Anda di halaman 1dari 14

Risvan Akhir Roswandi, S.Sy, M.H.

MADZHAB IMAM HANAFI

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih

Dosen Pembimbing:
Risvan Akhir Roswandi, S.Sy, M.H.

Disusun oleh:
Rizky Ananda Putra 12070312086
T.Kurnia Irohim 12070310807

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang bejudul
Madzhab Imam Hanafi ini dengan baik, meskipun banyak kekurangan di
dalamnya. Kami beharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang
akan kami susun di masa yang akan datang mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah yang telah kami susun
ini beguna bagi kita maupun orang yang membacanya.

Pekanbaru, 20 September 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN......................................................................................................3

2.1 Biogafi Imam Hanafi......................................................................................3

2.2 Sejarah Munculnya Mazhab Imam Hanafi.....................................................4

2.3 Konsep/ Hukum Mazab Imam Hanafi............................................................7

2.4 Karakteristik Mazhab


Hanafi..........................................................................9
BAB III

PENUTUP.......................................................................................................................10

3.1 Kesimpulan...................................................................................................10

DAFTAR

PUSTAKA........................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada waktu Nabi Muhammad SAW wafat, dasar-dasar agama yang
fundamental telah diletakkan secara lengkap dan memadai. Saat kekuasaan Islam
meluas, berbagai masalah harus dihadapi termasuk masalah agama. Banyak
ditemui realitas lingkungan yang baru, yang tidak cukup diatasi dengan fatwa-
fatwa hukum yang sebelumya digunakan, tapi dibutuhkan penalaran baru untuk
memecahkannya.
Kondisi lingkungan yang beraneka ragam memunculkan ijtihad-ijtihad
yang berdasarkan al-Quran, hadits, ijma’, qiyas, juga didasarkan tradisi
masyarakat (‘urf), atau didasarkan kemaslahatan umum (maslahah mursalah), atau
pilihan yang terbaik di antara kemungkinan yang ada (istihsan), atau berdasarkan
shari’ah umat Islam yang terdahulu (shar’ man qablana), dan sebagainya.
Fenomena tersebut melahirkan madzhab-madzhab fiqh yang terus berkembang.
Salah satu diantaranya adalah madzhab Hanafi yang keberadaannya masih eksis
sampai saat ini.
Mengenal biografi tentang para imam mazhab merupakan manfaat besar
bagi umat muslim. Mereka merupakan golongan sebagaimana yang terekam
dalam sabda Nabi  “Ulama dari umatku seperti para nabi Bani Israil”. Menyinari
jalan bagi orang banyak ,meskipun jalan itu sangat terjal dan sulit untuk di dalui.
Mereka semua adalah para imam mujtahid yang telah berjasa membentangkan
jalan lurus dan memberikan jalan petunjuk manusia ke jalan benar sehingga
mereka mengenal hukum-hukum agama.

1
1.2 Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang permasalahan yang ada, maka perumusan
masalahnya adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana biografi Imam Hanafi?
2. Bagaimana sejarah munculnya madzhab Imam Hanafi?
3. Apa saja dasar hukum yang dipakai dalam madzab Imam Hanafi?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana biografi Imam Hanafi.
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah munculnya madzhab Imam Hanafi.
3. Untuk mengetahui apa saja dasar hukum yang dipakai dalam madzhab Imam
Hanafi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biogafi Imam Hanafi


Imam mempunyai nama lengkap Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin
Zutha Al-Kufi. Lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah/699 M. Beliau digelari dengan
nama Abu Hanifah yang berarti suci dan lurus, karena sejak kecil beliau dikenal
dengan kesungguhannya dalam beribadah, berakhlak mulia, serta menjauhi
perbuatan-perbuatan dosa dan keji.
Ayahnya (Tsabit) berasal dari keturunan Persia sedangkan kakeknya
(Zutha) berasal dari Kabul, Afganistan. Ketika Zutha bersama anaknya (Tsabit)
berkunjung kepada Ali bin Abi Thalib, Ali bin Abi Thalib mendo’akan agar kelak
keturunan Tsabit menjadi orang-orang yang utama di zamannya, dan doa itu pun
terkabul dengan kehadiran Imam hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya
wafat.
Abu Hanifah tumbuh dan dibesarkan di kota Kufah. Ia pun pernah
melakukan perjalanan ke Basrah, Makkah dan Madinah dalam rangka
mengembangkan wawasan dan memperluas ilmu pengetahuan yang telah ia
peroleh.
Abu Hanifah juga telah menghafal Al Quran sedari kecil. Di masa remaja,
Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit mulai menekuni belajar agama dari ulama-
ulama terkemuka di Kota Kufah. Ia sempat berjumpa dengan sembilan atau
sepuluh orang sahabat Nabi semisal Anas bin Malik, Sahl bin Sa’d, Jabir bin
Abdullah, dll.
Saat berusia 16 tahun, Abu Hanifah pergi dari Kufah menuju Mekah untuk
menunaikan ibadah haji dan berziarah ke kota Nabi SAW, Madinah al-
Munawwaroh. Dalam perjalanan ini, ia berguru kepada tokoh tabi’in, Atha bin
Abi Rabah, yang merupakan ulama terbaik di kota Mekah.
Jumlah guru Imam Abu Hanifah adalah sebanyak 4000 orang guru. Di
antaranya 7 orang dari sahabat Nabi, 93 orang dari kalangan tabi’in, dan sisanya
dari kalangan tabi’ at-tabi’in. Beliau menunaikan haji sebanyak 55 kali.

3
2.2 Sejarah Munculnya Madzhab Imam Hanafi
Madzhab Hanafi menjadi salah satu mazhab fikih tertua dalam masyarakat
Muslim. Pertama kali dirintis oleh Imam Abu Hanifah (150 H). Seorang ulama
yang tinggal di Kota Kufah, Irak.
Abu Hanifah meninggalkan tiga karya tulis, yaitu kitab Al-Fiqh Al-
Akbar, Al-Fiqh Al-Absath, dan Al-Alim Wa Al-Muta'allim. Tidak ada yang secara
khusus membahas tentang hukum Islam. Pemikiran hukum Islam Abu Hanifah
lebih banyak diperoleh dari karya-karya muridnya, seperti Abu Yusuf (182 H) dan
Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaiban (189 H).
Abu Yusuf mengarang Kitab al-Atsar dan Kitab Al-Kharaj. Kedua karya
tersebut menarik perhatian pemerintah pada era Abbasiyah. Khalifah Harun Al-
Rasyid mengangkat Abu Yusuf sebagai Hakim Agung. Tugasnya tak hanya
memutus persoalan hukum yang terjadi di wilayah kekuasaan Abbasiyah, tetapi
juga mengangkat para hakim lokal. Abu Yusuf lebih banyak mengangkat para ahli
yang memiliki kemampuan memutuskan hukum dengan metode Imam Abu
Hanifah. Karena kebijakan ini, masyarakat pada akhirnya lebih mengenal
pandangan-pandangan hukum Mazhab Hanafi dibanding pandangan mazhab lain.
Di antara lokasi yang menjadi pusat penyebaran Mazhab Hanafi adalah Irak,
Khurasan, Syam, Mesir, dan wilayah Afrika Utara lainnya.
Al-Mayuriqi (488 H), dalam kitab Jadwah Al-Muqtabis Fi Dzikri Wulat Al-
Andalus, membenarkan keterlibatan kekuasaan dalam penyebaran Mazhab Hanafi.
Dia mengutip pernyataan Ibn Hazm, seorang ulama Andalusia bermazhab Zahiri
yang mencatat, "Dua mazhab yang berkembang karena dukungan kekuasaan
adalah Mazhab Hanafi di Timur dan Mazhab Maliki di Andalusia."
Pengaruh Mazhab Hanafi yang kuat di masyarakat Abbasiyah, ditunjukkan
salah satunya ketika Khalifah Al-Qadir Billah mengganti hakim kota Baghdad
dengan hakim bermazhab Syafi'i bernama Al-Barizi.
Menurut Ahmad Timur dalam buku Nazhrah Tarikhiyyah Fi Huduts Al-
Madzahib Al-Fiqhiyyah Al-Arba'ah, kebijakan tersebut memicu konflik di
masyarakat bawah. Khalifah Al-Qadir Billah akhirnya mengembalikan jabatan

4
hakim kepada ulama bermazhab Hanafi untuk menghentikan keresahan. Sejak
saat itu, Mazhab Hanafi memiliki posisi yang kuat dalam pemerintahan.
Dalam catatan Christie S. Warren yang dipublikasikan Oxford
Bibliographies, dituliskan bahwa pada abad ke-16 Kekhalifahan Turki Usmani
mengadopsi Mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi negara. Hal ini sekali lagi
menunjukkan pengaruh mazhab Hanafi yang kuat pada era kekhalifahan Turki
Usmani.

Dalam Ensiklopedi Tunisia (Al-Mausu'ah Al-Tunisiyyah Al-Maftuhah)


disebutkan, Mazhab Hanafi menjadi salah satu mazhab yang punya banyak
pengikut di Tunisia. Mazhab Hanafi telah masuk sejak abad ketiga Hijriah.
Namun para pengikut Mazhab Hanafi mendapatkan posisi semakin kuat ketika
Turki Usmani menguasai Tunisia. Mazhab Hanafi menjadi mazhab resmi.
Para pejabat, tentara, dan para hakim bermazhab Hanafi. Syaikhul Islam,
jabatan mufti tertinggi negara, selalu dipegang ulama pengikut bermazhab Hanafi.
Menurut Abu Zahrah dalam buku Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyyah, ada tiga
faktor perkembangan mazhab Hanafi.
Pertama, banyaknya murid Abu Hanifah yang memiliki kecakapan dalam
menjawab permasalahan-permasalahan hukum. Mereka menguasai metode
pengambilan keputusan hukum Abu Hanifah, pendapat-pendapat pendiri mazhab,
dan dasar-dasar yang digunakannya. Hal ini membuat mereka dapat dengan cepat
menemukan hukum agama terkait dengan kasus yang sedang terjadi. Selanjutnya
mereka menjadi rujukan masyarakat luas.
Kedua, pengembangan teori pengambilan keputusan hukum. Pada saat yang
bersamaan, pengikut mazhab lain belum menyadari pentingnya pengembangan
teori tersebut. Misalnya tentang proses penemuan alasan hukum atau biasa
disebut illat al-hukm. Dengan memahami alasan di balik suatu keputusan hukum,
mereka dapat melakukan analogi untuk kasus-kasus baru..
Ketiga, penyebaran ke wilayah yang memiliki adat-istiadat yang beraneka
macam. Hal ini akan menguji kemampuan para hakim bermazhab Hanafi
menjawab permasalahan yang timbul. Pengalaman ini membuat para ulama
pengikut Mazhab Hanafi dapat mengembangkan metode pengambilan hukum dan

5
mengkompilasi fatwa yang sangat kaya. Penyebaran ke berbagai wilayah tersebut
tidak dapat dilepaskan dari dukungan penguasa Abbasiyah di masa lalu dan
penguasa Turki Usmani pada era modern.
Saat ini, mazhab Hanafi menjadi mazhab yang dominan di beberapa negeri
mayoritas Muslim. Christie S. Warren mencatat bahwa Mazhab Hanafi banyak
dianut di Yordania, Lebanon, Pakistan, Suriah, Turki, Uni Emirat Arab,
Bangladesh, Mesir, India, dan Irak.
Pengaruh Mazhab Hanafi dapat dilihat dalam sejumlah praktik masyarakat
di negara-negara yang mengikuti mazhab tersebut. Salah satu praktik ibadah yang
didasarkan kepada Mazhab Hanafi adalah azan yang digunakan di sebagian
masjid di India dan Afghanistan. Praktik yang dapat ditemui pada sebagian masjid
penganut Mazhab Hanafi, bacaan takbirnya hanya dua kali. Azan semacam ini
didasarkan kepada pendapat Abu Yusuf dan Muhammad bin Al-Hasan Al-
Syaibani.
Praktik ibadah lain yang didasarkan kepada Mazhab Hanafi adalah cara
berwudu dengan cara duduk di tempat yang tinggi seperti bangku. Di tempat
wudu di masjid-masjid Turki, negara yang banyak ditemukan penganut Mazhab
Hanafi, disediakan bangku duduk di depan kran-kran wudu. Hal ini karena dalam
Mazhab Hanafi, sebagaimana juga fatwa dalam mazhab Maliki, sangat dianjurkan
duduk di tempat agak tinggi saat berwudu. Tujuannya untuk menghindari
percikan air bekas wudu yang menurut sebagian pendapat dinilai najis.

6
2.3 Dasar Hukum Madzab Imam Hanafi
Dalam menetapkan suatu hukum imam Abu Hanifah menggunakan
beberapa dasar hukum diantaraanya.
1. Al Qur’an
Al Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril. Menurut ulama Ushul Al-qur’an adalah, “Kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang ditulis dalam mushaf,
berbahasa arab, dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir, diawali dari
surat Al-Fatihah, diakhiri dengan surat An-Nas dan membacanya merupakan
ibadah. Penguraian garis besar juga menegaskan bahwa Al-Qur’an dirinci oleh
Rasulullah SAW dalam menentukan kebijakan hukum Islam dan
pembatasannya.
2. Hadits
Hadits merupakan perbuatan, persetujuan, sifat-sifat Rasulullah SAW baik sifat
jasmani ataupun sifat akhlaq. Sunnah merupakan sumber syariat Islam setelah
Al Quran. Sunnah berfungsi merinci garis besar Al Quran, menjelaskan yang
musykil, membatasi yang muthlak, dan memberikan penjelasan hukum.
Demikian sunnah mengikut Al-Qur’an sebagai penjelas kaidah umum dalam
Al-Qur’an.
3. Ijma’
Ijma’ adalah Kesepakatan para ahli fiqih dalam sebuah periode tentang suatu
masalah urusan agama setelah wafatnya Rasulullah SAW. Sejumlah ayat dan
sunnah menjelaskan bahwa Ijma’ adalah sumber dan hujjah dalam menetapkan
hukum.
4. Qiyas
Qiyas adalah menyamakan suatu perkara dengan perkara (yang sudah ada
ketetapan hukumnya), dalam hukum syariat kedua perkara ini ada kesamaan
illat. Menurut ulama ushul qiyas adalah memberlakukan suatu hukum yang
sudah ada nashnya kepada hukum yang tidak ada nashnya berdasarkan
kesamaan illat. Contoh, Allah mengharamkan khamar karena memabukan,
maka segala makanan dan minuman yang memabukan hukumnya sama dengan
khamar yaitu haram.

7
5. Aqwalush shahabah (Ucapan Para Sahabat)
Ucapan para sahabat menurut Imam hanafi itu sangat penting karena menurut
beliau para sahabat merupakan pembawa ajaran rasul setelah generasi beliau.
6. Istihsan
Pengertian Istihsan menurut bahasa ialah menganggap baik sesuatu, sedangkan
menurut istilah ialah kecenderungan seseorang pada sesuatu karena
menganggapnya lebih baik, meskipun hal itu dianggap tidak baik oleh orang
lain. Para ulama juga mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai
definisi dari istihasn itu sendiri, salah satunya adalah pengikut Mazhab Hanafi
yang menyebutkan bahwa Istihsan berarti kecenderungan yang lebih baik (adil)
untuk mendapatkan pemecahan masalah yang tepat.
Al-istihsan artinya berpindahnya seorang mujtahid dari suatu dalil qiyas kepada
qiyas yang lain yang lebih kuat pengaruhnya atau lebih sesuai bagi kepentingan
manusia, meskipun bisa saja secara teknis dalil qiyas yang digunakan lebih
lemah dari pada dalil qiyas yang ditinggalkan. Dalam madzhab ini istihsan
tidak diragukan lagi sebagai salah satu dari dalil dalam menentukan suatu
hukum.
7. Urf
Menurut bahasa, berasal dari kata ‘arofa-ya’rufu-ma’rufan yang berarti “yang
baik”. Sedangkan menurut istilah adalah apa yang dikenal oleh manusia dan
menjadi tradisinya, baik ucapan, perbuatan ataupun pantangan-pantangan. Atau
dalam istilah lain biasa disebut adat (kebiasaan). Sebenarnya, para ulama’ ushul
fikih membedakan antara adat dengan Urf dalam membahas kedudukannya
sebagai salah satu dalil untuk menetapkan hukum syara’. Adat didefinisikan
dengan “sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan
yang rasional”.

8
2.4 Karakteristik Mazhab Hanafi
Sahal ibn Muzahim, sebaimana yang dikutip oleh Hasbi ash-Shiddieqy,
menerangkan bahwa dasar-dasar (sumber-sumber) hukum Abu Hanifah dalam
menegakkan Fiqih adalah : “Abu Hanifah memegangi riwayat orang yang
terpercaya dan menjauh kan diri dari keburuan serta memperhatikan muamalat
manusia dan adat. Beliau memegang Qiyas. Kalau tidak baik dalam satu-satu
masalah di dasarkan kepada Qiyas, beliau memegangi istihsan selama yang
demikian itu dapat dilakukan. Kalau tidak, beliau berpegang kepada adat dan ‘uruf
Ringkasnya. Dasar sumber-sumber atau karakteristik hukum mazhab Hanafi, ialah
:

a. Al-Qur’an
b. Sunnah Rasullullah SAW (hadits) dan azas-azas yang shahih yang telah
masyhur di antara para ulama
c. Fatwa-fatwa para sahabat
d. Qiyas
e. Istihsan
f. Adat dan ‘uruf masyarakat

Abu hanifah tidak bersikap fanatik terhadapt pendapatnya. Ia selalu


mengatakan “Inilah pendapat saya dan kalau ada orang yang membawa pendapat
yang lebih kuat, maka pendapatnya itulah yang lebih benar”. Pernah ada orang
yang berkata kepadanya. “ apakah yang engkau fatwakan itu benar, tidak
diragukan lagi?”. Ia menjawab, “demi allah, boleh jadi ia adalah fatwa yang salah
yang tidak diragukan lagi”.

Dari keterangan diatas, tampak imam hanifah dalam beristidlal atau


menetapkan hukum syara’ yang tidak ditetapkan dalilnya secara qath’iy dari Al-
Qur’an atau dari hadits yang diragukan keasliannya. Ia selalu menggunakan ra’yu.
Ia sangat selektif dalam menerima hadits. Imam abu hanifah memperhatikan
muamalat manusia, adat istiadat serta ‘urf mereka. Beliau berpegang kepada qiyas
dan apabila tidak bisa ditetapkan berdasarkan qiyas, beliau berpegang kepada
istihsan selama hal itu dapat dilakukan.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Madzhab Hanafi merupakan salah satu madzhab fikih tertua dalam


masyarakat Muslim. Didirikan oleh Imam Abu Hanifah yang bernama asli
Nu’man bin Tsabit bin Zutha Al-Kufi, berasal dari keturunan bangsa Persia. Abu
Hanifah lahir di Kufah, kota yang terletak di Iraq, pada tahun 80 H (699 M) dan
wafat di Baghdad pada tahun 150 H (767 M). Beliau mempunyai banyak murid,
yang kemudian menulis berbagai buku tentang madzhab Hanafi. Ada tiga faktor
perkembangan mazhab Hanafi. Pertama, banyaknya murid Abu Hanifah yang
memiliki kecakapan dalam menjawab permasalahan-permasalahan hukum.
Kedua, pengembangan teori pengambilan keputusan hukum. Ketiga, penyebaran
ke wilayah yang memiliki adat-istiadat yang beraneka macam. Adapun dasar
hukum madzhab Hanafi adalah Al Qur’an, hadits, ijma’, qiyas, aqwalush
shahabah, istihsan, dan ‘urf.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://ahsinunniam.blogspot.com/2016/04/makalah-mazhab-hanafi-imam-abu-
hanifah.html (diakses 20 September 2022)
http://akusukaani.blogspot.com/2017/03/makalah-mazhab-hanafi.html (diakses 20
September 2022)
http://kajikisah.blogspot.com/2015/08/biografi-singkat-imam-abu-hanifah.html
(diakses 20 September 2022)
http://repository.uin-suska.ac.id/7241/3/BAB%20II.pdf (diakses 20 September
2022)
https://beritagar.id/artikel/ramadan/perkembangan-mazhab-hanafi (diakses 20
September 2022)

11

Anda mungkin juga menyukai