MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Perbandingan Mazhab
pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidika Agama Islam
Semester VI Kelompok II Tahun Akademik
2020/2021
Oleh
NURALISAH
02181047
SARTIKA
02181045
BONE
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt., atas petunjuk dan
hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Mazhab
Djafariyah” ini dengan semaksimal mungkin, apabila terdapat banyak kesalahan
dalam penulisan makalah ini, kami hanya mampu mengucapkan mohon maaf
yang sedalamnya, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah swt.
Dalam penyelesaian makalah ini tentunya banyak melibatkan berbagai
pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita terutama sebagai calon
pendidik yang bertugas untuk mengarahkan peserta didik kepada tujuan
pendidikan yaitu mencerdaskan anak bangsa. Memang makalah ini masih jauh
dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Kelompok 6
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Simpulan 11
B. Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Imam Abu JA’far As-Shodiq?
2. Bagaimana dasar Ijtihad mazhab Djafariyah?
3. Bagaimana metode Istimbat hokum mazhab jafariyah?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui biografi Imam Abu JA’far As-Shodiq
2. Memahami dasar Ijtihad mazhab Djafariyah
3. Mengetahui metode Istimbat hokum mazhab jafariyah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Al-Qur’an
Menurut Mazhab Ja’fari, Al-Qur’an merupakan sumber pertama hukum
dan aturan Islam. Namun dalam menggali hukum dari Al-Qur’an tidak
selalu harus memperhatikan makna lahirnya tetapi harus juga
memperhatikan makna batinnya. Untuk mendapatkan makna batin itu, para
pengikut mazhab Ja’fari harus mempunyai marja’ (tempat meminta fatwa),
yaitu para imam atau naib al-Imam (penganti para I ma maksum)
(Ṭabaṭaba’i, 1989:109). Oleh karena itu, mereka memandang imam-imam
itu sebagai al-Qur’an an-Natiq (Al-Quran yang berbicara), sementara Al-
Qur’an yang berupa mushaf mereka sebut al-Qur’an al-Ṣamit (Alquran
yang diam). Apa yang disebutkan oleh para imam maksum tidak mungkin
1
http://carangerti.blogspot.com/2016/02/makalah-pemikiran-madzhab-jafari.html?m=1
bertentangan dengan apa yang disebutkan Al-Quran. Karena kandungan
Al-Qur’an bersifat mujmal (global), maka perlu penjelasan yang lebih
terperinci. Orang yang paling patut memberikan penjelasan ini adalah para
imam yang maksum. Dengan kata lain, kita hanya dapat mengetahui
maksud Al-Qur’an yang sebenarnya dengan petunjuk para imam yang
telah mendapat petunjuk dari Allah swt. Mereka mendapat petunjuk
langsung dari Allah, karena ketakwaan mereka yang amat tinggi dan
kebersihan hati mereka yang sudah mencapai maksimal.
2. Sunah
Syiah menganggap sunah itu sebagai sumber utama yang kedua,
yang diwajibkan kepada setiap orang Islam untuk mengamalkannya.
Sunah menurut mazhab Ja‘fari adalah ucapan, tindakan, dan pembenaran
melalui diamnya Nabi saw dan para imam maksum. Dengan demikian,
kalau di kalangan mazhab Sunni, yang dimaksud sunah hanya dinisbahkan
kepada Nabi saw, sementara sunah menurut mazhab Ja‘fari bukan saja
ucapan, tindakan, dan pembenaran Nabi saw tetapi juga termasuk di
dalamnya ucapan, tindakan dan pembenaran para imam yang maksum.
Oleh karena itu, segala sesuatu yang berasal dari imam sama
kedudukannya dengan yang berasal dari Nabi saw (al-Mudzaffar, 1992:93-
95). Dengan tetap memandang bahwa kesempurnaan para imam mereka
berada di bawah posisi kesempurnaan Rasul dan di atas kesempurnaan
manusia biasa (AlGita, 1993: 62).
كتاب اهلل وعرتيت أهل بييت: إين تركت فيكم ماإن متسكتم به لن تضلوا،ياأيها الناس.
3. Ijma’
4. Akal
Ketiga, pintu ijtihad masih tetap terbuka sampai sekarang, berbeda dengan
pendapat kebanyakan ulama Sunni. Selain masalah di atas, Syiah Imamiyah dan
mazhab-mazhab lainya sama saja tidak banyak berbeda kecuali dalam masalah
furū’ seperti perbedaan yang terjadi antar ulama Syiah Imamiyah atau antar ulama
Sunni itu sendiri dari segi pemahaan dan istinbāṭ hukum. Wahbah Al-Zuhaylī
ulama kontemporer asal Syiria dalam kitabnya “al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu”
menyebutkan bahwa fikih Syiah Imamiyah lebih dekat kepada fikih Imam Syafi’i.
Perbedaan antara kedua mazhab tersebut tidak terjadi kecuali dalam tujuh belas
permasalahan saja, diantaranya masalah kebolehan nikah mut’ah. Perbedaan
mereka tidak lebih dari perbedaan masalah fiqhiyah seperti layaknya terjadi antara
mazhab Syafi’i dan mazhab Hanafi. Pada hakikatnya perbedaan antara Syiah
Imamiyah dan kelompok Sunni tidak berkenaan dengan masalah akidah dan
masalah fikih. Akan tetapi lebih mengacu kepada masalah pemerintahan (al-
Hukūmah) dan masalah Imāmah, (Wahbah 1995:59) yang kedua-duanya bila
tidak dilaksakan tidak menjadikan seorang muslim menjadi kafir.3
BAB III
3
Abdul Rouf, Kriteria Hukum Fikih Ja‘fari, Jakarta: AHKAM, Jurnal Ilmu syariah,
Volume 17, Number 1, 2017
PENUTUP
A. Kesimpulan
wafat di kota yang sama pada tahun 148 H dalam usia 68 tahun. Nama
beliau adalah Ja’far Bin Muhammad Bin Ali Zainal’ Abidin bin
Husain Bin Ali Bin Abu Thalib, keponakan Rasulullah dan istri putrid
as Sa’idi dan Anas bin malik r.a. ia juga berguru pada Sayyidu Tabi’in
Abdullah Bin Abi Rafi’ serta Iqrima Maula Ibnu Abbas. Ia pun
Bakar.
4. Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://carangerti.blogspot.com/2016/02/makalah-pemikiran-madzhab-
jafari.html?m=1 Diakses 4 Mei 2021
Lufaefi, “Harmonisme Fikih Ja’fari Dan Hanafi: Kajian Historis Dan
Sumber-Sumber Hukum Keduanya”, al- Afkar, Vol. 2, No. 1, January 2019.
Rouf, Abdul. Kriteria Hukum Fikih Ja‘fari, Jakarta: AHKAM, Jurnal Ilmu
syariah, Volume 17, Number 1, 2017