Pendidikan Islam dapat dimaknai sebagai upaya mengoptimalkan perkembangan potensi manusiawi, kecakapan hidup, dan sikap kepribadian individu peserta didik menuju tercapainya kesempurnaan dan kedewasaan yang baik. Pengertian pendidikan yang bersifat umum, menurut Azra (1999: 4), jika dihubungkan dengan agama Islam memunculkan pngertian baru yang secara totalitas inheren mengandung makna tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Makna dari ketiga istilah ini dalam pendidikan Islam harus diwujudkan secara bersama-sama. Karena ketiga makna itu ada keterkaitan dengan makna yang dalam menyangkut peran manusia dan masyarakat, serta peran manusia dalam lingkungan dan pengabdian pada Tuhan. Pendidikan Islam dapat dimaknai sebagai upaya mengoptimalkan perkembangan potensi manusiawi, kecakapan hidup, dan sikap kepribadian individu peserta didik menuju tercapainya kesempurnaan dan kedewasaan yang baik.
B. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah merupakan salah satu aspek upaya umat Islam membelajarkan generasinya dapat menjalankan ajaran Islam secara kaffah dalam tugas dan perannya sebagai hamba Allah Swt dan sebagai khalifatullah fil ardhy. Peran inilah yang mengharuskan tujuan pendidikan Islam tidak dapat lepas dari siapa hakikat manusia dan apatujuan hidup manusia dalam Islam. Tujuan pendidikan Islam dengan demikian harus mampu menjawab terciptanya pribadi-pribadi hamba Allah Swt. yang bertakwa, pribadi yang mampu mengelola kehidupan lebih maju dan bijak, pribadi yang peduli dengan lingkungan alam dan sesama dengan semangat kerahmatan, dan pribadi yang mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Pendidikan Islam tidak membenarkan penguasaan ilmu pengetahuan yang merusak nilai-nilai kemuliaan/akhlak. Pendidikan bahkan mempunyai tanggung jawab utama membentuk akhlak anak, agar pengatuhuan yang dimiliki anak diarahkan untuk kerahmatan dan tidak sebaliknya disalahgunakan untuk perusakan dan kejahatan. Tujuan pendidikan dengan demikian menurut Ainain (1980: 150–153) tidak dibenarkan keluar dari tiga pilar berikut : 1. Pilar ruhiyah/spiritual. Pilar ini berkaitan dengan menyadari eksistensi Allah Swt., sebagai sesuatu yang sangat agung dan tinggi. Pilar ini akan dapat tertanam melalui kualitas keimanan yang harus ditanamkan dalam jiwa anak. 2. Pilar ubudiyah Pilar ini merupakan perwujudan sikap manusia yang kedua, yakni ketika manusia dalam semua keadaan hidup pribadi dan keluarga, dalam memelihara kebaikan diri dan lingkungan, dalam pergaulan dengan dirinya dan manusia lain senantiasa berpegang pada prinsip hukum tertinggi yang dibuat oleh Allah Swt. 3. Pilar fardiyah/pribadi Pilar pribadi ini berkaitan dengan bagaimana agar pendidikan mampu mengoptimalkan pembinaan dan pengembangan potensi manusiawi secara total, baik akal, akhlak, jiwa, fisik, keindahan, dan kemampuan sosial. 4. Pilar fardun fil mujtami. Pilar ini berkaitan dengan bagaimana agar pendidikan mampu menumbuhkan potensi individu yang sekaligus menyadari posisinya tidak bisa lepas dari tugas kehidupan ditengan sosial kemasyarakatan.
KEGIATAN BELAJAR 2: PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Landasan Pemikiran Pendidikan Islam
Konsepsi pendidikan Islam akan dapat dirumuskan dari hasil derivasi pandangan Islam tentang manusia, alam semesta dan ilmu pengetahuan. Pendidikan akan terkonsepsikan dengan secara baik dan sempurna manakala pemahaman (potensi, dan peran manusia; realitas alam dan sosial budaya; serta konsep ilmu) telah terumuskan dengan baik dan sempurna. 1. Konsep Manusia Studi tentang manusia dalam konteks pendidikan Islam menempati posisi yang amat sentral. Manusia adalah maudu’ pendidikan. Islam memiliki Alquran yang menjadi rujukan sentral perilaku manusia. Alquran adalah hudan (Q.S. Al- Baqarah, 2: 2) menjadi sumber inspirasi sekaligus dasar berpikir bagi pengembangan pendidikan Islam. Menurut Ainain (1980: 95) Alquran adalah kitab manusia, maka Alquran kandungan seluruhnya untuk dan tentang manusia. Manusia adalah makhluk Allah Swt. yang termulia dari makhluk ciptaannya yang lain (Q.S. Al-Isra’: 7), dan karena itu maka Allah Swt. telah menundukkan semua apa yang ada dibumi dan langit untuk digunakan oleh manusia. 2. Konsep Ilmu Pengetahuan Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang dalam Alquran sebanyak 854 kali, kata ilmu digunakan dalam arti proses pencapaian dan obyek pengetahuan. Berbeda dengan konsep barat dalam Islam ilmu tidak dibatasi pada yang ilmiah (sistematik, rasional, empiris, dan bersifat kumulatif), karena Islam juga menerima ilmu pengetahuan yang bersifat supra rasional dan supra empiris, yakni sejenis imu pengetahuan yang bersumber dari wahyu dan intuisi (Tim Dosen, 2009: 167). Pandangan integratif terhadap ilmu di samping menuntut adanya keharusan lembaga pendidikan untuk mengajarkan berbagai ilmu tanpa dikotomik, juga menuntut adanya upaya agar semua ilmu yang diajarkan tidak dipertentangkan. Pendidikan hendaknya dapat membuat anak didik yang mempelajari ilmu tauqifiah menjadi tertarik untuk membawa pada penyelidikan ilmu muktasabah dan sebaliknya pendidik yang mempelajari ilmu muktasabah menjadi menyadari batapa pentingnya mempelajari ilmu tauqifiyah.
B. Prinsip Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia dan alam semesta. Dengan demikian, pendidikan Islam itu berupaya untuk mengembangkan individu sepenuhnya, maka sudah sewajarnyalah untuk dapat memahami hakikat pendidikan Islam itu harus bertolak dari pemahaman terhadap konsep manusia menurut Islam. Potensi jasmani adalah meliputi seluruh organ jasmaniah yang berwujud nyata. Sedangkan potensi rohaniah bersifat spiritual yang terdiri dari fitrah, roh, kemauan bebas dan akal. Manusia itu memiliki potensi yang meliputi badan, akal dan roh. Ketigatiganya persis segitiga yang sama panjang sisinya. Di sisi lain, di samping manusia berfungsi sebagai khalifah, juga bertugas untuk mengabdi kepada Allah (Az-Zariyat, 51: 56). Dengan demikian manusia itu mempunyai fungsi ganda, sebagai khalifah dan sekaligus sebagai ‘abd. Fungsi sebagai khalifah tertuju kepada pemegang amanah Allah untuk penguasaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pelestarian alam raya yang berujung kepada pemakmurannya. Fungsi ‘abd bertuju kepada penghambaan diri semata-mata hanya kepada Allah.
KEGIATAN BELAJAR 3: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pola Pembaruan Pendidikan
Tantangan pendidikan didunia Islam masa moderen relatif sama, namun dalam realitas para pemikir pendidikan pada masing negara tidak sama persis. Kesamaan yang mendasar yang menyatukan pemikiran mereka adalah semangat pembaruan yang didasarkan kepada doktrin kembali kepada Alquran dan Hadis. Semangat ajaran ini yang kental mewarnai kesamaan pemikiran mereka konsisten untuk kembali membuka pintu ijtihad. Semangat untuk membuka kembali pintu ijtihad dan kembali pada ajaran islam yang berdasar Alquran dan Hadis juga telah mewarnai gagasan pemikiran pendidikan di India, seperti Ahmad Khan, menurutnya Alquran perlu ditafsirkan kembali untuk menghapuskan pertentangan dengan perkembangan baru dan realitas fisik (Hoodbhoy, 1992: 107). Pemikir lain adalah Syeed Amir Ali, menurutnya Islam harus diselamatkan dari para mujaddid dan imam, dan tafsiran tafsiran Islam harus dibebaskan dari tafsiran-tafsiran literal. 1. Konservatif- Tradisional Pendekatan yang dipakai kelompok ini yaitu apologetik. Pemikiran pendidikannya berusaha mempertahankan tradisi lama tanpa ada perubahan. Pemikir ini menolak secara bulat segala revolusi pemikiran. Secara umum gerakan ini dipelopori ulama sufi, yang mempunyai semboyan “memelihara yang lama yang baik”. Dengan semboyan ini mereka selalu menggagungkan kejayaan masa lalunya. 2. Pendekatan Modernis-Reformis Pendekatan pemikiran ini adalah lebih adaptif rasional dalam mengaplikasikan Islam dalam kehidupan yang penuh perubahan dan dinamis. Yang menjadi tolok ukur reformasinya adalah usaha mereka dalam menciptakan ikatan-ikatan positif pemikiran Qurani dengan pemikiran moderen. Menurut John O. Volt, penedekatan modernis reformis, memiliki tiga tema utama pemikiran, yaiotu: Kembali kepada Alquran dan Hadis. Perlunya ijtihad dalam pemecahan persoalan kaum muslimin, dan penguatan kembali keotensititasan dan keuniukan Alquran 3. Pembaruan Pendidikan di Mesir Beberapa pemikiran pendidikan di Mesir yang cukup memberikan inspirasi bagi pemikiran pendidikan masa berikut adalah gagasan Muhammad Abduh dalam beberapa hal sebagai berikut: Pertama, Purifikasi, yakni pemurnian ajaran Islam terkait maraknya bid’ah dan khurafat yang selama abad pertengahan telah masuk dalam kehidupan beragama kaum muslimin. Menurutnya seorang muslim wajib menghindarkan diri dari perbuatan syirik (Nizar, 2007: 247 ). Kedua, Reformasi pendidikan yang dilakukan oleh Muh.Abduh difokuskan pada pembaruan Universitas Al-Azhar. Revormasi universitas ini tidak hanya dalam bidang kurikulum tetapi juga dalam metode pembelajaran. 4. Pembaruan Pendidikan di India Pemikiran pendidikan moderen di India yang menonjol adalah dipelopori Ahmad Khan. Pemikir ini meskipun memiliki semangat yang sama dengan Afghani dan M. Abduh namun sikapnya sedikit berbeda dalam menghadapi imperialis. Kedua tokoh Mesir menyerukan penolakan terhadap imperialis, sementara Ahmad Khan nampaknya malah bekerja sama dengan Imperialis untuk memajukan pendidikan di India. 5. Pendekatan Modernis – Sekuler Pendekatan pemikiran pendidikan kaum ini adalah identifikatif, yaitu bahwa pembahruan pemikiran pendidikan hanya dapat dilakukan dengan cara identifikasi model pendidikan yang datang dari barat apa adanya. Sekularisasi menurut pandangan ini adalah merupakan proses dimana pendidikan dibebaskan dari ikatan-ikatan sakral yang berkembang di tengah masyarakat. Dan dengan sekularisasi inilah pendidikan akan dapat berkembang dengan bebas dan maju. 6. Pendekatan Pemikiran Fundamentalis Pendekatan pemikian fundamentalis, adalah afirmatif, dengan tujuan untuk menguatkan keotentikan dan keorisinalan Islam. Pemikiran pendidikannya berusaha merespon tantangan modernisasi yang dilakuan barat. Pokok pemikirannya adalah semua aspek kehidupan harus diislamisasikan kembali, dengan memmbersihkan, mensucikan, menyaring, dan menyegarkan kembali sesuatu yang sudah tercemar keorisinalannya.
B. Pengembangan Sistem Pendidikan
Melihat masa depan yang penuh dengan tantangan sudah barang tentu tidak bisa menyesuaikan permasalahan jika pendidikan Islam tersebut masih terikat dikotomi. Berkenaan dengan itu perlu diprogramkan upaya pencapainya, mobilisasi pendidikan Islam tersebut, misalnya melakukan rancangan kurikulum, baik merancang keterkaitan ilmu agama dan umum maupun merancang nilai-nilai Islami pada setiap pelajaran; personifikasi pendidik di lembaga pendidikan sekolah Islam, sangat dituntut memiliki jiwa keislaman yang tinggi .Lembaga pendidikan Islam dapat merealisasikan konsep kurikulum seutuhnya bedasar prinsip pendidikan Islam di atas. Dari prinsip di atas tujuan pendidikan dapat disederhanakan berorientasi kepada tiga tujuan besar. 1. Tercapainya tujuan hablum minallah (hubungan dengan Allah. 2. Tercapainya tujuan hablum minannas (hubungan dengan manusia). 3. Tercapainya tujuan hablum minal’alam (hubungan dengan alam). Adapun model-model pengembangan lembaga pendidikan Islam ada tiga pendekatan sebagai pola alternatif yaitu: pendekatan sistematik (perubahan total), pendekatan suplementer (dengan menambah sejumlah paket pendidikan yang bertujuan memperluas pemahaman), dan pendekatan komplementer (dengan upaya mengubah kurikulum dengan sedikit radikal untuk disesuaikan secara terpadu).