Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam.


Pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem
pendidikan Islam. Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam proses
pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Oleh karena
itu, pendidik sangat berperan besar sekaligus menentukan ke mana arah potensi
peserta didik yang akan dikembangkan.

Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi
pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan
bahwa posisi peserta didik pun tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong
yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi peserta didik harus
aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam
upaya pengembangan keilmuannya.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dalam makalah ini penulis mengidentifikasikan masalah menjadi:

1.2.1. Hakikat Pendidik?

1.2.2. Hakikat Peserta Didik?

1.2.3. Hubungan Pendidik Dan Peserta Didik?

1.3. TUJUAN MASALAH

1.3.1. Mengetahui Hakikat Pendidik

1.3.2. Mengetahui Hakikat Peserta Didik

1.3.3. Mengetahui Hubungan Pendidik Dan Peserta Didik

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. HAKIKAT PENDIDIK

1. Makna dan Kedudukan Pendidik

Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik.  Secara
umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab untuk mendidik.
Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang
bertugas di sekolah, tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan
anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai menunggal
dunia.
Dalam ajaran Islam, pendidik (Guru) mendapatkan penghargaan yang tinggi.
Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru
setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul. Hal ini dikarenakan guru selalu
terkait dengan ilmu (pengetahuan); sedangkan Islam ssangat menghargai
pengetahuan. Penghargaan Islam terhadap ilmu tergambar dalam hadits yang
artinya sebagai berikut:

 Intinya ulama lebih berharga dari pada darah syuhada.

 Orang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang


berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan shalat
bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang di jalan Allah.

 Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah kekosongan dalam Islam


yang tidak dapat diisi kecuali oleh seorang alim yang lain.

2
Tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam.
Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari belajar dan
mengajar; yang belajar adalah calon guru, yang mengajar adalah guru. Maka tidak
boleh tidak, Islam memuliakan guru. Tak terbayangkan adanya belajar dan
mengajar tanpa adanya guru.

Kedudukan guru yang demikian tinggi dalam Islam kelihatannya memang


berbeda dari kedudukan guru di dunia Barat. Perbedaan ini tidaklah
mengherankan, karena di Barat guru tidak lebih dari sekadar orang yang
pengetahuannya lebih banyak dari murid. Hubungan guru-murid adalah hubungan
kepentingan antara pemberi dan penerima jasa, karena itu hubungan juga diikat
oleh pembayaran yang dilakukan berdasarkan perhitungan ekonomi.

2. Tugas Pendidik dalam Islam

Mengenai tugas pendidik, ahli pendidikan Islam dan ahli pendidikan Barat
telah sepakat bahwa tugas pendidik adalah mendidik. Mendidik dapat dilakukan
dengan mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,
memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain. Dalam pendidikan di sekolah, tugas
pendidik adalah mendidik dengan cara mengajar. Tugas pendidik dalam rumah
tangga berupa membiasakan, memberi contoh yang baik, memberi pujian,
dorongan, dan lain-lain yang diperkirakan menghasilkan pengaruh positif begi
pendewasaan anak.
Dalam literatur Barat diuraikan tugas-tugas guru tidak hanya mengajar.
Ag.Soejono (1982:62) merinci tugas pendidik sebagai berikut:

 Wajib menemukan pembawaan yang ada pada peserta didik.


 Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan yang baik
dan menekan perkembanganpembawaan yang buruk agar tidak
berkembang.

3
 Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa dengan cara
memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik
memilihnya dengan tepat.
 Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah
perkembangan peserta didik berjalan dengan baik.
 Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik menemui
kesulitan dalam mengembangkan potensinya1.

Sedangkan dalam literatur yang ditulis oleh ahli pendidikan Islam, tugas pendidik
ternyata bercampur dengan syarat dan sifat pendidik. Ada beberapa pernyataan
tentang tugas guru, yaitu:

 Pendidik harus mengetahui karakteristik peserta didik.


 Pendidik harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam
bidang yang diajarkan maupun dalam cara mengajarkannya.
 Pendidik harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat berlawanan dengan
ilmu yang diajarkannya.

Tugas-tugas pendidik yang diajarkan oleh penulis Muslim ini dapat ditambahkan
tugas-tugas pendidik yang dianjurkan oleh Soejono. Dalam tugas-tugas ini pun
tidak disebut secara tegas tugas pendidik sebagai pengajar biang studi. Memang
adakesulitan untuk mengetahui apa sebenarnya tugas seorang pendidik dalam
pandangan penulis Muslim karena mereka mencampurkan tugas, syarat, dan sifat
pendidik. Untuk sementara dapat dipegang bahwa tugas pendidik adalah yang
telah disebutkan sebelumnya. Secara singkat dapat juga disimpulkan bahwa tugas
pendidik dalam Islam adalah mendidik peserta didik dengan cara mengajar dan
dengan cara lainnya, menuju tercapainya perkembangan maksimal sesuai dengan
nilai-nilai Islam.

Pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.


Sebagaimana yang diuraikan oleh Wiji Suwarno bahwa : Pendidik adalah orang
yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat
kemanusiaan yang lebih tinggi. Sedangkan secara akademis, pendidik adalah
tenaga kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdi diri dan diangkat

1
Ag. Soejono, Pendidikan Ilmu Pendidikan Umum, (Bandung : CV. Ilmu, 1982), h. 63-65

4
untuk menjunjung penyelenggaraan pendidikan yang berkualifikasi sebagai
pendidik, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan khususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Pendidik juga diartikan sebagai orang
dewasa yang membimbing anak agar si anak tersebut bisa menuju kearah
kedewasaan. Pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dengan sasarannya adalah anak didik.2

3. Syarat dan Karakteristik Pendidik

Tugas sebagai pendidik adalah merupakan suatu tugas yang luhur dan berat.
Dipundak para pendidik  terletak nasib suatu bangsa. Maju atau mundurnya suatu
negara dimasa mendatang banyak bergantung pada keberhasilan atau tidaknya
barisan barisan para pendidik dan mengemban misinya. Syarat- syarat pendidik
diantaranya sebagai berikut:

 Takwa kepada Allah. Seorang Pendidik tidak mungkin mendidik anak agar
bertaqwa kepada Allah  jika ia sendiri tidak bertaqwa kepada-Nya.

 Berilmu. Pendidik harus mempunyai ilmu pengetahuan dan keahlian


mengajar.

 Sehat jasmani dan rohani. Jasmani yang tidak sehat akan menghambat
pelaksanaan pendidikan. Bahkan dapat membahayakan anak didik bila
mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila juga berbahaya
bila ia mendidik.

 Berkelakuan baik.Budi pekerti Guru angat pening dalam mendidik watak


murid. Guru harus menjadi suri tauladan karena peserta didik bersifat suka
meniru.

Adapun karakteristik guru adalah pelengkap dari syarat menjadi seoran guru.
Karakteristik / sifat dapat juga dikatakan syarat minimal yang harus dipenuhi oleh
pendidik. Al-abrasyi menyebutkan bahwa pendidik dalam islam sebaiknya
2
Uyoh Sadulloh, Pedagogik Ilmu Mendidik, (Bandung: Alfabeta, 2011), 128

5
memiliki  sifat pendidik sebagai berikut: Zuhud, bersih tubuhnya, bersih jiwanya
tidak riya’, tidak memendam rasa dendam dan iri hati, tidak menyenangi
permusuhan, ikhlas dalam melaksanakan tugas, sesuai perbuatan dengan
perkataan, tidak malu mengakui ketidak tahuan, bijaksana, tegas dalam perkataan
dan perbuatan tetapi tidak kasar, rendah hati, lemah lembut, pema’af, sabar,
berkepribadian,tidak merasa rendah diri, bersifat kebapakan atau keibuan,
mdanengetahui karakter murid.

2.2. Hakikat Peserta Didik

1. Makna Peserta Didik

Dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, semua makhluk pada dasarnya


adalah peserta didik.Sebab, dalam Islam, sebagai murabbi, mu’allim, atau
muaddib, Allah Swt pada hakikatnya adalah pendidik bagi seluruh makhluk
ciptaan-Nya. Dialah yang mencipta dan memelihara seluruh makhluk.
Pemeliharaan Allah Swt mencakup sekaligus kependidikan-Nya, baik dalam arti
tarbiyah, ta’alim, maupun ta’adib. Karenanya, dalam perspektif falsafah
pendidikan Islam, peserta didik itu mencakup seluruh makhluk Allah Swt, seperti
malaikat, jin, manusia, tumbuhan, hewan, dan sebagainya. Namun, dalam arti
khusus dalam perspektif falsafah pendidikan Islami peserta didik adalah seluruh
al-insan, al- basyar, atau bany adam yang sedang berada dalam proses
perkembangan menuju kepada kesempurnaan atau suatu kondisi yang dipandang
sempurna (alInsan al-Kamil). Terma al-Insan, albasyar, atau bany adam dalam
defenisi ini memberi makna bahwa kedirian peserta didik itu tersusun dari unsur-
unsur jasmani, ruhani, dan memiliki kesamaan universal, yakni sebagai makhluk
yang diturunkan atau dikembangbiakan dari Adam a.s. kemudian, terma
perkembangan dalam pengertian ini berkaitan dengan proses mengarahkan
kedirian peserta didik, baik dari fisik (jismiyah) maupun diri psikhis (ruhiyah) –
aql, nafs, qalb – agar mampu menjalankan fungsi-fungsinya secara sempurna.
Misalnya, ketika dilahirkan, fisik manusia dalam keadaan lemah dan belum

6
mampu mengambil atau memegang benda dan kaki belum mampu melangkah
atau berjalan.3

Dari hal tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa peserta didik
merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain
(pendidik) untuk membantu mengarahkan serta mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Potensi yang dimilki tidak akan tumbuh dan berkembang secara
optimal tanpa bimbingan pendidik. Karena itu, pendidik perlu pemahaman secara
konkrit tentang peserta didik. Untuk itu, perlu diperjelas beberapa diskripsi
tentang hakikat peserta didik serta implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:

 Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya
sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap
mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan engan pendidikan orang
dewasa, baik dalam aspek metode mengajar, materi yang diajarkan,sumber
bahan yang digunakan, dan lain sebagainya.

 Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi


perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk
diketahui agar aktivitas pendidikan Islam diesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya dilalui oleh peserta didik.
Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik
ditentukan oleh faktor usiadan periode perkembangan atau pertmbuhan
potensi yang dimilikinya.

 Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang


menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
Diantara kebutuhan tersebut adalah; kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa
aman, harga diri, realisasi diri, dan lain sebagainya. Kesemuaan itu penting

3
Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami : Membangun Kerangka Ontologi, Epistomologi dan Aksiologi
Praktik Pendidikan (Bandung : Cipta Pustaka Media Perintis, 2008), Cet. I, hlm. 148

7
dipahami oleh pendidik agar tugas-tugas kependidikannya dapat berjalan
secara baik dan lancer.4

 Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, baik yaitu jasmani
dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya pisik yang menghendaki latihan
dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara
unsur rohaniah memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk
mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya di arahkan
untuk mengasah daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional.
Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan
akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu proses pendidikan
Islam hendaknya dilakukan dengan memandang peserta didik secara utuh.
Dalam dataran praktis pendidikan Islam bukan hanya mengutamakan
pendidikan salah satu aspek saja, melainkan kedua aspek secara integral
dan harmonis. Bila tidak maka pendidikan tidak akan mampu menciptakan
out put yang memiliki kepribadian utuh, akan tetapi malah sebaliknya
yaitu kepribadian yang ambigu.5

 Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Disini tugas pendidik
adalah membantu mengembangkan dan mengarahkan perkembangan
tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa melepas
tugas kemanusiaannya.

2. Tugas Peserta Didik

Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang


diinginkan, maka setiap peserta didik hendaknya senantiasa menyadari tugas dan
kewajibannya. Menurut Asma Hasan Fahmi, di antara tugas dan kewajiban yang
perlu dipenuhi peserta didik adalah:
4
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis (Jakarta Selatan:
Ciputat Pers, 2002), hlm. 49.
5
Ibid.

8
 Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum ia
menuntut ilmu.

 Hendaklah tujuan belajar ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat


keutamaan.

 Memiliki kemampuan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu


berbagai tempat.

 Wajib menghormati pendidiknya.

 Belajar dengan sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar

Al-Abrasyi menambahkan bahwa tugas peserta didik adalah:

 Membersihkan sifat buruk sebelum belajar.

 Niat belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan berbagai


fadhilah.

 Hendaknya bersedia meninggalkan keluarga dan tanah air untuk mencari


ilmu ke tempat yang jauh sekalipun.

 Jangan suka sering menukar guru, kecuali dengan pertimbangan yang


matang.

 Wajib menghormati pendidik

 Jangan melakukan aktivitasi ketika belajar kecuali atas izin dan petunjuk
pendidik.

 Memaafkan guru jika ia bersalah, terutama dengan menggunakan


lidahnya.

 Bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan tekun dalam belajar.

 Saling mengasihi antar sesama peserta didik.

 Bergaul dengan baik dengan guru-gurunya.

9
 Peserta didik hendaknya mengulang setiap pelajaran dan menyusun jadwal
belajar dengan baik guna meningkatkan kedisiplinannya.

 Menghargai ilmu dan bertekad untuk menuntut ilmu sampai akhir hayat.

semua hal di atas cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta didik, sekaligus
dijadikan sekaligus pegangan dalam menuntut ilmu.

3. Sifat-sifat Ideal Peserta Didik

Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar, baik langsung maupun tidak
langsung. Al-Ghazali merumuskan sebelas pokok sifat-sifat yang patut dimiliki
peserta didik, yaitu sebagai berikut:

 Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT.

 Rendah hati

 Mensucikan diri dari segala keburukan

 Taat dan istiqamah.

 Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibanding masalah ukhrowi.

 Bersifat rendah hati dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk


kepentinganpendidiknya.

 Menjaga pikiran dari pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.

 Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji.

 Belajar dengan bertahap dengan mulai pelajaran yang mudah6

Selain itu, peserta didik perlu merenungkan pemikiran Ali bin Abi Tholib
daalam ungkapannya, “Ingatlah, engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu keculi
dengan enam syarat, aku akan menjelaskan padamu dengan jelas, yaitu
kecerdasan (akal), motivasi atau kemauan yang keras, sabar, alat (sarana),
6
Ramayulis, Filsafat Pendidikan …hal.399

10
petunjuk guru, dan teru-menerus (kontinu) atau tiak cepat bosan dalam mencari
ilmu.”

2.3. Hubungan Pendidik dan Peserta Didik

Pada hakikatnya, pendidik dan peserta didik itu bersatu. Mereka dalam satu jiwa,
terpisah dalam raga. Raga mereka boleh terpisah, tetapi mereka tetap satu sebagai
“Dwi Tunggal” yang kokoh bersatu. Posisi merekan boleh berbeda, tetapi tetap
seiring setujuan, bukan seiring tetapi tidak setujuan. Kesatuan jiwa pendidik dan
peserta didik tidak dapat dipisahkan oleh dimensi ruang dan waktu.
Pendidik dan peserta didik mempunyai hubungan satu sama lain, yaitu sebagai
berikut:
1. Pelindung
Orang dewasa selalu menjaga dan memperhatikan kepada peserta didik.
Dengan demikian peserta didik selalu diberi perlindungan baik jasmaniah maupun
rohaniah. Selain itu juga diberi  perlindungan dengan jalan memberi pelajaran
kepada peserta didik untuk dapat mengendalikan diri atas perbuatan dan ucapan.
Pendidik selalu menjaga anak didiknya agar tidak merugikan dirinya baik secara
langsung maupun tidak langsung.
2. Menjadi teladan
Orang tua atau pendidik secara sengaja atau tidak akan menjadi teladan
bagi Si Anak yang ingin berbuat serupa dengan orang dewasa. Pendidik selalu
berbuat dihadapan anak dan selalu berbuat bersama-sama dengan anak. Maka
perlu bagi pendidik untuk memperhatikan segala gerak-geriknya dalam berbuat
dan percakapannya dengan anak.
3. Pusat mengarahkan pikiran dan perbuatan
Pendidik acap kali mengikut sertakan peserta didik dengan apa-apa yang
dipikirkan, baik yang menggembirakan ataupun dengan apa yang sedang
dipertimbangkan. Jadi, menjelaskan berbagai hal kepada peserta didik mengenai
apa yang dipikirkan. Anak diajak memahami serta menerima pendirian dari
pendidiknya. Peserta didik diturut sertakan ke dalam kehidupan pendidik dengan

11
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanggung jawab dan
merangsang makin bertanggung jawab, juga mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan kepentingannya sendiri. Di dalam hal-hal tertentu hendaknya anak dapat
diberikan tanggungjawab penuh.
4. Pencipta perasaan bersatu
Peserta didik seolah-olah telah terbiasa di dalam suasana perasaan bersatu
dengan pendidik. Dari suasana ini anak mendapatkan pengalaman dasar untuk
hidup bermasyarakat, antara lain:

 Saling percaya mempercayai

 Rasa setia

 Saling meminta dan memberi

Untuk memiliki perasaan-perasaan tersebut, anak dipersiapkan hidupnya di dalam


suatu lingkungan keluarga yang teratur, dapat memberikan pimpinan dalam
hidupnya. Selalu menunjukan kasih sayang, kesetiaan, percaya agar dapat menjadi
contoh dari pada peserta didiknya. Sebagai pendidik harus pandai menciptakan
suasana, sebagai alat pemersatu di dalam keluarga.

12
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN

Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik.  Secara
umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab untuk mendidik.
Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sedangkan
peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan
bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkan serta
mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Pendidik dan peserta didik mempunyai tugas masing-masing untuk


mencapai tujuan pendidikan. Selain itu, untuk mencapai tujuan yang diinginkan
seorang guru harus memiliki syarat dan sifat yang telah dibahas pada bab
sebelumnya yang salah satunya adalah bertaqwa pada Allah. Peserta didik juga
harus tunduk dan patuh pada pendidik agar mendapatkan ilmu yang diajarkan oleh
pendidik.

Pada dasarnya, pendidik dan peserta didik merupakan dwi tunggal yang
kokoh bersatu. Keduanya, memiliki hubungan yang erat. Dalam rangka
memperkokoh hubungan keduanya, harus ditanamkan kasih sayang,
penghormatan serta kepercayaan anatar pendidik dan peserta didik.

3.2. Saran
Disarankan kepada mahasiswa agar mencari lebih banyak lagi informasi
mengenai esensi pendidik dan peserta didik dalam perspektif filsafat pendidikan
islam. Dari berbagai sumber sehingga mahasiswa lebih paham.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Aziz, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras

Ahmad Falah, 2010, Aspk-Aspek Pendidikan Islam, Yogyakarta: Idea Pres

Ahmad Tafsir, 2005, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT


Remaja Rosdakarya Offset

Bukhari Umar, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah

Hasan Basri, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia

Muhammad Roqib, 2009, Ilmu pendidikan Islam, Yogyakarta:PT Lki Printing


Cemerlang

Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan
Prktis,Jakarta: Ciputat Pres

Zakiah Darajat, 2011, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara

14

Anda mungkin juga menyukai