Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Keberhasilan pendidik tergantung pada banyak faktor, namun yang terpenting di antara
faktor-faktor tersebut adalah sumber daya potensial guru yang sarat nilai moral dalam
melakukan transformasi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Guru dituntut memiliki
kualitas ketika menyajikan bahan pengajaran kepada subjek didik, kualitas seorang guru itu
dapat diukur dari moralitas, bijaksana, sabar dan menguasai bahan pelajaran ketika beradaptasi
dengan subjek didik. Sejumlah faktor itu membuat dirinya mampu menghadapi masalah-
masalah sulit, tidak mudah frustasi, dan tidak destruktif.
Pendidik yang profesional adalah pendidik yang mampu memanifestasikan seperangkat
fungsi dan tugas keguruan dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh
melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu mengembangkan
kekaryaannya itu secara ilmiah. Tidak hanya itu, pendidik yang profesional adalah pendidik
yang memiliki kecakapan dalam manajemen kelas dalam rangka proses pembelajaran yang
efektif dan efisien.
Dalam proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di
sekolah di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran. Komponen-
komponen tersebut adalah guru, isi atau materi pengajaran dan siswa.
Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik,
mengajar, dan membimbing siswa. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki
kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar
siswa dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir
dari proses pendidikan.
Mengajar pada hakikatnya bermaksud mengantarkan siswa mencapai tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya. Dalam praktek, perilaku mengajar yang dipertunjukkan guru sangat
beraneka ragam, meskipun maksudnya sama. Aneka ragam perilaku guru mengajar ini bila
ditelusuri akan diperoleh gambaran tentang pola umum interaksi antara guru, isi atau bahan
pelajaran dan siswa. Pola umum ini oleh Dianne Lapp dan kawan-kawan diistilahkan “Gaya
Mengajar” atau teaching style.
Gaya mengajar adalah bentuk penampilan guru saat proses belajar mengajar baik yang
bersifat kurikuler maupun psikologis. Gaya mengajar yang bersifat kurikuler adalah guru
mengajar yang disesuaikan dengan tujuan mata pelajaran tertentu. Sedangkan gaya mengajar
yang bersifat psikologis adalah guru mengajar yang disesuaikan dengan motivasi siswa,
pengelolaan kelas, dan evaluasi hasil belajar mengajar.
Gaya mengajar seorang guru berbeda antara yang satu dengan yang lain pada saat proses
belajar mengajar walaupun mempunyai tujuan sama, yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan,
membentuk sikap siswa, dan menjadikan siswa terampil dalam berkarya. Gaya mengajar guru
juga mencerminkan kepribadian guru itu sendiri dan sulit untuk diubah karena sudah menjadi
pembawaan sejak kecil atau sejak lahir. Dengan demikian, gaya mengajar guru menjadi faktor
penting dalam menentukan keberhasilan prestasi siswa.
Selain itu juga keberhasilan prestasi siswa dipengaruhi oleh gaya belajar siswa. Semakin
rajin siswa itu belajar maka semakin baik pula prestasi yang akan dicapai.
Berdasarkan hal diatas penulis menganalisa makalah dengan judul “Karakteristik
Pendidik dan Peserta Didik (Memahami dan Menganalisis Gaya Belajar Peserta Didik dan Gaya
mengajar Pendidik”.

2. Fokus Pembahasan
a. Karakteristik Pendidik.
b. Karakteristik Peserta Didik.
c. Gaya Belajar Peserta Didik.
d. Gaya Mengajar Pendidik.

B. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Pendidik
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan
seluruh potensi peserta didik baik potensi efektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam. Beberapa ahli pendidikan yang memberikan arti pendidik adalah :
Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang mempertanggung jawabkan sebagai
pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang
pendidikan peserta didik
Sutari Imam Barnadib mengemukakan bahwa pendidik adalah orang yang dengan
sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didikSeorang guru
mempunyai tanggung jawab terhadap keberhasilan anak didik. Dia tidak hanya dituntut mampu
melakukan transformasi seperangkat ilmu (psychomotoric domain), akan tetapi juga mempunyai
tanggung jawab untuk mengejawatkan hal-hal yang berhubungan dengan sikap (effective
domain).[1]
Oleh karena itu pendidik profesional yang bisa menciptakan situasi aktif peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran. Pendidik yang profesional diyakini mampu mengantarkan peserta
didik dalam pembelajaran untuk menemukan, mengelola dan memadukan perolehannya, dan
memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan nilai maupun
keterampilan hidupnya, pendidik yang profesional juga diyakini mampu memungkinkan peserta
didik berpikir, bersikap dan bertindak kreatif.
Telaah di atas eksistensi pendidik serta peningkatan karakter dalam literatur pendidikan
menyatakan bahwa pendidik harus memiliki karakteristik profesional, yaitu :
1. Komitmen terhadap profesionalitas yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen
terhadap mutu proses hasil kerja (produk), dan sikap continuous improvement (improvisasi
berkelanjutan).
2. Menguasai dan mampu mengembangkan serta menjelaskan fungsi ilmu dalam kehidupan,
mampu menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya. Dengan kata lain mampu melakukan
transformasi, internalisasi, dan implementasi ilmu kepada peserta didik.
3. Mendidik dan menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan berkreasi, mengatur dan
memelihara hasil kreasinya supaya tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan
lingkungannya.
4. Mampu menjadikan dirinya sebagai model dan pusat anutan (centre of self identification) dan
teladan bagi peserta didiknya.
5. Mampu bertanggung jawab dalam membangun peradaban di masa depan (civilization of the
future).[2]
Adapun karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang berlandaskan pada
pendekatan nilai-nilai Al-Qur’an, antara lain adalah :
1. Memiliki moral.
Yaitu berakhlak mulia, dan memiliki budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat yang baik
sebagai contoh untuk anak-anak didiknya.
2. Mengedapankan kepalsuan ilusi.
Mau berjiwa besar serta mengakui kesalahan yang ada dan tidak melakukan pembenaran
terhadap kesalahan dengan mengutamakan kebenaran baik di dalam kelas maupun di lingkungan
sekolah.
3. Mampu menjauhi kepalsuan ilusi.
4. Menyembah Tuhan.
Yaitu beragama dan percaya adanya Tuhan.
5. Bijaksana
Karakteristik tertentu dari suatu sikap atau perilaku seorang pendidik dalam mendidik.
6. Menyadari bahwa dirinya adalah contoh bagi anak-anak didiknya, dan menyadari setiap
kekurangan yang ada pada dirinya untuk dapat berubah menjadi seorang pendidik yang lebih
baik.
7. Mengambil pengalaman
Seorang pendidik hendaklah bisa mengambil hikmah dari pengalaman-pengalaman ia saat
mengajar, agar bisa jadi pedoman untuk memperbaiki setiap kesalahan-kesalahan yang pernah
terjadi.[3]
Ukuran ideal seorang guru sangat tergantung pada kemampuan dan pengalaman
intelektualitasnya. Guru harus memiliki “skill labour” sehingga mampu menyesuaikan dengan
subjek didik. Tidak cukup hanya itu saja, bahkan guru dituntut harus memiliki akhlak yang baik
serta memiliki ilmu dan memiliki keutamaan dalam semua gerak-geraknya.
Guru bisa dianggap sebagai pendidik yang memenuhi syarat yaitu apabila guru
mempunyai kompetensi sebagai berikut :
1. Kompetensi idealisme
Selain memotivasi jauh ke depan, seorang guru harus punya keterkaitan pada agama falsafah
bangsa, serta idealisme.
2. Kompetensi akademis
Maksudnya ilmu yang akan diberikan harus dikuasai secara mendetail dan luas. Seorang guru
harus mampu mentransfer dan menstrans-formasikan pengetahuannya kepada anak didik.
3. Kompetensi profesional
Mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau pendidik yang
profesional.
4. Kompetensi kepribadian
Seorang guru harus stabil, yang merasa dirinya gambira, bersemangat, positif, partisipatif dan
tidak pengeluh.
5. Kompetensi sosial
Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai makhluk sosial yang berada diantara
masyarakat, pemerintah dan harapan orang tua serta anak-anak.
Dari kelima kompetensi tersebut di atas sebenarnya sudah ada pada setiap individu akan
tetapi presentasinya berbeda-beda.[4]
Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Aulad dikatakan bahwa
seorang guru hendaknya memiliki lima karakter dasar, yaitu :
1. Ikhlas.
2. Taqwa.
3. Ilmu.
4. Sabar.
5. Bertanggung jawab.
Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat
membedakannya dari yang lain. Dalam hal ini An-Nahlawi membagi karakteristik pendidik
muslim kepada beberapa bentuk, diantaranya yaitu:[6]
a. Bersifat ikhlas: melaksanakan tugasnya sebagaipendidik semata-mata untuk mencari keridhoan
Allah dan menegakkan kebenaran.
b. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah.
c. Bersifat sabar dalam mengajar.
d. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.
e. Mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi.
f. Mampu mengelola kelas dan mengetahui psikis anak didik, tegas dan proposional.
Sementara dalam kriteria yang sama Al-Abrasyi memberikan batasan tentang
karakteristik pendidik, diantaranya :
a. Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud yaitu melaksanakan tugasnya bukan semata-
mata karena materi akan tetapi lebih dari itu adalah karena mencari keridhaan Allah.
b. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran dan bersih jiwanya dari
segala macam sifat tercela.
c. Seorang pendidik hendaknya Ikhlas, tidak riya’, pemaaf, dan mencintai peserta didik juga
mengatahui karakteristik anak didiknya.
Selain itu karakteristik guru yang baik yaitu :[7]
a. Memiliki minat yang besar terhadap mata pelajaran yang diajarkan.
b. Memiliki kecakapan untuk memperkirakan kepribadian dan suasana hati secara cepat.
c. Memiliki kesabaran, keakraban, dan sensitivitas yg diperlukan untuk menumbuhkan semangat
belajar.
d. Memiliki pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis dalam usaha memberi penjelasan
pada siswa.
e. Memiliki kualifikasi memadai dalam bidangnya baik isi maupun metode mengajar.
f. Memiliki sikap terbuka, luwes, dan eksperimental dalam metode dan teknik.
g. Mempelajari perilaku anak pada lingkungan tertenu yang mungkin menimbulkan reaksi yang
berbeda dan khas.[8]

2. Karakteristik Peserta Didik


Menurut kamus Echols & Shadily, individu adalah kata benda dari individual yang
berarti orang, perseorangan, oknum. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang unik. Masing-
masing diberi kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu pun manusia yang hanya memiliki sisi
positif. Sebaliknya, tidak ada manusia yang hanya memiliki sisi negatif. Keinginan untuk
menjadi diri sendiri itu ada pada setiap manusia. Maka setiap peserta didik yang berada dalam
ikatan pendidikan dengan pendidiknya adalah mereka yang kebebasannya ingin menjadi ”diri
sendiri”.
Uraian tentang manusia dengan kedudukannya sebagai peserta didik haruslah
menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh. Dalam kaitannya dengan kepentingan
pendidikan, akan lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan
makhluk sosial, sebagai kesatuan jasmani dan rohani, dan sebagai makhluk Tuhan dengan
menempatkan hidupnya didunia sebagai persiapan kehidupannya diakhirat. Dalam kegiatan
kependidikan, sasaran yang kita harapkan akan menjadi orang dewasa adalah peserta didik,
mereka menjadi tumpuan harapan agar menjadi manusi yang utuh, manusia bersusila dan
bermoral, bertanggung jawab bagi kehidupan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.[9]
Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan
sinonim (persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar dan bersekolah),
anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari sutu lembaga pendidikan. Peserta didik
adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat.
Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan dalam arti
sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung
jawab pendidik.
Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan dalam arti
sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung
jawab pendidik.
Setiap peserta didik memiliki ciri dan sifat atau karakteristik yang diperoleh lingkungan.
Agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal guru perlu memahami karakteristik
peserta didik. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik yang dimiliki sejak lahir baik
menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis Untuk mengetahui siapa peserta
didik perlu dipahami bahwa sebagai manusia yang sedang berkembang menuju kearah
kedewasaan memiliki beberapa karakteristik.
Beberapa karakteristik anak didik yang perlu dipahami oleh pendidik terutama dalam
rangka melaksanakan praktek pendidikan, karakteristik tersebut antara lain :[10]
1. Anak didik adalah subjek
2. Anak didik sedang berkembang
3. Anak didik hidup dalam “dunia” tertentu
4. Anak didik hidup dalam lingkungan tertentu
5. Anak didik memiliki ketergantungan kepada orang dewasa
6. Anak didik memilki potensi dan dinamika
Meninjau dari beberapa karakteristik peserta didik tersebut, tugas pendidik adalah
memberikan berbaga jenis bantuan secara positif agar anak mampu mewujudkan diri sebagai
manusia dewasa.
Berikut ini adalah beberapa kemampuan yang dimiliki siswa antara lain sebagai berikut :
[11]
1. Kemampuan Akademik (berupa hard skill dan soft skill)
2. Kemampuan Vokasional (berupa hard skill, misalnya ketrampilan yang dimiliki siswa
3. Kemampuan Sosial (berupa soft skill)
4. Kemampuan Personal (berupa soft skill)
Gejala-gejala berkembangnya berbagai aspek dalam diri individu peserta didik adalah
sebagai berikut :[12]
1. Aspek jasmani atau fisik
2. Aspek intelek
3. Aspek emosi
4. Aspek sosial
5. Aspek bahasa
6. Aspek bakat khusus
7. Aspek nilai, moral dan sikap
Dengan teknik analisis Sperman menemukan bahwa tingkah laku manusia disebabkan
oleh dua faktor, yaitu :[13]
a. Faktor umum yaitu faktor yang mendasari segala tingkah laku orang.
b. Faktor khusus yaitu tingkah laku-tingkah laku khusus.
3. Gaya Belajar Peserta Didik
Gaya belajar (learning style) merupakan berbagai cara atau pendekatan dalam belajar.
Menurut DePorter dan Hernacki gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan
mengolah informasi.
Gaya pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan,
strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model
pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena
memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran
sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan
model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain,
model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode,
dan teknik pembelajaran.
Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam
memproses informasi (perceptual modality).
Ada banyak jenis gaya belajar, tergantung dari model siapa yang dipakai. Sebagai contoh
ada model David Kolb’s dan model Fleming’s VAK/VARK.
Berikut disampaikan detail masing-masing model. Model David Kolb’s membagi jenis
gaya belajar menjadi 4 jenis gaya, yaitu :[14]
1. Converger.
2. Diverger.
3. Assimilator.
4. Accommodator
Sedangkan model Fleming’s VAK/VARK membagi jenis gaya belajar menjadi 3 jenis
gaya, yaitu :
a. Visual learners.
Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan.
Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham Gaya
belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa
mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagai orang-orang yang menyukai gaya
belajar visual ini.
Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk
mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga
memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam
berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran
secara lisan, ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.

Ciri-ciri gaya belajar visual ini yaitu :[15]


1. Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar.
2. Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi.
3. Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya
baru kemudian dia sendiri yang bertindak.
4. Tak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. Terlihat pasif
dalam kegiatan diskusi.
5. Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan
6. Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan.
7. Dapat duduk tenang ditengah situasi yang rebut dan ramai tanpa terganggu
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
b. Auditory learners.
Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa
memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan
pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus
mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu.
Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya
bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam
bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.

Ciri-ciri gaya belajar Auditori yaitu :[16]


1. Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan
dalam kelompok/ kelas.
2. Pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/ lagu di televisi/ radio.
3. Cenderung banyak omong.
4. Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat
mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya.
5. Kurang cakap dalm mengerjakan tugas mengarang/ menulis.
6. Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain.
7. Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak
baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas dan lain-lain.
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :
1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam
keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk
mendengarkannya sebelum tidur.
c. Kinesthetic learners atau Tactile learners
Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang
bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa
mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua
orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima
informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang
yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Ciri-ciri gaya belajar Kinestetik yaitu :[17]
1. Menyentuh segala sesuatu yang dijumapinya, termasuk saat belajar
2. Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak
3. Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat guru
menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar
4. Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar
5. Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, symbol dan lambing
6. Menyukai praktek/ percobaan
7. Menyukai permainan dan aktivitas fisik
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik yaitu:
1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil
bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.
Ada juga yang menambahi dengan gaya belajar individual dan gaya belajar group.
4. Gaya Mengajar Pendidik
Gaya mengajar dapat diartikan teknik atau strategi dalam belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk
belajar.
Gaya mengajar pada umumnya diartikan sebagai segala sesuatu cara atau strategi dalam
menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Gaya adalah segala
sesuatu cara yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan dan informasi. Gaya juga diartikan
sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar.
[18]
Menurut Husdarta dan Saputra mengajar adalah “merupakan suatu proses yang ssangat
kompleks, guru berperan tidak hanya sekedar menyapaikan informasi kepada siswa saja tetapi
juga guru harus membimbing siswa agar siswa mau belajar, karena mengajar adalah sebagai
upaya yang di sengaja, maka guru terlebih dahalu harus mempersiapkan bahan yang akan di
sajikan kepada siswa.
Tujuan strategi gaya mengajar adalah untuk memberikan kontrol diri, keterlibatan,
tangung jawab diri dan perhatian terhadap siswa supaya kualitas-kualitas ini akhirnya
membentuk kualitas dapat berjalan terus dan bergairah di dalam kehidupan mereka baik di
dalam maupun di luar dunia pelajaran penddikan jasmani.
Grasha & Grasha, membagi jenis mengajar menjadi empat bagian yaitu:
a. Otoritas Formal.
Pendekatan Otoritas Formal berfokus pada konten dan dapat menjadi sangat berpusat
pada pengajar. Pengajar mendefinisikan teori, prinsip, konsep atau istilah yang diperlukan siswa
dalam belajar dan mengatur hal-hal tersebut menjadi serangkaian tujuan atau sasaran. Evaluasi
adalah bagian penting dari perencanaan, tentu saja karena itu memungkinkan pengajar dapat
memastikan jumlah perolehan belajar siswa yang telah dilakukan.
b. Demonstrator
Pendekatan ini berkonsentrasi pada kinerja prosedur akademik. Pengajar mendefinisikan
langkah-langkah seperti yang dilakukan seorang ahli di lapangan yang akan digunakan untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang diperlukan serta mendefinisikan standar yang akan
menunjukkan penguasaan dalam menerapkan prosedur ini. Pengajar kemudian mengembangkan
situasi di mana langkah-langkah ini dapat dilakukan dan hasil dapat diamati. Pengajar mungkin
menjadi orang yang mempraktikkan prosedur, sedangkan siswa menjadi orang-orang yang
berlatih prosedur, atau beberapa kombinasi dari keduanya.
c. Fasilitator
Guru yang memiliki gaya Fasilitator Model dalam pembelajaran cenderung berfokus pada
kegiatan. Gaya mengajarnya menekankan “student-centered learning” dan tanggung jawab lebih
banyak ditempatkan pada siswa untuk mengambil inisiatif demi memenuhi tuntutan berbagai
tugas belajar. Guru biasanya merancang kegiatan kelompok yang memerlukan pembelajaran
aktif, kolaborasi antar siswa dan pemecahan masalah.
d. Delegator
Guru yang mempraktikkan gaya mengajar Delegator cenderung menempatkan kontrol
dan tanggung jawab untuk belajar pada individu atau kelompok siswa. Guru ini akan sering
memberi siswa pilihan dalam merancang dan melaksanakan proyek-proyek pembelajaran yang
kompleks mereka sendiri dan akan bertindak dalam peran konsultatif.[19]
Namun ketika menulis buku sendirian, Anthony F. Grasha berbeda dengan apa yang
ditulisnya bersama partnernya di atas. Dalam bukunya yang banyak dirujuk itu yang
berjudul “Teaching with Style”, Anthony F. Grasha mengemukakan bahwa gaya mengajar
terdiri atas: expert, formal authority, personal model, facilitator, dan delegator. Jadi, dapat
dikatakan ada tambahan satu gaya mengajar, yaitu personal model.
Dalam Personal Model, pengajar mengarahkan dengan contoh yang bersifat personal;
menyarankan contoh perilaku yang tepat di kantor; menunjukkan kepada siswa bagaimana
melakukan sesuatu; menginginkan siswa untuk mengamati dan meniru suatu pendekatan.
Dengan melihat kondisi saat ini di mana inovasi, kreativitas, dan prediksi masa depan
merupakan kemampuan yang sangat penting dimiliki setiap individu, gaya mengajar perlu
ditambahkan. Saya menyebutnya gaya mengajar Inspirator, yakni guru selain berperan
menyampaikan materi pelajaran, juga berperan menjadi pihak yang menginspirasi para murid
tentang hal-hal yang diperlukan dalam menghadapi pekerjaannya dan kehidupannya sehari-hari
di berbagai ranah dan situasi.
Guru yang bergaya inspirator menyampaikan materi pelajaran dengan konsep, definisi,
peristilahan, teori yang sudah baku. Kemudian dia memberikan tugas kepada siswa untuk
memberikan ilustrasi mengenai materi pelajaran yang disampaikan dengan bahasa siswa sendiri.
Guru tidak memberikan pelajaran secara lengkap, melainkan sengaja dirancang dalam materi
tertentu agar diisi oleh siswa sehingga menjadi materi yang lengkap.
Pemberian tugas menelaah kasus-kasus menjadi perhatian utama. Kemampuan problem
solving siswa juga diprioritaskan. Guru melatih siswa dalam kemampuan prediktif dengan
pendekatan yang sedapat mungkin inovatif dan berbeda dengan pendekatan konvensional yang
dianggap memiliki kelemahan tertentu. Pembelajaran bersifat “student-centered”, sehingga guru
berperan sebagai fasilitator (lihat gaya Fasilitator di atas) sekaligus sebagai trigger sikap inovasi
dan kreativitas siswa. Penghargaan tinggi diberikan oleh guru kepada siswa yang inovatif,
kreatif, dan prediktif.
Pendapat lain mengatakan gaya-gaya mengajar dapat dibedakan ke dalam empat macam,
yaitu:[20]
1. Gaya mengajar klasik.
Guru dengan gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi sebagai satu-satunya cara
belajar dengan berbagai konsekuensi yang diterimanya. Guru masih mendominasi kelas dengan
tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk aktif sehingga akan menghambat perkembangan
siswa dalam proses pembelajaran. Gaya mengajar klasik tidak sepenuhnya disalahkan manakala
kondisi kelas yang mengharuskan seorang guru berbuat demikian, yaitu kondisi kelas dimana
siswanya mayoritas pasif.
Gaya mengajar klasik mempunyai dua macam aliran, yaitu:[21]
a. Aliran perenialism yang menekankan pada penyampaian budaya yang berpusat pada
kemanusiaan (humanity).
b. Aliran essentialism yang menekankan pada penyampaian budaya yang berkenaan dengan
science.
Dalam aliran perenialismis pelajaran banyak mengenai dasar pembentukan intelek dan
komunikasi dengan dunia luar. Tujuan pendidikan perenialism adalah memperbaiki intelek
dengan mendisiplin mentalnya. Aliran essentialism lebih berisi informasi yang bersifat praktis,
dengan tujuan mendidik ketrampilan yang esensil dan berguna untuk hidup produktif.
Pendidikan klasik berisi mata pelajaran yang disusun dan ditentukan oleh para ahli. Pada
pendidikan klasik lebih menekankan guru sebagai model dan siswa dituntut untuk meniru guru.
2. Gaya mengajar teknologis.
Fokus gaya mengajar ini pada kompetensi siswa secara individu. Bahan pelajaran
disesuaikan dengan tingkat kesiapan anak. Peranan isi pelajaran adalah dominan.Oleh karena itu
bahan disusun oleh ahlinya masing-masing. Peranan siswa disini adalah belajar dengan
menggunakan perangkat atau media.Dengan hanya merespon apa yang diajukan kepadanya
melalui perangkat itu,siswa dapat mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dalam
kehidupan.
Peranan guru hanya sebagai pemandu (guide), pengarah (director), atau pemberi
kemudahan (facilitator) dalam belajar karena pelajaran sudah diprogram. Pendidikan teknologis
memandang bahwa pendidikan merupakan cabang terpenting dari scientific technology.
Perkembangan penggunaan istilah teknologi pendidikan ini melalui 3 kategori:[22]
a. Penggunaan Audio Visual Aids dikelas untuk memperjelas informasi dan merangsang berpikir
b. Penggunaan bahan-bahan terprogram.
c. Penggunaan Komputer dalam pendidikan.
3. Gaya mengajar personalisasi.
Guru yang menerapkan gaya mengajar personalisasi menjadi salah satu kunci
keberhasilan pencapaian prestasi belajar siswa. Guru memberikan materi pelajaran tidak hanya
membuat siswa lebih pandai semata-mata, melainkan agar siswa menjadikan dirinya lebih
pandai.
Guru dengan gaya mengajar personalisasi ini akan selalu meningkatkan belajarnya dan
juga senantiasa memandang siswa seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat memaksakan siswa
untuk menjadi sama dengan gurunya, karena siswa tersebut mempunyai minat, bakat, dan
kecenderungan masing-masing.
Ada dua aliran dari personalisasi, yakni aliran progressive dan aliran romantic. Golongan
progressive (Tokohnya ialah John Dewey) memandang bahwa situasi mengajar berfungsi
menentukan disiplin dan arah pengalaman belajar yang dapat menuntun atau menentukan
struktur intelegensi. Golongan Romantik (Tokohnya ialah J.J Russeau) memandang bahwa anak
harus bebas. Peranan guru adalah menyiapkan lingkungan agar anak dapat memperoleh
pengalaman.
Tujuan utama pengajaran personalisasi mengembangakan pribadi siswa secara utuh,
sehingga dia dapat menangani masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.Oleh karenanya
pengembangan kemampuan berfikir sebagai suatu sarana dalam mematangkan pribadi
mempunyai maksud luas, dan dilakukan melalui kegiatan yang kompleks, seperti melalui
metode discovery. Masalah yang dipelajari pun menyangkut segi kehidupan real yang
dihadapi.Dengan demikian dapat terpenuhi minat dan kebutuhan psikologis siswa.[23]
4. Gaya mengajar interaksional.
Gaya mengajar interaksional lebih mengedepankan dialogis dengan siswa sebagai bentuk
interaksi yang dinamis. Guru dan siswa atau siswa dengan siswa saling ketergantungan, artinya
mereka sama-sama menjadi subyek pembelajaran dan tidak ada yang dianggap baik atau
sebaliknya.
Dalam hal ini guru menyodorkan masalah kepada siswa, selanjutnya dengan proses
diskusi, siswa mengemukakan pendapat, menanggapi dan menyela atau mendukung pendapat
lain, sehingga ditemukan kesimpulan tentang masalah yang dibahas itu. Dasar pandangan
pengajaran interaksional adalah bahwa hasil belajar diperoleh melalui antara guru-siswa, dan
siswa-siswa lain, juga interaksi antara siswa dengan kehidupannya.
Bahan pelajaran dalam pendidikan interaksional tidak disusun berdasarkan suatu subjek
tertentu. Melainkan dikembangkan dari masalah sosio-kultural yang bersifat kontemporer.
Berdasarkan masalah itu diharapkan dapat ditemukan ide baru yang merupakan modifikasi dari
berbagai ide yang muncul dan berkembang. Oleh karena itu tidak dijumpai kurikulum formula
yang tersusun secara sistematis.
Secara psikologis, perkembangan mental anak dipandang sejalan dengan perkembangan
segi kognitifnya. Manusia tumbuh dan berkembang dengan interaksinya dengan lingkungan, dan
interaksi ini dapat memungkinkan terjadinya kematangan pada diri individu itu sendiri, terutama
dalam menghadapi realita kehidupan.

C. ANALISIS

Dari pembahasan di atas penulis dapat menganalisis sebagai berikut :


1. Guru memiliki banyak kontribusi terhadap pembentukan sikap, perilaku, serta
ketercapaian transfer of learning kepada para peserta didik baik secara individu maupun
kelompok. Oleh karena itu guru dituntut memiliki :
a. Kompetensi personal - religius (kepribadian dan sosial)
b. Kompetensi profesional - religius (paedagogik dan profesional)
2. Pada saat ini di dunia pendidikan kita masih kekurangan guru, kalau tenaga pengajar banyak,
tetapi tenaga guru masih sangat langka. Ukuran kualitas lembaga pendidikan bukan hanya
dilihat dari berapa yang memiliki gelar kesarjanaan, tetapi berapa banyak guru di dalammya. Hal
ini disebabkan karena tenaga pengajar belum tentu memiliki kompetensi sebagai guru.
3. Tidak ada kualitas proses pembelajaran pembelajaran tanpa ada kualitas perilaku guru, dan tidak
ada kualitas hasil pendidikan tanpa ada kualitas proses pembelajaran. Jadi pada prinsipnya
kualitas hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas perilaku guru.
4. Pemerintah dan lembaga pendidikan dalam merekrut tenaga pendidik harus benar – benar
selektif dan bersih dari KKN agar memperoleh tenaga pendidik yang memiliki kualifikasi di
bidangnya.
5. Perkembangan anak yang perlu mendapat perhatian dalam proses pembelajaran meliputi
perkembangan aspek fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral. Meskipun hal ini berlaku
umum bagi setiap anak, namun ternyata dalam proses pembelajaran di kelas selalu saja ditemui
karakter anak didik yang berbeda beda sehingga diperlukan kemampuan guru memahami dan
memperhatikan perbedaan perbedaan yang berkaitan dengan proses perkembangan anak didik.
6. Dalam situasi proses pembelajaran, guru adalah figur sentral yang kuat dan berwibawa tapi
harus tetap dapat menunjukkan sikap bersahabat pada anak didiknya. Dalam proses pengambilan
keputusan, guru harus bersikap bijaksana. Karena itu pemahaman tentang kemampuan awal
( entry behavior), cara belajar (learning style), seta kepribadian anak secara menyeluruh juga
harus digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan dalam proses pembelajaran,
evaluasi pembelajaran, penilaian hasil belajar, pemberian materi perbaikan dan pengayaan,
kenaikan kelas, penyaluran dan pengembangan bakat dan minat, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, insenia.Vol. 12. No. 1, Apr 2007.


Mohammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, 2008, Bandung : CV. Wahana Prima
Mushthafā al-`Adawī, Fiqh Tarbiyyah al-Abnā wa Thāifah Min Nashāih al-Athibbā, Mesir: Dār Ibn Rajab,
2002,Cet ke-1.
Ngalim Purwanto, M., Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008.
Standar Nasional Pendidikan (Dihimpun Oleh Redaksi Sinar Grafika). 2009. Jakarta : Sinar Grafika.
Sumadi Suryabarata, Psikologi Pendidikan, 2006, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.
Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. Pedagogik Teoritis Sistematis. 2011. Bandung : Percikan Ilmu.
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Malang, Materi PLPG, 2011, Malang, UIN Maliki Press.
(http://www.edu-articles.com/mengenal-gaya-mengajar/2005).
www.acehinetitute.org/opini_muliadi_kediri_karakter guru_htm#.ftn6.
www.wikimu.com/news/display news.dspx?id=6068.
www/acehinetitute.org/opini_muliadi_kediri_karakter_guru.html_ftn6.

[1] www/acehinetitute.org/opini_muliadi_kediri_karakter_guru.html_ftn6.(diakses 02-11-2013


pukul 23.13 WIB)
[2] Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, insenia.Vol. 12. No. 1, Apr 2007, hal. 6 (diakses 02-
11-2013 pukul 23.13 WIB)

[3]www.acehinetitute.org/opini_muliadi_kediri_karakter guru_htm#.ftn6. (diakses 02-11-2013


pukul 23.13 WIB)

[4] www.wikimu.com/news/display news.dspx?id=6068. (diakses 02-11-2013 pukul 23.13 WIB)


[5] Mushthafā al-`Adawī, Fiqh Tarbiyyah al-Abnā wa Thāifah Min Nashāih al-Athibbā, Mesir:
Dār Ibn Rajab, 2002,Cet ke-1, hlm. 74
[6] www.wikimu.com/news/display news.dspx?id=6068. (diakses 02-11-2013 pukul 23.13 WIB)

[7] Ngalim Purwanto, M., Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2008
[8] Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Malang, Materi PLPG, 2011, Malang, UIN Maliki Press,
hal 38
[9] www.wikimu.com/news/display news.dspx?id=6068. (diakses 02-11-2013 pukul 23.13 WIB)

[10] Standar Nasional Pendidikan (Dihimpun Oleh Redaksi Sinar Grafika). 2009. Jakarta : Sinar
Grafika hal 53
[11] Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. Pedagogik Teoritis Sistematis. 2011. Bandung : Percikan
Ilmu hal 23
[12] Mohammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, 2008, bandung : CV. Wahana Prima hal. 35
[13] Sumadi Suryabarata, Psikologi Pendidikan, 2006, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hal
127
[14] www.wikimu.com/news/display news.dspx?id=6068. (diakses 02-11-2013 pukul 23.13 WIB)

[15] Ibid

[16] Ibid

[17] Ibid

Anda mungkin juga menyukai