20810334097
2. Tujuan Pernikahan
Berbagai macam pendapat tentang definisi pernikahan sudah anda pahami, kini
melangkah menuju materi berikutnya tujuan pernikahan. Perkawinan sebagai bentuk
yang telah disyariatkan oleh agama Islam mempunyai beberapa tujuan yang baik
untuk mengatur kehidupan umatnya.
Di antara tujuan-tujuan pernikahan adalah:
a. Pemenuhan kebutuhan biologis.
b. Memperoleh keturunan yang sah. Masyarakat diharapkan dapat melestarikan
kehidupan umat manusia sesuai ketentuan-ketentuan yang diatur oleh syariah.
c. Menjalin rasa cinta dan kasih sayang antara suami dan isteri. UU No. 1 tahun
1974 menyebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal (UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 1). Dalam
Kompilasi Hukum Islam, tujuan perkawinan tidak menggunakan kata ”bahagia”
melainkan ”sakinah, mawaddah, dan rahmah”. ”Perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah”
(KHI, 1991: Pasal 3).
d. Menjaga Kehormatan. Kehormatan yang dimaksud disini adalah kehormatan diri
sendiri, anak dan kehormatan keluarga.
e. Beribadah kepada Allah Swt
3. Fungsi Perkawinan
a. Mendapatkan ketenangan hidup (mawaddah wa rahmah )
b. Menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan. Pernikahan akan berfungsi
bagi para suami/Istri menjaga pandangan mata dan kehormatan, Nabi Muhammad
saw. menegaskan dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari, ”Wahai pemuda, barang
siapa di antara kamu yang sudah mampu, maka menikahlah, karena dengan menikah
maka akan menundukkan pandangan mata dan menjaga kehormatan, serta bagi yang
tidak mampu dianjurkan untuk berpuasa karena dengan puasa dapat mengendalikan
diri.” (H.R. al-Bukhari).
c. Untuk mendapatkan keturunan. Mempunyai keturunan merupakan naluri setiap
manusia yang melakukan pernikahan, dan Nabi saw. melalui sabdanya yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad menganjurkan memilih pasangan yang subur yang
akan memberikan banyak keturunan.
C. Prinsip-prinsip Pernikahan
Ada beberapa prinsip dalam pernikahan yang harus dipegangi oleh pasangan dalam
membina hubungan rumah tangga yakni:
1. Prinsip Kebebasan Memilih Setiap orang mempunyai kebebasan memilih
pasangannya selama tidak bertentangan dengan yang telah disyariatkan dalam
Alquran. (Q.S. An-Nisa’, 4: 23-24), (Q.S.An-Nuur, 24: 3 dan 26), Hadis Riwayat Abu
Hurairah tentang menikahi perempuan karena hartanya, keturunannya, kecantikannya
dan agamanya.
2. Prinsip Musyawarah dan Demokrasi Prinsip Musyawarah artinya segala aspek
dalam kehidupan rumah tangga harus diselesaikan dan diputuskan secara musyawarah
antara suami isteri. Sedangkan demokrasi artinya bahwa antara suami dan isteri harus
saling terbuka menerima pendapat pasangan, demikian juga dengan anak-anak dan
keluarga besar bila diperlukan. Penetapan prinsip musyawarah dan demokrasi ini bisa
dalam bentuk: memutuskan masalah yang berhubungan dengan tempat tinggal, urusan
keuangan rumah tangga, jumlah anak, pengasuhan atau pendidikan anak, pembagian
tugas dan peran suami isteri, dan lain-lain.
3. Prinsip Menghindari Kekerasan. Prinsip dalam berumah tangga adalah menghindari
adanya kekerasan (violence) baik secara fisik maupun psikis. Prinsip interaksi dalam
rumah tangga yang damai, tenteram, sejahtera dan penuh kasih.
4. Prinsip Hubungan yang Sejajar Prinsip ini menegaskan bahwa suami dan isteri
mempunyai hubungan yang sejajar, isteri adalah mitra suami, suami adalah mitra
isteri.
5. Prinsip Keadilan Yang dimaksud keadilan adalah adil secara proporsional.
Keadilan di sini bisa dalam hal kesempatan untuk mengembangkan diri, kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, keadilan dalam berbagi peran dalam
rumah tangga, adil dalam mengasuh anak tanpa membedakan jenis kelamin, dan lain-
lain.
6. Prinsip Mawaddah Mengosongkan hatinya dari kehendak-kehendak buruk.
7. Prinsip Rahmah Saling mendorong untuk bersungguh-sungguh dalam rangka
memberikan kebaikan pada pasangannya, saling melengkapi, serta menolak segala hal
yang mengganggu hubungan keduanya. Prinsip ini akan terwujud ketika masing-
masing pasangan menaati seluruh aturan Allah Swt. dan Rasul-Nya.
8. Prinsip amanah/ tanggung jawab. Prinsip ini harus menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam melaksanakan hubungan di antara suami dan isteri dalam
melaksanakan hak dan kewajiban keduanya.
9. Prinsip mu’asyarah bil ma’ruf. Perkawinan menyatukan dua orang yang semula
tidak memiliki keterkaitan hubungan keluarga. Kunci dari pencapaian tujuan
berkeluarga dan terwujudnya prinsip-prinsip seperti di atas adalah adanya hubungan
yang dibina atas dasar kebaikan dan saling memahami yang biasa disebut mu’asyarah
bil ma’ruf.
C. Pernikahan Mut’ah
Perkawinan mut'ah adalah kontrak perkawinan sementara yang dinyatakan sah hanya
di kalangan kaum Syiah Itsna Asy’ariyah atau dikenal juga dengan Syiah Imamiyah.
Dalam pernikahan mut’ah, masa berlakunya kontrak disebutkan. Setelah masa
tersebut berakhir, maka dengan sendirinya pernikahan tersebut tidak berlaku lagi.
Beberapa ulama mengatakan bahwa praktik pernikahan tersebut memang
pernah terjadi. Ribuan orang harus bertahan dalam jangka waktu lama dan jauh dari
rumah, karena berbagai alasan mereka harus meninggalkan isteri-isteri mereka.
Dikhawatirkan terjadinya hal-hal yang melanggar syar’i, maka pernikahan mut’ah
diperbolehkan (Ali, 1977: 538). AzZamakhsyari dalam kitabnya, Al-Kasysyaf,
menolak bahwa Q.S. An-Nisa ayat 24 tersebut berkenaan sebagai pembolehan
dilangsungkannya pernikahan mut’ah. Menurutnya, mut’ah berarti kesenangan atau
keuntungan. Dalam arti, bahwa dari pernikahan tersebut, laki-laki bisa mengambil
keuntungan dengan melampiaskan hasrat seksualnya, sementara perempuan
mengambil keuntungan secara materi, yakni dari imbalan (mahar) yang diberikan
kepadanya.