Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Perkembangan Filsafat Ilmu


Disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah
" FILSAFAT ILMU "

Dosen Pembimbing Nur Aini, M. Pd.

Disusun oleh:
A.Sugiyanto
Apriliyanti
Azizah
Daud
Akhmadi
Asnawi

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AQIDAH USYMUNI


TARATE PANDIAN SUMENEP
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
Filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan Filsafat.
Filsafat telah berhasil merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia
dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Dengan Filsafat, pola fikir yang
selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada
rasio.
Pada pekembangan selanjutnya ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang
membutuhkan pendekatan, sifat, obyek, tujuan dan ukuran yang berbeda antara
disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Pada gilirannya, cabang ilmu
semakin subur dengan segala viariasinya. Namun tidak dapat juga dipungkiri
bahwa ilmu yang semakin terspesialisasi itu semakin menambah sekat-sekat
antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain, sehingga muncul
arogansi ilmu yang satu terhadap ilmu yang lain. Tidak hanya sekedar sekat-
sekat antar displin dan arogansi ilmu, tetapi yang terjadi adalah terpisahnya ilmu
itu dengan nilai luhur ilmu, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia. Bahkan
tidak mustahil terjadi, ilmu menjadi bencana bagi kehidupan manusia, seperti
pemanasan global dan dehumanisasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa suatu sisi ilmu berkembang
dengan pesat, disisi lain, timbul kekhawatiran yang sangat besar terhadap
perkembangan ilmu itu karena tidak ada seorangpun atau lembaga yang meiliki
otoritas untuk menghambat implikasi negatif dari ilmu. Dari uraian tersebut
akan dijabarkan dalam pembahasan perkembangan filsafat ilmu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Filsafat Ilmu pada zaman Yunani Kuno?
2. Bagaimana Filsafat Ilmu sejak munculnya Rennaisance?
3. Bagaimana Filsafat Ilmu zaman Modern?
4. Bagaimana Filsafat Ilmu era kontemporer?
C. Tujuan Masalah
1. Bisa mengetahui Filsafat Ilmu pada zaman Yunani Kuno
2. Bisa mengetahui Filsafat Ilmu sejak munculnya Rennaisance
3. Bisa mengetahui Filsafat Ilmu zaman Modern
4. Bisa mengetahui Filsafat Ilmu era kontemporer
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Filsafat Ilmu
Sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan perkembangannya
tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri secara
keseluruhan. Menurut Lincoln Cuba, sebagai yang dikutip oleh Ali Abdul Azim,
bahwa kita mengenal tiga babakan perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu
di Barat yaitu era prapositivisme, era positivisme dan era pasca modernisme. Era
prapositivisme adalah era paling panjang dalam sejarah filsafat ilmu yang
mencapai rentang waktu lebih dari dua ribu tahun. Dalam uraian ini, penulis
cenderung mengklasifikasi perkembangan filsafat ilmu berdasarkan ciri khas yang
mewarnai pada tiap fase perkembangan. Dari sejarah panjang filsafat, khususnya
filsafat ilmu, penulis membagi tahapan perkembangannya ke dalam empat fase,
yaitu pertama, Filsafat Ilmu Zaman Yunani Kuno, yang dimulai sejak munculnya
filsafat sampai dengan munculnya Renaisance, kedua, Filsafat Ilmu sejak
munculnya Rennaisance sampai memasuki era positivisme, ketiga, Filsafat Ilmu
zaman Modern, sejak era Positivisme sampai akhir abad kesembilan belas, dan
keempat, Filsafat Ilmu era kontemporer yang merupakan perkembangan mutakhir
Filsafat Ilmu sejak awal abad keduapuluh sampai sekarang.
Perkembangan Filsafat ilmu pada keempat fase tersebut akan penulis
uraikan dengan mengedepankan aspek-aspek yang mewarnai perkembangan
filsafat ilmu di masanya sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase
tersebut yang membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di
samping itu penulis juga akan mengungkap tentang peran filosof muslim dalam
perkembangan filsafat ilmu ini, walaupun bukan dalam suatu fase tersendiri.
1. Filsafat Ilmu Zaman Yunani Kuno
Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal
manusia pada masa Yunani Kuno. Zaman Yunani Kuno ini ada yang
menyebutnya dengan zaman filosofi alam, sebab tujuan filosofi mereka
adalah memikirkan soal alam besar. Darimana terjadinya alam, itulah yang
menjadi soal bagi para filosof pada saat itu.1 Di Miletos suatu tempat
perantauan Yunani yang menjadi tempat asal mula munculnya filsafat,
ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir (baca: filosof) besar seperti
Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Pemikiran filsafat yang memiliki
ciri-ciri dan metode tersendiri ini berkembang terus pada masa selanjutnya.
Pada zaman Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang
tidak terpisahkan. Keduanya termasuk dalam pengertian episteme yang
sepadan dengan kata philosophia. Pemikiran tentang episteme ini oleh
Aristoteles diartikan sebagaian organized body of rational konwledge with
its proper object. Jadi filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan
yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles selanjutnya pengetahuan
rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang disebutnya dengan
praktike (pengetahuan praktis), poietike (pengetahuan produktif), dan
theoretike (pengetahuan teoritis).

Pemikirannya hal tersebut oleh generasi-generasi selanjutnya

memandang bahwa Aristoteleslah sebagai peletak dasar filsafat ilmu.

Selama ribuan tahun sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika

Aristoteles diterima di Eropa sebagai otoritas yang besar. Para pemikir

waktu itu mengaggap bahwa pemikiran deduktif (logika formal atau

sillogistik) dan wahyu sebagai sumber pengetahuan.

2. Filsafat Ilmu Era Rennaisance

Peralihan dari abad pertengahan ke abad modern ditandai dengan suatu

era yang disebut dengan Rennaisance. Dalam era Rennaisance ini,

perhatian diarahkan pada bidang seni lukis patung, arsitektur, music,

sastra, filsafat, ilmu pengetahuan dan tehnologi. Pada era ini terkenal

dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berfikir dan


1
Mohammad Hatta, 1986, “Alam Pikiran Yunani”, Cetakan ke- 3, Penerbit UI Press bekerjasama
dengan Penerbit Tintamas, Jakarta. Hal. 6
berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas gereja yang selama ini

mengungkung kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan

ilmu pengetahuan. Pendobrakan terhadap kegelapan dan pembelenguan

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan inilah yang menyebabkan era

ini disebut masa kecerahan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.2

Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh

metode dan pandangan baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican

Revolution yang dipelopori oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus

(1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727)

yang mengadakan pengamatan ilmiah serta metode-metode eksperimen

atas dasar yang kukuh.

Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang

ditandi dengan munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di

ambang masuknya zaman modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu

pengetahuan.

Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh

mencari untung namun harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu

harus mencari untung artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan

manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu berkembang

dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia. Pengetahuan manusia hanya

berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia; human knowledge adalah

human power.

Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode

eksperimental dana matematis memasuki abad XVI mengakibatkan

2
Koento Wibisono Siswamiharjo, 1999, “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai
kelahiran dan Perkembangannya Sebagai Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu”, UGM,
Yokyakarta, hal. 12
pandangan Aritotelian yang menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya

ditinggalkan secara defenitif.

3. Filsafat Ilmu Era Positivisme

Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat Ilmu memasuki Era

Positivisme. Peletak dasar sekaligus merupakan tokoh terpenting dalam

aliran filsafat positivisme adalah Auguste Comte (1798-1857). Aliran

filsafat ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, factual, dan positif

serta menolak metafisika.3 Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai

dengan evaluasi yang sangat terhadap ilmu dan metode ilmiah. Aliran

filsafat ini berawal pada abad XIX. Pada abad XX tokoh-tokoh positivisme

membentuk kelompok yang terkenal dengan Lingkaran Wina, di antaranya

Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto Neurath

dan Moritz Schlick.

Pada penghujung abad XIX (sejak tahun 1895), pada Universitas

Wina Austria telah diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan

Induktif. Hal ini memberikan indikasi bahwa perkembangan filsafat ilmu

telah memasuki babak yang cukup menentukan dan sangat berpengaruh

terhadap perkembangan dalam abad selanjutnya.

Memasuki abad XX perkembangan filsafat ilmu memasuki era baru.

Sejak tahun 1920 panggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh

aliran positivisme Logis atau yang disebut Neopositivisme dan Empirisme

Logis. Aliran ini muncul dan dikembangkan oleh Lingkaran Wina (Winna

Circle, Inggris, Wiener Kreis, Jerman). Aliran ini merupakan bentuk

ekstrim dari Empirisme. Aliran ini dalam sejarah pemikiran dikenal

dengan Positivisme Logic yang memiliki pengaruh mendasar bagi perkem-

3
Harun Hadiwijono, 1983, “Sari Sejarah Filsafat Barat I”, Kanisius, Yokyakarta, hal.108
bangan ilmu. Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah.

Pertama, Emperisme dan Positivisme. Kedua, metodologi ilmu empiris

yang dikembangkan oleh ilmuwan sejak abad XIX, dan Ketiga,

perkembangan logika simbolik dan analisa logis.

Secara umum aliran ini berpendapat bahwa hanya ada satu sumber

pengetahuan yaitu pengalaman indrawi. Selain itu mereka juga mengakui

adanya dalil-dalil logika dan matematika yang dihasilkan lewat

pengalaman yang memuat serentetan tutologi -subjek dan predikat yang

berguna untuk mengolah data pengalaman indrawi menjadi keseluruhan

yang meliputi segala data itu.

Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua masalah, yaitu analisa

pengetahuan dan pendasaran teoritis matematika, ilmu pengetahuan alam,

sosiologi dan psikologi. Menurut mereka wilayah filsafat sama dengan

wilayah ilmu pengetahuan lainnya.

Tugas filsafat ialah menjalankan analisa logis terhadap pengetahuan

ilmiah. Filsafat tidak diharapkan untuk memecahkan masalah, tetapi untuk

menganalisa masalah dan menjelaskannya. Jadi mereka menekankan

analisa logis terhadap bahasa. Trend analisa terhadap bahasa oleh Harry

Hamersma dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada abad XX, di

mana filsafat cenderung bersifat Logosentrisme.

4. Filsafat Ilmu Kontemporer

Pada zaman ini lazim disebut logosentris, artinya teks yang menjadi

tema sentral diskursus para filosof. Tema yang menguasai refleksi filosofis

abad ke- 20 adalah pemikiran tentang bahasa.4 Perkembangan Filsafat

Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof-filosof yang

4
K. Bertens, 1983, “Filsafat Barat Abad XX”, Gramedia, Jakarta, hal. 17
memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai

sekarang.

Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya

menadai babak baru sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu

zaman yang kemudian di sebut zaman Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru.

Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori falsifikasi-nya, Popper menjadi

orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan dominasi aliran

positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya

tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu

zaman filsafat ilmu yang baru yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn.

Para tokoh filsafat ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul

Feyerabend, N.R. Hanson, Robert Palter dan Stephen Toulmin dan Imre

Lakatos memiliki perhatian yang sama untuk mendobrak perhatian besar

terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam upaya

mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan

kegiatan ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai

pemberontakan terhadap Positivisme.

Thomas S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak dari

gagasan-gagasannya yang banyak direkam dalam paradigma filsafatnya

yang terkenal dengan The Structure of Scientific Revolutions (Struktur

Revolusi Ilmu Pengetahuan).

Kuhn melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada Benda yang

benda seperti yang ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historitas

filsafat Ilmu sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa teori ilmu

pengetahuan itu terus secara tak terhingga mengalami revolusi. Ilmu tidak
berkembang secara komulatif dan evolusioner melainkan secara

revolusioner.

Salah seorang pendukung aliran filsafat ilmu Baru ialah Paul

Feyerabend (Lahir di Wina, Austria, 1924) sering dinilai sebagai filosof

yang paling kontroversial, paling berani dan paling ekstrim. Penilaian ini

didasarkan pada pemikiran keilmuannya yang sangat menantang dan

provokatif. Berbagai kritik dilontarkan kepadanya yang mengundang

banyak diskusi dan perdebatan pada era 1970-an.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia untuk
membangun ilmu. Sebab, filsafat ilmu akan menyelidiki, menggali, dan
menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua tentang hakikat ilmu.
Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa fi lsafat ilmu merupakan
akar dari semua ilmu dan pengetahuan. Filsafat ilmu merupakan telaah kefi
lsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Dengan
demikian, fi lsafat ilmu sangatlah penting peranannya bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Tentu juga, filsafat ilmu sangat bermanfaat bagi manusia untuk
menjalani berbagai aspek kehidupan.Fungsi filsafat ilmu adalah untuk
memberikan landasan fi losofi k dalam memahami berbagi konsep dan teori
sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah.
Selanjutnya dikatakan pula, bahwa fi lsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu:
sebagai confi rmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif
antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation, yakni berupaya
menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.

Pemikiran filsafat Yunani Kuno mencapai puncaknya pada masa Aristoteles (384
SM-322 SM). Ia mengatakan bahwa tugas utama ilmu pengetahuan ialah mencari
penyebab objek yang diselidiki. Kekurangan utama para filosof sebelumnya
adalah mereka tidak memeriksa semua penyebabnya.

Ciri utama filsafat pada masa Renaissance adalah rasionalisme, yang menetapkan


bahwa kebenaran berpusat dari akal, tetapi setiap akal bergantung padsa sujek
yang menggunakannya. oleh karena itu, seorang filosof rasionalis menekankan
bahwa berfikir sebagai wujud keberadaan diri, jika seorang berfikir berarti ia ada.

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-


satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data.

Filsafat kontemporer adalah periode dalam sejarah filsafat Barat yang dimulai


pada akhir abad ke-19, ditandai dengan suatu proses profesionalisasi disiplin
keilmuan filsafat dan munculnya filsafat analitik dan filsafat kontinental beserta
perdebatan di antara kedua kubu filsafat ini.

Filsafat Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut


kehidupanpada masa saat ini.
Pada Filsafat Kontemporer terjadi pergeseran gaya berpikir dan corak pemikiran
filsafat
Filsafat kontemporer memiliki sifat yang sangat heterogen
Filsafat Kontemporer menyaratkan kebebasan,dan tidak selalu harus simetris

Daftar Pustaka
Baidlowi, Ahmad & Imam Baehaqie (Penerjemah), “Filsafat Politik Kajian
Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern”, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta,2002
Darmodiharjo, Darji, dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
Cetakan VI, Mei 2006
Harun Hadiwijono, “Sari Sejarah Filsafat Barat I”, Kanisius, Yokyakarta, 1983
K. Bertens, “Filsafat Barat Abad XX”, Gramedia, Jakarta, 1983
Koento Wibisono Siswamiharjo, “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum
Mengenai kelahiran dan Perkembangannya Sebagai Pengantar Untuk Memahami
Filsafat Ilmu”, UGM, Yokyakarta, 1999
Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, Cet II, Badan Penerbit Iblam, Jakarta, 2006
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum : Idealisme Filosofi s dan Problema
Keadilan, PT. RajaGrafi ndo Persada, Jakarta, 1994
Mohammad Hatta, “Alam Pikiran Yunani”, Cetakan ke- 3, Penerbit UI Press
bekerjasama dengan Penerbit Tintamas, Jakarta, 1986

Anda mungkin juga menyukai