Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah pengajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah sudah

saatnya dipikirkan, dianalisa, dan diidentifikasi masalahnya secara lebih

serius. Karena masalah pengajaran pendidikan agama disekolah selain

memiliki masalah yang tidak sedikit, sekaligus juga mendalam.

Tugas dan tanggungjawab atas pendidikan agama islam di sekolah tidak

hanya pada guru agama saja, tetapi merupakan tanggung jawab sekolah secara

keseluruhan. Lingkungan sekolah harus mendukung dan menjadi laboratorium

bagi pengajaran pendidikan agama islam. Dengan demikian lingkungan dan

proses kehidupan semacam ini bagi para siswa benar-benar bisa memberi

pendidikan dan pelatihan ”bagaimana caranya belajar beragama ?”.1

Proses belajar mengajar merupakan suatu kesatuan kegiatan yang integral

antara guru yang mengajar dalam suatu situasi yang bersifat intruksional dengan

siswa untuk mendapatkan hasil yang optimal. Proses belajar mengajar juga

merupakan proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas

dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam suasana edukatif untuk

mencapai tujuan tertentu. lnteraksi timbal balik itu merupakan syarat utama bagi

berlangsungnya proses belajar mengajar. Hanya saja keterpaduan antara proses

belajar siswa dengan proses mengajar guru dalam interaksi timbal baliknya yang

1
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (PT.IMTIMA, 2007
hlm 2)
2

edukatif tidak datang dengan sendirinya melainkan perlu pengaturan dan

perencanaan yang seksama. Setelah itu proses belajar mengajar yang berlangsung

perlu dilakukan secara sistematis dalam kerangka suatu sistem yang memiliki

komponen – komponen yang saling berhubungan secara fungsional.

Prilaku belajar pada pihak siswa dan prilaku mengajar pada pihak guru

tidak berlangsung hanya pada satu arah, tetapi terjadi secara timbal balik dimana

kedua belah pihak berperan dan berbuat secara aktif dalam sesuatu dan disepakati

bersama-sama. Tujuan interaksi merupakan titik temu dan bersifat mengikat serta

mengarahkan aktivitas dari kedua belah pihak.

Dengan demikian kriteria keberhasilan dari rangkaian keseluruhan atau proses

interaksi atau belajar mengajar tersebut hendaknya ditimbang atau di evaluasi

untuk melihat tercapai tidaknya tujuan.

Untuk dapat mengatur dan merencanakan pelaksanaan proses belajar

mengajar terutama dalam pendidikan formal, keberadaan guru memegang peranan

yang sangat penting dan dominan. Selain itu, potensi seorang guru juga amat

diperlukan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar demi lancarnya tujuan

yang diharapkan. Sebab keberhasilan proses belajar mengajar tidak saja

ditentukan oleh sekolah pula dan isi kurikulum saja, tetapi ditentukan oleh

kompetensi seorang guru itu sendiri dalam mengajar dan membimbing anak

didiknya. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih.

Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar

berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan melatih berarti mengembangkan katerampilan-keterampilan pada


3

siswa2.

Kompetensi adalah kemampuan dasar yang perlu dimiliki guru sebagai

pendidik dan pengajar untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

secara professional3. Kompetensi guru pada mulanya diperoleh melalui Presevie

training yang kemudian dikembangkan dalam pekerjaan professional guru dan

dibina melalui in service training4. Kompetensi guru ini meliputi kompetensi

kepribadian, kompetensi penguasaaan atas bahan dan kompetensi cara-cara

mengajar. Ketiga aspek tersebut harus berkembang secara selaras dan tumbuh

terbina menjadi kepribadian guru lebih lanjut mengenai kompetensi guru

menjelaskan beberapa kompetensi guru yang dituangkan dalam kode etik guru

yang meliputi : ,5

1. Mengembangkan kepribadian diri sendiri

2. Mengembangkan kepribadian dalam masyarakat

3. Mengembangkan sifat terpuji yang disyaratakan untuk menjadi seorang

guru

4. Menguasai landasan pendidikan

5. Mengusai bahan pelajaran menguasai dan melaksanakan program

pengajaran

6. Menilai hasil proses belajar mengajar

7. Menyelenggarakan program bimbingan

8. Menyelenggarakan administrasi sekolah

2
Usman, Uzer, Moh., Menjadi Guru Profesionamel, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995.
3
Sudjana Nana, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito, 1988
4
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyaakarta, 1994
5
Mudiharjo Redja, Dasar-dasar Pengembngan Guru dan Profesinya (Dasar-dasar Kepndidikan),
Bandung: IKIP, 1990
4

9. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kerberadaan guru dan

kompetensi guru dalam proses belajar mengajar amat menentukan dalam

keberhasilan proses belajar mengajar.

Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing

minimal memiliki dua fungsi yakni fungsi moral dan kedinasan. Tinjauan secara

umum guru dengan segala perannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi

moralnya. Sebab walaupun dalam situasi kedinasan, seorang guru tidak dapat

melepaskan fungsi moralnya. Oleh karena itu guru dalam melaksanakan tugasnya

sebagai pendidik dan pembimbing juga diwarnai oleh fungsi moral itu, yakni

dengan wujud bekerja dengan sukarela, tanpa pamrih dan semata-mata demi

panggilan hati nurani dan disebut juga dengan istilah roeping. Dengan ini maka

ada tiga alternatif yang perlu diperhatikan oleh para guru dalam menjalankan

tugas pengabdiannya yakni karena :

1. Merasa terpanggil

2. Mencintai dan menyayangi anak didik

3. Mempunyai rasa tanggung jawab secara penuh dan sadar akan

tugasnya

Ketiga hal tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara yang

satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu merasa terpanggil hati nuraninya untuk

mendidik, maka ia harus mencintai anak didik dan menyadari sepenuhnya apa

yang ada dalam panggilan hati nuraninya. Karena merasa bertangung jawab secara

penuh atas keberhasilan pendidikan anak didiknya, konsep inilah yang harus
5

dipegang teguh oleh guru dalam upaya mendidik dan membimbing para anak

didiknya6

Sejalan dengan tugas guru sebagai pendidik dan pembimbing diatas,

Hadari Nawawi (1993 : 108-111)7 mengemukakan bahwa setiap pendidik hanya

akan mampu melaksanakan fungsi tersebut apabila :

1. Berwibawa

Wibawa diartikan sebagai sikap dan penampilan yang akan menimbulkan

rasa segan dan rasa hormat, sehingga peserta didik merasa memperoleh

pengayoman dan perlindungan .

2. Memiliki Sikap Tulus Ikhlas dan Kepribadian

Sikap tulus ikhlas dari hati yang rela berkorban untuk peserta didik yang

diwarnai juga kejujuran keterbukaan dan kesabaran, sikap ini merupakan motivasi

untuk melakukan pengabdian dalam pengembangan peranan sebagai pendidik.

Pendidik yang berbuat tanpa pamrih seperti itu setiap kali menemui kekurangan

kelemahan dan kebodohan peserta didik selalu terdorong untuk membantunya

agar menjadi baik dan benar sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan mampu

menjalankan fungsinya kekhalifahan pada usia tingkat masing-masing.

3. Keteladanan

Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surata AI-Ahzab ayat 21 menyuruh

kita mendidik untuk meneladani Rasulullah SAW.

Dari uraian diatas fungsi dan peran guru sebagai pendidik dan

pembimbing belajar akan berdampak luas dalam kehidupan serta perkembangan

6
Sardiman, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar, Jakarta : Radja Grafindi Persada, 1996
7
Hadari Nawawi (1993 : 108-111)
6

masyarakat pada umumnya .

Guru agama Islam sebagai pengembang dan penanggung jawab bidang

studi pendidikan agama Islam mempunyai tugas, (1) Mengajar ilmu pengetahuan

agama Islam (2) Menananmkan keimanan kedalam jiwa anak didik (3) Mendidik

anak taat menjalankan ajaran agama dan (4) Berbudi pekerti yang mulia.8

Dari uaraian diatas Depdiknas (2001:8) menyatakan bahwa pendidikan

agama islam adalah : Upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik

untuk mengenal, memahami, menghayati hingga menikmati, bertaqwa, dan

berakhlaq mulia dalam menjalankan ajaran agama Islam dari sumber utamanya

kitab suci Al-Qur’an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan

latihan serta penggunaan pengalaman.9.

Dalam praktiknya, guru agama menjelaskan bahwa pada saat ia

menerangkan materi tentang aqidah, ia lebih berceramah disertai dengan tanya

jawab, sedangkan bila materi yang diajarkan berkenaan dengan ibadah disamping

berceramah, ia juga mendemontrasikan cara-cara melakukannya, bahkan

terkadang dibantu oleh siswanya menghadapi materi aqidah akhlak , guru agama

menerangkan bahwa metode yang digunakan adalah bercerita dan berdiskusi, guru

agama melakukan usaha lainnya seperti mengadakan usaha lainnya seperti

mengadakan kegiatan ceramah keagamaan dalam setiap minggunya dimesjid

sekolah dan kegiatan keagamaan lainnya seperti kegiatan perayaan hari-hari besar

Islam, singkatnya dilihat dari sisi ini guru agama telah melaksanakan tugasnya

8
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (PT.IMTIMA, 2007
hlm 2)
9
Depdiknas, 2001
7

secara optimal .

Namun ironisnya prestasi siswa Kelas VI MIS Cimanjeti - Jayasari,

Langkaplancar pada pelajaran Akidah Akhlak cenderung menurun. Menurut

keterangan prestasi nilai pendidikan agama Islam khususnya Akidah Akhlak pada

siswa Kelas VI MI Cimanjeti-Jayasari yang berjumlah 16 orang kurang

memuaskan, Prestasi siswa kelas VI sekitar 9 % kurang memuaskan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan

antara peningkatan upaya guru agama Islam secara optimal disatu sisi dengan

menurunnya kualitas prestasi siswa pada bidang studi Aqidah Akhlaq. Kenyataan

ini menimbulkan sejumlah pertanyaan bagaimana sebenarnya proses belajar

mengajar pada bidang studi tersebut di MIS Cimanjeti Jayasari, Langkaplancar ?

Bagaimana sikap siswa terhadap kompetensi guru Akidah Akhlak? Bagaimana

kadar intensitas belajar mereka dalam bidang studi pendidikan agama Islam ?

bagaimana hubungan antara sikap siswa terhadap guru agama terahadap intensitas

belajar mereka dalam bidang studi pendidikan agama Islam ?. Sehingga,

pernyataan tersebut menjadi alasan utama bagi penulis untuk melaksananakan

sebuah penelitian dengan mengambil judul ” PENGARUH KOMPETENSI

GURU PADA INTENSITAS BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(Studi Penelitian di Kelas VI MIS Jayasari, Desa Jayasari,

Kec.Langkaplancar Kab.Ciamis)”
8

B. Rumusan Masalah

Uraian latar belakang masalah diatas memaparkan kesenjangan paktual

antara optimalnya proses belajar mengajar pada bidang studi Pendidikan Agama

Islam yang dikembangkan oleh guru agamanya dengan gejala menurunnya

prestasi belajar siswa dalam bidang studi Akidah Akhlak di MIS Cimanjeti

Jayasari, Langkaplancar, apabila kesenjangan tersebut dikembalikan pada subjek

pokok yaitu siswa yang mempunyai kewajiban untuk melakukan aktifitas belajar

dengan Intensitas yang optimal serta tuntutan untuk mempelajari

bidang studi Pendidikan Agama Islam khususnya Akidah Akhlak sebagai dalam

satu bidang di MI, maka kesenjangan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana sikap siswa terhadap kompetensi guru agama islam di MIS

Cimanjeti Jayasari, Langkaplancar ?

2. Bagaiman kadar intensitas belajar mereka dalam bidang studi Pendidikan

agama islam ?

3. Bagaimana hubungan sikap siswa terhadap kompetensi guru Agama

dengan intensitas belajar mereka dalam bidang studi Akidah akhlak ?

C. Tujuan dan Kegunaan Peneletian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Sikap siswa terhadap kompetensi guru agama di MIS Cimanjeti

Jayasari, Langkaplancar

2. Kadar intensitas belajar mereka dalam bidang studi pendidikan agama


9

Islam

3. Hubungan sikap siswa terhadap kompetensi guru agama dengan

intensitas belajar mereka dalam bidang studi pendidikan agama Islam.

Adapun kegunaannya :

1. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan

penulis dalam melakukan tugas pengajaran dalam bidang studi Pendidikan

Agama Islam khususnya Akidah Akhlak di Kelas VI MI Cimanjeti-

Jayasari.

2. Bagi Lembaga Pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan

dapat memberi gambaran mengenai kadar/tingkat intensitas belajar siswa.

3. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi

khususnya kepada para orang tua murid, konselor sekolah dan guru dalam

membimbing dan mendidik.

D. Kerangka Pemikiran

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi individu

dengan lingkungan10. Disamping itu, belajar juga merupakan suatu perubahan

dalam kepribadian (Usman,Efendi dan Juhaya S. Praja, 1986 : 103)11

Ali, Moh, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1993


10

Efendi, Usman, dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi, Bandung: Angkas, 1984
11
10

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

perubahan tingkah laku dan kepribadian. Perubahan itu mempunyai ruang lingkup

yang luas yang meliputi perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan,

sikap, kepribadian dan sebagainya.

Perubahan yang terjadi dalam diri individu yang diakibatkan belajar sangat

banyak dan beraneka ragam, baik sifat maupun jenisnya, akan tetapi tidak setiap

perubahan yang terjadi dalam setiap individu pada hasil belajarnya, oleh karena

itu perubahan dalam belajar mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

1. Perubahan yang disadari

2. Perubahan itu bersifat kontinyu dan fungsional

3. Perubahan yang bersifat positif dan aktif

4. Perubahan yang bukan bersifat momental dan bukan karena proses

kematangan , pertumbuhan dan perkembangan.

5. Perubahan yang bukan karena pengaruh obat-obatan atau penyakit tertentu

(Usman Efendi dan Juhaya S. Praja 1986 :105- 106)12

Perubahan yang diperoleh oleh individu setelah melalui proses belajar

adalah perubahan dalam keseluruhan tingkah laku secara integral. Jadi tidak hanya

satu aspek saja misalnya satu aspek motorik saja atau aspek kognitif saja. Jika

seseorang individu itu telah belajar sesuatu maka ia akan menjalani perubahan

secara menyeluruh dan integral, baik sikapnya, kebiasaannya, keterampilannya

maupun pengetahuannya.

Dengan demikian keseluruhan perubahan tersebut akan dapat terjadi

apabila siswa atau individu yang belajar melakukan aktivitas belajar secara
Efendi, Usman, dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi, Bandung: Angkas, 1984
12
11

konstan (permanen), kontinyu, disiplin, dan sungguh-sungguh. Oleh karena itu,

dapat dikatakan bahwa intensitas belajar dapat menjadi dasar bagi lahimya

perubahan tingkah laku individu secara konstruktif dan positif.

Intensitas belajar terdiri dari dua suku kata yaitu intensitas dan kata belajar,

kata intensitas yang dalam bahasa inggris disebut intencity secara etimologi

menurut kamus besar bahasa Indonensia (Depdikbud, 1988 : 355) 13 dibatasi

sebagai suatu keteladanan, berkenan dengan tingkatan atau ukuran (Kuat tidaknya,

bergelora tidaknya, mampu tidaknya, tinggi rendahnya dan lain-lain). (Moh. Ali

11: 134)14 menyebutkan bahwa intensitas adalah kedalaman, kesungguhan dan

kehebatan. Poerwadarmita (1985 : 384)15 mengatakan bahwa yang dimaksud

dengan intensitas adalah kehebatan dan kesungguh-sungguhan dalam

mengerjakan sesuatu.

Jadi yang dimaksud dengan intensitas belajar adalah suatu kemampuan

yang ditunjukan oleh kuat atau tingginya berbagai aspek baik fisik maupun psikis

untuk dapat mengubah sesuatu secara positif Berdasarkan pengalaman, latihan

dan interaksi dengan lingkungan.

Kaitan intensitas belajar dengan proses belajar mengajar dapat dijelaskan

bahwa keberhasilan proses belajar mengajar dapat ditentukan oleh intensitas

belajar di suatu anak didik disatu sisi dan guru yang kompeten disisi lainnya.

disamping itu agar anak didik memilki intensitas belajar yang diharapkan akan

menjunjung keberhasilan proses belajar mengajar, maka perlu dikondisikan

sikapnya.
13
Depdikbud, 1988 : 355
14
Ali, Moh, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1993
15
Poerwadarmita, 1985 : 384
12

Guru adalah figur sentral dalam dunia pendidikan, khususnya dalam

proses belajar mengajar, sebab peranannya sangat menentukan keberhasilan suatu

usaha pendidikan. Dalam arti ditangan para gurulah terletak kemungkinan berhasil

tidaknya pencapaian tujuan belajar mengajar di sekolah.

Sehubungan dengan hal itu, guru sangat di tuntut untuk memiliki

keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah, yang pelaksanaannya

berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Guru yang professional

memerlukan penguasaan yang prima atas sejumlah kompetensi psikomotor (ranah

karsa), yang secara garis besar kompetensi ranah karsa guru itu terbagi 2 yaitu :

 Kecakapan fisik yang umum, direfleksikan (diwujudkan dalam gerak)

dalam bentuk gerakan dan tindakan umum jasmaniah guru, seperti duduk,

berdiri, berjalan, berjabat tangan dan sebagainya yang tidak langsung

berhubungan dengan aktivitas mengajar. Kompetensi ranah karsa ini

selayaknya direfleksikan oleh guru sesuai dengan kebutuhan dan

tatakrama yang berlaku.

 Kecakapan fisik khusus, yang meliputi keterampilan ekspresi verbal

(pernyataan lisan), yang direfleksikan waktu menyampaikan materi

pelajaran maupun ketika menjawab pertanyaan atau mengomentari

sanggahan dan pendapat siswa. Untuk itu guru sangat diharapkan terampil,

fasih dan lancer berbicara. Selain itu meliputi keterampilan ekspresi non

verbal yang direfleksikan waktu mendomenstrasikan apa-apa yang

terkandung dalam materi pelajaran seperti kecakapan menulis, membuat


13

bagan di papan tulis, memperagakan proses terjadinya sesuatu dan lain-

lain 16.

Karenanya sikap siswa terhadap kecakapan fisik (kompetensi psikomotor)

guru dalam mengajar perlu diperhatikan dalam arti bahwa pendapat serta

keyakinan seorang siswa tentang kecakapan fisik guru dalam mengajar akan

menimbulkan suatu perasaan tertentu serta memberikan dasar bagi siswa untuk

merespon atau berprilaku dalam cara-cara tertentu yang dipilihnya sebagai

perwujudan motivasi belajarnya.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi belajar siswa

pada mata pelajaran Akidah Akhlak diantaranya ditentukan oleh faktor sikap

siswa terhadap kompetensi guru dalam mengajar itu sendiri.

Selanjutnya kerangka berfikir diatas dapat diskemakan sebagai berikut :

Observasi

Memberikan Pertanyaan Angket

SIKAP Intensitas Siswa

Pengambilan Data Pengambilan Data

HASIL

E. Metodologi Penelitian
Syah, Muhibin, Psikologis Pendidikan, Bandung Remaja Rosda Karya, 1995
16
14

1. Alokasi.

Tempat dimana melakukan penelitian untuk memperoleh data yang

diperlukan dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi di MIS Cimanjeti –

Jayasari Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Ciamis.

2. Populasi.

Menurut Sutrisno Hadi, populasi adalah seluruh penduduk atau individu

yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama.17 Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa kelas VI MIS Cimanjeti, berdasarkan data yang ada

diperoleh dari pihak sekolah, jumlah populasinya sebanyak 16 orang.

3. Metode Pengambilan Sampel.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diwakilkan sebagai objek

penelitian dan dianggap mewakili seluruh populasi.18 Adapun metode

pengambilan sample yang dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan teknik

proporsional random sampling. Menurut Sutrisno Hadi menggunakan random

sampling ini adalah memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi

untuk dipilih menjadi sample.19 Rumusan penentuan sampelnya adalah :

n= N .
1+N(d)2

Keterangan : n = Jumlah sample


N = Jumlah populasi
d = Tingkat penyimpangan terhadap populasi (0,1)

n = 16 .
17
Sutrisno Hadi. Statistika 2. (Yogyakarta : Andi Offset. 2000 hlm 70)
18
Ibid hlm 73
19
Ibid hlm 227

5
Ibid hlm 227
15

1+16(d)2

= 16 .
1+16(0,1)2

= 16 .
1+0,16
= 16 .
1+0,16

= 14

Jadi jumlah sample dalam penelitian ini 14 siswa.

4. Metode Pengambilan Data.

Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka digunakan teknik-teknik

tertentu sesuai dengandata yang dibutuhkan adapun teknik pengumpulan

data yang akan ditempuh dalam penelifian ini adalah sebagai berikut :

1) Observasi

Observasi adalah suatu pengamatan terhadap suatu gejala-gejala

peristiwa, kejadian yang dapat dilihat dengan mata kita apapun yang

dapat dicapai dengan indera kita yang lain . (Sutrisno Hadi, 1980 :

36) teknik ini digunakan untuk melihat atau digunakan untuk

mendeskripsikan gambaran umum lokasi penelitian secara nyata.

Teknik ini dilaksanakan dalam bentuk sistematik dan sudah diatur

menurut kategorinya20. Sedangkan prosesnya dengan mendatangi

langsung pada objek yang ditelit.

2) Wawancara

Sutrisno Hadi. Statistika 2. (Yogyakarta : Andi Offset. 2000 hlm 70)


20
16

Teknik ini dipergunakan untukmendapatkan data. Adapun bentuk

danteknik wawancaranya adalah interview bebas yaitu dimana

responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya

tanpa dibatasi oleh subjek evaluasi 21.

3) Angket

Angket adalah teknik pengumpulan data secara tertulis dengan

mengajukan sejumlah pertanyaan yang disediakan alternatif

jawabannya. Adapun bentuk angket dalam penelitian ini merupakan

angket tertutup atau terbatas, yaitu angket yang menghendaki

jawaban pendek dengan membubuhkan tanda tertentu pada jawaban

yang dipilih sedangkan untuk pertanyaan dalam angket tersebut

adalah pilihan ganda, yaitu sebuah pertanyaan disusul dengan

beberpa kemungkinan jawaban, kemudian responden diminta untuk

memilih salah satu dari sekian banyak jawaban.

4) Dokumentasi

Teknik dokumentasi berarti mencari data-data mengenai materi atau

variable dalam bentuk catatan, transkrip, buku, koran, majalah,

catatan pertemuan, leger, agenda dan sebagainya. (Arikunto, 2002:

206)22. Dalam hal ini, dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan

pengetahuan mengenai sikap siswa terhadap kompetensi guru,

21
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta : PT. Rineka Cipta
1993.
22
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta : PT. Rineka Cipta
1993.
17

intensitas murid, presatasi dan perkembangan siswa selama proses

pembelajaran.

5. Metode Analisis Data.

Analisis data dalam penelitian merupakan suatu langkah yang sangat

penting dan mutlak harus dilaksanakan, agar data yang diperoleh mempunyai arti,

sehingga penelitian yang dilaksanakan dapat memberi kesimpulan yang benar. Hal

ini senada dengan pendapat Winarno Surakhmad (1985: 109) yang menyatakan

bahwa : “Pengolahan data adalah usaha konkrit untuk membuat data itu berbicara,

sebab betapapun besarnya jumlah dan tingginya nilai data yang terkumpul

(sebagai fase pelaksana pengumpulan data), apabila tidak tersusun dalam suatu

organisasi dan tidak diolah menurut sistem yang baik niscaya data itu tetap

merupakan bahan-bahan yang membisu seribu basa” 23.

Sejalan dengan masalah yang diteliti disini menyangkut dua variable,

yakni variable sikap siswa terhadap kecakapan guru dalam mengajar sebagai

variable X dan motivasi belajar mereka pada mata pelajaran Akidah

Akhlaksebagai variable Y, maka penganalisaan data yang diperoleh dari hasil

angket yang telah dikuantitifkan adalah dengan menggunakan “Analisis Parsial”

Analisis ini dimaksudkan untuk menguji dan menganalisis variabel X dan

variabel Y secara terpisah. Analisis ini ditempuh dengan menggunakan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Menghitung jumlah responden yang memilih alternatif jawaban dari

setiap item

2) Mencari nilai Rata-rata


Surachmad, Winarno, Metode dan Teknik Penelitian, Jakarta: Bina Aksara, 1985
23
18

Untuk menghitung rata-rata digunakan rumus :

Mx = ∑fX

3) Menginterprestasikan nilai rata-rata yang dihasilkan berdasarkan

identifikasi terhadap nilai sebagai berikut:

- 0,5 – 1,5 sangat rendah

- 1,5 – 2,5 rendah

- 2,5 – 3,5 sedang

- 3,5 – 4,5 cukup

- 4,5 – 5,5 sangat tinggi

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami isi yang termuat dalam skripsi ini,

maka secara garis besar diobagi menjadi tiga bagian yaitu, bagian awal, bagian

utama, dan bagian akhir.

Bagian awal meliputi : Halaman Judul, Lembar Persetujuan

Pembimbimbing, Lembar Pengesahan, Motto, Abstrak Bahasa Indonesia, Kata

Pengantar, Daftar Isi dan Daftar Lampiran.

Bagian utama skripsi memuat bagain pokok permasalahan yang terdiri dari

empat bab. Adapun sistematika dari bab-bab tersebut adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan, yaitu bersisi tentang latar belakang masalah,

perumusan masalah dan pokok bahasan, tujuan dn kegunaan dari penelitian serta

sistematik penelitian.
19

Bab II : Tinjauan Pustaka, yaitu berisi tentang pengertian dan cirri-ciri

sikap, factor-faktor yang mempengaruhi sikap, pengertian dan urgensi guru,

pengertian urgensi intensitas belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar, pendidikan agama islam (pai) sebagai bidang studi di sekolah.

Bab III : Hasil Penelitian dan Pembahasan, yaitu berisi tentang laporan

penelitian yang terdiri dari kondisi objektif lokasi penelitian, realitas sikap siswa

terhadap, kompetensi beragama, hubungan sikap siswa terhadap kompetensi

terhadap kompetensi guru agama dengan intensitas belajar mereka dalam bidang

studi pendidikan agama islam.

Bab VI : Penutup, yaitu berisi tentang kesimpulan dan saran dari peneliti.

Bagian akhir meliputi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar

riwayat hidup penulis.

Anda mungkin juga menyukai