankan jati diri.
Dalam kaitannya dengan kepribadian, hal-hal yang berkaitan erat
adalah karakter dan temperamen. Karakter menjurus ke arah tabiat-tabiat
benar atau salah, sedangkan temperamen erat hubungannya dengan
perimbangan zat-zat cair dalam tubuh, yaitu orang bersifat pemarah jika
cairan empedu kuning lebih banyak, penggembira jika darahnya lebih
banyak, tenang jika lendirnya lebih banyak, dan pemurung jika empedu
hitamnya lebih banyak. Pembentukan kepribadian merupakan suatu proses
yang apabila perkembangannya berlangsung baik, maka akan menghasilkan
kepribadian yang harmonis. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa orang
muslim harus memiliki kepribadian yang harmonis. Allah berfirman:

Artinya: “Dan demikianlah Kami jadikan kamu suatu umat yang seimbang, adil
dan harmonis, supaya kamu menjadi pengawas bagi manusia dan rasul
menjadi pengawas atas kamu.” (QS. Al-Baqarah: 143)
Pembentukan yang harmonis ini dapat ditempuh dengan tiga tahap.
Pertama, pembiasaan, pembentukan pengertian, sikap dan minat, dan
pembentukan kerohanian yang luhur.15 Kedua, mengasah pikiran untuk
ditanamkan pengertian ikhlas dan sabar agar terbentuk sikap untuk
menjauhi perbuatan yang bertentangan dengan sabar dan ikhlas. Ketiga
adalah pembentukan kerohanian yang luhur dengan alat utamanya adalah
budi dan tenaga-tenaga kejiwaan sebagai alat tambahan. Pikiran dengan
disinari budi akan dapat mengenal Allah dan akan menghasilkan segala yang
dilakukannya berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab dan akan
memberikan manfaat serta pelaksanaan amalan-amalannya lebih sadar dan
khusyu.

129
Dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan ciri khas seseorang
dan dapat dibentuk melalui bimbingan dari luar. Jadi kepribadian seseorang
sangat menentukan pendidikannya dengan segala sifat yang dimiliki, namun
juga kepribadian itu dapat dibimbing oleh pihak luar.
C. Pengaruh Lingkungan Pendidikan Terhadap Anak Didik
Seperti diketahui bahwa faktor lingkungan dapat mempengaruhi
pendidikan, baik yang berimplikasi positif maupun negatif terhadap
pertumbuhan, perkembangan, sikap, akhlak, dan perasaan agama seorang
anak.
Dalam lingkungan keluarga, para ahli psikologi mengungkapkan
bahwa perkembangan kepribadian anak sudah dimulai sejak dalam
kandungan, yaitu janin mendapat pengaruh sikap dan perasaan ibu
terhadapnya melalui saraf-saraf pada rahim ibu. Maka sikap positif ibu
terhadap janin dan ketentraman batinnya mengakibatkan saraf bekerja
lancar karena tidak ada kegoncangan jiwa sehingga perkembangan
kepribadian anak yang akan lahir cukup baik dan positif. Selanjutnya ibu
memberikan pendidikan berupaya kasih sayang dengan ASI selama dua
tahun.
Pendidikan dalam keluarga sebagian besar dapat kita lihat
dilaksanakan melalui pembiasaan dan teladan dari orang tua, lebih-lebih bagi
anak usia 0-6 tahun yang belum dapat memahami hal-hal yang abstrak. Al-
Ghazali berkata bahwa pengaruh pembiasaan terhadap pendidikan anak
sangat besar. Dapat kita lihat orang yang mengetahui hukum shalat itu wajib,
namun tidak dibiasakan shalat oleh orang tuanya, dia akan malas
melaksanakan kewajiban shalat itu. Setelah anak berusia enam tahun ke atas,
lalu memasuki masa remaja dan masa dewasa, barulah pendidikan diberikan
melalui pengertian dan penghayatan.
Demikianlah pengaruh pendidikan keluarga dalam pembentukan
sikap, akhlak, dan agama seorang anak. Allah SWT berfirman:

130
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS.
Al-Tahrim: 6)
Setelah anak memasuki lingkungan sekolah maka mulailah anak
menerima pengetahuan yang bersifat sistematis dan konseptual berupa
sejumlah mata pelajaran. Di sini anak mulai berinteraksi dengan orang lain,
yaitu teman-teman sebayanya dan guru. Karena itu guru harus memiliki
kepribadian, agama, akhlak, sikap, penampilan, pakaian, dan cara bicara yang
baik terhadap anak didik. Di sekolah anak terkadang mencari figur guru idola
yang menurut dia dapat diteladani. Dengan mulainya anak berinteraksi
diharapkan dia dapat hidup layak dan wajar dengan teman-temanya karena
nantinya anak akan menjadi anggota masyarakat. Sekolah juga memberikan
suatu harapan yang dapat tergambar oleh masyarakat, yaitu dengan
mendapat ijazah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya
ataupun untuk mencari pekerjaan.
Perlunya penghayatan dan pengamalan dari pengetahuan yang
diperoleh di sekolah dirasakan sangat urgen agar anak didik tidak menjadi
orang yang pintar dalam teori, tetapi mengabaikan pengetahuan praktikal. Di
sinilah pengaruh pendidikan masyarakat, di mana anak didik memperoleh
pengetahuan praktikal yang sedikit sekali didapatkan di sekolah. Anak
mempelajari pengetahuan agama dan bahasa Indonesia sehingga dapat
menyusun sebuah pidato. Pidato ini dipraktikkan di muhadharah masjid atau
asrama, yang sebelumnya dia melihat bagaimana cara menampilkan pidato
dari seorang ustadz atau tokoh masyarakat. Jadi cara dia pidato, baik itu dari
segi isi, penyampaian, dan sikap dia di hadapan hadirin dapat dikatakan dia
sedang belajar berpidato sehingga pidato tersebut dapat dilihat baik atau
tidak, perlu perbaikan atau tidak.
Di masyarakat anak didik belajar berinteraksi dengan orang-orang
yang lebih luas. Karenanya jika anak bergaul dengan masyarakat yang tidak
bermoral secara tidak langsung anak menerima pendidikan yang berakibat

131
negatif. Sebagai contoh lingkungan anak muda yang suka membentuk geng,
bersaing dengan geng lain, bahkan sampai ada yang menyediakan minuman
terlarang, ekstasi, dan lain-lain. Kalau sudah memasuki suatu geng secara
langsung atau tidak sengaja, terpaksa atau kehendak sendiri, anak otomatis
belajar atau setidaknya terpengaruh pada perbuatan negatif tadi. Adapun
mengenai pengaruh negara dalam pendidikan, pengaruhnya lebih kepada
sistem pendidikan. Namun pada akhirnya sistem pendidikan itu pun akan
mempengaruhi proses pendidikan anak didik. Negara Uni Sovyet yang
berideologi komunis, tentunya memasukkan nilai-nilai komunis dan negara
Indonesia yang berideologi Pancasila sistem pendidikannya tidak
bertentangan dengan agama Islam. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya
UU No. 2/1989 dilanjuti dengan PP No.28/1990 tentang sistem pendidikan
nasional yang berkaitan dengan semua kurikulum pendidikan di bawah
koordinasi Depdikbud sebagai wadah integrasi pendidikan Islam dengan
sistem pendidikan nasional.
Terdapat dua cara dalam menghubungkan mata pelajaran agama
dengan mata pelajaran lain. Pertama, cara okasional yaitu menghubungkan
satu pelajaran dengan pelajaran lain atau mencari korelasi. Misalnya ketika
guru membicarakan pelajaran Fiqih tentang hukum makanan dan minuman
guru dapat menghubungkannnya dengan pendidikan kesehatan. Kedua, cara
sistematis yaitu bahan-bahan pelajaran dihubungkan lebih dahulu menurut
rencana tertentu sehingga bahan-bahan itu merupakan satu kesatuan yang
terpadu, dan cara ini meliputi konsentrasi sistematis sebagian dan
konsentrasi sistematis total.
Ada satu hal yang juga sangat penting yang mempengaruhi
pendidikan, yaitu individu itu sendiri. Sebagai subjek pendidikan, anak harus
mempunyai keinginan yang kuat untuk belajar dan berhasil. Anak harus
dapat semaksimal mungkin mengembangkan bakat-bakat yang baik yang
dapat menunjang keberhasilan belajar dan berusaha menghilangkan sifat
yang dapat menghambat keberhasilan belajar. Dalam hal ini orang-orang

132
yang ada di sekitarnya seperti orang tua dan guru serta lainnya harus mampu
membimbing pribadi anak untuk kesuksesan belajarnya.
D. Lingkungan yang Paling Dominan/Besar Pengaruhnya Terhadap Anak
Didik
Menganalisis masalah ini tentunya tidak terlepas atau tergantung
umur anak didik dan lamanya di mana ia belajar. Untuk anak yang belum
mengenal lingkungan luar, tentunya pengaruh pendidikan keluarga lebih
besar. Pada masa ini anak menjadikan ayah dan ibunya menjadi tokoh yang
paling dekat, di samping anggota keluarga lainnya. Adapun setelah anak
mengenal lingkungan sekolah, masyarakat, dan yang lebih luas lagi yaitu
negara, pengaruh yang lebih besar akan masuk kepadanya jika dirasakan
lingkungan mana yang lebih intensif dan sesuai dengan nilai-nilai yang sudah
dia dapati dari keluarga.
Kalau kita analisis lebih jauh lagi melalui pengertian pendidik
berdasarkan lingkungan pendidikan, bahwa setiap orang, lembaga,
perkumpulan/organisasi hendaknya mendidik anak seoptimal dan sebaik
mungkin. Seperti kita ketahui bahwa pendidikan itu berlangsung seumur
hidup, karenanya usaha pendidikan harus dilakukan bersama-sama antara
keluarga, sekolah, masyarakat, negara, dan individu itu sendiri.

133
BAB XI
TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN ISLAM

Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban


mendidik. Secara umum mendidik ialah membantu anak didik didalam
perkembangan dari daya-dayanya dan didalam penetapan nilai-nilai.
Bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam dayanya pergaulan antara
pendidik dan anakanak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam
lingkungan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.
Bimbingan itu adalah aktif dan pasif. Dikatakan “pasif” artinya si
pendidik tidak mengetahui “masa peka” akan tetapi menunggu dengan
seksama dan sabar.
Bimbingan aktif terletak didalam pengembangan daya-daya sedang
mengalami masa pekanya, pemberian pengetahuan dan kecakapan yang
penting untuk masa depan si anak, dan membangkitkan motif-motif yang
dapat menggerakkan si anak berbuat sesuatu dengan tujuan hidup.

A. Keluarga (Orang Tua)


1. Peran dan Tanggung Jawab Pendidikan Islam Terhdap Keuarga
Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dagi anak-
anaknya. di katakan pendidik pertama karena di tempat inilah anak
mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya sebnelum ia menerima
pendidikan yang lainnya. karena pendidikan di dalam keluarga
mempunyai pengaruh yang besar dalambagi kehidupan anak di kelak
kemudian hari Islam mengajarkan rumah tangga yang baik ialah :
rumah tangga yang di bangun dengan kehidupan penuh sakinah .31
firman Allah dalam surah ar-rum ayat 21
   
  
 
31
Uhbiyati nur,ilmu pendidikan islam ,pustaka setia ,jakarta:1995:h.251

134
  
    
  
 
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.32
Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar bagi terselenggaranya
pendidikan bvahkan di tangan orang tualah pendidikan anak ini dapat
terselenggarakan ,orang tua dapat melepas begitu saja beban ini kepada
orang lain karrena orang tua memiliki beban tanggung jawab. 33
Tanggung jawab pendidikan islam yang haus di pikul orang tua adalah
sebagai berikut :34
1. Memeliharakan dan membesarkan anak bentuk yang paling sederhana
dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami
untuk mempertahankan kelangsungan manusia.
2. Melindungi dan menjamin keselamatan baik jasmani maupun rohani
dari berbagai gangguan penyakit ,dari penyelewengan kehidupan dari
tujuan hidup agama yang di anutnya.
3. Memberi pengajaran dalam arti luas, sehingga anak memperoleh
peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan
setinggi mungkin di capainya.
4. Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat sesuai dengan
pandangan dan tujuan hidup manusia
Ketahuilah bahwa Allah SWT menjadikan manusia pada umumnya lahir
karena pernikahan laki-laki dan perempuan dan anak-anak yang lahir dalam

32
Dapartemen agama ri,al-qur’an terjemahan ,diponegoro,bandung:2005.h.323
33
Uhbiyati,op.cit.
34
http//www./net .loc.cit

135
keadaan fitrah ,bersih dari dosa dan selanjutnya orang tualah yang
menentukan kemana arah atau akan jadi apa anak tersebut.
Dalam hal ini rasullulah memberi gambaran dalam sabdanya menjadi
nasrani atau majusi
Demikianlah kehendaknya para pengjar memahami ajaran islam yang
benar sehingga tidak mengajarkan kepada anak-anak ilmu-ilmu yang akan
merusak akhlaq anak
Begitu besar perhatian islamterhadap keluarga sehingga ia
mengusahakan dan memperhatikan sebelum kelangsungannya perkawinan
,yaitu pada masa di mana wanita masih berada atau dalam tanggung jawab
orang tuanya 35
Tegaknya keluarga muslim memberikan andil yang sangat besar bagi
pelaksananya dakwah islamiyah .islam sendiri memberikan tanggung jawab
yang begitu agung kepada keluarga ,terutaa kepada kedua orang tua , unuk
memberikan pendidikan, pengetahuan dakwah dan bimbingan kepada
keluarga.
a. Kewajiban –Kewajiban Orang Tua terhadap Anak-anaknya
Kewajiban-kewajiban terpenting orang tua terhadap anak-anaknya
adalah sebagai berikut :
a) bahwa si bapak memilih isteri yang bakal menjadi ibu bagi anak-
anaknya ketika ia berminat hendak kawin, sebab ibu itu mempunyai
pengaruh besar opada pendidikan anak-anaknya dan pada tingkah lakun
mereka,terutama pada awal masa kanak-kanak, di mana ia tidak taenang
siapa –siapa kecuali ibunya yang menyediakan makanan ,kasih sayang dn
kecintaan.
b) ia memilih nama yang baik bagi anak-anaknya ,terutama bila ia seorang
laki-laki sebab nama baik itu mempunyai pengaruh positif atas
kepribadian manusia , begitu juga atas tingkah laku ,cita-cita dan angan-
angannya .

35
Muhaimin “wacana pengembangan pendidikan islam “pustaka belajar ,jogjakarta :2003,h.213

136
c) memperbaiki adap dan pengajaran anak-anaknya dan menolong mereka
membina mereka yang betl dan agama yang kukuh.
d) oramg lain harus memulyakan amnak-anaknya berbuat adil dan
kebaikan di antara mereka.
e) orang tua bekerja sama dngan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat
yang berusaha menyadarkan dan memelihara kanak-kanak dan remaja
untuk memelihara anak-anaknya dari segi esehatan, akhlaq dan sosial.
f) supaya orang tua memberi contoh yang baik dan tauladan yang saleh
atas segala yamng di ajarkannya
b. Hak-hak Orang Tua Terhadap Anak-anaknya dalam Pendidikan Islam
di samping hak-hak anak-anak terhadap oarang tua nya dalam
pendidikan islam , maka orang tua juga mempunyai hak-hak terhadap anak-
anaknya yang telah di terangkan dan di ajak olh al-quran dan sunnah untuk
mematuhinya .hak-hak ini ndapat di katagorikan kepada tiga hak-hak pokok
yang berikut :
a) Bahwa anak-anak meladani anak-anaknya dengan baik , lemah lembut
berkata, menyayangi kelemahannya dan selasu memimbulkan rasa
hormat pengharagaan ,dan syukur atas dasr-dasar bukti mereka
terhadapnya.
b) Bahwa anak-anak memberi pemeliharaan , perbelanjaan yang
memelihara kehormatan ibu bapak tanpa mengharap banyaran terhadap
diri mereka.
c) Bahwa anak-anak memungkinkan orang tuanya menunai ibadah haji
yang tidak sanggup mereka mengerjakannya dengan harta mereka
sendiri.36

C .Peran dan Tanggung Jawab Pendidikan Islam Terhadap Sekolah


Pendidikan memiliki peran yanmg sangat pentingdfalam membentuk
kepribadian setiap manusia ,sebagaimana telah dikemukakan oleh ki hajar
dewantara bahwa ada tiga lembaga yang turut berperan dalam

36
Langgulung hasan ,”manusia dan pendidikan “,al-husna sikra,jakarta:1995.h.128

137
mengembangkan potensi-potensi pada perserta didiknya , yaitu pendidikan
formal ,pendidikan informal ,dan pendidikan non formal; . masing-maing di
wakili oleh sekolah ,keluarga dan lingkungan atau masyarakat.37
Dengan demikian sekolah sebagai lembaga pendidikan formal turut
bertanggung jawab dalam mendidik akhlaq setiap perserta didiknya . itu
sebabnya ketika muncul perilaku nengatif (akhlaq masmumah ) di tengah-
tengah masyarakat ,maka salah atu faktor yang di sorot dalah bidang
pendidikan di samping faktor-faktor lainnya,tidak hanya guru agama yang
mempunyai kewajiban itu melainkan semua guru .ilmu yang di miliki setiap
guru baik itu di bidang sains, sosial dan lainya ,pada hakikatnya bersumber
dari Allah SWT.
Untuk itu setiap guru di harapkan mampu melakukan pendekatan
keagamaan dan pendekatan integral dalam kontek keagamaan .melakukan
proses pembelajaran kepadfa perserta didik ,khususnya guru yang beragama
islam .setiap materi yang di ajarkan dikaitkan dengan pemahaman agama.
Secara garis besar al-qur’an telah memberikan kerangka dasar untuk
seluruh bidang ilmu pengetahuan , sehingga parqa ilmuan muslim baik di
bidang keislaman maupun umum banyak yang lahir di masa kejayaan islam
pada masa pemerintahan bani umayyah dan abbasiyah
Selain dengan pendekatan ke agamaan , setiap guru di tuntut untuk
melakukan metode keteladanan . persoalan mendidik akhlaq siswa akan sulit
berhasil tanpa keteladanan. Tugas dan tanggung jawab sekolah terhadap
pendidikan ini terbatas pada wewenang yangf di berikan orang tua .
demikian juga terbatas selam anak mengikuti pendidikan di sekolah .
Dalam perspektif pendidikan islam ,guru di sebut sebagai abu al-ruh
yaitu orang tua spiritual artinya setiap guru , khususunya yang beragama
islam terlepas apakah ia bidang studi agama atau tidak bertugas dan
memiliki taanggung jawab dalam pembimbingdan pendidik di mensi spiritual

37
Ibid.h.132

138
perserta didik sehingga melahirkan ahlaq karimah. guru membawa misi
penyempurnaan akhlaq,
sebagaimana misi di utusnya Rasullulah Muhammad SAW , nabi sendiri
dengan tegas pernah bersabda yang artinya :sesungguhnya aku di utus
adalah untuk penyempurnaan akhlaq (manusia) 38
a. Hak hak Siswa dan Kewajiban Mereka Dalam Pendidikan Islam
Di antara kewajiban–kewajiban yang senantiasa di perhatikan oleh
setiap siswa dan dikerjakan adalah sebagai berikut :
a) Sebelum mulai belajar, siswa itu haus terlebih dahulu membersihkan
hatinya dari segala sifat yang buruk karena belajar dan mengajar itu di
anggap sebagai ibadah
b) Dengan belajar itu ,ia bermaksut hendak mengisi jiwanya dengan
fadhilah , mendekatkan diri kepada Allah ,bukanlah dengan maksud
menonjolkan diri ,berbangga-bangga dan gagah-gagahan.
c) Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluaraga dan tanah
air
d) Jangan terlalu sering mengganti guru , tetapi harus berpikir dulu
sebelum mengganti guru.
e) Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta
mengagungkannya karena Allah dan berdaya upaya pula
menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
f) Jangan merepotkan guru dengan banyak pertanyaan, jangan
meletihkan dia untuk menjawab , jangan berjalan di hadapannya
,jangan duduk di tempat duduknya dan jangan berbicara kecuali
setelah mendapat izin dari guru.
g) Jangan membuka rahasia kepada guru ,jangan menipu guru ,jangan
pula meminta kepada guru membukakan rahasia , segera meminta
ma’af kepada guru bila tergelincir lidahnya

38
http/www/net.loc.cit

139
h) Bersungguh-sungguh dan tekun belajar , baik siang maupun malam
untuk memperoleh pengetahuan , dengan terlebih dahulu mencari
ilmu yang paling penting
i) Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari
pergaulan antar siswa sehingga tampak seperti anak-anak yang
sebapak .
j) Terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya dan mengulangi
percakapan di hadapan guru.
k) Tekun belajar, mengulangi pelajaran di waktu senja dan menjelang
subuh.
l) Bertekat untuk belajar hingga akhir umur
b. Kewajibn Guru Menurut Pandangan Imam Al-Ghazali
Di bawah ini kita cantumkan beberapa kewajiban yang harus di
perhatikan oleh setiap guru menurut pendapat imam al-ghazali.
a) Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan
memperlakukan mereka seperti anak sendiri .
b) Tidak mengharap balasan jasa ataupun terima kasih ,tetapi
bermaksut untuk mendapatkan ridho Allah danmendekatkan diri
kepada tuhan.
c) Memberi nasihat kepad setiap murit pada setiap kesempatan ,bahkan
gunakanlah setiap kesempatan untuk menasehati dan untuk
membimbingnya.
d) Mencegah murid dari akhlaq yang tidak baik dengan jalan sindiran
jika mungkin dan jangan dengan cara terus terang ,serta dengan jalan
halus dan jangan mencela.
e) Perhatikan tingkat pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka
menurut kadar akalnya.
f) Jangan menampakkan rasa benci pada murid sutu cabang ilmu ,
tetapi seyogianya dibukakan jangan bagi mereka untuk belajar
cabang ilmu tersebut.

140
g) Murid yang masih di bawah umur di berikan pelajaran yang jelas dan
pantas baginya , dan tidak perlu di sebutkan kepada anak , rahasia-
rahasia yang terkandung di belakang sesuatu itu hingga ia tidak
menjadi dingin kemauannya atau gelisah pikirannya.
h) Sang guru mengamalkan ilmunya dan tidak bertolak belakang dengan
perbuatannya 39

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-


anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima
pendidikan.
Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan
berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari
pengetahuan pendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan
strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi
pendidikan. Orang tua atau ayah dan ibu memegang peranan yang
penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya.
Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada disampingnya,
oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya seorang anak
lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan
baik. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak, yang mula-
mula menjadi temannya dan yang mula-mula dipercayanya.
Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Dimana anaknya ia
seorang yang tinggi gengsinya dan terpandai diantara orang-orang yang
dikenalnya. Cara itu melakukan pekerjaannya sehari-hari perpengaruh
pada cara pekerjaan anaknya.40
Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung
jawab pendidikan, seabab secara alami anak pada masa itu awal
kehidupannya berada ditengah-tengah ibu dan ayahnya.41

39
Muhammad ‘athiyyah al-abrasyi.prinsip-prinsip dasar pendidikan islam,pustaka
setia,bandung,:2003.h.155-158
40
Zakiah Daradjat, Dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996, Hal. 35.
41
Hery Noeraly, Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat : Logos Wacana dan Pemikiran, 1999, Hal. 87.

141
Islam memerintahkan agar para orang tua berlaku sebagai kepala
dan pemimpin dala keluarganya serta kewajiban untuk memelihara
keluarganya dari api neraka sebagaimana firman Allah:
 
  
 
 
 
   
   
   
Artinya:” wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu
dari siksa api neraka”. (Q.S.At-Tahrim:6).

Mengenai kewajiban dan tangggung jawab orang tua untuk mendidik


dan membimbing perkembangan anak-anaknya, nabi bersabda yang
Artinya: “Anas mengatakan Rasulullah bersabda: Anak itu pada hari ketujuh
dari keakhirannya disembelihkan akikahnya, serta diberi namanya dan
singkirkan dari segala kotoran-kotoran jika ia telah berumur 6 tahun ia didik
beradab susila, jika ia telah berumur 13 tahun dipukul agar mau
sembahyang (diharuskan). Bila ia telah berumur 16 tahun boleh dikawinkan
setelah itu ayah berjabat tangan dengannya dan mengatakan kepada Allah
dari fitnahan-fitnahan di dunia dan siksaan di akhirat.
1. Tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua
sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka:
a. Adanya motivasi cinta kasih saying yang menjiwa hubungan orang
tua dan anak.
b. Pemberian motivasi kewajiban moral, seperti halnya nilai-nilai
agama.
c. Tanggung jawab sosial bagian dari keluarga.
d. Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling
sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan

142
dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup
manusia.
e. Memberi pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan.
f. Melindungi kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari
berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan
dari tujuan hidupyang sesuai dengan falsafah hidup dan agama
yang dianutnya.
g. Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan
pandangan dan tujuan hidup muslim.42
2. Pendidikan yang harus diberikan oleh orang tua sebagai wujud
tanggung jawab terhadap keluarga adalah:
a. Pendidikan Agama
Pendidikan agama dan spiritual adalah pondasi utama bagi
pendidikan keluarga. Pendidikan agama ini meliputi pendidikan
aqidah adalah mengenalkan hukum halal haram memerintahkan
anak shalat sejak umur tujuh tahun mendidik anak untuk
mencintai Rasulullah SAW, keluarganya orang-orang yang shalih
dan mengajar anak membaca Al-Qur’an.
b. Pendidikan Akhlak
Rasulullah SAW bersabda “diantara kewajiban bapak
kepada anaknya ialah memperbagus namanya.” (HR Baihaqi).
Pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan islam, sebab tujuan
tertinggi pendidikan islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.

c. Pendidikan jasmani
Islam memberi petunjuk kepada kita tentang pendidikan
jasmani agar anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan
bersemagat. Allah SWT berfirman: “makanlah dan minumlah kamu

42
Zakiah Deradjat, dkk, Op. Cit, Hal. 38

143
tapi jangan berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak senang
kepada orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raf: 31)
Ayat ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli kesehatan
bahwa agar tubuh sehat dan kuuat, dianjurkan untuk tidak makan
dan minum secara berlebih-lebihan. Rasulullah SAW
bersabda:”ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. Sebaik-
baik pengisi waktu bagi wanita beriman adalah memintal. Apabila
kedua orang tua memanggilmu maka penuhilah panggilan ibumu.”
(HR. Ad-Dailami).
d. Pendidikan akal
Pendidikan akal adalah meningkatkan kemampuan
intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga
anak mampu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan perkembangan zaman dalam rangka menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah dan khalifahnya, guna membangun dunia ini
sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah.
e. Pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar bergaul
di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip
syari’at islam. Diantara prinsip-prinsip syari’at Islam yang sangat
erat berkaitan dengan pendidikan sosial ini adalah ukhuwah yang
benar akan melahirkan perasaan luhur dan sikap positif untuk
saling menolong dan tidak mementingkan diri sendiri. Islam telah
menjadikan ukhuwah islamiyah sebagai kewajiban yang sangat
fundamental dan mengbaratkan kasih saying sesama muslim
dengan sebatang tubuh, apabila salah satu tubuhnya sakit, maka
yang lain ikut merasakannya.43
Selain itu masih ada pendidikan yang harus diberikan oleh orang
tua sebagai wujud tanggung jawab terhadap keluarga adalah:

43
Http//WWW. Mail Aechife. Com/ Daarut-Tauhid @Yahoo Groops. Com. html

144
a. Pendidikan keimanan, antara lain dengan menanamkan tauhid
kepada Allah dan kecintaan terhadap Rasulullah SAW,
mengajarkan hukum-hukum, membiasakan untuk beribadah.
b. Pendidikan intelektual, antara lain dengan mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada anak,dan memberinya kesempatan untuk
menuntut ilmu seluas dan setinggi mungkin.
c. Pendidikan psikis, antara lain dengan menghilangkan gejala-gejala
penakut, rendah diri, malu-malu dan dengki serta bersikap adil
terhadap anak.
d. Pendidikan seksual, antara lain dengan membiasakan anak agar
selalu meminta izin ketika meamsuki kamar orang tua dan
menghindarkannya dari hal-hal yang pornografis.44

B. Sekolah
Sekolah ialah lembaga yang menyelenggarkan pendidikan dan
pengajran secara formal. Sekolah sebagi lembaga pendidikan dan
pengajaran telah adasejak beberapa abad yang lalu, yaitu zaman yunani
kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa Yunani “schola” yang berarti waktu
yang menganggur atau waktu senggang.
Guru adalah pendidik professional, karenanya secara emplisit ia telah
merelakan dirinya menerima memikul sebagian tanggung jawab
pendidikan yang terpikul dipundak orang tua.45
Guru dalam perspektif pendidikan Islam, disebut sebagai Abu Al-Ruh,
yaitu orang tua spiritual. Artinya setiap guru, khususnya yang beragama
Islam terlepas apakah dia guru bidang studi agama atau tidak bertugas dan
memiliki tanggung jawab dalam membimbing dan mendidik dimensi
spiritual peserta-peserta didik sehungga menghasilkan akhlah kulkarimah.
Guru dalam hal seperti ini tidak hanya dibatasi pada guru yang
mengajarkan bidang studi keagamaan Islam (keislaman) semata. Sebab,
44
Hery Noeraly, Op. Cit, Hal. 92
45
Nur Uhbiati, Guru Professional, Jakarta: PT. Pustaka Setia, 1995, Hal. 247-248.

145
setiap ilmu yang dimiliki oleh setiap guru, baik dibidang sains, sosial dan
lainnya pada hakikatnya bersumber dari Yang Maha Esa. Yaitu Allah SWT,
sebagaimana yang diajarkan Rasulullah.46
1. Syarat untuk menjadi guru:
a). Taqwa Kepada Allah
Guru sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin
mendidik anak agar bertaqwa keapada Allah, jika ia sendiri tidak
bertaqwa kepadanya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya
sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya.
b). Berilmu
Gurupun harus mempunyai ijazah supaya ia dibolehkan
mengajarkan kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah murid
sangat meningkat, sedang jumlah guru dari pada mencukupi, maka
terpaksa menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang
belum berijazah.
c). Sehat Jasmani
Kesehatan jasmani kerap kali dijadikan salah satu syarat bagi
mereka melamar jadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular
umpamanya sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Guru
berpenyakit tidak akan bergairah mengajar.
d). Berkelakuan Baik
Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan watak murid.
Guru harus menjadi suri tauladan, karena anak-anak bersifat suka
meniru.
Tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak baik anak dan hanya
mungkin berakhlak baik pula.47
2. Tanggung Jawab Sekolah Terhadap Pendidikan Islam Meliputi:

46
Http://mhdkosim. Blokspot. Com/2008/ob/ Tanggung Jawab Dalam Mendidik. html
47
Zakiah Daradjat, dkk, Op. Cit, Hal. 40-44.

146
a. Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan
yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, dalam hal
ini undang-undang pendidikan; UUSPN Nomor 2 Tahun 1989.
b. Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan, dan
tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan
bangsa.
c. Tanggung jawab fungsional, ialah tanggung jawab professional
pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini
berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. Tanggung jawab ini
merupakan pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua
(masyarakat) kepada sekolah dari pada guru.48
3. Tugas Guru
Abdulah Ulwan berpendapat bahwa tugas guru ialah melaksanakan
pendidikan ilmiah, karena ilmu mempunyai pengaruh yang besar
terhadap pembentukkan kepribadian dan emansipasi harkat manusia.
Tugas pokok guru dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a. Tugas Pensucian
Guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa
peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan
dari keburukan dan menjaganya agar tetap berada dalam fitrahnya.
b. Tugas Pengajaran
Guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan
pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah
laku dan kehidupannya.49
4. Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh guru dalam pendidikan Islam
a. Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari
keridhoan Allah semata
b. Kebersihan guru, seorang guru harus bersih jauh dari dosa dan
kesalahan, bersih jiwa, terhindar dari dosa besar, sifat riya
48
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1999, Hal. 47.
49
Hery Noeraly, Op. Cit, Hal 96

147
(mencari nama), dengki, permusuhan, perselisihan, dan lain-lain
sifat tercela
c. Iklas dalam pekerjaan
d. Suka pemaaf
Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia
sanggup menahan diri, menahan amarah, lapang hati, banyak bersabar,
dan jangan pemarah karena seba-sebab kecil. Berkepribadian dan
mempunyai harga diri. Hal lain yang harus dimiliki guru adalah :
a) Seorang guru merupakan, seorang bapak sebelum ia menjadi
seorang guru. Seorang guru harus mencintai muridnya seperti ia
mencintai anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka
seperti ia memikirkan keadaan anaknya sendiri.
b) Harus mengetahui tabiat murid-muridnya. Guru harus mengetahui
tabiat pemabawaan, adab kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar
ia tidak kesasar didalam mendidik anak-anak
c) Harus menguasai mata pelajaran. Seorang guru harus sanggup
mengusai mata pelajaran yang diberikannya, serta memperdalam
pengetahuannya tentang itu sehingga janganlah pelajaran itu bersifat
dangkal, tidak melepaskan dahaga dan tidak mengenyangkan lapar.50
5. Kewajiban guru menurut pendapat imam Al-Ghazali
a. Harus menaruh rasa kasih saying terhadap muridnya dan
memperlakukan mereka seperti terhadap anak sendiri
b. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi
bermaksud mencari keridhoan Allah dan mendekatkan diri kepada
Tuhan
c. Berikanlah nasihat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan
gunakanlah setiap kesempatan untuk menasehati dan
membimbingnya

50
Muhammad ‘Athiyah Al-abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1993, Hal 136-139.

148
d. Mencegah murid dari akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran
jika mungkin dan jangan dengan cara terus terang, serta dengan
jalan halus dan jangan mencela
e. Perhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan
mereka menurut kadar akalnya
f. Jangan menampakkan rasa benci pada murid suatau cabang ilmu,
tetapi seyogianya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang
ilmu tersebut
g. Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan tidak bertolak belakang
dengan perbuatannya
h. Murid yang masih dibawah umur diberikan pelajaran yang jelas dan
pantas baginya.51

51
Muhammad ‘Athiyah Al-abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam, bandung: Pustaka
Setia, 2003, Hal 158-159.

149
BAB XII
EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Pada umumnya evaluasi merupakan suatu kegiatan atau proses untuk


mengukur dan selanjutnya menilai, sampai dimanakah tujuan yang telah
dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Apabila tujuan yang telah
dirumuskan itu direncanakan untuk dicapai secara bertahap, maka dengan
evaluasi yang berkesinambungan akan dapat dipantau, tahapan manakah
yang sudah dapat diselesaikan, tahap manakah yang berjalan dengan mulus,
dan mana pula tahapan yang mengalami kendala dalam pelaksanaannya.
Sehingga, dengan evaluasi terbuka kemungkinan bagi evaluator untuk
mengukur seberapa jauh atau seberapa besar kemajuan atau perkembangan
program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
dirumuskan.1
Sedangkan evaluasi pendidikan pada prinsipnya bertujuan untuk
mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil pendidikan yang
telah dicapai untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Sementara itu, evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan suatu
cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan
standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek
kehidupan mental-psikologis dan spiritual-religius peserta didik. Karena
sosok pribadi yang diinginkan oleh pendidikan Islam bukan hanya pribadi
yang bersifat religius, tetapi juga memiliki ilmu dan keterampilan yang
sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakat.
Berikut ini diuraikan tentang pengertian evaluasi dalam pendidikan
Islam, dasar teori evaluasi pendidikan Islam, prinsip evaluasi pendidikan
Islam, fungsi evaluasi dan teknik evaluasi pendidikan Islam.
1. Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam

150
Secara etimologi, evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation;
dalam bahasa Arab al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti penilaian.
Istilah ini pada mulanya populer di kalangan para filosof. Plato, salah seorang
di antara para filosof, dianggap banyak para pemikir pendidikan dewasa ini
adalah orang yang pertama sekali mengemukakan dan membidani lahirnya
istilah evaluasi. Pada perkembangannya istilah evaluasi mulai dipakai dalam
berbagai disiplin ilmu tak terkecuali ilmu pendidikan.2
Sedangkan dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind
Wandt dan Gerald W. Brown dalam Essensial of Educational Evaluation
mengatakan bahwa evaluasi evaluation refer to the act or process to
determining the value of something.3 Bila pernyataan ini dihubungkan dengan
evaluasi pendidikan, maka dapat diartikan dengan suatu tindakan atau
kegiatan yang dilakukan untuk menentukan nilai dari segala sesuatu dalam
dunia pendidikan. Atau, keputusan-keputusan yang diambil dalam proses
pendidikan secara umum; baik mengenai perencanaan, pengelolaan, proses
dan tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok,
maupun kelembagaan.4
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan
Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan
pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang
selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam itu
sendiri.
2. Dasar Teori Evaluasi Pendidikan Islam
Al-Qur’an sebagai dasar segala disiplin ilmu termasuk Ilmu
Pendidikan Islam, secara implisit sebenarnya telah memberikan deskripsi
tentang evaluasi pendidikan dalam Islam. Hal ini dapat ditemukan dari
berbagai sistem evaluasi yang ditetapkan Allah di antaranya:
a. Evaluasi untuk mengoreksi balasan amal perbuatan manusia
sebagaimana yang tersirat dalam ayat yang berbunyi:

151
b. Artinya: Barangsiapa mengerjakan kebaikan sebesar atompun, niscaya
akan melihat (balasan) nya, dan barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar atompun niscaya akan melihat (balasan) nya. (QS. Al-
Zalzalah: 7-8)
b. Nabi Sulaiman As pernah mengevaluasi kejujuran seekor burung Hud-
hud yang memberitahukan tentang adanya kerajaan diperintah oleh
seorang wanita cantik, yang dikisahkan dalam ayat:
a. Artinya: Sulaiman berkata: Akan kami cermati (evaluasi) apakah kamu
benar ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. (QS. An-Naml:
27)
c. Sebagai contoh ujian (tes) yang berat kepada Nabi Ibrahim As, Allah
memerintahkan beliau unuk menyembelih anaknya Ismail yang amat
dicintainya. Tujuannya untuk mengetahui kadar keimanan dan
ketaqwaan serta ketaatannya kepada Allah. Seperti disebutkan di dalam
firman-Nya:
a. Artinya: Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami
panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan
mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar. (QS. As-Shaffat: 103-107)
3. Prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
Ada beberapa hal yang menjadi prinsip dasar evaluasi dalam
pendidikan Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut;
1. Prinsip kesinambungan/Berkelanjutan. Maksudnya, evaluasi tidak
hanya dilakukan sekali dalam satu jenjang pendidikan, setahun,
caturwulan atau perbulan. Akan tetapi harus dilakukan setiap saat
dan setiap waktu. Misalnya, evaluasi dilakukan pada saat membuka
pelajaran, menyajikan pelajaran, menutup pelajaran, dan sebagainya.

152
Sehingga, dengan evaluasi secara kontiniu ini perkembangan anak
didik dapat terkontrol dengan baik.
2. Prinsip Keseluruhan/Universal/Komprehensif. Maksudnya, evaluasi
hendaknya dilakukan untuk semua ranah (domain) atau semua aspek
sasaran pendidikan. Yaitu, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
3. Prinsip Obyektivitas. Maksudnya, evaluasi hasil belajar dapat
dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari
faktor-faktor yang sifatnya subyektif.
4. Prinsip Keikhlasan. Dengan segala hal, keikhlasan pendidik harus
tercermin di segala aktivitasnya dalam mendidik. Termasuk di
antaranya dalam mengevaluasi pendidikan. Guru/pendidik yang
ikhlas dalam mengevaluasi terlihat dari sikapnya yang transparan dan
obyektif. Pendidik tidak hanya mampu menunjukkan kesalahan-
kesalahan siswa, tetapi juga mampu menunjukkan jalan keluarnya,
sehingga siswa tidak merasa bahwa ia dipersulit oleh guru. Keikhlasan
dalam mengevaluasi mengandung tiga unsur; Pertama, penilaian tidak
didasarkan kepada kesan baik atau prasangka buruk. Kedua, memiliki
sifat serba guna, berguna untuk mengetahui tingkat pengusahaan
bahan, untuk mengadakan perbaikan cara belajar, perbaikan cara
mengajar, cara membuat tes, dan sebagainya. Ketiga, bersifat
perseorangan. Kemajuan siswa dalam penguasaan pengetahuan dan
sikap keagamaan dalam hubunganya dalam pencapaian tujuan
kurikulum, haruslah dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi
masing-masing anak didik. 5
4. Fungsi Evaluasi
Sebagai salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pendidikan
Islam, evaluasi berfungsi sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui sejauhmana efektifitas cara belajar dan mengajar
yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik yang
berkenaan dengan sikap pendidik/guru maupun anak didik/murid.

153
2. Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan
keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat
dilanjutkan
3. Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf
perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan
Islam.6
4. Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar
siswa. Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat,
ijazah, dan lain-lain.
5. Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh
sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna
meningkatkan pendidikan.
Senada dengan itu, menurut Anas Sudijono, secara umum evaluasi
sebagai tindakan atau proses setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi
pokok, yaitu (1) mengukur kemajuan, (2) menunjang penyusunan rencana,
dan (3) memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali. Adapun
secara khususnya, menurut Anas Sudijono, fungsi evaluasi dalam dunia
pendidikan dapat ditilik dari tiga segi, yaitu; (1) segi psikologis, (2) segi
didaktik, dan (3) segi administrasi.7
Sementara itu Ramayulis menyatakan bahwa fungsi evaluasi
pendidikan, termasuk pendidikan Islam, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui murid yang mana yang terpandai dan terbodoh di
kelasnya.
2. Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki
oleh murid atau belum.
3. Untuk mendorong kompetisi yang sehat antar siswa.
4. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan anak didik setelah
mengikuti proses belajar mengajar.

154
5. Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru dalam memilih bahan,
metode, dan berbagai penyesuaian dalam kelas.8
5. Teknik Evaluasi Pendidikan Islam
a. Gambaran Singkat Teknik Evaluasi Pendidikan Islam pada Masa
Pertumbuhan Islam (Masa Rasulullah dan Para Sahabat)
Sistem evaluasi yang disebut dalam al-Qur’an adalah bersifat makro
dan universal, yaitu dengan menggunakan teknik testing mental (mental test)
atau psikotes. Sedangkan dalam sunnah Nabi Muhammad SAW sistem
evaluasi yang bersifat makro adalah untuk mengetahui kemajuan belajar
manusia termasuk Nabi Muhammad SAW sendiri. Sebagaimana kisah
kedatangan Malaikat Jibril menguji Nabi Muhammad SAW dengan
pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut pengetahuan beliau tentang rukun
Islam, dan setiap jawaban Nabi Muhammad SAW selalu dibenarkan oleh
Jibril. Peristiwa lainnya adalah seringkali Jibril datang kepada Nabi
Muhammad SAW untuk menguji sejauhmana hafalannya terhadap ayat-ayat
al-Qur’an.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW sendiri dalam melaksanakan
kegiatan dakwah dan pengajaran juga sering kali mengadakan evaluasi
terhadap hasil belajar para sahabatnya dengan sistem pertanyaan atau tanya
jawab serta musyawarah. Tujuan dari pengevaluasian ini adalah untuk
mengetahui mana di antara para sahabat beliau yang cerdas, yang patuh, dan
yang saleh atau mana yang kreatif dan aktif-responsif kepada pemecahanan
problem-problem yang dihadapi bersama Nabi Muhammad SAW pada suatu
keadaan mendesak.9
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, tali kepemimpinan beralih ke
tangan Khulafaur Rasyidin dan Bani Umaiyah. Pada masa ini telah dikenal
tingkatan-tingkatan pengajaran. Tingkat pertama ialah al-Kutab, yaitu tempat
anak-anak belajar menulis dan membaca/mengafal al-Qur’an serta belajar
pokok-pokok agama Islam. Setelah menyelesaikan pendidikan pada tahap ini,
mereka meneruskan pelajaran ke mesjid yang terdiri dari tingkat menengah

155
dan tingkat tinggi. Adapun ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah
dan tingkat tinggi terdiri dari: al-Qur’an dan tafsir, hadis serta fikih.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, khalifah-khalifah Rasyidin, dan
Bani Umaiyah tujuan pendidikan hanya terfokus pada satu sasaran, yaitu
keagamaan. Sehingga yang menjadi obyek evaluasi sistem pendidikan pada
masa lampau berkisar pada aspek kognitif berupa pengembangan
pengetahuan agama termasuk di dalamnya fungsi perasaan dan sikap.
Adapun bentuk evaluasi berupa pengujian penghafalan serta sistem tanya
jawab berupa lisan.
b. Teknik Evaluasi Pendidikan Islam
Ditinjau dari segi fungsi yang dimiliki oleh tes sebagai alat pengukur
perkembangan belajar peserta didik, tes dapat dibedakan menjadi enam
golongan; yaitu:
1. Penilaian Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik setelah menyelesaikan program dalam satuan bahan
pelajaran pada suatu bidang studi tertentu. Tujuan dari penilaian
formatif ini adalah untuk mengetahui hingga sejauhmana penguasaan
murid tentang bahan pendidikan agama yang diajarkan dalam satu
program satuan pelajaran, serta sesuai tindakannya dengan tujuan.
Aspek-aspek yang dinilai meliputi: hasil kemajuan belajar murid yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap bahan pelajaran
agama yang disajikan.
2. Penilaian Sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan terhadap hasil
belajar murid yang telah selesai mengikuti pelajaran dalam satu catur
wulan, semester, atau akhir tahun. Tujuannya adalah untuk
mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh murid selama satu
cawu, semester pada suatu unit pendidikan tertentu. Aspek yang
dinilai mempunyai kesamaan dengan penilaian formatif.
3. Penilaian Seleksi/Penempatan, yaitu penilaian tentang pribadi anak
untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar-mengajar

156
yang sesuai dengan anak didik tersebut. Tujuannya untuk
menempatkan anak didik pada tempat yang sebenarnya, berdasarkan
bakat, minat, kemampuan dan keadaan diri anak sehingga anak tidak
mengalami hambatan dalam mengikuti pelajaran yang disajikan guru.
Adapun aspek-aspek yang dinilai meliputi: keadaan fisik dan psikis,
bakat, kemampuan, pengetahuan, keterampilan, sikap dan aspek
lainnya yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan anak.
4. Penilaian Diagnostik, yaitu penilaian terhadap hasil penganalisaan
tentang keadaan anak didik baik berupa kesulitan atau hambatan
dalam situasi belajar mengajar, maupun untuk mengatasi hambatan
yang dialami anak didik waktu mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Adapun aspek-aspek yang dinilai meliputi hasil belajar murid, dan
latar belakang kehidupannya.10
5. Penilaian Awal/Tes Awal, yang sering dikenal dengan istilah pre-test.
Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh
manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat
dikuasai oleh para peserta didik.
6. Penilaian Akhir/Tes Akhir.Tes ini sering dikenal istilah post-test. Tes
akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua
materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan
sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
Secara garis besarnya, penilaian/evaluasi pendidikan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu; (1) Teknik Test, yaitu penilaian yang menggunakan
test yang telah ditentukan terlebih dahulu. Metode tes ini bertujuan untuk
mengukur dan memberikan penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai
oleh murid meliputi; kesanggupan mental, achivement (test penguasaan hasil
belajar), keterampilan, koordinasi, motorik dan bakat, baik secara individu
maupun kelompok. (2) Teknik Non Test, yaitu penilaian yang tidak
menggunakan soal-soal tes dan bertujuan untuk mengetahui sikap dan sifat
kepribadian murid yang berhubungan dengan kiat belajar atau pendidikan.

157
Objek penilaian non test ini meliputi; perbuatan, ucapan, kegiatan,
pengalaman, keadaan tingkah laku, riwayat hidup, dan lainnya baik bersifat
individu maupun kelompok.11
Dalam evaluasi pendidikan agama, penguraiannya dibatasi hanya
tentang teknik tes, khususnya achevement test yang dipergunakan untuk
menilai hasil-hasil belajar murid setelah diajar oleh guru baik berupa
penguasaan bahan, perkembangan kecerdasan, perkembangan keterampilan
dan perubahan sikap. Tes hasil belajar ini dapat pula dibagi dua;
1. Test Essay/Test Uraian, yaitu tes yang disusun sedemikian rupa
sehingga jawabannya terdiri dari beberapa kalimat. Untuk menjawab
pertanyaan sangat memerlukan waktu yang banyak, dan murid boleh
menjawab sepuas-puasnya dan seluas-luasnya.
Beberapa pedoman dalam menggunakan test essay:
a. Mengadakan perbandingan, misalnya; Bandingkan antara sistem
pemerintahan di zaman Khulafa al-Rasyidin dan sistem
pemerintahan di zaman Khalifah Abbasiyah dan Khalifah
Umaiyah!
b. Penilaian terhadap suatu pendapat, misalnya, manakah?
c. Hubungan sebab akibat misalnya, apakah yang menyebabkan?
d. Menjelaskan makna suatu ungkapan, misalnya, apakah yang
dimaksud dengan...?
e. Merangkum, misalnya perintah rangkumkanlah!
f. Kemampuan menganalisa sesuatu misalnya, uraikanlah!
1. Test Objektif
Suatu tes disebut objektif apabila; (a) hanya satu jawaban yang benar
untuk setiap setiap alternatif jawaban, (b) dalam menskor tidak ada
perbedaan walau diperiksa oleh lebih dari satu orang, (c) dalam
menjawab testee tinggal hanya melakukan pilihan sesuai dengan
petunjuk, dan (d) norma pilihan sudah ditentukan terlebih dahulu.

158
Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes objektif dapat dibedakan
menjadi lima golongan, yaitu;
a. Tes Obyektif bentuk Benar-Salah (True-False Test), yaitu tes yang
terdiri dari pernyataan-pernyataan yang mengandung salah satu
dari dua kemungkinan jawaban, salah atau benar misalnya; (1).
Mendirikan shalat adalah rukun Islam keempat (B-S); (2).
Menyakini adanya daya penyembuhan pada azimat-azimat
termasuk syirik (B-S).
b. Tes Obyektif Bentuk Menjodohkan (Matching Test). Tes obyektif
bentuk matching sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan,
tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan dan tes
memperbandingkan. Dalam tes obyektif bentuk matching ini
disediakan dua kelompok bahan dan testee harus mencari
pasangan-pasangan yang sesuai antara yang terdapat pada
kelompok pertama dengan yang terdapat pada kelompok kedua,
sesuai dengan petunjuk yang diberikan dalam tes tersebut.
c. Tes Obyektif Bentuk Melengkapi (Completion Test). Tes obyektif
bentuk completion sering dikenal dengan istilah tes melengkapi
atau menyempurnakan.
d. Tes Bentuk Isian (Fill in Test). Tes ini biasanya berupa cerita atau
karangan. Kata-kata penting dalam cerita atau karangan itu
beberapa diantaranya dikosongkan (tidak dinyatakan), sedangkan
tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang telah dikosongkan
itu.
e. Multiple Choice (tes pilihan berganda).
Pada jenis test ini testee diminta memilih jawaban yang benar dari
beberapa jawaban yang telah ada. Biasanya terdiri dari tiga sampai
lima pilihan jawaban yang tersedia, yang benar hanya satu.
Multiple choice ada tiga bentuk:

159
1. Menjawab pertanyaan, misalnya; Siapa yang diserahi
menyusui Nabi Muhammad SAW? (A). Siti Aisyah, (B). Siti
Khadijah, (C). Halimatussa’diyah, (D). Ummu Salamah.
2. The best answer test. Pada test ini testee diminta memilih
jawaban yang paling tepat dari jawaban yang tersedia yang
kesemuanya mengandung kebenaran.
3. Menyelesaikan pertanyaan, misalnya; Sujud sahwi yaitu: a.......
b....... c...... d.......
4. Matching test (tes menjodohkan). Pada test ini, testee diminta
mencari jodoh (jawaban) yang cocok terhadap satu lajur
pertanyaan pada lajur jaawaban. Jumlah jawaban harus lebih
banyak dari pernyataan/pertanyaan. Misalnya; Carilah
pasangan (jodoh) pernyataan sebelah kiri dengan alternatif
jawaban sebelah kanan dengan menulis nomor jawaban pada
titik yang telah disediakan.
5. Complation test (tes menyempurnakan). Pada test ini testee
diminta menyempurnakan suatu kalimat, atau ungkapan
dnegan jalkan mengisi sepatah atau beberapa patah kata.
Misalnya; Isilah titik-titik dengan jawaban yang benar; Ketika
Nabi Muhammad SAW di......turunlah wahyu pertama.
6. Rearrangment test (tes mengatur kembali). Yaitu berupa tes
penyusunan pengertian yang belum teratur dan testee
diharapkan dapat mengatur dengan rapi dan benar. Contoh;
17 – diangkat – Muhammad Rasul – Ramadhan – menjadi
adalah hari.
Di samping itu, juga ada beberapa model tes yang dapat dilakukan
oleh seorang pendidik. Pertama, Tes bahasa, yaitu test yang dapat dijawab
dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Tes bahasa ini terdiri dari: (1)
Tes lisan. Pada tes ini murid mendapat peratanyaan secara lisan yang
harus dijawab secara lisan pula. Jumlah peserta dalam suatu saat boleh

160
lebh dari satu, dengan pertanyaan diajukan dengan bergiliran. (2) Tes
tulisan. Tes tulisan biasanya berbentuk karangan. Testee diminta
mengarang dengan pembatasan berupa; judul karangan, dan jumlah
maksimum halaman. Dalam pendidikan agama, juga baik sekali untuk
melatih murid mengarang berupa membuat khutbah jum’at, menguraikan
sejarah Nabi Muhammad SAW, peristiwa isra’ mi’raj, peristiwa qurban,
dan lian sebagainya.
Kedua, Tes perbuatan, yaitu tes yang dipergunakan untuk menilai
berbagai macam perintah yang harus dilaksanakan seperti; mengapani
mayat, berwudhu’, shalat, cara melaksanakan thawaf dan sebagainya.

161
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdurrahman Saleh, 1990, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an,


Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Abdullah, M. Amin, et.al., 2003, Menyatukan Kembali Ilmu-ilmu Agama dan Umum,
Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press.

Abdurrahmansyah, 2004, Wacana Pendidikan Islam, Yogyakarta: Global Pustaka


Utama.

Abdurrahmansyah, 2005, Wacana Pendidikan Islam: Khazanah Filosofis dan Implementasi


Kurikulum, Metodologi dan Tantangan Pendidikan Moralitas, Yogyakarta: Global
Pustaka Utama.

Abdurrahmansyah, M. Fauzi, 2003, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam,


Palembang: CV. Grafika Telindo.

al-Abrasy, Atiya, 1993, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

al-Abrasyi, Athiyah, 1976, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Ali, Hamdan, H.B., 1993, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang.

Ali, Muhammad Daud dan Habibah Daud, 1992, Lembaga-lembaga Pendidikan Islam,
Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Al-Jumanatul Ali. Al-Qur’an dan terjemahannya. CV Penerbit (J-ART): Bandung.2005

al-Qardhawi, 2000, Islam Abad 21, Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

al-Syaebany, Omar Muhammad al-Toumy, 1979, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Bulan


Bintang.

Amin, Faisal Yusuf, 1995, Reoerientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press.

an-Nahlawi, Abdurrahman, 1989, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung:


Diponegoro.

an-Nahlawi, Abdurrahman, 1995, Pendidikan Islam di Rumah, Keluarga dan Masyarakat,


Jakarta: Gema Insani Press.

Arifin, H.M., 2002, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Azra, Azyumardi, 1998, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: PT.
Logos Wacana Ilmu.

162
Athiyah Muhammad, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam.Yogyakarta : Titian Ilahi
Press. 1996.

Azez Erwati, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Solo, Tiga Serangkai, 2003

Aminudin. Membangun Karakter dan Kepribadian Melalui Agama Islam. Graha Ilmu:
Yogyakarta. 2006

Barnadib, Imam, 1994, Pendidikan Perbandingan (Buku I Dasar-dasar), Yogyakarta: Andi


Offset.

Daradjat, Zakiah, 1982, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan
Bintang.

Daradjat, Zakiah, 1992, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Faisal, Amir Jusuf, 1995, Reorientasi Pendidikan Islam, cet. I, Jakarta: Gema Insani
Press.

Fajar, Malik, 1998, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarta: LP3NI.

Futuh, Abdul. Ali Al-Jumbulati. Rineka Cipta: Jakarta 2002

Gazalba, Sidi, 1978, Pendidikan Umat Islam, Jakarta: Bharata.

Hasbulah, 1999, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hasbullah, 1990, Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hawi, Akmal, 2005, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Palembang: IAIN Raden Fatah
Press.

H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997

http//dudung net/indek. Pht. Al-Qur’an dan Sunnah

http: //tanbihun.com/ pendidikan/metode-dalam – pandangan – tiga – ilmuan –


islam/

Jalaluddin, 1996, Mempersiapkan Anak Shaleh, Jakarta: Srigunting.

Jalaluddin, 2001, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Jalaluddin, et.al., 1994, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan Pemikirannya,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Jamaluddin, et.al., 1999, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Mulia.

Langgulung, Hasan, 1992, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna.

163
Langgulung hasan ,”Manusia dan Pendidikan “, al-Husna Sikra, Jakarta: 1995.

Marimba, D. Ahmad, 1980, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif.

Mastuhu, 1999, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu.

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Askara, 2003.

Muhaimin “Wacana Pengembangan Pendidikan Islam “Pustaka Belajar, Yogyakarta :


2003

Muhammad ‘Athiyyah al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam, Pustaka Setia,


Bandung,:2003.

Nasution, 2001, Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.

Zuhairini, 2000, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Nata Abudin, Al-Qur’an Dan Hadits, Jakarta, Pt.Raja grafindo Persada, 1996

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998

Zuharaini, Muhammad Faiz, 1100 Hadits Terpilih, Jakarta; Gema Insani Press,1991

Nata Abuddin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.Jakarta : Pt.Raja Grafindo


Persada,2000.

Qordhawi, Yusuf, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akhlak Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Gema
Insani, 1998

Rama Yulis, Ilmu Pendidikan islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008 Cet, Ke-6

Zuhaili, Wahbah, Al-Qur’an Paradigma Hukum dan Peradaban, Surabaya: PT Risalah


Gusti, 1993

www.google Sumber Ilmu Pengetahuan Islam.com

Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam. Raja Grafindo Persada: Jakarta.1993

Syarif. Kerangka Dasar Islam. Www.Religi. Net.2008

Http / Nurussyamsi oline. Blogspot. Com / 2009 / 07 / Metode Diskusi dalam


pembelajaran. Html.

164

Anda mungkin juga menyukai