Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERKEMBANGAN FIQIH PADA ZAMAN AIMATUL MADZAHIB


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu : Drs.H.Asro’ie, M.Pd.I

Kelompok 10
Disusun Oleh :
1. Alfa rifa luky A.R (2108096099)
2. Linawati (2108096100)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN


TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayahnya,pemakalah dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Perkembangan Ilmu Fiqih Pada Zaman Aimatul
Madzahib” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih.Selain itu,makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang perkembangan fiqih pada zaman Aimatul Madzahib.
Pemakalah mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs.H.Asro’ie, M.Pd.I selaku
dosen mata kuliah Ilmu Fiqih.Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Pemakalah menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Klaten ,1 November 2021

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………....................................ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..iii

BAB I Pendahuluan…..……………………………………………………………………...1

BAB II Pembahasan…………………………………………………………………………1

A. Perkembangan Madzhab pada Zaman Aimatul Madzahi…………….………….1

B. Madzhab Periode Tabi'ut Tabi'in……………………….………………………..2

BAB III Penutup………………………………………… …………………………………5

Kesimpulan…………………………………………… …………………………………..5

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 7
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Ilmu ushul fiqih merupakan suatu disiplin ilmu yang dirasa sangatlah penting bagi umat
islam, karena dengan ilmu ushul fiqih seseorang dapat mengetahui dasar-dasar hukum atas
penyimpulan sebuah hukum yang tentunya tetap didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Pada zaman Rasulullah fiqih belum ada ilmu spesifik yang membahas tentang fiqih dengan
segala permasalahannya. Dalam menyimpulkan suatu hukum, umat islam tidak perlu
melakukan ijtihad karena semua permasalahan sudah terselesaikan dengan jawaban dari
Rasulullah yang tentunya berdasarkan Al-Qur’an ataupun sunnah beliau sendiri. Lainnya
halnya dengan zaman Rasulullah fiqih sangatlah berkembang pada masa setelah Rasulullah
wafat.
Ilmu ushul fiqih selalu berkembang di setiap zaman, mulai dari zaman para Sahabat sampai
saat ini. para mujtahid saling mengedepankan argumen kuat selama tidak bertentangan
syariah. Ada penambahan bahkan penyempurnaa ilmu ushul fiqih pada ijtihad para Sahabat
sampai dengan para mujtahid setelah sahabat, terutama pada masa Imam Syafi’i mulai
membukukan kitab ushul fiqih yang terkenal dengan nama ar-Risalah ini sebagai acuan para
ulama fiqih berlomba-lomba untuk membukukan pemikiran ushul fiqih mulai dari perkara
yang diajarkan guru Madzhab sampai kepada kasus-kasus masyarakat.

BAB II
Pembahasan

A. Perkembangan Madzhab pada Zaman Aimatul Madzahib


Tabi'ut Tabi'in atau Atbaut Tabi'in (bahasa arab: ‫ )تابع التابعين‬adalah generasi setelah Tabi'in,
artinya pengikut Tabi’in, adalah orang islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak
mengalami masa hidup sahabat Nabi. Tabi'ut Tabi'in adalah di antara tiga kurun generasi
terbaik dalam sejarah manusia, setelah Tabi'in dan Shahabat. Tabi'ut Tabi'in disebut juga
murid Tabi'in.
Menurut banyak literatur Hadis: Tabi'ut Tabi'in adalah orang Islam dewasa yang pernah
bertemu atau berguru pada Tabi'in dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga yang
menulis bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya. Karena
Tabi'in yang terakhir wafat sekitar 110-120 Hijriah.
Tabi'in sendiri serupa seperti definisi di atas hanya saja mereka bertemu dengan Sahabat.
Sahabat yang terakhir wafat sekitar 80-90 Hijriah.
Aimmatul Arba’ah, empat (4) imam Madzhab Fiqh, maksudnya ialah Imam Hanafi, Imam
Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali

B. Madzhab Periode Tabi'ut Tabi'in


 
1. Madzhab Hanafi
Madzhab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah(Nu’man bin Tsabit).
Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir Kufah tahun 80 H dan wafat pada tahun
150 H. Beliau hidup pada dua masa, yaitu masa bani Umayyah dan bani Abbasiyyah.
Beliau termasuk dari Tabiut Tabi’in(yaitu mereka yang hidup setelah generasi
Tabi’in. Ada yang mengatakan beliau adalah Tabi’in, karena ada riwayat beliau
pernah bertemu dengan Anas bin Malik. Beliau sering mendapat julukan sebagai
Imam Ahlu Ra’yi(sebab dalam mengambil kesimpulan hukum, banyak memakai
rasio). Beliau adalah ahli fiqh yang tinggal di Irak dan menjadi rujukan masyarakat
Irak. Karakter penduduk Irak saat itu cenderung pemalas dan serta berdebat, serta
susah dinasehati, sehingga jika beliau mengajak mereka untuk melaksanakan syariat
Allah, beliau harus berusaha mencari-cari dalil atau alasan yang bisa masuk akal.
Atas dasar inilah beliau lebih banyak menggunakan akalnya (logika) daripada dalil
Al-Qur’an dan Hadis. Pun demikian, bukan berarti beliau meninggalkan keduanya.
Apa yang beliau sampaikan dari pendapat fiqh sebenarnya bersumber juga dari Al-
Qur’an dan Hadis. Hanya saja, tidak beliau sebutkan secara tekstual.

Sebab Kemunculan, Perkembangan berbagai mazhab, selain didukung oleh fuqaha


serta para pengikut mereka, juga mendapat pengaruh dan dukungan dari penguasaan
politik. Mazhab Hanafi mulai berkembang ketika Abu Yusuf, murid abu Hanifah
diangkat menjadi Qadhi dalam pemerintahan tiga khalifah Abbasyiah: Al-mahdi, Al-
hadi dan Al-Rasyid. Al-Kharaj adalah kitab yang disusun atas permintaan khalifah Al-
Rasyid dan kitab ini adalah rujukan pertama rujukan Hanafi.

Ulama yang mengikuti madzhab Abu Hanifah dikenal dengan ulama Hanafiyah.
Madzhab Hanafiyah telah menyebar ke berbagai wilayah Islam, seperti Baghdad,
Persia, India, Bukhara, yaman, Mesir, dan Syam. Madzhab Hanafiyah termasuk
madzhab yang paling banyak dianut pada masa Dinasti Abbasiyah.

Sumber Hukum dalam Istinbath, Abu Bakar Muhammad Ali Thaib al-Baghdadi
dalam kitabnya, alBaghdadi menjelaskan bahwa dasar-dasar pemikiran fiqh Abu
Hanifah sebagai berikut: “aku (Abu Hanifah) mengambil kitab Alah. Bila tidak
ditemukan di dalamnya, aku ambil dari sunah Rasul, jika aku tidak menemukan pada
kitab dan sunahnya, aku ambil pendapat sahabat-sahabat. Aku ambil perkataan yang
aku kehendaki dan aku tinggalkan pendapatpendapat yang tidak aku kehendaki. Dan
aku tidak keluar dari pendapat mereka kepada pendapat orang lain selain mereka.
Adapun apabila telah sampai urusan itu atau telah datang kepada Ibrahim, as-
Syaibani, Ibnu Sirin, al-Hasan, Atha’, Said, dan Abu Hanifah menyebut beberapa
orang lagi mereka orang-orang yang telah berijtihad”.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dasar-dasar Madzhab Hanafi adalah:
Kitab Allah (al-Qur’an), Sunnah Rasulullah yang telah masyhur dikalangan ahlu,
Fatwa-fatwa dari sahabat, Al-Qiyas, Istihsan, Al- ‘Urf.

2. Madzhab Maliki
Madzhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas. Beliau lahir pada tahuyn 93 H,
pada masa khalifah al-Walid bin Abdul Malik dan meninggal pada tahun 179 H, pada
masa khalifah Harun ar-Rasyid. Beliau dalah Imam dan ulama besar di Madinah.
Beliau termasuk ahli fiqh dan ahli hadis setelah Tabi’in. Beliau terkenal sebagai orang
yang betul-betul melaksanakan As-Sunnah.

Sebab Kemunculan, Mazhab Malik berkembang di khilafah timur atas dukungan


alMansyur dan di khilafah barat atas dukungan Yahya Ibnu Yahya ketika diangkat
menjadi qadhi oleh para khalifah Andalusia. Di Afrika, Al-Mu’iz Badis mewajibkan
seluruh penduduk untuk mengikuti Mazhab Maliki.

Sumber Hukum dalam Istinbath, Sistematika sumber hukum atau istinbath Imam
Malik, paada dasarnya ia tidak menulis secara sistematis. Akan tetapi para muridnya
atau madzhabnya menyusun sistematika Imam Malik. Sebagaimana qadhi’iyyad
dalam kitabnya al-Mudharrak, sebagai berikut: “sesungguhnya manhaj Imam dar al-
Hijrah, pertama ia mengambil kitabullan, jika tidak ditemukan dalam kitabullah, ia
mengambil as-Sunnah (kategori as-Sunnah menurutnya haditshadits nabi dan fatwa-
fatwa sahabat), amal ahli al-Madinah, al-Qiyas, alMashlahah al-Mursalah, Sadd adz-
Dzara’i, al-‘Urf dan al-‘Adat”.

Ulama yang mengikuti madzhab Imam Malik dikenal dengan ulama Malikiyah.
Madzhab Maliki timbul dan berkembang di Madinah, kemudian tersiar di sekitar
Hedzjaz. Di Mesir, madzhab Maliki sudah mulai muncul dan berkembang selama
Imam Malik masih hidup. Selain di Mesir, madzhab Maliki juga dianut oleh umat
Islam yang berada di Maroko, Tunisia, Tripoli, Sudan, Bahrain, Kuwait, dan daerah
Islam lain di sebelah barat termasuk Andalusia

3. Madzhab Syafi’i
Madzhab ini didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i. Beliau lahir di
Palestina (Syam) pada tahun 150 H dan wafat di Mesir tahun 204 H. Beliau termasuk
keturunan Rasulullah SAW yang bertemu di garis keturunan kakeknya, Abdul Manaf.
Setelah ayahnya meninggal, ibunya membawanya kembali ke Makkah untuk berguru
pada seorang mufti, Imam Muslim bin al-Khalid.
Beliau telah hafal Al-Qur’an pada usianya yang baru genap 7 tahun. Beliau diberi izin
untuk mengeluarkan fatwa ketika berusia 15 tahun. Kemudian beliau pindah ke
Madinah berguru kepada Imam Malik bin Anas, dan berhasil menghafalkan kitab al-
Muwattha’, karangan Imam Malik hanya dalam 9 malam.
Kemudian beliau berpindah-pindah tempat untuk menuntut ilmu, dari Yaman,
Bagdad, bahkan beliau sempat menuintut ilmu kepada Imam Ahmad bin Hanbal di
Makkah. Beliau menamakan pendapat-pendapatnya ketika berada di Bagdad dengan
Madzhab Qodim (madzhab yang lama).
Pada tahun 200 H, beliau pindah ke Mesir dan bertemu dengan murid-murid Imam
Hanafi sehingga pola pikir mereka mempengaruhi pola pikir beliau. Di Mesir, beliau
mengembangkan Madzab Jadid (madzab yang baru).

Sebab Kemunculan, Mazhab Malik berkembang di khilafah timur atas dukungan


alMansyur dan di khilafah barat atas dukungan Yahya Ibnu Yahya ketika diangkat
menjadi qadhi oleh para khalifah Andalusia. Di Afrika, Al-Mu’iz Badis mewajibkan
seluruh penduduk untuk mengikuti Mazhab Maliki. Mazhab Syafi’i membesar di
Mesir ketika Shalahuddin al-Ayubi merebut negeri itu.

Sumber Hukum dalam Istinbath, Pola pikir Imam asy-Syafi’i secara gariss besar dapat
dilihat dari kitab al-Umm yang menguraikan sebagai berikut: “ilmu itu bertingkat
secara berurutan pertama-tama adalah al-Qur’an dan as-Sunnah apabila telah tetap,
kemudian kedua Ijma’ ketika tidak ada dalam al-Qur’an an as-Sunnah dan ketiga
Sahabat Nabi (fatwa sahabi) dan kami tahu dalam fatwa tersebut tidak adanya ikhtilaf
di antara mereka, keempat ikhtilah sahabat Nabi, kelima qiyas yang tidak diqiyaskan
selain kepada al-Qur’an dan as-Sunnah karena hal itu telah berada di dalam kedua
sumber, sesungghunya mengambil ilmu dari yang teratas”.

Ulama yang mengikuti madzhab Imam Syafi’I dikenal dengan ulama Syafi’iyah.
Penyebaran madzhab Syafi’I antara lain di Irak, lalu berkembang dan tersiar ke
Khurasan, Pakistan, Syam, Yaman, Persia, Hijaz, India, daerah-daerah Afrika dan
Andalusia. Kemudian madzhab Syafi’i ini tersiar dan berkembang, bukan hanya di
Afrika, tetapi ke seluruh pelosok Negara-negara Islam, baik di Barat, maupun di
Timur, termasuk ke Indonesia.

4. Madzhab Hanbali
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani. Beliau lahir, hidup, dan
meninggal di Bagdad. Namun beliau juga banyak melakukan perjalanan menuntut
ilmu ke Kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Syam, dan Al-Jazirah.
Ketika di Bagdad, beliau bertemu dengan Imam Syafi’i, yang kemudian berguru
kepada beliau. Beliau tidak mengarang satu kitab pun, tetapi para sahabatnya banyak
merujuk pada madzhab dan pendapat-pendapat beliau. Bahkan, sikap dan jawaban
beliau dalam hukum0-hukum syariat banyak dijadikan rujukan. Dasar madzhab beliau
hampir sama dengan madzhab Imam Syafi’i, yaitu Al-Qur’sn, As-Sunnah, fatwa
sahabat, ijmak, qiyas, istishhab, masalihul mursalah, dan adz-Dzara’i .

Sebab Kemunculan Mazhab Hanbali menjadi kuat pada masa pemerintahan


AlMutawakkil. Waktu itu al-Mutawakkil tidak mengangkat seorang qadhi kecuali
dengan persetujuan imam Ahmad Ibnu hambal.
Sumber Hukum Istinbath Adapun dasar-dasar hukum yang digunakan Imam Ahmad
bin Hanbal adalah:

1. Al-Qur’an dan Hadits, yakni apabila beliau mendaparkan nash, maka beliau tidak
lagi memperhatikan dalil-dalil yang lain dan tidak memperhatikan pendapat-pendapat
sahabat yang menyalahinya.

2. Ahmad bin Hanbal berfatwa dengan fatwa para sahabat, ia memilih pendapat
sahabat yang tidak menyalahinya (ikhtilaf) dan yang sudah sepakat.

3. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda, Ahmad bin Hanbal memilih salah satu
pendapat mereka yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan asSunnah.

4. Ahmad bin Hanbal menggunakan Hadits Mursal dan Dhaif apabila tidak ada atsar,
qaul sahabat atau ijma’ yang menyalahinya.

5. Apabila tidak ada dalam nash, as-Sunnah, qaul sahabat, riwayat masyhur, hadits
mursal dan dhaif, Ahmad bin Hanbal menganalogikan (menggunakan qiyas) dan
qiyas baginya adalah dalil yang digunakan dalam keadaan terpaksa.

Ulama yang mengikuti madzhab Imam Hanbal dikenal dengan ulama Hanabilah.
Madzhab Hanbali mula-mula berkembang di Baghdad, kemudian ke perbatasan Irak
dan berkembang di Mesir. Sekarang madzhab Hanbali adalah madzhab resmi
pemerintah Saudi Arabia dan mempunyai pengikut yang tersebar di seluruh jazirah
Arab, Palestina, Syiria dan Irak.

BAB III
Penutup

Kesimpulan
Imam mazhab menggunakan metode yang beragam. Imam Abu Hanifah, Ia dikenal sebagai
imam Ahl al-ra’y serta faqih dari Irak yang banyak dikunjungi oleh berbagai ulama di
zamannya. Mazhab Hanafiyah dikenal banyak menggunakan ra’y, qiyas, dan istihsan. Prinsip
dasar mazhab Maliki adalah alQur’an, Sunnah Nabi saw., Ijma’, tradisi penduduk Madinah
(statusnya sama dengan sunnah menurut mereka), qiyas, fatwa sahabat, al-maslahah al-
mursalah,44 ‘urf, Istihsan, Istishhab, sadd al-zari‘ah, dan syar’u man qablana. Dasar fiqh
mazhab Maliki dapat disederhanakan tersebut dalam empat hal, yaitu al-Qur’an, sunnah Nabi
saw., ijma’ dan rasio. Imam Syafi’I mempunyai menggunakan 4 dalil syariah dalam
ijtihadnya yaitu al-Qur’an, sunah, ijmak dan kias. Prinsip dasar mazhab AHmad ibn Hambal
adalah sebagai berikut: al-nushush yaitu; al-Qur’an, sunnah Nabi saw., dan ijma’, fatwa
sahabat.
Perbedaan metode yang digunakan oleh para imam mazhab sangat memengaruhi terhadap
hasil ijtihadnya yaitu beragamnya khasanah fikih saat ini. Pada dasarnya perbedaan
pengambilan dalil-dalil syariah dikalangan ulama mazhab dipengaruhi oleh empat hal yaitu
perbedaan latar belakang pribadi atau kehidupan, latar belakang keilmuan, situasi dan kondisi
yang mengitarinya, dan tujuan yang ingin dicapai oleh para imam mazhab tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alwani, Thaha Jabir, Source Methodology in Islamic Jurisprudence, 1994, Virginia:


III.
Dahlan, Abd. Rahman, Ushul Fiqh, 2011, Jakarta: Amzah.
Effendi, Satriadan M. Zein, Ushul Fiqh, 2005, Jakarta: Prenada Media.
Hasan, M. Ali, Perbandingan Mazhab,2002, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Karim, A. Syafi’i, Fiqh Ushul Fiqh, 2006, Bandung: Pustaka Setia.
Khallaf, Abdul Wahhab, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih,
2002, Jakarta: PT. Grafindo Persada, cet. VIII.
al-Khudlary, Muhammad, Tarikh Tasyri’ al-Islamy, Surabaya: Dar Ihya’ alKutub
al-‘Arabiyyah.
Koto, Alaiddin, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, 2009, Jakarta: PT. Grafindo
Persada, cet. III.
Ma’ruf Al-Dawalibi, Muhammad, Al-Madkhal ila ilm al-ushul al-Fiqh, 1959,
Damaskus: Universitas Damaskus, Cet. II.
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab, 1999, Jakarta: PT. Lentera
Basritama.
Rifa’i, Mohammad, Ushul Fiqih, 1973, Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Sa‘id al-Khinn, Muhammad, Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawaid al-Ushuliyyah fi
Ikhtialaf al-Fuqaha, 1994, Beirut: Muassassah al-Risalah.

Anda mungkin juga menyukai