Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Peran Guru

1. Pengertian guru

Secara etimologi guru sering disebut pendidik. Dalam bahasa Arab ada

beberapa kata yang menunjukkan profesi ini seperti mudarris, mu’allim, dan

mu’addib yang meski memiliki makna yang sama, namun masing-masing memiliki

karakteristik yang berbeda. Di samping kata-kata tersebut juga sering digunakan kata-

kata ustadz atau syaikh.Pengertian pendidikan mencakup tiga pengertian yaitu

tarbiyah, ta’lim dan ta’dib, maka pengertian guru atau pendidik yaitu mencakup

murabbi, mu’allim dan ta’dib.

Pengertian murabbi bahwa guru adalah orang yang memiliki sifat rabbani,

artinya orang yang bijaksana, bertanggung jawab, berkasih saying terhadap siswa dan

mempunyai pengetahuan tentang rabb. Dalam pengertian mu’allim, ia mengandung

arti bahwa guru adalah orang yang berilmu yang tidak hanya menguasai ilmu secara

teoritis tetapi mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ilmu yang

dimilikinya. Sedangkan dalam konsep ta’dib terkandung pengertian integritas antara

ilmu dan amal sekaligus.

Guru secara terminologis sering diartikan sebagai seorang yang bertanggung

jawab terhadap perkembangan siswa dengan mengupayakan perkembangan seluruh

potensi (fitrah) siswa, baik potensi kognitif, potensi efektif, maupun potensi

psikomotorik. Guru merupakan sebuah jabatan profesi, karena untuk menjadi guru

17
18

diperlukan suatu kemampuan dan keahlian khusu seperti kemampuan mengajar,

mengelola kelas dan lain sebagainya.

Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan

pendidikan menengah. 1

Melalui permendiknas no. 16 tahun 2007, disebutkan bahwa seorang guru

hendaknya memiliki beberapa kualifikasi akademik. Salah satu kualifikasi akademik

tersebut adalah guru hendaknya telah menempuh pendidikan atau pelatihan formal

keguruan sesuai dengan tingkatannya (PAUD/TK/RA, SD/MI, SMP/Mts dan

SMA/MA).2 Tugas menjadi guru memang tidak mudah dan tidak semua orang dapat

melakukan tugas sebagai guru.

2. Peran guru

Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing,

maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peran guru ini akan

senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai

interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru, maupun dengan staf

yang lain. Dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, dapat dipandang sebagai

sentral bagi peranannya. Sebaik baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu

dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan

berinteraksi dengan siswanya.3

1
Ali Mudlofir, Pendidik Professional Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan di Indonesia (Cet. III; Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 119
2
Khusnul Wardan, Guru Sebagai Profesi (Cet. I; Yogyakarta: Deepublish, 2019), h. 108
3
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet. XXII; Jakarta: Rajawali Pers,
2014), h. 143
19

Peran seorang guru berhubungan erat dengan menempatkan dirinya dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab keprofesian terkait pengembangan

kemampuan peserta didiknya di setiap tingkat satuan pendidikan.4

a. Guru sebagai pendidik dan pengajar

Sebagai pendidik guru merupakan teladan, panutan dan tokoh yang

akan diidentifikasi oleh peserta didik. Kedaulatan sebagai pendidik

menuntut guru untuk membekali diri dengan pribadi yang berkualitas

berupa tanggung jawab, kewibawaan, kemandirian, dan kedisiplinan.

Peran guru sebagai pengajar seiring dengan perkembangan zaman

adalah lebih menuntut guru berperan sebagai fasilitator dan mediator

pembelajaran yang menuntu guru merancang kegiatan pembelajaran yang

mengarahkan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran dan

memperoleh pengalaman belajar dengan memanfaatkan sumber belajar

yang tersedia.

Guru yang bertanggung jawab adalah guru yang mengetahui,

memahami nilai-nilai, norma (kesusilaan, kesopanan, moral, sosial,

maupun keagamaan) dan selalu berusaha untuk menyesuaikan segala

tindakan dan perilakunya sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru

bertanggung jawab atas segala tindakannya kepada stakeholder pendidikan

dan tuhan yang maha esa atas segala pekerjaan yang dilakukannya baik di

dalam maupun di luar kelas. Guru yang berwibawah adalah guru yang

memiliki kelebihan dalam mengaktualisasikan nilai spiritual, moral, sisial,

rasional, dan intelektualitas dalam kepribadiannya serta dapat menguasai

4
Umar, Pengantar Profesi Keguruan (Cet. I; Depok: Rajawali Pers, 2019), h. 62
20

ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat dengan mudah

mempengaruhi dan menggerakkan siswa untuk melakukan pembelajaran.

Berkaitan dengan kewibawaan, guru harus dapat mengambil

keputusan secara mandiri, cepat, tepat waktu, tepat dalam rangka

pencapaian kompetensi lulusan, satuan pendidikan, mata pelajaran, standar

kompetensi dan kompetensi dasar. Guru harus disiplin dalam mentaati

aturan dan kode etik karena salah satu tugas guru adalah menjadikan

peserta didik berdisiplin.5

b. Guru sebagai motivator

Sebagai seorang motivator, guru hendaknya bisa mendorong anak

didiknya supaya semangat dan aktif dalam belajar. Dalam hal ini,

sebaiknya seorang guru bisa menganalisis segala sesuatu yang

menyebabkan anak didik malas belajar sehingga bisa menurunkan prestasi

belajarnya di sekolah. Peranan guru sebagai motivator merupakan peranan

yang sangat penting dalam interaksinya dengan anak didk. Sebab, hal ini

berhubungan tentang esensi pekerjaan mendidik dari guru yang

memerlukan kemahiran sosial dan sosialisasi diri. Selain itu, dalam dunia

pendidikan, bukan hal yang tidak mungkin jika anak didik merasa

kesulitan atau bahkan merasa malas dalam belajar.6

c. Guru sebagai evaluator


5
Muhammad Kristiawan, Dian Safitri & Rena Lestari, Manajemen Pendidikan (Cet. I;
Yogyakarta: Deepublis, 2017), h. 62
6
Annisa Anita Dewi, Guru Mata Tombak Pendidikan Second Edition (Cet. I; Sukabumi: CV
Jejak, 2017), h. 11
21

Guru sebagai evaluator dituntut untuk mampu melakukan proses

evaluasi dengan baik dan jujur. Tujuan evaluasi adalah mengetahui

keberhasilannya dalam melaksanakan pembelajaran menilai hasil belajar

siswa. Berdasarkan hal ini, guru harus memberikan penilaian dalam

dimensi yang luas. Jadi, pada hakikatnya penilaian itu diarahkan pada

perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia yang cakap dan

terampil. Guru tidak hanya menilai produk (haril pengajaran), tetapi juga

nilai proses (jalannya pengejaran). Dari kedua kegiatan ini akan

mendapatkan umpan balik (feedback) terhadap keefektifan pembelajaran

yang telah dilakukan.7 Sebaik apapun pembelajaran, pasti ada kelemahan

yang perlu dibenahi dan disempurnakan. Disinilah pentingnya eveluasi

seorang guru.

B. Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa

1. Pengertian Kesulitan Belajar.

Kesulitan belajar adalah terjemahan dari istilah bahasa inggris learning

disability. Terjemahan tersebut kurang tepat karena learning artinya belajar dan

disability artinya ketidak mampuan. Kesulitan belajar adalah suatu gejala yang

tampak pada peserta didik yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang

rendah atau dibawah norma yang telah ditetapkan.8

Kesulitan belajar merupakan suatu bentuk gangguan dalam satu atau lebih

dari faktor pisik dan psikis yang mendasar yang meliputi pemahaman atau
7
Muhammad Kristiawan, Dian Safitri & Rena Lestari, Manajemen Pendidikan (Cet. I;
Yogyakarta: Deepublis, 2017), h. 66
8
Stefanus M. Marbun, Psikologi Pendidikan (Cet. I; Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia,
2015), h. 123
22

penggunaan bahasa, lisan atau tulisan yang dengan sendirinya muncul sebagai

kemampuan tidak sempurna untuk mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca,

menulis, atau membuat perhitungan matematika, termasuk juga kelemahan

motorik ringan, gangguan emosional atau akibat keadaan ekonomi, budaya, atau

lingkungan yang tidak menguntungkan. Misalnya seorang anak yang hidup dalam

kondisi dibawah standar yang kurang gizi dan tidak mendapat dukungan

pendidikan.9

2. Faktor penyebab kesulitan belajar

Faktor-faktor yang menyebabkan peserta didik kesulitan belajar dapat

digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan faktor ekstern yang

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor intern

Faktor intern adalah faktor dari dalam diri manusia itu sendiri yang

meliputi faktor fisiologi dan psikologi, antara lain:

1) Rendahnya kapasitas atau intelegensi anak didik (bersifat kognitif atau

ranah cipta).

2) Labilnya emosi dan sikap (bersifat efektif atau ranah rasa). Misalnya,

anak yang sedih akan kacau pikirannya dan akan sulit untuk

berkonsentrasi. Sedangkan, hubungan kesehatan mental dan ketenangan

emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik.

3) Terganggunya alat-alat indera (bersifat psikomotor) seperti buta, tuli,

bisu, dan sebagainya.

9
Syarifan Nurjan, Psikologi Belajar (Cet. II; Ponorogo: Wade Group, 2016), h. 161
23

4) Seseorang yang sakit akan akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga

saraf sensoris dan motorisnya lemah. Bisa juga dialami pada anak yang

kurang sehat sebab ia mudah capek, pusing dan daya konsentrasinya

hilang sehingga pikirannya terganggu.

5) Tidak adanya bakat yang sesuai dengan pelajaran tersebut, karena

seseorang akan mudah mempelajari apa yang sesuai dengan bakatnya.

6) Tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran. Belajar yang

tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakat, kebutuhan, dan

sebagainya yang menimbulkan problem pada dirinya.

7) Kurangnya motivasi seseorang, yang berfungsi sebagai faktor inner

(batin) yang mendasari untuk belajar. Karena, semakin besar motivasi

akan semakin besar kesuksesan belajarnya.

8) Tipe-tipe khusus belajar seorang anak yang bermacam, seperti: tipe visual

(mudah mempelajari bahan pelajaran yang dapat dilihat dengan alat

penglihatannya), motoris (mudah mempelajari bahan yang disajikan

dalam bentuk suara), dan individu yang bersifat motorik (mudah

mempelajari bahan yang berupa tulisan, gerakan, dan sulit mempelajari

yang berupa suara dan penglihatan).

b. Faktor ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia itu

sendiri. Faktor eksternal peserta didik meliputi semua situasi dan kondisi

lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar peserta didik.

Yaitu:

1) Faktor orang tua


24

Faktor keluarga merupakan pusat pendidikan utama dan pertama.

Tetapi juga bisa menjadi faktor penyebab kesulitan belajar. Yang

termasuk faktor ini adalah:

a) Cara mendidik orang tua yang tidak/kurang memperhatikan

pendidikan anaknya dan bimbingan orang tua yang salah akan

menjadi penyebab kesulitan belajar. Karena segala yang diperbuat

orang tua tanpa disadari akan ditiru oleh anak-anaknya.

b) Hubungan orang tua dan anak yang kurang baik. Padahal faktor ini

sangat penting sekali dalam kemajuan belajar anak. Yang

dimaksud hubungan disini adalah kasih sayang penuh pengertian

atau perhatian. Karena, dengan kasih sayang tersebut akan

memberikan dan menimbulkan mental yang sehat bagi anak.

c) Keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu, yang mana orang

tua akan merasa berat untuk mengeluarkan biaya. Sehingga akan

menimbulkan kurangnya alat belajar, dan juga tidak mempunyai

tempat belajar yang baik.

d) Ekonomi keluarga yang berlebihan (berlimpah ruah), bisa

menjadikan mereka segan belajar karena terlalu banyak bersenang-

senang. Mungkin juga karena terlalu dimanjakan oleh orang tuanya

dan juga terlena dengan segala fasilitas yang ada.

2) Faktor sekolah

Yang dimaksud sekolah antara lain:


25

a) Guru dapat menjadi penyebab kesulitan belajar, apabila: guru tidak

qualited, baik dalam pengambilan metode yang digunakan atau

dalam mata pelajaran yang dipegangnya. Hal ini bisa saja terjadi

materi yang dipegangnya kurang sesuai, hingga kurang menguasai,

lebih-lebih kalau kurang persiapan, sehingga cara menerangkannya

kurang jelas, sukar dimengerti oleh murid-muridnya.

b) Hubungan guru dan murid kurang baik. Hal ini bermula pada sifat

dan sikap guru yang tidak disenangi oleh murid-muridnya.

Sehingga menghambat perkembangan anak dan mengakibatkan

hubungan guru dengan murid kurang baik.

c) Alat-alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian

pelajaran yang kurang baik. Terutama pelajaran yang bersifat

praktikum.

d) Kondisi gedung yang kurang memenuhi persyaratan, seperti

Ruangan yang tidak ada ventilasinya, dinding yang kotor, dan

sebagainya yang menyebabkan ketidaknyamanan, dan juga

keadaan gedung yang dekat dari tempat keramaian (pasar, pabrik,

dll) sehingga menyulitkan konsentrasi dalam belajar.

e) Waktu sekolah dan kurangnya kedisiplinan. Apabila sekolah

masuk pagi, sore, siang, malam, maka kondisi anak tidak lagi

dalam keadaan yang optional untuk menerima pelajaran. Sebab

energinya sudah berkurang, disamping itu, fisiknya juga sudah

meminta untuk istirahat, karena itu waktu yang paling optional

untuk belajar adalah pagi.


26

f) Faktor media massa dan lingkungan sosial, meliputi: TV, surat

kabar, majalah, dan lain-lainnya. Hal itu akan menghambat belajar

apabila anak terlalu banyak waktu yang diperlukan untuk itu,

hingga lupa akan tugasnya untuk belajar.

3) Faktor lingkungan sosial

a) Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk

dalam jiwa anak. Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang

tidak sekolah, maka ia akan malas belajar, sebab cara hidup anak

yang bersekolah berlainan dengan anak yang tidak sekolah.

Kewajiban orang tua adalah mengawasi mereka serta

mencegahnya agar mengurangi pergaulan dengan mereka.

b) Corak kehidupan tetangga yang kurang baik, seperti yang suka

main judi, minum arak, tidak suka belajar dan menganggur akan

mempengaruhi anak-anak yang tidak sekolah. Minimal tidak ada

motivasi bagi anak untuk belajar. Sebaliknya, jika tetangga terdiri

dari pelajar, mahasiswa, dokter, insinyur, dosen, akan mendorong

semangat belajar anak.

c) Aktivitas dalam masyarakat yang terlalu banyak berorganisasi

akan menyebabkan belajar anak menjadi terbengkalai. Dan dalam

hal ini, diperlukan pengawasan dari orang tua agar kegiatan ekstra

diluar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya.

3. Cara mengenal peserta didik yang mengalami kesulitan belajar


27

Seperti telah dijelaskan bahwa peserta didik yang mengalami kesulitan

belajar adalah peserta didik yang tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan

adanya ancaman, hambatan, ataupun gangguan dalam belajar, sehingga

menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati oleh orang lain, guru, ataupun

orang tua.

Beberapa gejala sebagai indikator adanya kesulitan belajar anak didik dapat

dilihat dari petunjuk-petunjuk berikut:

a. Menunjukkan prestasi yang rendah, di bawah rata-rata nilai yang dicapai

oleh kelompok peserta didik di kelas.

b. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.

Padahal anak didik sudah berusaha belajar dengan keras, tetapi nilainya

selalu rendah.

c. peserta didik lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. Ia selalu

tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal. Misalnya

mengerjakan soal-soal dalam waktu lama baru selesai, dalam megerjakan

tugas-tugas selalu menunda waktu.

d. peserta didik menunjukkan sikap kurang wajar, seperti acuh tak acuh,

berpura-pura, berdusta, mudah tersinggung dan sebagainya.

e. Anak didik menunjukkan tingkah laku yang tidak seperti biasanya

ditunjukkan kepada orang lain. Dalam hal ini misalnya anak didik

menjadi pemurung, pemarah, selalu bingung, selalu sedih, kurang

gembira, atau mengasingkan diri dari kawan-kawan sepermainannya.


28

f. peserta didik yang tergolong memiliki IQ tinggi, yang secara potensial

mereka seharusnya meraih prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataan

mereka mendapatkan prestasi yang rendah.

g. peserta didik yang selalu menunjukkan prestasi belajar tinggi untuk

sebagian besar mata pelajaran, tetapi di lain waktu prestasi belajarnya

menurun drastis.10

4. Upaya dalam mengatasi kesulitan belajar

a. Diagnosis kesulitan belajar

Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar

siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi

(upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan

kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya

seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni

jenis kesulitan belajar siswa.

Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas

langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan

belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai

“diagnostik” kesulitan belajar.

Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara

lain sebagai berikut:

1) Melakukan observasi kelas untuk malihat perilaku menyimpang siswa

ketika mengikuti pelajaran.

10
Afi Parnawi, Psikologi Belajar (Cet. II; Yogyakarta: Deepublish, 2020), h. 98
29

2) Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga

mengalami kesulitan belajar.

3) Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui keadaan

keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.

4) Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui

hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.

5) Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa

yang diduga mngalami kesulitan belajar.

b. Pemecahan kesulitan belajar siswa

Ada beberapa langkah penting dalam mengatasi kesulitan belajar

siswa antara lain:

1) Mengatasi kesulitan belajar siswa berdasarkan diagnosis.

2) Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang

memerlukan perbaikan.

3) Menyusun program perbaikan, khususnya program remidial teaching.

4) Melaksanakan program remedial teaching.11

5. Mata pelajaran fikih

a. Pengertian mata pelajaran fikih

Menurut bahasa fiqih berasal dari “Faqiyah yafqahu-fiqhun” yang berarti

mengerti atau paham. Paham yang dimaksud adalah upaya aqliah dalam

memahami ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Oleh karena itu, ilmu Fikih merupakan ilmu yang mempelajari ajaran Islam

11
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 182
30

yang disebut dengan syariat yang bersifat amaliah (praktis) yang diperoleh dari

dalil-dalil yang sistematis.12

Mata pelajaran fikih di Madrasah Aliyah merupakan mata pelajaran

bermuatan pendidikan agama Islam yang memberikan pengetahuan tentang

ajaran Islam dalam segi hukum syara’ dan membimbing peserta didik agar

memiliki keyakinan dan mengetahui hukum-hukum dalam Islam dengan benar

serta membentuk kebiasaan untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari-

hari.

b. Tujuan dan Fungsi Pembejaran Fikih di Madrasah Aliyah

1) Tujuan Pembelajaran Fikih

a) Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip, kaidah-kaidah, dan tata

cara pelaksanaan hukum Islam yang baik menyangkut aspek ibadah

maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan

pribadi dan sosial.

b) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan

benar dan baik, sebagai pewujudan dan ketaatan dalam menjalankan

ajaran Agama Islam dalam hubungan manusia dengan Allah swt,

dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya

maupun dengan lingkungannya.

2) Fungsi Pembelajaran Fikih

a) Penanaman nilai-nilai kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah

SWT. Sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan

akhirat.

12
Beni Ahmad Saebani & Januari, Fiqih Ushul Fiqih (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 13
31

b) Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam dikalangan peserta

didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Madrasah Aliyah dan masyarakat

c) Pembangunan mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan

sosial melalui Fikih Islam.

d) Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Serta

akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan

lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.13

Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan hukum Islam baik yang

menyangkut aspek ibadah maupun mu’amalah untuk dijadikan pedoman hidup

dalam kehidupan pribadi dan sosial.

13
Asrofudin, “Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Fiqih”, dalam
http://asrofudin.blogspot.co.id/2010/05-html?m=1, 30 November 2019.

Anda mungkin juga menyukai