Anda di halaman 1dari 23

PENDIDIK DAN PENDIDIKAN IDEAL DALAM KONTEKS PENDIDIKAN ISLAM

Adzroil Ula Al-Etivali, Eka Putri Nur Habibah, Fitri Ida Ayu Ningsih
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya
Jl. Ahmad Yani No.117, Jemur Wonosari, Surabaya

Abstrak
Pendidik adalah orang yang sangat berperan dalam mencerdaskan anak
bangsa, ketika bicara mengenai pendidik maka yang muncul dikepala kita
adalah orang dewasa yang membimbing dan memberi kita sesuatu yang
belum kita ketahui. Namun sungguh memprihatinkan nasib pendidik kita.
Terlebih lagi jika kita melihat nasib pendidik di lembaga pendidikan
swasta. Nasib pendidikan di Indonesia memang sungguh menyedihkan,
kenyataan ini diperkuat dengan berita yang menyatakan bahwa Indonesia
termasuk satu dari tujuh Negara yang dinilai oleh organisasi guru
internasional yang tidak mempedulikan bidang pendidikan. Cermin
ketidak pedulian itu terlihat dari rendahnya anggaran pendapatan dan
belanja nasioanl (APBN) yang dialokasikan untuk pendidikan. Selain, itu,
pemerintah Indonesia juga dinilai kurang memberikan perhatian pada
kesejahteraan guru, di samping juga bahwa pendidikan di negeri ini juga
masih dinilai diskriminatif. Kata Kunci: Pendidik, Pendidikan Islam,
Lingkungan Ideal
Abstarct
Educators are people who play a very important role in educating children
nation, when we talk about educators, what pops into our heads are adults
who guide and give us something that we don't know yet. But it's really
concerning for the fate of our educators.Moreover, if we look at the fate
of educators in educational institutions private. The fate of education in
Indonesia is really sad. This fact is reinforced by news stating that
Indonesia including one of seven Countries assessed by teacher
organizations international community that doesn't care about education.
Mirror This indifference can be seen from the lowincome budget and
national expenditure (APBN) allocated for education. Besides that, The
Indonesian government is also considered to have paid less attention to
welfare of teachers, as well as that education in this country also still
considered discriminatory.
Keywords: Educator, Islamic Education, Ideal Environment

1
PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu proses dan sistem yang bermuara pada pencapaian suatu kualitas
tertentu yang dianggap dan diyakini paling ideal. Kualitas hasil pendidikan generasi
mendatang sangat tergantung bagaimana pendidikan itu diberikan saat ini. Jika pendidikan itu
dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan
akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakekatnya adalah
suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbaik dalam pribadi yang di inginkan 1. Nilai-
nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kependidikan manusia, sehingga menggejala
dalam perilaku lahiriyah. Dengan kata lain, perilaku lahiriyah dalam cerminan yang
memproyeksikan nilai-nilai ideal yang telah mengacu di dalam jiwa manusia sebagai produk
dari proses kependidikan.

Pengertian pendidikan ini tidak jauh berbeda dengan pengertian pendidikan Islam, namun
dalam pendidikan Islam lebih ditekankan lagi pada nilai-nilai Islam. Menurut Achmadi,
pendidikan Islam ialah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia
serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan
kamil) sesuai dengan norma Islam.2

Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat banyak
perhatian dari para ilmuwan. Hal ini karena disamping perannya yang amat strategis dalam
rangka meningkatkan sumber daya manusia, juga karena di dalam pendidikan Islam terdapat
berbagai masalah yang kompleks dan memerlukan penanganan segera. Bagi mereka yang
akan terjun ke dalam bidang pendidikan Islam harus memiliki wawasan yang cukup tentang
pendidikan Islam dan memiliki kemampuan untuk mengembangkannya sesuai dengan
tuntunan zaman.

1. Pengertian Pendidik dalam Islam


Dalam kamus Bahasa Indonesia dinyatakan, bahwa pendidik adalah orang yang
mendidik. Dalam pengertian yang lazim digunakan, pendidik adalah orang dewasa yang
bertanggung jawab memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan
jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan
1
H.M.Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Bumi aksara, 1996), hlm 113.
2
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm
28 – 29.

2
memenuhi tingkat kedewasaanya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai
hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk social dan
sebagai makhluk individu yang mandiri.3
Sebagai kosa kata yang bersifat generik, pendidik mencakup pula guru, dosen, dan
guru besar. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Adapun dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Guru besar
atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi
dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.4
Sedangkan Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik petensi
afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.5
Di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan sumber utama ilmu
pendidikan Islam, terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada pengertian pendidik.
Istilah tersebut antara lain:
1. Al-murabbi diartikan sebagai pendidik. Sebagaimana dijelaskan didalam Qs. Al-Isra’:
24.
2. Al-mu’allim diartikan sebagai pengajar, yakni memberi informasi tentang kebenaran
dan ilmu pengetahuan. Sebagaimana dijelaskan didalam Qs. Albaqorah: 151.
3. Al-muzakki diartikan sebagai orang yang melakukan pembinaan mental dan karakter
yang mulia, dengan cara membersihkan si anak dari pengaruh akhlak yang buruk,
terampil dalam mengendalikan hawa nafsu. Sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Al-
baqarah: 129.
4. Al-ulama diartikan sebagai seorang peneliti yang menghasilkan berbagai temuan dalam
bidang ilmu agama. Namun demikian, pengertian yang umum digunakan mengenai al-

3
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm 159.
4
Ibid.,hlm. 159.
5
Ramayulis, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Padang: Kalam Mulia, 1990), hlm 19.

3
ulama ini yakni seseorang yang luas dan mendalami imu agama, memiliki karisma,
akhlak mulia, dan kepribadian yang saleh.
5. Al-faqih diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam.
Istilah ini lazim digunakan untuk orang-orang yang mendalami ilmu agama di berbagai
pondok pesantren. Sebagaimana dijeaskan di dalam Qs. At-taubah: 122.6

Adanya berbagai istilah sebagaimana tersebut diatas menunjukkan bahwa seorang


pendidik dalam ajaran islam memiliki peran dan fungsi yang amat luas. Ketika berperan
sebagai seorang orang yang menumbuhkan, membina, mengembangkan potensi anak didik
serta membimbingnya, maka ia disebut almurabbi. Ketika berperan sebagai pemberi
wawasan ilmu pengetahuan dan keterampilan, ia disebut sebagai al-muallim. Ketika ia
membina mental dan karakter seseorang agar memiliki akhlak mulia, maka ia disebut al-
muzakki. Ketika berperan sebagai peneliti yang berwawasan transendental serta memiliki
kedalaman ilmu agama dan ketakwaan yang kuat kepada Allah, ia disebut alulama. Dan
ketika berperan sebagai ahli agama, maka ia disebut al-faqih.

Dalam paradigma jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang
berarti “digugu” dan “ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki
seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan
yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki
kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan
dan suri teladan oleh peserta didik. Pengertian ini diasumsikan bahwa guru tidak sekedar
mentransformasi ilmu, tetapi juga bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya
kepada peserta didik.7

2. Pengertian Peserta Didik

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi


diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan, baik pendidikan informal,
pendidikan formal, maupun pendidikan nonformal, pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Peserta didik juga bisa disebut dengan siswa, mahasiswa, taruna, warga belajar,
pelajar, murid, dan santri. Dan masing-masing sebutan tersebut sebenarnya memiliki

6
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm 160-164.
7
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm 87.

4
makna yang sama, akan tetapi memiliki penjabarannya masing-masing. Dan memiliki
tempat masing-masing.
Siswa adalah adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah.Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya
diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, siswa dapat
ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: pendekatan sosial, pendekatan psikologis,
dan pendekatan edukatif/pedagogis. Mahasiswa dalah istilah umum bagi peserta
didik pada jenjang pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi ataupun sekolah tinggi. Taruna
ialah Banyak digunakan Sekolah Militer atau yang menganut sistem militer, menurut
KBBI berarti “pelajar (siswa) sekolah calon perwira”, beberapa Perguruan Tinggi
Kedinasan juga menggunakan kata Taruna untuk menyebut Peserta Didik,
diantaranya STPN Yogyakarta, STIP Jakarta. Warga belajar adalah istilah bagi peserta
didik yang mengikuti jalur pendidikan nonformal. Misalnya seperti warga belajar
pendidikan keaksaraan fungsional. Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta
didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat dasar maupun pendidikan formal tingkat
menengah. Murid adalah istilah lain peserta didik tingkat taman kanak-kanak dan sekolah
dasar. Santri adalah istilah bagi peserta didik suatu pesantren atau sekolah-sekolah
salafiyah yang sangat mempunyai potensi.8
Pengertian siswa atau peserta didik menurut ketentuan umum undangundang RI
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. 9 Dengan demikian peserta didik adalah orang
yang mempunyai pilihan untuk menempuh ilmu sesuai dengan cita-cita dan harapan masa
depan.
Oemar Hamalik mendefinisikan peserta didik sebagai suatu komponen masukan
dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga
menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. Menurut

8
Arti Kata Siswa-Kamus Besar Bahasa Indonesia.  kbbi.web.id. Diakses tanggal 2020-08-25.
9
Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen & Undang-
undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas, (Bandung: Permana, 2006), h. 65.

5
Abu Ahmadi peserta didik adalah sosok manusia sebagai individu/pribadi (manusia
seutuhnya). Individu di artikan "orang seorang tidak tergantung dari orang lain, dalam arti
benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dipaksa dari luar,
mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri".10 Sedangkan Hasbullah berpendapat bahwa
siswa sebagai peserta didik merupakan salah satu input yang ikut menentukan keberhasilan
proses pendidikan.11 Tanpa adanya peserta didik, sesungguhnya tidak akan terjadi proses
pengajaran. Sebabnya ialah karena peserta didiklah yang membutuhkan pengajaran dan
bukan guru, guru hanya berusaha memenuhi kebutuhan yang ada pada peserta didik.12
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, bisa dikatakan bahwa peserta didik
adalah orang/individu yang mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya agar tumbuh dan berkembang dengan baik serta mempunyai
kepuasan dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh pendidiknya. Sementara itu
mengenai peserta didik berdasarkan peraturan Menteri Agama RI Bab IV pasal 16
menyatakan bahwa:13
1. Peserta didik kelas 7 (tujuh) MTs wajib: a. lulus dan memiliki ijazah MI/sekolah dasar
(SD)/ Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)/program paket A atau bentuk lain yang
sederajat; b. memiliki surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN)
MI/SD/SDLB/program paket A atau bentuk lain yang sederajat; dan c. berusia paling
tinggi 18 (delapan belas) tahun pada awal tahun pelajaran baru.
2. MTs wajib menerima warga Negara berusia 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15
(lima belas) tahun sebagai peserta didik sesuai dengan jumlah daya tampungnya.
3. MTs wajib menyediakan akses bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Kemudian ditambahkan dalam pasal 17 yang menyatakan bahwa:
1. Penerimaan peserta didik pada MTs dilakukan secara adil, objektif, transparan, dan
akuntabel.
2. MTs dapat menerima peserta didik pindahan dari sekolah menengah pertama (SMP)/
program paket B atau bentuk lain yang sederajat.
10
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 205.
11
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2010), hal. 121
12
Departemen Agama, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan,(Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama
Islam, 2005), hal. 47
13
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 90 Tahun 2013, Terbang Penyelenggaraan Pendidikan
Madrasah, (Jakarta: 2013), hal. 7

6
3. Kurikulum Pendidikan Ideal dalam Islam
Muhammad al-Toumy dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengatakan
bahwa: kurikulum adalah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga dan
kesenian yang disediakan oleh sekolah dengan maksud menolong anak didik untuk
berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka
sesuai dengan tujuan Pendidikan.14
Sementara itu Azyumardi Azra dalam bukunya Paradigma Baru Pendidikan
Nasional juga memberikan pandangannya tentang kurikulum dalam pengertian yang
tidak jauh berbeda, yakni sejumlah pengalaman pendidikan ditempuh peserta didik
dengan bimbingan sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan sekolah masing-
masing.15
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa
kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan
kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata
lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitas, pengetahuan dan pengalaman
yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik
dalam rangka tujuan pendidikan Islam.
Proses pendidikan akan selalu melibatkan berbagai komponen yang tak mungkin
dipisah-pisahkan, yang meliputi guru/pendidik, siswa anak didik, materi pelajaran serta
metode yang digunakan, fasilitas belajar mengajar dan lingkungan yang kondusif.
Selain itu banyak lagi faktor yang perlu diperhitungkan untuk menunjang keberhasilan
pendidikan.
Kurikulum dalam pengertian yang sempit merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai bahan
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, merekomendasikan adanya 4 komponen
pokok di dalamnya, yaitu tujuan pembelajaran, isi atau materi pembelajaran,
organisasi, serta strategi pembelajaran. 16
Sementara itu dalam pengertian luas,
kurikulum merupakan segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk
14
Muhammad al-Toumy al-Syaibani, dalam Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-
Husna, 1987, hlm. 303.
15
Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan National (Rekonstruksi dan Demokratisasi), Jakarta: Buku Kompas,
2002, hlm. 97.
16
Muihaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 182.

7
disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Pengertian kedua ini menggambarkan segala bentuk aktivitas sekolah yang sekiranya
mempunyai efek bagi pengembangan peserta didik termasuk kurikulum, sehingga
tidak terbatas pada kegiatan yang terkait dengan proses belajar mengajar.
Kaitannya dengan falsafah pendidikan Islam, maka Islam memandang bahwa
kurikulum pendidikan merupakan alat untuk mendidik generasi muda dengan baik,
menolong mereka untuk mengembangkan bakat, kekeuatan dan ketrampilan mereka
yang bermacam-macam. Selain itu juga menyiapkan mereka dalam menjalankan hak
dan kewajiban, memiliki rasa tanggung jawab baik terhadap diri, keluarga, masyarakat
maupun bangsanya upaya membentuk masa depan yang diinginkan. Oleh karena itu
Islam menaruh perhatian besar terhadap penyebaran pengajaran dan perbaikan
kualitasnya dengan senantiasa memperbaiki dan menyempurnakan serta mengadakan
perubahan-perubahan kurikulum, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa
yang senantiasa mengalami perubahan.17
Pengertian kurikulum dalam pendidikan Islam jika dikembalikan kepada asal kata
bahasa Arab akan kita jumpai kata "manhaj", yang berarri jalan yang terang yang
dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Dalam bidang pendidikan
"manhaj" dimaksudkan sebagai jalan yang dilalui oleh para guru atau pendidikan anak
didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka.
Konsep kurikulum yang mengikuti definisi semacam di atas meliputi semua
pengalaman, aktivitas, suasana dan pengaruh-pengaruh yang diberikan kepada anak
didi, atau mereka kerjakan, atau mereka jumpai di dalam sekolah dan di bawah
pengelolaan sekolah. Menurut pengerrian ini, kurikulum bukan hanya meliputi mata
pelajaran dan pengalaman-pengalaman yang tersusun yang berlaku dalam kelas, akan
tetapi meliputi juga semua kegiatan kebudayaan, kesenian, olah raga dan sosial yang
dikerjakan oleh siswa/mahasiswa di luar jadwal waktu dan di luar kelas di bawah
pengelolaan sekolah/Perguruan Tinggi. Kurikulum dengan definisi ini telah
memandang penting semua pengalman persekolahan dalam proses pendidikan, baik
yang berlaku di dalam maupun di luar kelas.

17
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falasafah Pendidikan Islam, hlm. 476-477.

8
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa pengalaman yang diperoleh
siswa akan selalu terkait dengan lingkungan sekitar di mana siswa itu berada. Dengan
kata lain, lingkungan sekitar akan turut andil dalam mewarnai dan membentuk tingkah
laku siswa. Oleh karena itu tugas dari sekolah sebenarnya bkan hanya menyediakan
pengalaman ansih, akan tetapi juga menyediakan susana dan kondisi yang sesuai, yang
membawa kepada interaksi yang berguna yang selanjutnya memberi peluang untuk
memperoleh pengalaman. Kurikulum dengan tugas terakhir ini dapat didefinisikan
sebagai sejumlah kekuatan faktor-faktor dan alam sekitar pengajaran dan pendidikan
yang disediakan oleh sekolah bagi para siswa di dalam dan di luarnya, serta sejumlah
pengalaman-pengalaman yang lahir dari interaksi dengan kekuatankekuatan dan
faktor-faktor tersebut.18
4. Lingkungan Pendidikan Ideal dalam Islam
Pendidikan Islam memiliki peran sterategis dalam upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional. Pendidikan Islam memiliki tujuan untuk membentuk manusia
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Esa. Dalam konteks keindonesiaan,
pendidikan Islam merupakan bagian integral yang tidak mungkin dipisahkan dari
sistem pendidikan nasional. Bahkan nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam
pendidikan nasional, sejalan dengan nilainilai Islam. Penanaman dan peningkatan
kualitas keimanan dan ketaqwaan dilakukan dalam upaya membentuk umat Islam
berakhlaq mulia. Dengan kata lain, pendidikan Islam diharapkan mampu menjadi
perisai bagi umat Islam dari sikap dan perilaku negatif.
Pendidikan Islam dapat berjalan dengan baik, manakala didukung oleh lingkungan
yang baik. Lingkungan yang nyaman dan mendukung terselenggaranya suatu
pendidikan amat dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
pendidikan yang diinginkan. Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam.19
Pendidikan Islam dapat berjalan dengan baik apabila lingkungan di dalamnya benar-
benar mendukung pada pembentukan akhlak alkarimah. Penanaman akhlak dalam
lingkungan pendidikan Islam sangat sejalan dengan tujuan utama pendidikan Islam.
Karena, tujuan pendidikan Islam sama seperti tujuan Muhammad saw. diturunkan,
18
Ali Abdul Halim Mahmud, at-Tarbgzab al-Ruhiyab, terj. Abdul i layyic al-Kattani dkk., Jakarta: gema Insani Press,
2000, hlm 205.
19
Djamaluddin, Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Menengah Umum (SMU), (Jakarta: Puslitbang
Pendidikan dan Keagamaan, 2005), hal. 1

9
yaitu untuk menyempurnakan akhlak manusia. Setidaknya, ada beberapa lingkungan
pendidikan Islam yang dapat dijadikan sebagai tempat belajar, yaitu lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan-lingkungan ini merupakan kesatuan
yang dapat menjadi pendorong bagi proses perkembangan pendidikan Islam. Dalam
ungkapan berbeda, peserta didik dapat berhasil dalam proses pembelajaran pendidikan
Islam dan memiliki akhlak yang baik, apabila ketiga lingkungan pendidikan tersebut
menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada setiap peserta (anak) didik.20
Selama ini lingkungan pendidikan masih belum dianggap penting oleh sebagai
orang. Kalaupun ada salah satu yang dianggap penting hanya lingkungan pendidikan
sekolah. Sementara untuk lingkungan pendidikan keluarga dan masyarakat kerap tidak
dianggap. Padahal, keduanya berperan penting dalam pendidikan. Lingkungan
keluarga dan masyarakat yang tidak baik dapat mengakibatkan seorang anak/peserta
didik menjadi tidak baik, meskipun lingkungan sekolah mengajarkan dan menunjang
untuk membangun perilaku baik.
Dengan demikian, mengesampingkan lingkungan pendidikan keluarga dan
masyarakat tentu dapat berakibat fatal bagi pendidikan itu sendiri. Bukan tidak
mungkin tujuan pendidikan untuk menciptakan peserta didik memiliki moralitas luhur
menjadi tidak tercapai. Maka tidak salah jika dikatakan lingkungan pendidikan
keluarga dan masyarakat pun lingkungan pendidikan yang sama penting dengan
pendidikan sekolah. Lingkungan-lingkungan pendidikan memiliki peran penting
terhadap output peserta didik. Baik dan tidak saja peserta didik tidak hanya ditentukan
oleh guru yang mengajarnya saja, tetapi juga oleh lingkungan-lingkungannya.
Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Dalam lingkungan
manusia hidup dan berinteraksi kepada sesamanya. Secara harfiah lingkungan dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang mengitari kehidupan, baik berupa fisik seperti
alam semesta dengan segala isinya, maupun berupa nonfisik, seperti suasana
kehidupan beragama, nilai-nilai, adat istiadat yang berlaku di masyarakat, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan yang berkembang. Lingkungan-lingkungan tersebut
hadir secara kebetulan, yakni tanpa diminta dan direncanakan oleh manusia.21

20
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 142
21
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 290

10
Menurut Sartain, sebagaima dikatakan M. Ngalim Purwanto, lingkungan meliputi
semua kondisi-kondisi dunia yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah
laku, pertumbuhan, perkembangan atau life processes manusia.22 Menurut Mohammad
Surya, lingkungan adalah segala hal yang merangsang individu, sehingga turut terlibat
dalam mempengaruhi perkembangannya.7 Menurut Zakiah Daradjat, dalam arti yang
luas lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat,
pengetahuan, pendidikan dan alam. Dalam ungkapan berbeda, lingkungan adalah
segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa
berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia maupun benda buatan manusia
atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengannya. Hubungan manusia dengan
lingkungan kehidupannya, membuka peluang masuknya pengaruh pendidikan
kepadanya. Selanjutnya, Zakiah Daradjat juga menjelaskan, bagi para pendidik
pengetahuan tentang lingkungan merupakan alat untuk dapat mengerti, memberikan
penjelasan dan mempengaruhi anak secara lebih baik. Misalnya, anak manja biasanya
berasal dari lingkungan keluarga yang anaknya tunggal atau anak yang yang nakal di
sekolah umumnya di rumah mendapat didikan yang keras atau kurang kasih sayang
atau kurang mendapat perhatian guru. Sedangkan pendidikan pendidikan berasal dari
kata didik, dengan diberi awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti proses
pengubahan sikap dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan. Sedangkan arti mendidik adalah memelihara dan memberikan latihan
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.23 Istilah pendidikan merupakan terjemahan
dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti pendidikan dan paedagogia yang berarti
pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan manusia yang memiliki tugas membimbing
dan mendidik disebut paedagogos. Kata ini berasal dari paedos yang berarti anak dan
agoge yang berarti membimbing atau memimpin. Dari istilah di atas, pendidikan dapat
diartikan sebagai usaha yang dilakukan manusia dewasa dalam pergaulannya dengan
anak-anak untuk membimbing atau memimpin perkembangan jasmani dan ruhaninya
ke arah kedewasaan. Dengan kata lain, pendidikan ialah bimbingan yang diberikan
secara sengaja oleh manusia dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya, baik
jasmani maupun ruhani, agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
22
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset Bandung, 2000), hal. 28
23
Yadianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung: M25, 1996), hal. 88

11
Dalam bahasa Arab pendidikan diartikan sebagai tarbiyah. Kata ini berasal dari tiga
asal kata. Pertama, raba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, rabiya-
yarba yang berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara. Dari ketiga asal kata ini,
Abdurrahman al-Bani, sebagaimana dikutip oleh Abdurrahman an-Nahlawi,
menyimpulkan pendidikan (tarbiyah) terdiri dari tiga unsur. Pertama, menjaga dan
memelihara fitrah anak menjelang baligh. Kedua, mengembangkan seluruh potensi
anak. Ketiga, mengarahkan seluruh fitrah dan potensi anak menuju kebaikan. Melalui
ketiga hal ini pendidikan dapat dimaknai sebagai proses pembentukkan fitrah dan
potensi manusia menuju kepada kebaikan. Pembentukan tersebut dapat terwujudkan
manakala didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik. Dari dua pengertian yang
dijelaskan di atas (lingkungan dan pendidikan), maka lingkungan pendidikan dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang mencakup iklim, geografis, adat istiadat, tempat
tinggal atau istiadat dan lainnya yang dapat memberikan penjelasan serta
mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan anak (peserta didik) untuk
menjadi manusia yang lebih baik. Hubungan manusia dengan lingkungan, membuka
peluang masuknya pengaruh pendidikan. Semakin baik lingkungan pendidikan,
semakin besar peluang peserta menjadi berkarakter.
Lingkungan pendidikan memiliki pengaruh signifikan dalam proses pendidikan.
Lingkungan itu berfungsi menunjang terjadinya proses belajar mengajar secara
berkelanjutan. Maka, agar proses belajar mengajar menjadi baik, dibutuhkan
lingkungan pendidikan yang baik. Jika proses belajar mengajar yang dilakukan baik,
maka pencapaian tujuan pendidikan untuk membentuk peserta didik memiliki
moralitas luhur pasti dapat diwujudkan. Tujuan pendidikan semacam ini, selaras
dengan ajaran Islam. Karena, pembawa ajaran Islam, Muhammad saw. diutus Tuhan
dalam rangka menyempurnakan moralitas manusia. Apabila merujuk pada teori yang
dikemukan oleh Mahmud Yunus,15 lingkungan pendidikan dapat dikategorikan dalam
tiga bagian yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Ketiga
memiliki keterkaitan dan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam
proses pendidikan Islam.
1. Lingkungan Keluarga

12
Keluarga adalah lingkungan utama yang dapat membentuk watak dan
karakter manusia (anak). Dalam konteks pendidikan Islam, keluarga merupakan
lembaga pendidikan pertama. Karena dalam keluarga inilah dasardasar kepribadian
anak dibentuk. Baik dan buruk perilaku anak di masa-masa awal sangat ditentukan
dari pola pendidikan di keluarga. Perilaku dan sikap baik yang merupakan bagian
dari pendidikan akhlak dapat ditumbuhkan melalui pendidikan di dalam keluarga.
Pendidikan akhlak dalam lingkungan keluarga memiliki peran penting
menumbuhkan kepribadian anak menjadi baik. Menurut al-Ghazali, pendidikan
akhlak merupakan pendidikan awal yang patut diberikan keluarga, dalam hal ini
orangtua, kepada setiap anakanaknya.
Apabila pendidikan akhlak diberikan dengan baik di dalam keluarga, maka
hal ini dapat berdampak positif bagi perkembangan kepribadiaan anak ketika
dewasa. Semakin baik pendidikan akhlak yang diberikan di dalam keluarga,
semakin baik pula kepribadian anak ketika dewasa. Di sisi lain, pendidikan dalam
lingkungan keluarga akan bernilai positif manakala, para orangtua menanamkan
kasih sayang kepada anak-anaknya. Memberikan kasih sayang dan perhatian
kepada anak termasuk salah satu naluri yang difitrahkan Allah swt. kepada semua
mahkluknya. Keluarga (orangtua) memiliki tanggung jawab mendidik dengan
kasih sayang dan kecintaan kepada anak-anaknya. Hal ini sangat berpengaruh bagi
pertumbuhan dan perkembangan psikis serta sosial mereka.
Sekiranya kasih sayang dan cinta kasih kepada anak-anak tidak terealisikan
dengan baik, maka jangan disalahkan jika anak-anak mencari pelarian di luar
keluarga. Dalam hal ini, Rasulullah saw. memberikan teladan yang baik untuk
mencintai, menyayangi dan sabar dalam mendidik anak-anak, termasuk dalam
beriman kepada Allah swt; “Rasulullah saw. mencium al-Hasan Ibn ‘Ali,
sedangkan ada al-Aqra Ibn Abi Habis al-Tamimi yang tengah duduk. Al-Aqra
berkata: “Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh anak, tetapi aku tidak pernah
mencium seorang pun di antara mereka”. Rasulullah saw. menatapnya lalu berkata,
lalu bersabda: “Siapa yang tidak mengasihi (anak), maka tidak akan dikasihi oleh
Allah”.

13
Hadits di atas menunjukan bahwa Rasulullah saw. tidak suka kepada setiap
orangtua yang tidak mencium, mengasihi dan menyanyangi anakanaknya. Ini
menunjukan kasih sayang orangtua memiliki peran penting dalam mendidik anak-
anak. Sebab, landasan kehidupan keluarga bahagia adalah cinta dan kasih sayang.
Ketika pendidikan dalam lingkungan keluarga dibangun atas dasar kasar sayang,
ketika dewasa sangat mungkin anak-anak dapat menyebarkan kasih sayang kepada
keluarga, bahkan kepada masyarakat luas. Pendidikan yang dibangun atas dasar
cinta dan kasih sayang dalam lingkungan keluarga dapat menjadi jembatan bagi
seorang anak untuk mengembangkan sikap saling menyayangi dan mengasihi
kepada sesama manusia. Peran penting pendidikan dalam lingkungan keluarga
tentu berada pada orangtua. Maka menjadi bagi setiap orangtua untuk memberikan
pendidikan yang baik kepada setiap anak-anaknya agar kelak mereka menjadi
manusia berguna dan menjadi penghalang bagi orangtua terjerumus dalam
kehinaan (neraka).
Ibu berperan sebagai mekanisator kehidupan sangat berperan dalam proses
regenerasi. Ibu berperan dalam proses reproduksi, meskipun bapak turur berperan
dalam waktu yang singkat. Allah menitipkan janin yang lembut dan lemah pada
saat-saat pengembangannya pada rahim ibu selama sembilan bulan. Pada saat
itulah janin dipelihara dengan zat-zat kimiawi yang masuk dari darah ibu melalui
membran plasenta. Seluruh keadaan fisiologis dan psikologis serta spiritual ibu
mempengaruhinya, sampai setelah anak lahir pun peran ibu tetap menentukan
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Ayah yang memiliki peran besar dalam mendidik anak dapat membentuk
kepribadiannya menjadi baik. Ayah merupakan tokoh yang sangat dibanggakan
oleh anak. Anak pasti akan bercerita sosok ayahnya terhadap teman-temannya.
Oleh sebab itu, peran ayah sangatlah penting dalam membentuk pribadi seorang
anak. Apalagi ayah merupakan pemimpin dalam keluarga yang selalu dipandang
hebat oleh anak-anaknya.
Peran ayah dalam pengasuhan anak dapat mencegah terjadinya perilaku
kekerasan terhadap anak. Maka, seorang ayah dalam kondisi apapun harus mampu
menjalankan perannya agar perkembangan anak dapat terkontrol. Menjadi jelas

14
bahwa ayah dan ibu memiliki peran penting dalam pendidikan di lingkungan
keluarga, kehadiran keduanya sama-sama dibutuhkan oleh anakanaknya. Maka,
lingkungan pendidikan di dalam keluarga adalah lingkungan yang model
pendidikannya dimulai oleh kedua orangtua, ayah dan Ibu. Apabila pendidikan
dalam lingkungan ini diberikan dengan baik, maka akan lahir generasi penerus
yang baik, begitu pun sebaliknya.24
2. Lingkungan Sekolah/Madrasah
Selain pendidikan keluarga, sekolah/madrasah pun masuk dalam
lingkungan pendidikan Islam. Dalam pendidikan Islam sekolah lebih diidentikkan
dengan madrasah. Sekolah merupakan pendidikan formal untuk mengajar anak-
anak dengan aturan-aturan atau undang-undang yang mesti ditaati oleh pendidik
dan anak didik. Pendidikan sekolah tidak hanya diperuntukan untuk
mengembangkan kemampuan manusia melakukan sesuatu menurut cara-cara yang
baik, tetapi juga mengembangkan kemampuan mereka untuk melakukan hal-hal
yang baik.
Pendidikan sekolah akan berjalan dengan baik apabila program pendidikan
disesuaikan dengan kemampuan anak didik dan dengan kehidupan sosial
masyarakat yang ada di sekitar. Sekolah dalam wujud yang sekarang dikenal
muncul setelah menembus masa perkembangan yang lama, melalui berbagai
macam upaya dan percobaan. Dalam kehidupan lampau, anak-anak mempelajari
segala sesuatu dari orangtua dan masyarakatnya dengan metode yang tidak
menentu dan tidak terarah. Kadangkala dengan mengikuti atau dengan jalan
perenungan yang lebih terarah serta pengulangan-pengulangan untuk mencapai
tujuan yang lebih mantap.
Dalam mewujudkan pendidikan, Islam memiliki konsep yang sangat terarah
dan bertujuan. Hal itu dapat dilihat dari dua sendi pendidikan Islam. Pertama,
beriman dan beribadah kepada Allah swt. semata. Kedua, kurikulum yang
menggariskan materi berpikir dan bertingkah laku, seperti taat dan meneladani
Rasul-nya dalam upaya memelihara dan mengamalkan segala tuntutannya untuk
ditransformasikan kepada generasi berikutnya. Sebelum Islam datang pendidikan

24
Azka Amalia, Menakar Peran Ayah dalam Keluarga, (Koran Rakyat Jateng, 13 November 2015)

15
keagamaan atau yang terkait dengan keimanan kepada Allah swt. telah
disampaikan oleh para Rasul-Nya. Mereka membimbing dan mendidik umat
manusia untuk senantiasa meyakini keberadaan-Nya. Setiap rasul yang diutus
Allah swt. memiliki tujuan mulia, yaitu mendidik manusia untuk beriman dan
beribadah kepada-Nya.
Salah satu elemen penting dalam lingkungan pendidikan sekolah adalah
pendidik atau guru. Melalui tangan-tangan merekalah dapat lahir generasi penerus
bangsa yang baik. Untuk melahirkan peserta didik yang memiliki karakter baik
atau karakter luhur, seorang guru patut mencurahkan segala perhatian dan
kemampuan yang dimiliki olehnya. Di sisi lain, seorang guru mesti menjadikan
profesinya sebagai sarana ibadah kepada Allah swt., sehingga muncul keikhlashan
dalam dirinya untuk mendidik dan memberikan bimbingan kepada siswa-siswinya
secara totalitas.25
3. Lingkungan Masyarakat
Selain lingkungan keluarga dan sekolah, lingkungan masyarakat pun
mempunyai peranan penting dan tanggung jawab dalam keberhasilan pendidikan.
Masyarakat dapat diartikan sebagai sekumpulan orang yang menempati suatu
daerah diikat oleh pengalaman yang sama dan hidup sesuai dengan tradisi dan adat
yang telah disepakati bersama. Dalam masyarakat seseorang diajarkan untuk
bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku. Norma ini dapat
dijadikan sebagai tempat belajar pada setiap orang, baik oleh orang dewasa,
khususnya bagi anak-anak. Bila di masyarakat adat dan tradisi yang dibangun
adalah baik, maka hal itu pasti memiliki pengaruh signifikan dalam memberikan
pembelajaran kepada anak. Misalnya, perilaku untuk berlaku sopan, menghormati
dan menghargai, toleransi dan berbagai perilaku baik lainnya.
Pada lingkungan masyarakat setiap anak patut belajar tentang segala norma
baik yang berlaku. Dengan begitu anak akan menjadi tahu segala hal yang
berkenan dan boleh dilakukan pada lingkungan masyarakat. Adapun sosok
pengarah yang patut memberikan pelajaran kepada anak adalah seluruh elemen
yang ada di dalam masyarakat terutama para tokoh masyarakat. Cara yang dapat
25
Achmad Saeful dan Ferdinal Lafendry, Lingkungan Pendidikan dalam Islam, (Tangerang: Sekolah Tinggi Agama
Islam Binamadani, 2021), vol . 04, No. 01, Februari

16
dilakukan adalah dengan mengaktifkan fasilitas-fasilitas yang ada di masyarakat,
salah satunya adalah masjid.26
5. Evaluasi dalam Pendidikan Islam

Evaluasi berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti


mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada
ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya.27

Evaluasi dalam pendidikan bertujuan untuk mengetahui kemajuan dan


perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan
belajar selama jangka waktu tertentu. Selain itu juga untuk mengetahui tingkat
keberhasilan program pengajaran.

Untuk menuju tujuan tersebut diperlukan metode dan tehnik yang tepat yang harus
dikuasi oleh guru dan bisa diterapkan pada individu peserta didik atau kelompok.
Evaluasi adalah upaya untuk menentukan sikap atau proses untuk menentukan
keputusan. Keputusan yang di hasilkan berdasarkan dari kegiatan pengukuran. Untuk
memperoleh hasil tersebut, maka perlu dipaham bahwa proses Evaluasi tidak hanya
tertentu pada karakteristik peserta didik saja tetapi juga menyangkut karakteristik
metode mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah.

Proses Evaluasi dapat berbentuk test baik tertulis maupun lesan, lembar
pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan sebagainya. Kegiatan Evaluasi
bisa dilakukan guru kapan saja, Evaluasi bisa dilakukan sebelum kegiatan
pembelajaran, selama pembelajaran berlangsung dan sesudah kegiatan kebutuhan yang
diperlukan dalam Evaluasi dan juga untuk melihat tingkat efisien pelaksanaannya.

Evaluasi dalam pendidikan agama Islam  berfungsi sebagai umpan balik (feed
back) atau dikenal dengan istilah  muraja’ah terhadap kegiatan pendidikan. Umpan
balik berguna untuk:

1. Ishlah, yaitu perbaikan/pendalaman terhadap semua komponen pendidikan


termasuk perbaikan perilaku, wawasan dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.

26
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 55
27
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 4.

17
2. Tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua muatan pendidikan, artinya melihat
kembali program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program
tersebut penting atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat
program yang harus dihilangkan dan dicarikan sublimasi yang cocok dengan
program sebelumnya.
3. Tajdid, yaitu memoderenisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak
relevan baik untuk kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan
dicarikan penggantinya yang lebih baik. Maka hal ini pendidikan dapat
dimobilisasi dan didinamisasi untuk lebih maju.
4. Ad-dakhil, yaitu masukan untuk laporan bagi orang tua peserta didik berupa
rapor, ijazah, sertifikat dan sebagainya.28

Fungsi evaluasi dalam Pendidikan Agama Islam menurut Anas Sudijono memiliki
beberapa manfaat dan kegunaan diantaranya adalah:

1. Secara umum
a. Mengukur kemajuan
b. Penunjang penyusunan rencana
c. Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.
2. Secara khusus
a. Segi psikologis, kegiatan evaluasi dalam dunia pendidikan disekolah dapat
disoroti dari 2 sisi, yaitu sisi peserta didik dan dari sisi pendidik.
1) Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan
memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk
mengenal kapasitas dan status dirinya masing-masing ditengah-tengah
kelompok atau kelasnya.
2) Bagi pendidik, evaluasi pendidikan akan memberikan kapasitas atau
ketepatan hati kepada diri pendidik tersebut, sudah sejauh manakah
kiranya hasil dari usaha yang telah dilakukannya selama ini, sehingga ia
secara psikologis memiliki pedoman guna menentukan langkah-langkah
apa saja yang perlu dilakukan selanjutnya.

28
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h.210.

18
b. Segi didaktik
1) Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara didaktik (khususnya
evaluasi hasil belajar) akan dapat memberikan dorongan (motivasi)
kepada mereka untuk dapat memperbaiki, meningkatkan, dan
mempertahankan prestasinya.
2) Bagi pendidik, evaluasi pendidikan secara didaktik itu setidak-tidaknya
memiliki 5 macam fungsi, yaitu: (a) Memberikan landasan untuk
menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya;
(b) Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui
posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya; (c)
Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian
menetapkan status peserta didik; (d) Memberikan pedoman untuk
mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memang
memerlukannya; (e) Memberikan petunjuk tentang sejauh manakah
program pengajaran yang telah ditentukan dapat dicapai.
c. Segi administratif, evaluasi pendidikan setidak-tidaknya memiliki 3
macam fungsi:
1) Memberikan laporan mengenai kemajuan dan perkembangan peserta
didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka
waktu tertentu.
2) Memberikan bahan-bahan keterangan (data) untuk keperluan
pengambilan keputusan pendidikan dan lembaga pendidikan.
3) Memberikan gambaran tentang kualitas hasil belajar peserta didik.29

Menurut Suharsimi Arikunto penilaian memiliki berbagai fungsi, yaitu:

a. Penilaian berfungsi selektif, misalnya untuk memilih siswa yang dapat


diterima disekolah tertentu, siswa yang dapat naik kelas atau naik tingkat
berikutnya, siswa yang layak mendapat beasiswa dan sebagainya.
b. Penilaian berfungsi diagnostik, yaitu untuk mengetahui kebaikan dan
kelemahannya.

29
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h.10-15.

19
c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan, yaitu untuk menentukan dengan
pasti dikelompok mana seorang siswa harus ditempatkan.
d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan yaitu untuk mengetahui
sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.30
Selain memiliki fungsi selektif, dasar penempatan dan diagnostik, evaluasi
pendidikan juga dapat berfungsi sebagai umpan balik, menumbuhkan motivasi belajar dan
mengajar, sebagai dasar yang kuat bagi perbaikan kurikulum dan program pendidikan,
serta berperan dalam pengembangan ilmu.31

Dari fungsi-fungsi tersebut, maka jelas bahwa evaluasi memiliki arti penting bagi
semua pihak. Evaluasi pendidikan sangat berperan bagi peserta didik, pendidik, sekolah,
orangtua maupun masyarakat dalam jasa pendidikan.

a) Bagi pendidik evaluasi berfungsi sebagai alat untuk melihat sejauh mana siswa
mencapai tujuan pembelajaran dan mengambil keputusan-keputusan apakah metode
yang digunakan untuk mengajar itu sesuai apa tidak.
b) Bagi sekolah evaluasi berfungsi sebagai alat untuk tolok ukur hasil pendidikan, untuk
mengetahui kemajuan dan kemunduran sekolah, untuk membuat keputusan pada
peserta didik, untuk mengadakan pembenahan kurikulum.
c) Bagi siswa evaluasi berfungsi untuk mengetahui keberhasilan dan hasil belajar, untuk
memperbaiki cara belajar, untuk menumbuhkan semangat belajar.
d) Bagi orang tua, evaluasi pendidikan adalah untuk mengetahui hasil belajar anaknya,
memberikan pengawasan dan bimbingan serta bantuan pada anaknya.
e) Bagi masyarakat dan pemakai jasa pendidikan, evaluasi berfungsi untuk memberikan
kritik dan saran perbaikan kurikulum serta meningkatkan peran serta masyarakat
dalam meningkatkan usaha-usaha sekolah.

KESIMPULAN

30
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 10-11.
31
Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.33-36.

20
Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik petensi afektif, kognitif, maupun
psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan, baik pendidikan informal, pendidikan formal,
maupun pendidikan nonformal, pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik juga bisa
disebut dengan siswa, mahasiswa, taruna, warga belajar, pelajar, murid, dan santri. Dan masing-
masing sebutan tersebut sebenarnya memiliki makna yang sama, akan tetapi memiliki
penjabarannya masing-masing. Dan memiliki tempat masing-masing.

Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan,


pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan
Islam adalah semua aktivitas, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara
sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.

Pendidikan Islam dapat berjalan dengan baik, manakala didukung oleh lingkungan yang
baik. Lingkungan yang nyaman dan mendukung terselenggaranya suatu pendidikan amat
dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.
Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam dapat berjalan dengan baik
apabila lingkungan di dalamnya benar-benar mendukung pada pembentukan akhlak alkarimah.
Penanaman akhlak dalam lingkungan pendidikan Islam sangat sejalan dengan tujuan utama
pendidikan Islam. Karena, tujuan pendidikan Islam sama seperti tujuan Muhammad saw.
diturunkan, yaitu untuk menyempurnakan akhlak manusia. Setidaknya, ada beberapa lingkungan
pendidikan Islam yang dapat dijadikan sebagai tempat belajar, yaitu lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat. Lingkungan-lingkungan ini merupakan kesatuan yang dapat menjadi pendorong
bagi proses perkembangan pendidikan Islam.

21
Daftar Pustaka

Arifin, H M, 1996. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi aksara,

Achmadi, 2008. Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme: Teosentris

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2006. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada
Media
Group,
Abuddin Nata, 2010 Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Achmad Saeful dan Ferdinal Lafendry, 2021. Lingkungan Pendidikan dalam Islam, Tangerang:
Sekolah Tinggi Agama Islam Binamadani, vol . 04, No. 01,
Ali Abdul Halim Mahmud, 2000. at-Tarbgzab al-Ruhiyab, terj. Abdul i layyic al-Kattani dkk.,
Jakarta: gema Insani Press
Anas Sudijono, 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
Anas Sudijono, 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Arti Kata Siswa-Kamus Besar Bahasa Indonesia. kbbi.web.id. Diakses tanggal 2020-08-25.
Azka Amalia, 2015. Menakar Peran Ayah dalam Keluarga, Koran Rakyat Jateng,
Azyumardi Azra, 2009. Paradigma Baru Pendidikan National (Rekonstruksi dan Demokratisasi),
Jakarta: Buku Kompas,
Departemen Agama,2005. Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan,Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam,
Djamaluddin, 2005. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Menengah Umum
(SMU), Jakarta: Puslitbang Pendidikan dan Keagamaan,
Eko Putro Widoyoko, 2009. Evaluasi Program Pembelajaran.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Hasbullah, 2012 Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers,
Hasbullah, 2010 Otonomi Pendidikan, Jakarta: PT Rajawali Pers,
M. Ngalim Purwanto, 2000. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Bandung,
Muhammad al-Toumy al-Syaibani, dalam Hasan Langgulung, 1987 Asas-asas Pendidikan Islam,
Jakarta: Pustaka al-Husna,

Muihaimin, 2003 Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Jogjakarta: Pustaka Pelajar,

22
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falasafah Pendidikan Islam,

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 90 Tahun 2013, Terbang Penyelenggaraan

Pendidikan Madrasah, Jakarta:


Ramayulis, 1990. Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Padang: Kalam Mulia,
Ramayulis, 2002. Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
Republik Indonesia, 2006. Undang-undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen & Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas,
Bandung: Permana,
Suharsimi Arikunto, 2005 Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,
Syaiful Bahri Djamarah, 2002 Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta,
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI,2009 Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta,
Yadianto, 1996 Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: M25

23

Anda mungkin juga menyukai